Anda di halaman 1dari 26

PRESENTASI KASUS

KATARAK SENILIS DAN RETINITIS


PIGMENTOSUM

Disusun oleh:

Aldisa Ayu Pratiwi 1206207086


Muhammad Arif Sanusi 1206206884
Michelle Cancera Angelita 1206207470

Narasumber:
dr. Julie D. Barliana, M. Biomed, SpM(K)

MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
DESEMBER 2016
DAFTAR ISI

Daftar Isi... 1

BAB I. PATIENT ORIENTED MEDICAL RECORD.. 3




1.1 Identitas Pasien... 3

1.2 Anamnesis . 3
1.2.1 Keluhan Utama 3
1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang. 3
1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu 4
1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga. 4
1.2.5 Riwayat Sosial. 4
1.3 Pemeriksaan Fisik.. 4
1.4 Pemeriksaan Fisik Oftalmologi. 5
1.5 Ringkasan.. 6
1.6 Diagnosis Kerja. 6
1.7 Diagnosis Banding 6
1.8 Manajemen Terapi 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Pendekatan Diagnosis Mata Tenang Visus Turun Perlahan. 7

2.2 Katarak.. 8

2.3 Retinitis Pigmentosa.. 16

2.3.1 Gambaran Klinis. 17

2.3.2 Tahapan Penyakit 19

2.3.3 Kelainan Penyerta... 20

2.3.4 Manajemen Terapi.. 21

2.3.5 Komplikasi.. 21

1
BAB III. PEMBAHASAN KASUS. 22

3.1 Diganosis Kerja.. 22

3.2 Manajemen Terapi.. 23

3.3 Prognosis 24

DAFTAR PUSTAKA.. 25

2
BAB I

Patient Oriented Medical Record

1.1 Identitas

Nama : Ny S
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 6 September 1958
Usia : 58 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Kramat Pulo Gang V
No. RM : 418-53-80
Tanggal Pemeriksaan : 22-12-2016 (Poli Kornea RSCM Kirana)

1.2 Anamnesis (pasien sendiri dan anak)

Keluhan Utama
Mata kiri tetap buram sejak operasi katarak tanggal 3 Desember 2016

Riwayat Penyakit Sekarang


Mata dirasakan mulai buram sejak 8 tahun SMRS. Buram dirasakan pada kedua mata. Awalnya
pasien masih dapat melihat dengan jelas, namun setiap tahun semakin kabur. Pandangan
berkabut ada, silau saat melihat cahaya ada, sulit melihat jauh ada. Pasien mengaku sulit
melihat saat malam hari dan sulit melihat sisi kanan dan kiri dari penglihatan. Bintik hitam
beterbangan disangkal. Garis nampak bergelombang disangkal. Pasien saat ini merasa masih
dapat melihat perbedaan warna meskipun gambarannya sangat kabur. Riwayat penggunaan
kacamata, mata merah dan nyeri mendadak, penggunaan obat tetes mata sembarangan, minum
jamu atau obat-obatan jangka panjang, trauma mata, infeksi mata, disangkal. Sebelum operasi,
pasien tidak pernah berobat untuk masalah matanya. Pasien lalu ikut baksos (3 Desember
2016), dikatakan katarak lalu dilakukan operasi katarak pada mata kiri. Setelah operasi mata
melihat lebih jelas, namun besoknya kembali buram.

3
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi, kencing manis, sakit jantung, liver, TB Paru disangkal

Riwayat Dalam Keluarga

Riwayat TB paru disangkal. Riwayat diabetes, hipertensi, sakit jantung, liver disangkal.
Riwayat alergi dan asma dikeluarga disangkal. Riwayat keluhan penglihatan buram dikeluarga
disangkal.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiawaan & Kebiasaan

Pasien merupakan ibu rumah tangga. Suami hidup dan anak dua orang. Merokok dan minum
alcohol disangkal. Riwayat minum jamu jangka panjang disangkal.

1.3 Pemeriksaan Fisik

Kesadaran Kompos mentis GCS 15


Keadaan umum Tampak tidak sakit
Tekanan darah 110/70 mmHg
Denyut nadi 79x/ menit, reguler, isi cukup, equal
Laju napas 24x/ menit, reguler, dangkal, abdominotorakal
Suhu 36,6C di axilla
Tinggi Badan 160 cm
Berat Badan 53 kg
Indeks Massa Tubuh 21,48 kg/m2
Mata Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Leher Tidak teraba perbesaran Kelenjar getah bening
Paru Auskultasi: Vesikuler +/+, tidak ada ronki, tidak ada wheezing
Jantung Auskultasi: S1 S2 normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Auskultasi: bising usus (+) 5 kali/menit
Ekstremitas Akral hangat, edema (-/-) CRT <2 detik

4
1.4 Pemeriksaan Fisik Oftalmologi

Mata Kanan Parameter Mata Kiri

1/300 Visual Acuity 1/300

Normal Posisi Normal

16,3 Tekanan Intraokular 17,0


(Non Kontak)

Tenang Palpebra Tenang

Tenang Konjungtiva Tenang

Jernih Kornea Jernih

Kesan Dalam Bilik Mata Depan Kesan Dalam

Bulat, Simetris, Refleks Iris Pupil Bulat, Simetris, Refleks


Cahaya langsung +, Tidak Cahaya langsung +, Tidak
langsung +, RAPD - langsung +, RAPD -

Keruh, Shadow Test + Lensa refleks kaca intraocular lens


+

Refleks fundus menurun Funduskopi Refleks fundus +


Bone Spicle Bone Spicle

Tidak Dapat Dinilai Lapang Pandang Tidak Dapat Dinilai

Foto

Foto (Slit Lamp)

5
1.5 Ringkasan

Perempuan 58 tahun datang dengan keluhan mata kiri tetap buram sejak operasi katarak. Kedua
mata buram sejak 8 tahun. Terdapat pandangan kabut, terdapat glare, terdapat myopic shift,
terdapat rabun senja, terdapat penurunan pandangan perifer. Tidak ada penggunaan kacamata,
tidak ada riwayat glaukoma akut, tidak ada riwayat diabetes dan hipertensi, tidak ada
penggunaan obat-obatan jangka panjang.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan VA 1/300 pada kedua mata, lensa mata kanan keruh shadow
test +, IOL mata kiri, dan bone spicle pada kedua mata.

1.6 Diagnosis Kerja

1. Retinitis Pigmentosum ODS


2. Katarak Senilis Imatur OD
3. Pseudophakia OS

1.7 Diagnosis Banding

1. Glaukoma Kronik

2. Degenerasi Makula

3. Retinopati

1.8 Manajemen Terapi

1. pro Elektroretinography ODS

2. pro Foto Fundus ODS

3. pemberian vitamin A,E dan DHA

3. Observasi 6 bulan pada kasus katarak imatur OD dan retinitis pigmentosa ODS

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendekatan Diagnosis Mata Tenang Visus Turun Perlahan

Secara umum, pendekatan diagnosis dari penyakit mata dapat dibagi menjadi empat kelompok
besar untuk dapat memudahkan alur diagnosis. Mata merah, mata tenang, trauma mata, dan
malposisi dan gangguan adnexa adalah empat besar masalah mata. Mata tenang dibagi menjadi
mata tenang dengan visus turun mendadak dan mata tenang visus turun perlahan. Adapun yang
dibahas pada tinjauan pustaka ini adalah mata tenang dengan visus turun perlahan (MTVTP).
Adapun penyakit tersering yang harus dijadikan sebuah diagnosis banding MTVTP adalah
gangguang refraksi, katarak, glaucoma kronis, retinopathy diabeticum atau hipertensi, macular
degeneration, dan retinitis pigmentosum.1,2

Melalui anamensis dan pemeriksaan fisik diharapkan dapat menjadi dasar untuk menentukan
diagnosis. Pada gangguan refraksi dapat ditanyakan riwayat penggunaan kacamata atau lensa
kontak, onset buram penglihatan apakah dari muda (myopia) atau sejak umur 40 tahun
(presbyopia).1,2

Katarak dapat ditanyakan sesuai onset mata buramnya. Biasanya dapat ditemukan glare,
myopic shift, padangan kabut atau berawan. Pada Indonesia, yang terbanyak adalah katarak
senilis pada usia tua. Perlu juga ditanyakan riwayat trauma mata, infeksi mata, dan penggunaan
kortikosteroid topical mata jangka panjang. Glaukoma kronis pada umumnya pasien Indonesia
datang pada stadium lanjut ketika lapang pandang sudah menurun. Dapat ditanyakan riwayat
sering menabrak meja atau tepi dinding. Harus ditanyakan riwayat mata merah dengan nyeri
mendadak dan penurunan visus untuk menentukan apakah merupakan glaucoma sudut tertutup
kronis. Riwayat trauma, infeksi mata, penggunaan kortikosteroid jangka panjang juga perlu
ditanyakan.1,2

Pada retinopati dapat ditanyakan riwayat gangguan metabolic yang dialami. Apakah pasien
dengan diabetes mellitus atau hipertensi. Ditanyakan riwayat pengobatan dan kontrol
pengobatan. Perlu ditanyatakan riwayat komplikasi seperti mata dengan floaters dan melihat
tirai (tractional abalsio retina pada diabetic retinopati). Degenerasi macular memiliki keluhan
yang khas yaitu buramnya pada penglihatan sentral dan metamorphopsia. Pada retinisis
pigmentosum perlu ditanyakan keluhan rabun senja, photopsia, dan menurunnya penglihatan
perifer.1,2

7
Pada pemeriksaan fisik perlu dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan, tekanan intraocular,
pemeriksaan iris, pupil, lensa, bilik mata depan dengan senter, lapang pandang, dan
funduskopi. Pemeriksaan tambahan yaitu mencakup slit lamp.1

2.2 Katarak

Manajemen Katarak

Non-operasi

Terapi penyebab katarak. Pada katarak didapat, perlu ditemukan penyebab dari katarak
itu sendiri. Terapi kausatif ini dapat menghentikan progresivitas katarak. Contohnya
adalah kontrol diabetes melitus yang adekuat; menghentikan konsumsi kortikosteroid,
fenotiazin, dan miotik kuat; menghindari paparan radiasi (sinar X atau inframerah); tata
laksana yang adekuat pada penyakit mata lain, seperti uveitis.3
Menghambat progresi katarak3
Memantau kemajuan pengeluhatan pada kasus katarak insipien dan katarak imatur. Hal
ini meliputi refraksi, arrangement of illumination, menggunakan katamata hitam (dark
goggles), dan midriasis.3

Operasi

Indikasi Operasi

Operasi diindikasikan untuk kondisi seperti gangguan pengelihatan dan medis. Gangguan
pengelihatan disebabkan oleh derajat kekeruhan lensa yang cukup untuk mempersulit
kehidupan sehari-hari. Sedangkan indikasi medis, misalnya katarak yang menyebabkan
glaucoma fakolitik. Atau lensa yang jernih juga dibutuhkan dalam konteks memantau patologi
di bagian fundus. Atau untuk indikasi kosmetik.3,4,5

Penilaian Pra-Operasi

Penilaian sebelum operasi dilakukan dengan anamnesis sistematis dan beberapa kondisi
tertentu (Tabel x).2 Pemeriksaan yang rutin dilakukan sebelum operasi adalah urea dan
elektrolit, gula darah sewaktu, pemeriksaan darah perifer, dan EKG. Hal penting lain
yang harus ditanyakan adalah riwayat penggunaan obat-obatan (alfa blocker sistemik,
terapi antikoagulan atau antiplatelet), alergi (sulfonamid atau antibiotic lain, dan iodin),
riwayat infeksi sebelumnya, dan transportasi.3,4

8
Pemeriksaan mata pra-operasi adalah riwayat kondisi mata sebelumnya dan meliputi
beberapa pemeriksaan seperti tajam pengelihatan, cover test, reflex pupil, adnexa oculi,
kornea, ruang anterior, lensa, fundus, sklera, dan status refraksi. Pemeriksaan ini
umumnya bertujuan untuk menentukkan prognosis pasien.3,4

Tabel 1. Manajemen kondisi medis pasien sebelum operasi3

9
Biometri

Biometri memfasilitasi perhitungan kekuatan lensa setelah operasi. Utamanya biometri


mencakup dua parameter, yaitu keratometri dan panjang axis (anteroposterior).1
Keratometri mengihtung kelengkungan dari permukaan anterior kornea (meridian yang
paling dalam dan dangkal) yang kemudian akan dinilai dalam bentuk dioptri atau mm
radius.3,4

Gambar 1. Biometri2

Refraksi pascaoperasi

Kondisi yang diharapkan pasca operasi adalah emetropia. Beberapa dokter bedan membuat
sedikit mata menjadi myopia (sekitar -0,25 D) untuk memperkirakan kesalahan biometri.
Karena lensa intraocular konvensional tidak dapat berakomodasi, tetap dibutuhkan kacamata.3

Teknik Operasi

10
1. Anestesi
Kebanyakan pasien dilakukan anestesi local. Anestesi umum dibutuhkan untuk pasie anak-
anak, pasien yang sangat cemas, gangguan kognitif, epilepsy, dementia, atau tremor kepala.
Anestesi local dapat dilakukan dengan blok subtenon, peribulbar, dan anestesi topical
(proxymetacaine 0,5%, tetracaine 1%, dan lidocaine 2%).3,4
2. Jenis Operasi Katarak
Intracapsular cataract extraction (ICCE)
Pada teknik ini, seluruh lensa yang mengalami katarak beserta kapsulnya yang intak juga
diangkat. Metode ini membutuhkan zonula yang lemah dan berdegerasi. Dapat
digunakan enzim alfa-kimotripsin untuk orang usia 40-50 tahun. Metode ini sudah
digantikan oleh ECCE, kecuali untuk kasus subluksasi dan dislokasi lensa.3
Extracapsular cataract extraction (ECCE)

Pada teknik ini, bagian kapsul anterior dengan epitel, nucleus, dan korteksnya dengan
meninggalkan kapsul posterior yang intak.3,4

Fakoemulsifikasi
Metode ini menggunakan insisi korneosklera yang sangat kecil (~3 mm) sehingga tidak
membutuhkan jahitan. Kemudian dilakukan hidrodiseksi (injeksi cairan untuk
memfasilitasi rotasi nucleus). Nukleus kemudian diemulsifikasi dan diaspirasi. Tahap
selanjutnya adalah implantasi lensa intraokuler.3,4

Gambar 2. (A) ICCE dan (B) ECCE4

Femtosecond laser
Dalam beberapa tahun terakhir digunakan metode operasi femtosecond laser yang
diadopsi dari fakoemulsifikasi manual menjadi automatis. Insisi kornea, kapsuloreksis,
dan fragmentasi inisial dari lensa kristalin dapat dilakukan dengan laser. Keuntungannya

11
adalah lebih presisi terutama dalam kapsuloreksis dan menurunkan energi
fakoemulsifikasi. Kerugiannya adalah mahal, waktu operasi yang lebih lama dan
membutuhkan pupil yang besar.4

Gambar x. Fakoemulsifikasi1

Gambar 3. Femtosecond lasers2

3. Implantasi Lensa Intraokuler


Bahan pembuatan lensa adalah polymethylmethacrylate (PMMA). Klasifikasi lensa
intraocular adalah berdasarkan metode fixasinya. Dapat berada di depan iris dengan dibantu
oleh sudut ruang anterior (anterior chamber IOL), iris-supported lens, dan posterior
chamber lenses. Indikasi implantasi lensa intraokuler adalah setiap kali dilakukannya
operasi katarak kecuali dengan kontraindikasi tertentu.3

12
Gambar 4. Tipe Lensa Intraokuler3

Komplikasi Operasi

1. Ruptur kapsul posterior

Ditakutkan terjadi komplikasi ekstraksi katarak ekstrakapsuler. Pada fakoemulsifikasi lebih


ditakutkan karena nucleus dapat jatuh ke dalam vitreous. Hal ini dapat diksebabkan oleh
hidrodiseksi yang dipaksakan, akibat instrument tertentu, dan saat apirasi korteks.3,5,6

2. Kehilangan fragmen lensa ke posterior3,6

Setelah kerusakan zonula, dan rupture kapsul posterior dapat terjadi migrasi fragmen lensa
ke superior.3

3. Perdarahan suprakoroid (terjadi pada 1:1000)5

4. Prolaps iris

Disebabkan oleh pembetukan sutura indisi yang tidak adekuat, biasanya menyertai
penatalaksanaan kebocoran vitreous yang kurang tepat.5

5. Descemet fold

Ditandai dengan edema kornea dan pembentukkan lekukan di membrane Descemet. Hal ini
disebabkan oleh kerusakan endotel kornea akibat insrumentasi, lensa intraokuler, atau
penekukan yang berlebihan.3,5,6

6. Endoftalmitis akut

Terjadi sebanyak sekitar 0,1% dari operasi katarak. Patogenesisnya berupa adanya toksin
bakteri dan respons inflamasi yang dihasilkan oleh tubuh. Hal ini menyebabkan kerusakan
dari fotoreseptor. Faktor risikonya sulit untuk dinilai. Beberapa faktor risiko yang mungkin
berupa ruptur kapsul posterior, lamanya prosedur operasi, vitrektomi, luka bocor,

13
terlambatnya antibiotic topical pasca operasi, anestesi topical, penyakit adnexa, dan
diabetes. Patogen penyebabnya adalah gram positif (90%) dan gram negative (10%).
Staphylococcus epidermidis merupakan yang tersering.4

Dapat digunakan antibiotic profilaksis berupa cefuroxime (1 mg dalam 1 ml) yang


diinjeksikan pada ruang anterior saat operasi berakhir. Hal ini digunakan untuk bakterisidal
selama setidaknya 1-2 jam. Fluoroquinolon topical sebelum operasi selama 1 jam-3 hari
sebelum operasi.4

Gejala yang muncul berupa nyeri, mata merah, dan penurunan fungsi pengelihatan.
Tandanya berupa edema palpebral, kemosis, injeksi konjungtiva, secret, relative afferent
pupilalary defect, kabut pada kornea, hipopion, dan eksudasi fibrin, vitritis nampak dari
funduskopi, inflamasi vitreous yang berat menyebabkan reflex fundus menurun.4

Diagnosis bandingnya adalah material lensa yang tertinggal, perdarahan vitreous, uveitis
pascaoperasi, dan reaksi toksik.4

Tata laksananya menggunakan antibiotik intravitreal (50 mg Ceftadizime dan 500 mg


Vancomycin), injeksi subkonjungtiva, antibiotik topikal (vancomycin 5% atau ceftadizime
5% 4-6 kali per hari), antibiotik oral (moxifoxacin 400 mg selama 10 hari), dan steroid oral
apabila destruksi jaringan terjadi berlebihan akibat proses inflamasi (prednisolone 1 mg/kg),
dexamethasone topikal, midriasis topikal (atropin sulfat 1%, 2x1), dan vitrektomi pars
plana.4

Gambar 5. Endoftalmitis akut (kiri), endoftalmitis pascaoperasi onset lambat (kanan)4

7. Endoftalmitis pascaoperasi onset lambat

Terjadi ketika organisme dengan virulensi rendah seperti P. acnes terperangkap dalam
kantong kapsul (saccular endophthalmitis). Organisme dapat tersekuestrasi oleh makrofag.
Onsetnya berkisar antara 4 minggu sampai tahunan (rata-rata 9 bulan) setelah operasi.
Gejala yang ditimbulkan berupa lesi tidak nyeri dengan penurunan fungsi pengelihatan,

14
mungkin akan muncul floaters. Tandanya berupa uveitis anterior, keratic precipitate.
Pembesaran plak kapsul yang mengandung organisme yang tersekuestrasi mungkin tampak
pada korteks. Gonioskopi dapat menunjukkan adanya plak equatorial.3,4

Endoftalmitis pascaoperasi onset lambat ini diterapi dengan fluoroquinolon generasi


terakhir, yaitu moxifloxacin (10-14 hari). Dapat juga diberikan antibiotik intravitreous
vancomycin 1-2 mg dalam 0,1 ml. P. acnes juga sensitif terhadap metichilin, cefazolin, dan
clindamycin.4

8. Posterior capsular opacification

Posterior capsular opacification (PCO) atau dikenal dengan after cataract. merupakan
komplikasi onset lambat yang paling sering terjadi setelah operasi katarak (~50%). Hal ini
disebabkan oleh proliferasi sel epitel lensa yang tersisa dalam kantong kapsuler setelah
ekstraksi katarak. Insidensi PCO berkurang dengan kapsuloreksis terbuka.2,3 Gejala yang
terjadi adalah penurunan fungsi pengelihatan secara perlahan, berkabut, dan terkadang
terjadi pandangan ganda monokuler. Tandanya tergantung dari pola opasifikasinya, dapat
tervakuolisasi (pearl-type), tipe fibrosis, dan cincin Soemmering.4,5

Gambar 6. Posterior capsular opacification

15
9. Fibrosis kapsul anterior dan kontraksi

Kapsulorexis kurvilinear dapat menyebabkan kontraksi dari


bukaan kapsul anterior (kapsulofimosis). Hal ini dapat terjadi
dalam hitungan bulan. Dan apabila diperlukan, laser
kapsulotomi anterior dapat dilakukan.Faktor risikonya berupa
pseudoeksfoliasi, retinitis pigmentosa, dan kapsulorexis yang
kecil.4
Gambar 7. Fibrosis kapsul
10. Komplikasi lainnya anterior dan kontraksi2

Komplikasi lainnya adalah edema makular, disfotopsia, dekompensasi kornea, ptosis,


malposisi lensa intraokuler, dan ablatio retina.3,4,5,6

2.3 RETINITIS PIGMENTOSA

Retinitis pigmentosa (RP) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyebutkan
kelainan distrofi retina yang ditandai dengan hilangnya fotoreseptor dan deposisi pigmen retina.
Insidensi pada populasi dunia mencapai 5/1000 orang. RP merupakan penyakit degeneratif retina
dengan karakteristik adanya timbunan pigmen terutama pada bagian perifer dan bagian sentral retina
relatif sedikit. Sebagian besar kasus RP, terjadi degenerasi primer fotoreseptor sel batang dengan
degenerasi sekunder pada sel kerucut. Tipikal RP juga sering dideskripsikan distrofi batang-kerucut,
fotoreseptor batang lebih sering telibat dibandingkan dengan sel kerucut. Sehingga keluhan yang sering
muncul adalah rabun senja, berkurangnya kemampuan penglihatan pada kondisi diurnal. Keluhan ini
akan terjadi pada bilateral mata.7,8

Kelainan pada retinitis pigmentosa merupakan kelainan yang diturunkan dengan genotip
tertentu, namun dengan gambaran klinis fenotif yang bervariasi atau tingkat keparahan yang berbeda
dengan satu genotip spesifik. Terdapat 15 bentuk okular retinitis pigmentosa. Sebagian besar penyakit
ini diturunkan secara autosomal resesif (60%), diikuti autosomal dominan (25%), dan X-linked (15%).
Mutasi gen rodopsin (kromosom 3) dan mutasi gen RTS (Retinal degeneration slow) pada kromosom
6 dinyatakan memliki peranan dalam kejadian penyakit ini.9

Kelainan ini akan muncul pada usia anak-anak yang kemudian berkembang secara perlahan
dan sering menyebabkan kebutaan pada usia menengah lanjut. Laki laki lebih berisiko dibandingkan
perempuan, dengan perbandingan 3:2.9

16
Gambaran Klinis
Gejala utama retinitis pigmentosa berupa silau, rabun senja, penyempitan lapang pandang progresif,
kehilangan tajam penglihatan dan kelainan kemampuan penglihatan warna. Onset timbulnya gejala
tergantung dari pola penurunan penyakitnya.

A. Gejala Visual
- Rabun senja (Night blindness), merupakan karakteristik gejala dari retinitis pigmentosa.
Keluhan ini dapat muncul beberapa tahun sebelum terjadinya perubahan kemampuan
penglihatan. Kelainan yang terjadi berupa degenerasi pada sel batang.7
- Adaptasi gelap, peningkatan ambang batas cahaya pada bagian perifer retina.
- Tubular vision/Tunnel vision, yang terjadi pada kasus lanjut.7
- Fotophobia7
- Penurunan tajam penglihatan7

B. Perubahan Fundus
- Perubahan pigmen retina, terjadi di perivaskular dan bentuknya menyerupai susunan tulang
terutama pada perifer retina. Pada tahap lanjut penyakit, perubahan ini terjadi pada area
anterior hingga posterior lapisan retina.7,8
- Penyempitan arteriol retina
- Diskus optik menjadi pucat dan melunak seperti gambaran lilin, gamabran ini menunjukkan
terjadinya atrofi optik konsekutif. Pada funduskopi memperlihatkan waxy yellow
appearance pada diskus optik.7,8
- Gambaran lainnya yang dapat ditemukan adalah sklerosis koroidal, edema makular dan
makulopati atrofik.7

Gambar 8. Gambaran funduskopi retinitis Gambar 9. Gambaran atrofi optik konsekutif


pigmentosa pada retinitis pigmentosa

17
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran ophthamlmoskopi dengan gambaran klasik yang
menunjukkan suatu retinitis pigmentosa, yaitu

- Distrofi Batang-Kerucut, sel batang akan mengalami degenerasi pertama. Proliferasi epitel
pigmen retina yang memunculkan gambaran seperti Bone-spicule akan tampak pada
perifer retina. Secara gradual akan menyebar menuju sentral. Kelainan yang muncul pada
awal penyakit seperti kehilangan kemampuan membedakan warna dan gangguan pada
persepsi kontras. Refleks fundus akan menghilang.9
- Distrofi kerucut-batang, degenerasi primer pertama terjadi pada sel kerucut. Keluhan
pertama yang terjadi adalah hilangnya tajam penglihatan di awal penyakit dan secara
progresif akan terjadi penyempitan lapang pandang. Respon cahaya pada elektroretinogram
akan menurun atau menghilang pada awal penyakit. Diagnosis pasti ditegakkan
berdasarkan hasil dari pemeriksaan elektroretinografi.9

Gambar 10. Tanda khas Rp,


penyempitan retinal vaskular,
gambaran waxy yellow pada diskus
optik karena atrofi pada saraf
optik, bone-spicule akibat
proliferasi epitel pigmen retina.9

C. Perubahan Lapang Pandang


- Annular atau ring-shaped scotoma, merupakan
gambaran yang menunjukkan adanya degenerasi zona
kuadran retina. Pada penyakit tahap lanjut, skotoma
akan meningkat pada anterior hingga posterior dan
pada akhirnya hanya pandangan sentral yang tersisa
(tubular vision/tunnel vision). Pada tahap ini biasanya
pasien menjadi buta.7
Gambar 11. Penyempitan lapang
pandang pada pasien RP.8

18
D. Perubahan Elektrofisiologi
Perubahan pada elektrofisiologi terjadi pada tahap awal penyakit sebelum gejala subjektif atau
tanda objektif (perubahan fundus) muncul.8
- Electro-retinogram (ERG) tampak subnormal
- Electro-oculogram (EOG) menunjukkan hilangnya puncak cahaya.

Tahapan Penyakit Retinitis Pigmentosa


- Stadium Awal
Gejala utama pada stadium awal adalah
rabun senja (night blindness), yang dapat
muncul pada tahun pertama kehidupan atau
pada dekade kedua kehidupan. Pada tahap
ini, sudah muncul keluhan penyempitan
lapang pandang bagian perifer, namun
keluhan ini tidak muncul pada saat siang
hari. Ketajaman penglihatan masih normal
Gambar 12. Retinitis Pigmentosa pada early
atau subnormal. Pemeriksaan fundus masih stage.5
memperlihatkan gambaran normal, deposit
pigmen dengan gambaran bone spicule belum terdeteksi. Penyempitan arteriol retina
minimal dan diskus optik normal. Penglihatan warna masih normal. Pada pemeriksaan
ERG menunjukkan penurunan amplitudo gelombang-b pada kondisi scotopik. Namun, jika
hanya sebagian retina yang terkena, ERG masih tampak normal.7

- Stadium Pertengahan
Gejala yang muncul lebih jelas, rabun senja sudah nampak jelas dengan kesulitan
mengendarai kendaraan ketika malam hari atau kesuliatan berjalan berjalan di malam hari.
Pasien mulai sadar akan gejala penyempitan lapang pandang, seperti menginjak atau
menendang objek objek, meleset ketika bersalaman. Kesulitan membaca karena
penurunan tajam penglihatan, biasanya sudah terjadi keterlibatan dari makula (edema
makula atau atrofi foveomakular) dan katarak posterior subkapsular. Pada pemeriksaan
funduskopi tampak deposit pigmen dengan gambaran bone-spicule di perifer tengah
dengan atrofi retina, penyempitan pembuluh darah retina dan diskus optik mulai tampak
pucat.7

19
Gambar 13. RP midstage (gambaran
Bone-spicule di mid perifer dengan atrofi
retina, makula belum terlibat dengan
cincin perifer depigmentasi, penyempitan
pembuluh darah retina).7

- Stadium Akhir
Pada fase ini, pasien mulai timbul penglihatan seperti terowongan, dimana kehilangan
penglihatan total pada bagian perifer. Fotophobia berat dan tidak mampu membaca. Pada
pemeriksaan funduskopi tampak deposit pigmen hingga mencapai makula. Pembuluh
darah terlihat tipis dan gambaran diskus optik seperti waxy yellow pallor. Pada angiografi
fluorescein mendeteksi atrofi korioretina pada perifer dan area foveomakular. ERG tidak
dapat merekam. Kehilangan penglihatan bagian sentral sehingga pasien tidak mampu untuk
berjalan sendiri dan hanya memiliki tajam penglihatan hingga persepsi cahaya.7

Gambar 14. RP endstage (deposit pigmen


di seluruh permukaan retina. Pembuluh
darah retina sangat tipis dengan diskus
optik tampak pucat).7

Kelainan Penyerta Retinitis Pigmentosa


1. Kelainan Okular, seperti miopia, glaukoma primer sudut terbuka, mikrophthalmia dan
katarak subkapsular posterior
2. Kelianan Sistemik, dikaitkan dengan berbagai kelainan sindrome, yaitu
- Laurence-Moon-Biedl syndrome, yang ditandai dengan munculnya retinitis pigmentosa,
obesitas, hipogenitalisme, polidaktili dan retardasi mental

20
- Cockaynes syndrome, karakteristik sindrom ini adalah retinitis pigmentosa, ketulian
infantil progresif, dwarfism, retardasi mental, nistagmus dan ataksia
- Refsums syndrome, ditandai dengan retinitis pigmentosa, neuropati perifer dan ataksia
serebellar. 8

Manajemen Terapi
Tidak ada terapi yang dapat menghentikan evolusi dari retinopati pigmentari atau
mengembalikan penglihatan. Namun, beberapa strategi yang dapat memperlambat
progresivitas proses degenerasi atau mengobati komplikasi dan membantu pasien secara
psikologis karena efek kebutaan yang dialaminya.
- Light protection
Sebagian tipe retinopati pigmen merupakan light-dependent, sehingga pada pasien tersebut
direkomendasikan menggunakan kacamata gelap ketika berada di luar ruangan.7
- Vitaminotherapy, vitamin A dan E dapat berfungsi untuk melindungi fotoreseptor karena
memiliki efek anti-oksidan. Jika secara rutin vitamin A diberikan, maka diperlukan
pengecekan rutin dari kadar enzim hati, level retinol serum dan trigliserida, karena
penyimpanan utama dari vitamin A berada di hati. Beberapa penelitian menyatakan dosis
vitamin A yang diberikan adalah 15.000 unit/hari dan ditambahkan suplementasi DHA
1200 mg/hari. Menggunakan terapi tersebut, secara nyata progresivitas penyakit akan
melambat, namun efek benefit dari terapi tersebut tidak melebihi 2 tahun lamanya.7

Komplikasi Retinitis Pigmentosa


Komplikasi yang sering ditimbulkan adalah katarak dan edema makular
- Katarak, yang sering terjadi adalah katarak subkapsular posterior sentral dengan nukleus
jernih. Timbul pada stadium pertengahan penyakit tersebut. Katarak yang terjadi sering
memunculkan keluhan terbatasnya pandangan dan fotophobia. Pada keadaan ini
dibtuuhkan phacoemulsifikasi dengan implantasi intraocular lens (IOL).7
- Edema makular, menyebabkan penurunan tajam penglihatn. Pada tahap akut, dapati diobati
dnegan obat golongan carbonic anhydrase inhibitor, seperti asetazolamide dengan dosis
500 mg/hari. Namun, edema makular yang sering terjadi pada pasien retinitis pigmentosa,
bersifat kronis dan tidak membaik dengan terapi tersebut.7

21
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Penentuan Diagnosis Kerja


Pasien Ny. S, 58 tahun mengalami kelainan mata tenang visus turun perlahan. Diagnosis
yang mungkin pada Ny. S adalah katarak, retinopati diabetik, retinopati hipertensif, glaukoma
kronik, degenerasi makula, dan retinitis pigmentosum.

Katarak

Ny. S mengeluhkan pandangannya yang tetap buram meskipun setelah dioperasi katarak 3
minggu SMRS. Keluhan ini tidak disertai dengan adanya mata merah dan nyeri. Dari
anamnesis didapatkan pasien dengan riwayat operasi katarak mata kiri. Pasien tidak memiliki
riwayat trauma, diabetes melitus, hipertensi, ataupun pemakaian obat tetes mata sembarangan.
Sehingga kemungkinan katarak terjadi akibat proses degenerasi karena usia (lebih dari 50
tahun). Dari pemeriksaan fisik didapatkan segmen anterior tenang, reflex pupil positif, shadow
test positif pada mata kanan, dan reflex fundus menurun pada mata kanan. Pada mata kiri
terdapat reflex kaca IOL yang menandakan adanya lensa intraocular. Dapat disimpulkan pasien
mengalami katarak senilis imatur ocular dekstra dan pseudofakia ocular sinistra.

Retinitis pigmentosum

Dari anamnesis, Ny. S mengalami sukar melihat di malam hari atau yang kita kenal dengan
istilah rabun ayam, lapang pandang juga dirasa menyempit, sedangkan pasien saat ini
mengaku masih dapat melihat warna meskipun gambarannya sangat kabur. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan pemeriksaan visus 1/300 untuk kedua mata padahal pada mata kanan katarak
yang terjadi masih berupa katarak senilis imatur dan mata kirinya baru saja dilakukan operasi
ekstraksi katarak. Segmen anterior didapatkan tenang. Dari funduskopi didapatkan adanya
gambaran bone spicule pada bagian perifer di kedua mata. Gambaran bone spicules merupakan
gambaran yang khas untuk retinitis pigmentosum. Pada pasien ini yang juga belum mengalami
buta warna sesuai dengan gambaran fundoskopinya dimana bone spicules belum mengenai
bagian sentral.

Retinopati Diabetik

Ny. S tidak memiliki factor risiko diabetes. Dari anamnesis didapatkan pasien tidak mengalami
floaters (akibat perdarahan vitreous akibat pecahnya neovakularisasi retinopati diabetic

22
proliferatif). Dari pemeriksaan funduskopi juga tidak ditemukan adanya aneurisma, pelebaran
vena, perdarahan, eksudasi lemak, dan neovaskularisasi. Sehingga diagnosis ini dapat
disingkirkan.

Retinopati Hipertensi

Ny. S tidak memiliki factor risiko hipertensi. Dari pemeriksaan funduskopi juga tidak
ditemukan adanya spasme pembuluh darah arteri, pucatnya retina, fenomena crossing,
sclerosis pembuluh darah, eksudasi retina, ataupun flame shaped. Sehingga diagnosis ini dapat
disingkirkan

Age-Related Macular Degeneration

Dari anamnesis didapatkan pasien masih dapat melihat warna, dan penurunan lapang pandang
berupa penurunan yang mengarah pada sisi perifer disbanding sentral. Selain itu gambaran
garus bergelombang disangkal. Dari pemeriksaan funduskopi tidak ditemukan adanya drusen,
kebocoran pembuluh darah, ataupun neovaskularisasi di makula lutea. Sehingga diagnosis ini
dapat disingkirkan.

Glaukoma Kronik

Dari anamnesis memang didapatkan adanya penurunan lapang pandang, namun penurunan
lapang pandang tersebut lebih mengarah ke retinitis pigmentosa karena sifatnya yang
cenderung tidak tunnel vision. Keluarga dengan riwayat mata buram disangkal. Pemeriksaan
fisik didapatkan bilik mata depan dalam sehingga menurunkan kemungkinan glaucoma. Pada
pemeriksaan TIO non kontak didapatkan 16,3 dan 17,0 mmHg. Funduskopi juga tidak terdapat
adanya perbesaran cup-disk ratio. Sehingga diagnosis ini dapat disingkirkan.

3.2 Rencana Tatalaksana


1. pro Elektroretinography ODS

Berguna untuk menilai tingkat keparahan dari retinitis pigmentosa yang diderita pasien
sehingga dapat memperkirakan prognosis dari kedua mata pasien.

2. pro Foto Fundus ODS

Menilai secara detail pada bagian retina, diskus optik dan area foveamakular. Mendeteksi tanda
tanda lain dari retinitis pigmentosa sehingga dapat menunjang penegakkan diagnosis. Selain

23
itu, berguna untuk menilai adanya komplikasi dari retinitis pigmentosa yang dapat berupa
edema makula yang dapat memperburuk fungsi penglihatan pada pasien.

3. Pemberian vitamin A, vitamin E dan DHA

Pemberian terapi dengan menggunakan vitamin A,E dan DHA berfungsi untuk memperlambat
progresivitas dari retinitis pigmentosa yang diderita oleh pasien.

4. Observasi 6 bulan pada kasus katarak imatur OD dan retinitis pigmentosa ODS

Indikasi dilakukan operasi pada katarak terdapat indikasi medis, indikasi kosmetik dan fungsi
penglihatan. Namun, pada kasus ini gangguan penglihatan mata kanan dengan visus 1/300
dapat disebabkan oleh progresivitas dari retinitis pigmentosa yang diderita oleh pasien.
Sedangkan pada katarak imatur, penurunan ketajaman penglihatan terburuk mencapai 1/60.
Meskipun, pada kasus ini dilakukan operasi katarak imatur OD, hasil yang didapatkan setelah
operasi, tidak dapat memperbaiki fungsi penglihatan mata kanan pasien. Sehingga, tatalaksana
yang diberikan pada kasus ini berupa observasi progresivitas dari katarak dan retinitis
pigmentosa pada mata kanan.

3.3 Prognosis

Ad Vitam : bonam
Ad Fungsionam : dubia at malam
Ad Sanactionam : dubia at malam

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR, Cunningham Jr ET. Vaughan & Asburys General Ophtalmology. 18th ed.
USA: McGrawHill Medical; 2011
2. Bowling B. Kankiss Clinical Ophthalmology. 8th ed. China; Elsevier Saunders; 2016

3. Khurana A. Chapter 8: Disease of the Lens. Comprehensive Ophtalmology. New Delhi:


New Age International; 2007. p 167-199.
4. Bowling B. Chapter 9: Lens. Kanskis Clinical Ophtalmology: A Systematic Approach.
8th edition. China: Elsevier; 2016. p 272-99.
5. Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Bagian 5: Mata tenang visus turun perlahan.
Pemeriksaan Dasar Mata. Jakarta: FKUI; 2011. Hal 68-80.
6. Trattler W, Kaier PK, Friedman NJ. Chapter 10: Anterior Segment. Review of
Ophtalmology. 2nd edition. USA: Elsevier; 2012. p 279-86.
7. Hamel C. Retinitis pigmentosa:review. Orphanet Journal of Rare Disease. 2006;1:40
8. Khurana A. Chapter 8: Disease of the Lens. Comprehensive Ophtalmology. New Delhi:
New Age International; 2007. Chapter 11, Diseases of the retina: p. 268-9
9. Gerhard K. Lang. Ophthalmology. New York: Thieme Stuttgart; 2000. p. 343-5

25

Anda mungkin juga menyukai