Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejadian gagal jantung di Amerika Serikat mempunyai insidensi yang besar

dan tetap stabil selama beberapa dekade terakhir, yaitu >650.000 kasus baru

didiagnosis setiap tahunnya (Yancy dkk., 2013). Angka kejadian gagal jantung

pada populasi orang dewasa di negara-negara maju rata-rata adalah 2%. Angka

kejadian gagal jantung meningkat seiring dengan usia, dan mempunyai nilai lebih

besar 6-10% pada usia lebih dari 65 tahun. Angka kejadian gagal jantung lebih

rendah pada wanita dibandingkan dengan pria, tetapi angka kejadian gagal jantung

pada wanita paling tidak setengah dari kasus gagal jantung karena memiliki

harapan hidup lebih lama (Mann, 2010).

Orang kulit hitam memiliki risiko tertinggi untuk gagal jantung. Dalam studi

Atherosclerosis Risk In Communities (ARIC), tingkat kejadian per 1.000 orang

dalam setahun yaitu terendah pada wanita kulit putih dan tertinggi pada pria kulit

hitam, dengan orang kulit hitam memiliki angka kematian dalam 5 tahun lebih

besar dibandingkan dengan orang kulit putih. Prevalensi gagal jantung pada pria

dan wanita kulit hitam non-Hispanik memiliki prevalensi masing-masing sebesar

4,5% dan 3,8%, sedangkan pada pria dan wanita kulit putih non-Hispanik masing-

masing sebesar 2,7% dan 1,8 (Yancy dkk., 2013).

Di Indonesia, prevalensi penyakit sistem sirkulasi darah, termasuk penyakit

jantung terus meningkat dan menjadi peringkat pertama penyebab kematian pada

1
tahun 2000. Prevalensi penyakit jantung di Indonesia yaitu sebesar 9,2% yang

meningkat seiring dengan peningkatan umur dan mempunyai angka yang lebih

tinggi pada wanita, status ekonomi yang lebih rendah, perilaku merokok, pasien

dengan diabetes mellitus, hipertensi, dan obesitas (Delima dkk., 2009). Namun,

gambaran angka kejadian gagal jantung di Indonesia masih terbatas. Tetapi

sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2007) di RSUD Dr. Kariadi

Semarang selama 1 Januari-31 Desember 2006 diperoleh 304 kasus pasien gagal

jantung dengan jumlah penderita usia dewasa lebih banyak daripada usia lanjut

dan penderita laki-laki lebih banyak daripada penderita perempuan.

Pharmaceutical care mempunyai makna secara langsung yaitu, bertanggung

jawab menyediakan obat yang bertujuan untuk mencapai hasil terapi tertentu guna

meningkatkan kualitas hidup pasien. Hasil terapi tersebut meliputi :

menyembuhkan penyakit, mengurangi gejala yang dirasakan pasien,

memperlambat proses perjalanan penyakit, mencegah penyakit atau gejala-gejala

penyakit. Dalam pharmaceutical care, farmasis mempunyai tiga fungsi utama,

yaitu : mengidentifikasi Drug Related Problems (DRPs) baik yang aktual maupun

yang potensial terjadi, mengatasi DRPs yang terjadi aktual, dan mencegah

terjadinya DRPs potensial (Bezverhni dkk., 2012).

Drug related problems merupakan suatu kejadian atau peristiwa terkait

terapi obat yang melibatkan suatu obat atau suatu obat yang berpotensi

mempengaruhi hasil terapi yang diharapkan. Dengan mengidentifikasi penyebab

DRPs, maka farmasis dapat menyusun care-plan untuk mengatasi DRPs sehingga

dapat mencapai tujuan terapi yang diharapkan (Cipolle dkk., 2004). Drug related

2
problems juga sangat umum terjadi pada pasien rawat inap yang berisiko

mengakibatkan penurunan kualitas hidup pasien, meningkatkan angka rata-rata

kematian dan kecacatan serta meningkatkan biaya yang dikeluarkan pasien. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa adanya pharmaceutical care dalam perawatan

pasien rawat inap umumnya dapat memperbaiki perawatan dan memberikan hasil

terapi yang lebih baik. Selain itu, dengan adanya intervensi pharmaceutical care

dapat menurunkan kejadian medication errors dalam praktek pengobatan

(Bezverhni dkk., 2012).

Penelitian mengenai kajian DRPs pada terapi pasien gagal jantung sudah

pernah dilakukan oleh Damayanti (2009) dan Hadiatussalamah (2013). Penelitian

yang dilakukan oleh Damayanti (2009) mengkhususkan pada pasien gagal jantung

dengan penyakit penyerta hanya diabetes mellitus di RSAL Dr. Ramelan

Surabaya periode September 2007-Februari 2008 untuk mengetahui DRPs apa

saja yang banyak terjadi. Selain itu, penelitian tersebut juga dilakukan untuk

mengetahui ada tidaknya korelasi antara jumlah obat terhadap kejadian DRPs dan

Length Of Stay (LOS), serta korelasi antara kejadian DRPs terhadap LOS.

Penelitian yang dilakukan oleh Hadiatussalamah (2013) di RSUP Dr. Mohammad

Hoesin Palembang Tahun 2012 hanya menggambarkan kejadian DRPs secara

deskriptif. Dari hasil penelitian tersebut prevalensi DRPs yang diperoleh sebesar

32,87% dari 143 pasien.

Mengingat semakin meningkatnya angka kejadian gagal jantung dan

perlunya peran farmasis dalam pharmaceutical care agar pasien mendapat terapi

yang tepat guna mencapai hasil terapi yang diharapkan serta memperbaiki kualitas

3
hidup pasien, maka perlu dilakukan kajian tentang DRPs pada terapi pasien gagal

jantung yang menjalani rawat inap di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

mengenai DRPs apa saja yang terjadi pada terapi pasien gagal jantung, serta

mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kejadian DRPs pada

terapi pasien gagal jantung rawat inap.

B. Rumusan Masalah

Setelah melihat latar belakang tersebut, maka dapat disusun permasalahan

yang mendasari penelitian ini, yaitu :

1. Berapakah prevalensi kejadian DRPs pada terapi pasien gagal jantung yang

dirawat di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten?

2. DRPs apa saja yang terjadi pada terapi pasien gagal jantung yang dirawat di

RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten?

3. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kejadian DRPs pada terapi

pasien gagal jantung yang dirawat di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten?

4
C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini, yaitu :

1. Mengetahui prevalensi kejadian DRPs pada terapi pasien gagal jantung yang

dirawat di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

2. Mengetahui DRPs apa saja yang terjadi pada terapi pasien gagal jantung yang

dirawat di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

3. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kejadian DRPs

pada terapi pasien gagal jantung yang dirawat di RSUP Dr. Soeradji

Tirtonegoro Klaten?

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat :

1. Sebagai masukan bagi rumah sakit untuk mengevaluai Standar Pelayanan

Medik gagal jantung rawat inap untuk meningkatkan keberhasilan terapi

pasien.

2. Sebagai referensi bagi para klinisi dan farmasis klinik untuk melakukan

monitoring pada terapi pasien gagal jantung rawat inap.

3. Sebagai masukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

5
E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Keaslian Penelitian

Peneliti (Tahun) Abraham (2013) Tegegne dkk. (2014) Damayanti (2009) Hadiatussalamah (2013)
Judul Penelitian Drug Related Problems and Drug Therapy Problem (DTP) Kajian Drug Related Problems (DRPs) Identifikasi Drug Related
Reactive Pharmacist Among Patients with pada Terapi Pasien Congestive Heart Problems (DRPs) pada
Interventions for Inpatients Cardiovascular Diseases in Failure (CHF) di Rumkital Dr. Ramelan Pasien dengan Diagnosis
Receiving Cardiovascular Felege Hiwot Referral Surabaya Congestive Heart Failure di
Drugs Hospital, North East, Bahir Instalasi Rawat Inap RSUP
Dar Ethiopia Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Tahun 2012
Metodologi & Cross sectional-deskriptif, Cohort-analitik, prospektif Cross sectional-analitik, prospektif Cross sectional-deskriptif,
Sifat Penelitian, prospektif retrospektif
Pengumpulan
Data
Hasil Penelitian DRPs yang paling banyak DTP yang paling banyak DRPs yang paling banyak terjadi adalah Prevalensi kejadian DRPs
terjadi adalah interaksi obat, terjadi adalah diperlukan interaksi obat, disusul dengan obat tidak yaitu 32,87% (59 kejadian).
disusul dengan dosis obat yang terapi obat tambahan. Tidak tepat, dan Adverse Drug Reactions DRPs yang paling banyak
terlalu tinggi dan duplikasi ada korelasi antara umur, (ADR). Tidak terdapat korelasi antara terjadi adalah terapi tanpa
obat. Intervensi apoteker jumlah obat, jumlah obat indikasi disusul dengan
jumlah obat dengan DRPs, dan antara
adalah pada interaksi obat dan tambahan, jumlah penyakit interaksi obat dan indikasi
DRPs dengan LOS. Terdapat korelasi
pemilihan obat serta dosis, penyerta, edukasi, dan lama tidak diterapi.
antara jumlah obat dengan LOS.
yang mana sebesar 59% adalah rawat inap terhadap kejadian
Outcomes akibat DRPs yang timbul
diterima. DTP.
adalah meningkatnya faktor risiko
penyakit kronik dan tidak terjadi efek
klinik.

6
Terdapat beberapa penelitian mengenai kejadian DRPs pada terapi pasien

dengan penyakit kardiovaskular, yaitu seperti penelitian yang dilakukan oleh

Abraham (2013) dan Tegegne dkk. (2014). Penelitian tentang DRPs pada terapi

pasien gagal jantung pernah dilakukan oleh Damayanti (2009) dan

Hadiatussalamah (2013). Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2009)

mengkhususkan pada pasien gagal jantung dengan penyakit penyerta hanya

diabetes mellitus di RSAL Dr. Ramelan Surabaya periode September 2007-

Februari 2008. Hasil dari 30 pasien yang diteliti, terdapat 40,39% kejadian DRPs

berupa interaksi obat, 16,35% kejadian timbulnya ADR, 10,58% dosis tidak tepat,

17,30% obat yang tidak tepat, serta 15,38% obat yang diperlukan. Selain itu,

penelitian tersebut juga dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara

jumlah obat terhadap kejadian DRPs dan LOS, serta korelasi antara kejadian

DRPs terhadap LOS. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, didapatkan bahwa

tidak ada korelasi antara jumlah obat terhadap DRPs dan tidak ada korelasi antara

kejadian DRPs terhadap LOS, tetapi ada korelasi antara jumlah obat terhadap

LOS.

Penelitian yang dilakukan oleh Hadiatussalamah (2013) di RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2012 terhadap 143 pasien gagal jantung

adalah hanya menggambarkan kejadian DRPs secara deskriptif. Dari hasil

penelitian tersebut, prevalensi kejadian DRPs yang terjadi sebesar 32,87% (47

pasien), dengan 59 kejadian DRPs yang meliputi : 13,56% merupakan indikasi

yang tidak diterapi, 45,76% terapi tanpa indikasi, 1,70% dosis terlalu tinggi, dan

38,98% kejadian interaksi obat.

7
Kedua penelitian tentang DRPs pada terapi pasien gagal jantung tersebut

berbeda dengan penelitian ini yang akan mengkaji DRPs pada terapi pasien gagal

jantung rawat inap dengan menyertakan berbagai penyakit penyerta, serta untuk

mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya DRPs pada

terapi pasien gagal jantung rawat inap.

Anda mungkin juga menyukai