Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

SHALAT DALAM SYARIAT ISLAM

Oleh :
H. Ady Sumarno

PENYULUH AGAMA ISLAM


KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI JAMBI
2012

A. Pendahuluan
Shalat adalah kewajiban peribadatan yang paling penting dalam sistem
keagamaan Islam. Al-Quran banyak memuat perintah untuk menegakkan
shalat, dan menggambarkan bahwa kebahagiaan kaum beriman adalah
pertama-tama karena shalatnya yang dilakukan dengan penuh kekhusyukan. 1
Allah berfirman:

"Sungguh berbahagialah mereka yang beriman, yaitu mereka yang khusyuk


dalam shalat mereka..." (QS. al-Mu'minun:1-2).

Berkenaan dengan pentingnya shalat, Nabi SAW mengajarkan bahwa


shalatlah yang pertama kali diperhitungkan pada hari pembalasan (yaumul
hisab). Maka hendaknya shalat dijaga sebaik mungkin, karena jika amal shalat
rusak, maka rusaklah seluruh amal lainnya. Nabi SAW bersabda:



:



" :



"
Dari Abu Hurairah berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal seorang hamba
pada hari Kiamat adalah shalat, jika baik, maka baik pulalah seluruh
amalnya; dan jika baik, maka ia telah menang dan sukses, namun jika rusak,
maka ia telah kalah dan rugi. (HR. Turmudzi) 2

Karena demikian kuatnya penegasan tentang pentingnya shalat, maka


kedudukan shalat dalam ajaran Islam perlu didalami maknanya sebaik
mungkin.

B. Syariat Shalat dalam Islam


Shalat secara bahasa berarti doa. Hal ini didasarkan pada firman Allah
sebagai berikut:


Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.

1
Muhammad Mahmud al-Shawwaf, Kitab Ta'lim al-Shalah, (Jeddah: al-Dar al-
Su'udiyyah li al-Nasyr, 1387 H/1967 M), hal. 9
2
Muhammad At-Turmudzi, Sunan al-Turmudzi, Kairo: Mustafa, 1975, juz 2, h. 269
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan
Allah maha mendengar lagi maha mengetahui. (QS. At-Taubah: 103)

Sedangkan menurut syara, shalat berarti:



Ucapan dan perbuatan tertentu yang dibuka dengan takbir dan ditutup
dengan salam.3

Ketetapan hukumnya adalah wajib menurut al-Quran, Sunnah dan ijma.


Dalil wajibnya menurut al-Quran adalah firman Allah:



Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang
lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat;
dan yang demikian Itulah agama yang lurus. (QS. Al-Bayyinah: 5)



Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu
pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung
dan sebaik- baik penolong. (QS. Al-Hajj: 78)

Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di


waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila
kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa: 103)

3
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, juz 1, Beirut: Dar al-Fikr, t.t., h.
572
Sedangkan dalil wajib shalat berdasarkan Sunnah adalah riwayat Ibnu
Umar sebagai berikut:

:




Adapun dalil ijma, maka seluruh umat Islam telah berijma tentag
wajibnya shalat lima waktu dalam sehari semalam.
Syariat shalat dalam Islam ditetapkan bersamaan dengan peristiwa Isra
Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan riwayat dari Anas bin Malik bahwa Nabi
Muhammad SAW pada mulanya diperintahkan untuk membawa perintah
wajib shalat lima puluh waktu dalam sehari semalam kepada umatnya. Namun
Nabi meminta keringanan, hingga dikurangi menjadi hanya lima waktu saja
dalam sehari semalam. Menurut sebagian ulama Hanafiyah, bahwa Isra
tersebut terjadi pada tanggal 17 Ramadhan satu setengah tahun sebelum
Hijrah. Sedangkan menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, terjadi pada malam 17
Rajab. Ulama lain tidak menyebut tanggal terjadinya Isra tersebut, tapi
meyakini bahwa itu terjadi sekitar lima tahun sebelum Hijrah. 4
Terlepas dari perbedaan tentang tanggal dan tahun pertama kali shalat
diwajibkan, namun ulama sepakat bahwa shalat diwajibkan bagi setiap muslim
yang aqil dan baligh. Nabi SAW bahkan mengajarkan umat Islam agar
memerintahkan anaknya yang telah mencapai usai 7 tahun untuk
mengerjakan shalat. Jika telah sampai usia 10 tahun, agar anak dipukul jika
mengabaikan shalat, sesuai dengan riwayat sebagai berikut:

:






:




4
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, h. 574
Dari amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah SAW
bersabda: Perintahlah anak-anakmu untuk shalat ketika mereka berusia 7
tahun; dan pulullah mereka jika melanggar ketika berusia 10 tahun; dan
pisahkanlah tempat tidur mereka. (HR. Abu Dawud).5

B. Makna Shalat
Menurut Nurchalish Madjid, shalat merupakan ibadah yang penuh
makna, sehingga shalat dapat disebut sebagai ekstrak yang mengandung
seluruh sari pati ajaran Islam. Dalam shalat, seseorang mendapatkan
keinsyafan akan tujuan akhir hidup, yaitu penghambaan diri kepada Allah.
Melalui shalat pula, seseorang membina dirinya untuk memupuk komitmen
kepada nilai-nilai hidup yang luhur. Singkatnya, shalat mengandung dua makna
sekaligus, yaitu makna intrinsik dan makna instrumental. Makna instrinsik
mengarah pada diri sendiri. Sedangkan makna instrumental menjadi sarana
pembinaan masyarakat yang beradab. Kedua makna itu, baik yang intrinsik
maupun yang instrumental, dilambangkan dalam keseluruhan shalat, baik
dalam unsur bacaannya maupun tingkah lakunya.6
Takbir pembukaan shalat itu dinamakan "takbir ihram" (takbirat al-
ihram), yang mengandung arti "takbir yang mengharamkan", yakni,
mengharamkan segala tindakan dan tingkah laku yang tidak ada kaitannya
dengan shalat sebagai peristiwa menghadap Tuhan.
Sikap menghadap Allah itu kemudian dianjurkan untuk dikukuhkan
dengan membaca doa pembukaan (du'a al-iftitah), yaitu bacaan yang artinya,
"Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Dia yang telah
menciptakan seluruh langit dan bumi, secara hanif (kecenderungan suci
kepada kebaikan dan kebenaran) lagi muslim (pasrah kepada Allah, Yang Maha
Baik dan Benar itu), dan aku tidaklah termasuk mereka yang melakukan
syirik."7

5
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Beirut: Al-Maktabah al-Ashriyah, t.t.
6
Nurchalish Madjid, Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, Jakarta:
Paramadina, 1999
7
Muhammad Mahmud al-Shawwaf, Kitab Ta'lim al-Shalah,h. 24
Lalu dilanjutkan dengan seruan, "Sesungguhnya shalatku, darma baktiku,
hidupku dan matiku untuk Allah Penjaga seluruh alam raya; tiada sekutu bagi-
Nya. Begitulah aku diperintahkan, dan aku termasuk mereka yang pasrah
(muslim)."
Selanjutnya, bacaan Fatihah yang merupakan bagian terpenting dalam
shalat menjadi perwujudan keberserahan diri seorang hamba kepada Allah.
Diawali dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang (basmalah), dilanjutkan dengan pengakuan dan pujian kepada-Nya
sebagai pemelihara seluruh alam raya (hamdalah). Diteruskan dengan
pengakuan terhadap Allah sebagai Penguasa Hari Pembalasan, yang
dikukuhkan dengan pernyataan bahwa kita tidak akan menghamba kecuali
kepada-Nya semata, dan juga hanya kepada-Nya saja kita memohon
pertolongan. Pertolongan itu adalah berupa petunjuk ke jalan yang benar,
bukan jalan mereka yang terkena murka, dan bukan pula jalan mereka yang
sesat.
Shalat diwajibkan pada waktu-waktu tertentu juga mengandung makna
yang mendalam. Hikmah di balik penentuan waktu itu ialah agar kita jangan
sampai lengah dari ingat kepada-Nya sejak dini hari (Subuh), diteruskan ke
siang hari (Dhuhur), kemudian sore hari (Ashar), lalu sesaat setelah terbenam
matahari (Maghrib) dan akhirnya di malam hari ('Isya). Hal itu juga
mengisyaratkan bahwa usaha menemukan jalan hidup yang benar juga harus
dilakukan setiap saat, dan harus dipandang sebagai proses tanpa berhenti.
Shalat juga dapat bermakna bagi pembentukan pribadi yang luhur. Hal
ini merupakan konsekuensi logis dari kesungguhan dalam menghayati
kehadiran Allah setidaknya lima waktu dalam sehari semalam akan
mempunyai dampak pada tingkah laku dan pekerti seseorang. Hal ini sesuai
dengan firman Allah:



Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran)
dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat)
adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Dengan jelas firman itu menunjukkan bahwa salah satu yang dituju oleh
adanya kewajiban shalat ialah bahwa pelakunya menjadi tercegah dari
kemungkinan berbuat jahat dan keji. Maka pencegahan diri dan
perlindungannya dari kejahatan dan kekejian itu merupakan dampak yang
diharapkan dari shalat.
Allah memberi peringatan keras kepada mereka yang menjalani shalat
hanya dalam bentuknya saja seperti gerakan dan bacaan tertentu, namun
melupakan makna ibadat itu dan hikmah rahasianya, yang semestinya
menghantarkannya pada tujuan pembentukan akhlak mulia.
Allah berfirman,


"Maka celakalah untuk mereka yang shalat, yang lupa akan shalat mereka
sendiri. Yaitu mereka yang suka pamrih, lagi enggan memberi pertolongan."
(Al-Maun: 4-7)

Mereka itu dinamakan "orang yang shalat" karena mereka mengerjakan


bentuk lahir shalat itu, dan digambarkan sebagai lupa akan shalat yang hakiki,
karena jauh dari pemusatan jiwa yang jernih dan bersih kepada Allah Yang
Maha Tinggi dan Maha Agung, yang seharusnya mengingatkannya untuk takut
kepada-Nya, dan menginsyafkan hati akan kebesaran kekuasaan-Nya dan
keluhuran kebaikan-Nya.
Selanjutnya ucapan salam sebagai penutup shalat merupakan doa untuk
keselamatan, kesejahteraan dan kesentosaan orang banyak, baik yang ada di
depan kita maupun yang tidak, dan diucapkan sebagai pernyataan
kemanusiaan dan solidaritas sosial. Dengan begitu maka shalat dimulai
dengan pernyataan hubungan dengan Allah (takbir) dan diakhiri dengan
pernyataan hubungan dengan sesama manusia (taslim, ucapan salam).
Dalam kaitannya dengan firman itu Muhammad Mahmud al-Shawwaf
menguraikan bahwa kewajiban shalat diberlakukan untuk mengingatkan
manusia akan kekuasaan Ilahi, dan mempunyai dampak dalam pembentukan
akhlak pelakunya dan dalam pendidikan jiwanya. Itulah makna setiap ibadah
dalam Islam yang sekaligus menjadi ruh ibadah itu. Jika ibadah tidak
mengandung hal ini maka tidaklah disebut ibadat, melainkan sekedar adat
kebiasan yang tak bermakna.
Selain itu, shalat merupakan salah satu tanda masuk ke dalam
persaudaraan Islam, selain zakat, dalam arti bahwa seseorang terikat dalam
suatu persaudaraan Islam dengan yang lainnya dan wajib dilindungi hak-
haknya, jika ia telah mengerjakan shalat dan zakat. Allah berfirman:


Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka
(mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan Kami menjelaskan
ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. (QS. At-Taubah: 11)

Mafhum mukhalafahnya adalah bahwa shalat merupakan pembeda


antara muslim dan kafir, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:





:






:



Dari Jabir berkata: Aku mendengar Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya
pemisah antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah
meninggalkan shalat. (HR. Muslim).8

C. Penutup

Shalat selain menanamkan kesadaran akan makna dan tujuan akhir


hidup kita-- ia juga mendidik dan mendorong kita untuk mewujudkan sebuah
8
Muslim bin Hujjaj, Shahih Muslim, juz 1, Beirut: Dar Ihya at-Turats al-Arabi, t.t., h.
88
ide atau cita-cita yang ideal dan luhur, yaitu terbentuknya masyarakat yang
penuh kedamaian, keadilan dan perkenan Tuhan melalui usaha pemerataan
sumber daya kehidupan untuk seluruh warga masyarakat itu.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Mahmud al-Shawwaf, Kitab Ta'lim al-Shalah, (Jeddah: al-Dar al-Su'udiyyah


li al-Nasyr, 1387 H/1967 M), hal. 9

Muhammad At-Turmudzi, Sunan al-Turmudzi, Kairo: Mustafa, 1975, juz 2, h. 269

Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, juz 1, Beirut: Dar al-Fikr, t.t., h. 572

Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Beirut: Al-Maktabah al-Ashriyah, t.t.

Nurchalish Madjid, Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina,


1999

Muslim bin Hujjaj, Shahih Muslim, juz 1, Beirut: Dar Ihya at-Turats al-Arabi, t.t., h. 88

Anda mungkin juga menyukai