Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pada tahun 2000 terjadi peningkatan penyebaran epidemic HIV secara nyata melalui perkerja
seks komersial, tetapi ada fenomena baru penyebaran HIV/AIDS melalui pengguna narkoba
suntuk. Tahun 2002 HIV sudah menyebar ke rumah tangga. Sejauh ini lebih dari 6,5 juta
perempuan di Indonesia jadi populasi rawan tertular HIV. Lebih dari 30% diantaranya
melahirkan bayi yang tertular HIV. Pada tahun 2015, diperkirakan akan terjadi penularan pada
38.500 anak yang dilahirkan dan itu terinfeksi HIV.

Sampai tahun 2006 diperkirakan 4.360 anak terkena HIV dan separuh diantaranya meninggal
dunia. Saat ini diperkirakan 2320 anak terkena HIV.
Kebanyakan wanita mengurus keluarga dan anak-anaknya selain mengurus diri sendiri, sehingga
gangguan kesehatan pada wanita akan mempengaruhi seluruh keluarganya. Wanita dengan
HIV/AIDS harus mendapatkan dukungan dan perawatan mencakup penyuluhan yang memaai
tentang penyakitnya, perawatan, pengobatan, serta pencegahan penularan pada anak dan
keluarganya.

Penularan HIV ke ibu bisa akibat hubungan seksual yang tidak aman, pemakaian narkoba injeksi
dengan jumlah bergantian bersama pengidap HIV, tertular melalui darah dan produk darah,
penggunaan alat kesehatan yang tidak steril serta alat untuk menoreh kulit. Penyebab terjadinya
infeksi HIV pada wanita secara berurutan dari yang terbesar adalah pemakaian obat terlarang
melalui injeksi 51%, wanita heteroseksual 34%, transfuse darah 8%, dan tidak diketahui
sebanyak 70%.

Penularan HIV ke bayi dan anak bis dari ibu ke anak, penularan melalui darah, penularan melalui
hubungan seks (pelecehan seksual pada anak). Penularan dari ibu ke anak terjadi karena wanita
yang menderita HIV/AIDS sebagian besar (85%) berusia subur (15-44 tahun) sehingga terdapat
resiko penularan infeksi yang bias terjadi pada saat kehamilan. Prevalensi penularan dari ibu ke
bayi dalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS,
kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan gejala AIDS sudah jelas
pada ibu kemungkinan mencapai 50%.

Tingkat transmisi AIDS dapat dikurangi dari 25% 30% menjadi kurang dari 2% (berkurang >
90%) kalau pakai obat antiretoviris (ARV) pada Trismester terakhir kehamilan, selama
persalinan, dan kelahiran dan bayi diobati pascapersalinan selama 6 minggu dan tidak disusui.
Aturan/resiman yang sangat efektif ini belum ada di Negara-negara sedang berkembang.

1. Tujuan Penelitian
2. Untuk mengetahui defenisi HIV/AIDS
3. Untuk mengetahui penyebab HIV/AIDS
4. Untuk mengetahui penularan HIV/AIDS
5. Untuk mengetahui pencegahan HIV/AIDS
6. Untuk mengetahui penanganan HIV/AIDS
7. Manfaat Penelitian

Diharapkan agar para pembaca mengerti dan memahami tentang pengertian, penyebab,
penularan, pencegahan dan penanganan HIV/AIDS.

1. Rumusan Masalah

Bagaimana cara pencegahan dan penanganan HIV/AIDS

1. Metode Penulisan

Makalah ini disusun dengan menggunakan metode pustaka

BAB II

PEMBAHASAN

1. Defenisi

HIV (Human Immunodeficliency Virus) / virus penurunan kekebalan tubuh pada manusia adalah
kuman yang sangat kecil yang disebut virus, yang tidak bisa terlihat oleh manusia.

AIDS (Aquired Immuno Deficiensy Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya system kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinveksi virus Human
Immunodeficliency Virus (HIV). Orang yang terinfeksi virus ini tidak dapat mengatasi serbuan
penyakit infeksi lain karena system tubuhnya menurun terus secara drastis.

1. Etiologi

AIDS disebabkan oleh virus yang disebut HIV. Bila seseorang terkena infeksi HIV, virus akan
menyerang sistim kekebalan tubuh yaitu bagian tubuh kita yang bertugas untuk melawan infeksi.

Gallo (National Institute of Health, USA) menemukan virus HTL III (Human T. Lymphotropic
Virus) yang juga adalah penyebab AIDS.
Pada tahun 1986 dari Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula menyebabkan AIDS disebut
HIV-2 dan berbeda dengan HIV-1 secara genetic maupun antigenic.

C. Tanda dan Gejala

1. AIDS

AIDS merupakan manifestasi lanjutan HIV. Selama stadium individu bisa saja merasa sehat dan
tidak curiga bahwa mereka penderita penyakit. Pada stadium lanjut, system imun individu tidak
mampu lagi menghadapi infeksi Opportunistik dan mereka terus menerus menderita penyakit
minor dan mayor Karen tubuhnya tidak mampu memberikan pelayanan.
Angka infeksi pada bayi sekitar 1 dalam 6 bayi. Pada awal terinfeksi, memang tidak
memperlihatkan gejala-gejala khusus. Namun beberapa minggu kemudian orang tua yang
terinfeksi HIV akan terserang penyakit ringan sehari-hari seperti flu dan diare. Penderita AIDS
dari luar tampak sehat. Pada tahun ke 3-4 penderita tidak memperlihatkan gejala yang khas.
Sesudah tahun ke 5-6 mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak,
sering sariawan di mulut dan terjadi pembengkakan didaerah kelenjar getah bening. Jika
diuraikan tanpa penanganan medis, gejala PMS akan berakibat fatal.

2. HIV

Infeksi HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan spectrum yang lebar, mulai
dari infeksi tanpa gejala (asimtomatif) pada stadium awal sampai dengan gejala-gejala yang berat
pada stadium yang lebih lanjut. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru
timbul 10 tahun sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya HIV menjadi AIDS belum diketahui jelas.
Diperkirakan infeksi HIV yang berulang ulang dan pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain
mempengaruhi perkembangan kearah AIDS. Menurunnya hitungan sel CDA di bawah 200/ml
menunjukkan perkembangan yang semakin buruk. Keadaan yang buruk juga ditunjukkan oleh
peningkatan B2 mikro globulin dan juga peningkatan I9A.
Perjalan klinik infeksi HIV telah ditemukan beberapa klasifikasi yaitu :

1. Infeksi Akut : CD4 : 750 1000

Gejala infeksi akut biasanya timbul sedudah masa inkubasi selama 1-3 bulan. Gejala yang timbul
umumnya seperti influenza, demam, atralgia, anereksia, malaise, gejala kulit (bercak-bercak
merah, urtikarta), gejala syaraf (sakit kepada, nyeri retrobulber, gangguan kognitif danapektif),
gangguan gas trointestinal (nausea, diare). Pada fase ini penyakit tersebut sangat menular karena
terjadi viremia. Gejala tersebut diatas merupakan reaksi tubuh terhadap masuknya unis yang
berlangsung kira-kira 1-2 minggu.

1. Infeksi Kronis Asimtomatik : CD4 > 500/ml

Setelah infeksi akut berlalu maka selama bertahun-tahun kemudian, umumnya sekitar 5 tahun,
keadaan penderita tampak baik saja, meskipun sebenarnya terjadi replikasi virus secara lambat di
dalam tubuh. Beberapa penderita mengalami pembengkakan kelenjar lomfe menyeluruh, disebut
limfa denopatio (LEP), meskipun ini bukanlah hal yang bersifat prognostic dan tidak terpengaruh
bagi hidup penderita. Saat ini sudah mulai terjadi penurunan jumlah sel CD4 sebagai petunjuk
menurunnya kekebalan tubuh penderita, tetapi masih pada tingkat 500/ml.

1. Infeksi Kronis Simtomatik

Fase ini dimulai rata-rata sesudah 5 tahun terkena infeksi HIV. Berbagai gejala penyakit ringan
atau lebih berat timbul pada fase ini, tergantung pada tingkat imunitas pemderita.
1. Penurunan Imunitas sedang : CD4 200 500 Pada awal sub-fase ini timbul penyakit-
penyakit yang lebih ringan misalnya reaktivasi dari herpes zoster atau herpes simpleks.
Namun dapat sembuh total atau hanya dengan pengobatan biasa. Keganasan juga dapat
timbul pada fase yang lebih lanjut dari sub-fase ini dan dapat berlanjut ke sub fase
berikutnya, demikian juga yang disebut AIDS-Related (ARC).
2. Penurunan Imunitas berat : CD4 < 200 Pada sub fase ini terjadi infeksi oportunistik berat
yang sering mengancam jiwa penderita. Keganasan juga timbul pada sub fase ini,
meskipun sering pada fase yang lebih awal. Viremia terjadi untuk kedua kalinya dan telah
dikatakan tubuh sudah dalam kehilangan kekebalannya.

Tanda dan Gejala AIDS

1. Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan satu
gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti kanker,malnutrisi
berat atau pemakaian kortikosteroid yang lama.

1. gejala Mayor
2. Penurunan berat badan lebih dari 10%
3. Diare kronik lebih dari satu bulan
4. Demam lebih dari satu bulan
5. Gejala Minor
6. Batuk lebih dari satu bulan
7. Dermatitis preuritik umum
8. Herpes zoster recurrens
9. Kandidias orofaring
10. Limfadenopati generalisata
11. Herpes simplek diseminata yang kronik progresif
12. Dicurigai AIDS pada anak. Bila terdapat palinh sedikit dua gejala mayor dan dua gejala
minor, dan tidak terdapat sebab sebab imunosupresi yang lain seperti kanker, malnutrisi
berat, pemakaian kortikosteroid yang lama atau etiologi lain.
13. Gejala Mayor
14. Penurunan berat badan atau pertmbuhan yang lambat dan abnormal
15. Diare kronik lebih dari 1 bulan
16. Demam lebih dari 1 bulan
17. Gejala minor
18. Limfadenopati generalisata
19. Kandidiasis oro-faring
20. Infeksi umum yang berulang
21. Batuk parsisten
22. Dermatiti
23. HIV/AIDS Pada Wanita

HIV/AIDS berbeda pada wanita karena :

1. Wanita lebih mudah terinfeksi HIV dari pada pria. Pria memasukkan semen ke dalam
vagina, dimana cairan tersebut tidk akan menetap untuk waktu yang lama. Bila dalam
semen tersebut mengandung virus HIV maka akan mudah masuk kedalam tubuh wanita
melalui vagina dan servix, terutama bila terdapat sayatan atau ulkus pada bagian tersebut.
2. Wanita sering terkena infeksi pada usia muda daripada pria. Ini karena wanita muda dan
gadis-gadis biasanya sering sulit untuk menolak hubungan seksual yang tidk dikehendaki
ataupun yang tidak aman.
3. Wanita menerima transfuse darah lebih banyak daripada pria karena masalah kelahiran.
4. Perkembangan penyakit AIDS lebih cepat pada wanita setelah terinfeksi HIV. Gizi
kurang dan usia subur menyebabkan wanita kurang mampu melawan penyakit.
5. Wanita sering secara tidak adil dipermasalahkan sebagai biang keladi penyebaran AIDS,
tetapi sebetulnya pria juga mempunyai tanggung jawab yang sama besar dengan pria.
6. Wanita hamil yang terinfeksi HIV akan menularkannya kepada janin.
7. Wanita biasanya menjadi perawat anggota keluarga yang sakit dengan AIDS, meskipun
mereka juga sedang sakit.
8. Penularan / Penyebaran HIV/AIDS

HIV hidup dicairan tubuh seperti darah, semen dan cairan dari orang yang terinfeksi HIV. Virus
menjadi tersebar bila cairan-cairan tubuh tersebut masuk ke tubuh orang lain. HIV bias tersebar
dengan cara :

1. Hubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang terinfeksi virus.
2. Jarum dan alat suntik yang tidk steril, atau benda tajam lain yang menusuk atau menyayat
kulit.
3. Transfusi darah, bila darah tersebut belum diperiksa apakah bebas dari HIV.
4. Ibu hamil yang terinveksi HIV menularkan ke bayi sewaktu hamil, melahirkan dan
menyusui.
5. Darah terinfeksi yang masuk ke dalam sayatan atau luka terbuka orang lain.

HIV dapat ditularkan dari ibu ke bayinya dengan tiga cara yaitu di dalam uterus (lewat-plasenta)
sewaktu persalinan atau melalui air susu ibu. Pada bayi yang menyusui kira-kira separuhnya
transmisi terjadi sewaktu sekitar persalinan, sepertiganya melalui menyusui ibu dan sebagian
kecil di dalam uterus. Bayi terinfeksi yang tidak disusui ibunya, kira-kira dua pertiga dari
transmisi terjadi sewaktu atau dekat dengan persalinan dan sepertiganya di dalam uterus.

1. Kehamilan

Kehamilan bisa berbahaya bagi wanita dengan HIV atau AIDS selama persalinan dan
melahirkan. Ibu sering akan mengalami masalah-masalah sebagai berikut :

1. Keguguran
2. Demam, infeksi dan kesehatan menurun.
3. Infeksi serius setelah melahirkan, yang sukar untuk di rawat dan mungkin mengancam
jiwa ibu.
4. Melahirkan

Setelah melahirkan cucilah alat genitalia 2 kali sehari dengan sabun dan air bersih sehingga
terlindungi dari infeksi.
3. Menyusui

Infeksi HIV kadang-kadang ditularkan ke bayi melalui air susu ibu (ASI). Saat ini belum
diketahui dengan pasti frekuensi kejadian seperti ini atau mengapa hanya terjadi pada beberapa
bayi tertentu tetapi tidak pada bayi yang lain. Di ASI terdapat lebih banyak virus HIV pada ibu-
ibu yang baru saja terkena infeksi dan ibu-ibu yang telah memperlihatkan tanda-tanda penyakit
AIDS.
Setelah 6 bulan, sewaktu bayi menjadi lebih kuat dan besar, bahaya diare dan infeksi menjadi
lebih baik. ASI dapat diganti dengan susu lain dan memberikan makanan tambahan. Dengan cara
ini bayi akan mendapat manfaat ASI dengan resiko lebih kecil untuk terkena HIV

1. Pencegahan HIV/AIDS

Pencegahan HIV/AIDS dapat dilakukan dengan cara :

1. Selalu dan saling setia dengan pasangan masing-masing


2. Biasakan melakukan hubungan seksual yang aman, yaitu hubungan yang mencegah
masuknya kuman yang mungkin terdapat didalam cairan semen pria kedalam bagian-
bagian tubuh wanita
3. Hindari pelubangan telinga, tattoo, tujuk jarum/membuat sayatan/lubang pada kulit tubuh
dengan alat yang belum dicuci
4. Hindari transfuse darah kecuali untuk keadaan darurat
5. Jangan saling meminjam alat cukur ataupun sikat gigi
6. Jangan menyentuh darah orang lain/luka terbuka tanpa perlindungan (Maxwell, 2000)
7. Penanganan
8. Penanganan Umum
9. Setelah dilakukan diagnosa HIV, pengobatan dilakukan untuk memperlambat tingkat
replikasi virus. Berbagai macam obat diresepkan untuk mencapai tujuan ini dan berbagai
macam kombinasi obat-obatan terus diteliti. Untuk menemukan obat penyembuhannya.
10. Pengobatan-pengobatan ini tentu saja memiliki efek samping, namun demikian ternyata
mereka benar-benar mampu memperlambat laju perkembangan HIV didalam tubuh.
11. Pengobatan infeksi-infeksi appertunistik tergantung pada zat-zat khusus yang dapat
menginfeksi pasien, obat anti biotic dengan dosis tinggi dan obat-obatan anti virus
seringkali diberikan secara rutin untuk mencegah infeksi agar tidak menjalar dan menjadi
semakin parah

2. Penanganan Khusus
3. Penapisan dilakukan sejak asuhan antenatal dan pengujian dilakukan atas permintaan
pasien dimana setelah proses konseling risiko PMS dan hubungannya dengan HIV, yang
bersangkutan memandang perlu pemeriksaan tersebut.
4. Upayakan ketersediaan uji serologic
5. Konseling spesifik bagi mereka yang tertular HIV, terutama yang berkiatan dengan
kehamilan da risiko yang dihadapi
6. Bagi golongan risiko tinggi tetapi hasil pengujian negative lakukan konseling untuk
upaya preventif (penggunaan kondom)
7. Berikan nutrisi dengan nilai gizi yang tinggi, atasi infeksi oportunistik
8. Lakukan terapi (AZT sesegera mungkin, terutama bila konsentrsi virus (30.000-50.000)
kopi RNA/Ml atau jika CD4 menurun secara dratis
9. Tatalaksana persalinan sesuai dengan pertimbangan kondisi yang dihadapi (pervaginanm
atau perabdominam, perhatikan prinsip pencegahan infeksi).

Rekomendasi pemberian ART untuk mengurangi transmisi perinatal


Situasi kehamilan Rekomendasi

1. Odha hamil yang belum pernah menggunakan antiretrovirus sebelumnya


2. Odha hamil yang sedang mendapatkan ART dan hamil
3. Odha hamil datang pada saat persalinan dan belum mendapat ART
4. Jika bayi dari ibu odha datang setelah persalinan,sedangkan ibu belum mendapatkan ART
selama kehamilan/intrapartum
5. Odha yang hamil menjalani pemeriksaan klinis,imunologis,dan virologi
standart.pertimbangan inisiasi dan penelitian ART sama dengan odha yang tidak hamil
dengan pertimbangan efek terhadap kehamilan.
Regimen AZT tiga bagian direkomendasikan setelah trimester pertama tanpa memendang
kadar hiv ibu.regimen kombinasi direkomendasikan pada odha status
klinis,imunologis,dan viroogisnya berat atau kadar HIV lebih dari 1000 kopi/mL.jika
odha datang pada trimester pertama kehamilan,pemberian AZT dapat di tunda sampai
usia kehamilan 10-12 minggu.
6. Jika kehamilan diketahui setelah trimester pertama,tetapi ART sebelumnya
diteruskan,sebaiknya dengan menyertakan ZDV.jika kehamilan diketahui pada terimester
pertama,odha diberikan konseling tentang keuntungan dan resiko ART pada trimester
pertama.jika odha memilih menghentikan AZT selama trimester pertama,semua obat
harus dihentikan untuk kemudian diberikan secara stimulant setelah trimester pertama
untuk mencegah resisitensi obat.tanpa mempertimbangkan regimen sebelumnya,AZT
dianjurkan untuk diberikan selama intrapartum dan
7. Ada beberapa regimen yang dianjurkan:
8. Nevirapindosis tunggal pada saat persalinan dan dosis tunggalpada bayi pada usia 48 jam
9. AZT dan 3TC oral pada persalinan,diikuti AZT/3TC pada ayi selama seminggu
10. AZT intravena intrapartum dikuti AZT pada bayi selama 6 minggu
11. Dua dosis neviraprin dikombinasi dengan AZT intravena selama persalinan diikuti AZT
pada bayi selama 6 minggu
Segera setelah persalinan,odha menjalani pemeriksaan seperti CD4 dan kadar HIV untuk
menentukan apakah ART akan dilanjutkan
12. AZT sirup diberikan pada bayi selama 6 minggu,dimulai secepatnya dalam 6-12 jam
setelah kelahiran.beberapa dokter dapat memilih kombinasi AZT dengan ART
lain,terutama jika ibunya diketahui resisten terhadap AZT.namun efikasi regimen ini
belum diketahui dan dosis untuk anak belum sepenuhnya diketahui. Segera setelah
persalinan,odha menjalani pemeriksaan seperti CD4 dan kadar HIV untuk menentukan
apakah ART akan dilanjutkan.bayi menjalani pemeriksaan diagnostik awal agar ART
dapat diberikan sesegera mungkin jika ternyata HIV positif.

Penatalaksanaan Persalinan Pada Ibu Hamil Dengan Hiv


Untuk mengurangi resiko tranmisi HIV yang terutama terjadi pada saat intrapartum, beberapa
peneliti mencoba membandingkan tranmisi antara odha yag menjalani seksio sesarea dengan
partus pervaginam. Persalinan dengan sesio sesarea dipikirkan dapat mengurangi paparan bayi
dengan cairan serkovaginal yang mengandung HIV. Bila odha hamil memilih persalinan seksio
sesarea maka resiko semakin rendah yaitu dibawah 1%.

Rekomendasi cara persalinan untuk mengurangi tranmisi HIV dari ibu ke anak Cara Persalinan
Rekomendasi

1. Odha hamil yang datang pada kehamilan diatas 36 minggu, belum mendapatART, dan
sedang menunggu hasil pemeriksaan kadar HIV dan CD4* yang diperkirakan ada
sebelum persalinan.
2. Odha hamil yang datang pada kehamilan awal, sedang mendapat kombinasi ART dan
kadar HIV tetap diatas 1000 kopi/mL pada minggu ke-36 kehamilan
3. Odha hamil yangmendapat kombinasi ART, dan kadar HIV tidak terdeteksi pada minggu
ke-36 kehamilan.
4. Odha hamil yang sudah direncanakan seksio sesarea efektif, namun datang pada awal
persalinan atau setelah ketuban pecah
5. Ada beberapa regimen yang harus didiskusikan dengan jelas. Odha harus mendapat terapi
ART regimen PACTG 076. Odha dilakukan konseling tentang seksio sesarea untuk
mengurangi resiko tranmisi dan resiko komplikasi pasca operasi, anestesi dan resiko
operasi lain padanya. Jika diputuskan seksio sesarea, seksio direncanakan pada minggu
ke-38 kehamilan. Selama seksio, odha mendapat AZT intravena yang dimulai 3 jam
sebelumnya, dan bayi mendapat AZT sirup selama 6 minggu. Keputusan akan
meneruskan AZTsetelah melahirkan atau tidak tergantung pada hasil pemeriksaan kadar
virus CD4*
6. Regimen ART yang digunakan tetap diteruskan. Odha harus mendapat konseling bahwa
kadar HIV nya mungkin tidak turun sampai kurang 1000 kopi/mL ssebelum persalinan,
sehingga dianjurkan untuk melakukan seksio sesarea. Demikian juga dengan resiko
komplikasi seksio yang mengikat, seperti infeksi pasca persalinan, anastesi dan operasi.
Jia diputuskan seksio sesarea, seksioo direncanakan pada minggu ke-38 kehamilan.
Selama seksio, odha mendapatAZT intravena yang dimulai minimal 3 jamsebelumnya.
ARAT lain dapt diteruskan sebelum dan sesudah persalinan. Bayi mendapat AZT sirup
selama 6 minggu.
7. Odha hamil yang sedang mendapat kombinasi ART, dan kadar HIV tidak terdeteksi
mungkin kurang dari 2%, bahkan pada persalinan pervaginam. Pemilihan cara persalinan
harus memeperimbangkan keuntungan resiko komplikasi seksio.
8. AZT intravena segera diberikan. Jika kemajuan persalinan cepat, odha ditawarkan untuk
menjalani persalinan pervaginam. Jika dilatasi ervik minimal dan diduga persalinan akan
berlangsung lama, dapat dipilih AZT intravena dan melakukan seksio sesarea atau pitosin
untuk memepercepat persalianan. Jika odhadiputuskan untuk menjalani persalinan
pervaginam, electrode kepala, monitor invasive dan alat bantu lain sebaiknya dihindari.
Bayi sebaiknya mendapat AZT sirup selama 6 minggu.

Langkah Langkah Penyelesaian Masalah Hiv Aids


Lima cara pokok untuk mencegah penluaran HIV-AIDS yaitu :

Tidak melakukan hubungan seks pra nikah atau hubungan seks bebas baik oral vaginal,
anal dengan orang yang terinfekasi
Saling setia, hanya melakukan hubungan seks dengan pasangan yang sah.
Pemakaian kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali
resiko penularan HIV/AIDS.
Tolak penggunaan narkoba ,khususnya narkoba suntik.
Jangan memakai jarum suntik bersama.
Hindari hubungan seksual sampai pengobatan antibiotik selesai.
Sarankan juga pasangan seksual kita untuk diperiksa guna mencegah infeksi lebih jauh
dan mencegah penularan
Wanita tuna susila agar selalu memeriksakan dirinya secara teratur, sehingga jika terkena
infeksi dapat segera diobati dengan benar
Pengendalian penyakit menular seksual ini adalah dengan meningkatkan keamanan
kontak seks dengan menggunakan upaya pencegahan.

1. Bagi petugas kesehatan

Mencakup 5 komponen penting yaitu :

v Penjaringan pasien

v Perlindungan diri

v Dekontaminasi peralatan

v Desinfeksi permukaan lingkungan kerja

v Penanganan limbah klinik

1. bagi penderita

v Hindari anal seks dan oral seks

v Hindari pertukaran cairan tubuh ( darah , semen, cairan vagina)

v Menggunakan kondom yang berkualitas tinggi jika berhubungan seksual

v Selalu berkonsultasi dengan dokter

v pola hidup sehat.

v Harus selalu ingat bahwa orang pasti akan meninggal, tetapi tidak seorang pun dapat
meramalkannya, mungkin besok atau lusa.
Penanganan Dan Pengobatan Aids

Kendatipun dari berbagai negara terus melakukan researchnya dalam mengatasi HIV AIDS,
namun hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun vaksin yang
dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS. Adapun tujuan
pemberian obat-obatan pada penderita AIDS adalah untuk membantu memperbaiki daya tahan
tubuh, meningkatkan kualitas hidup bagi meraka yang diketahui terserang virus HIV dalam
upaya mengurangi angka kelahiran dan kematian.

Antibiotik adalah pengobatan untuk gonore. Pasangan seksual juga harus diperiksa dan diobati
sesegera mungkin bila terdiagnosis gonore. Hal ini berlaku untuk pasangan seksual dalam 2
bulan terakhir, atau pasangan seksual terakhir bila selama 2 bulan ini tidak ada aktivitas seksual.
Banyak antibiotika yang aman dan efektif untuk mengobati gonorrhea, membasmi
N.gonorrhoeae, menghentikan rantai penularan, mengurangi gejala, dan mengurangi
kemungkinan terjadinya gejala sisa.

Pilihan utama adalah penisilin + probenesid. Antibiotik yang dapat digunakan untuk pengobatan
gonore, antara lain:

1. Amoksisilin 2 gram + probenesid 1 gram, peroral


2. Ampisilin 2-3 gram + probenesid 1 gram. Peroral
3. Azitromisin 2 gram, peroral
4. Cefotaxim 500 mg, suntikan Intra Muskular
5. Ciprofloxacin 500 mg, peroral
6. Ofloxacin 400 mg, peroral
7. Spectinomisin 2 gram, suntikan Intra Muskular

Obat-obat tersebut diberikan dengan dosis tunggal

Periode pasca persalinan adalah kesempatan terbaik untuk melakukan konseling, pasangan &
keluarganya untuk melakukan tes HIV apabila pemeriksaan ini tidak di lakukan selama
kehamilan.

Bila hasil positif, di perlukan konseling tentang pengobatan tentang yang di perlukan &
bagaimana upaya pencegahan penularan dapat di lakukan

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

HIV adalah kuman yang sangat kecil, yang disebut virus yang tidak bisa terlihat oleh manusia.
AIDS adalah penyakit yang berkembang kemudian, setelah seseorang terkena infeksi HIV, virus
AIDS. Penularan HIV pada wanita terjadi melalui pemakaian obat terlarang injeksi 51%. Wanita
hetero seksusal 34%, transfuse darah 8% dan tidak diketahui sebanyak 7%.
Sedangkan penularan HIV pada bayi dan anak bisa melalui jalur vertical (ibu ke bayi), darah,
penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual pada anak), dan pemakaian alat kesehatan
yang tidak steril. Gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan infeksi. HIV adalah gangguan
tumbuh kembang, kondisi diasis oral, diare kronis. Penularan HIV dari ibu ke bayi bisa dicegah
melalui empat cara mulai saat hamil, saat melahirkan dan setelah lahir (Nurs, 2007).

1. Saran

Diharapkan kepada para pembaca supaya lebih memahami apa itu penyebab, penanganan serta
tanda-tanda dan gejala HIV/AIDS agar tidak lebih terkena infeksi.

Anda mungkin juga menyukai