Lahan Gambut tropis sebagian besar terdiri atas sebagian vegetasi mati yang
membusuk, kemudian terakumulasi selama ribuan tahun dan umumnya jenuh atau
dekat dengan kejenuhan air. Ketika dibiarkan secara alami, maka hampir tidak
mungkin untuk terbakar. Jika diakumulasikan, 40% penyimpanan karbon dari
lahan gambut yang terdapat di Riau sama dengan emisi rumah kaca dunia. Jikalau
benar terbakar secara alami akibat kekeringan pada musim kemarau, dampak yang
ditimbulkan tidak akan begitu parah.
Pembakaran lahan dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab guna
perubahan alih fungsi hutan.Pembakaran lahan sudah menjadi budaya masyarakat
daerah ketika ingin membuka lahan dikarenakan murah dan mudah. Memang,
dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup mengizinkan pembukaan lahan dengan cara dibakar dengan
luas lahan maksimal dua hectare.
Penyaji 2
Pemerintah daerah dinilai lamban dan tidak serius dalam menangani masalah
asap yang telah berulang selama 18 tahun ini. Pencegahan seharusnya bisa
dilakukan dikarenakan foto satelit sepanjang Januari-September 2015 telah
mengingatkan ada 19.586 titik panas yang tersebar di Riau, Jambi, Sumatera
Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. Selain
itu, Pemerintah Provinsi Riau baru menetapkan status darurat dua pecan setelah
indeks pencemaran diatas 500. Padahal, pernyataan status darurat sudah bisa
dilakukan ketika hasil pemantauan PSI mencapai 300 atau lebih. Status darurat ini
diperlukan BNPB untuk turun tangan mengerahkan SDM, peralatan, dan logistik
yang dimilikinya.
Untuk itu diperlukan adanya suatu tindakan nyata untuk mencegah terjadinya
musibah tahunan ini.
Pemerintah serta masyarakat sekitar perlu diberi kesadaran bahwa ini adalah
masalah serius dan kita tidak boleh melupakannya begitu saja ketika ini berakhir.
Pemerintah perlu untuk tegas dalam menetapkan regulasi yang ada, seperti
larangan penggunaan lahan gambut bagi kelapa sawit, bubur kertas, dan
perkebunan lainnya serta larangan pengeringan lahan gambut.
Hal lain yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah mengadakan sosialisasi
persuasif secara rutin bertujuan agar dapat menginformasikan kepada masyarakat
sekitar lahan dan juga petani sekitar mengenai bahaya dan dampak, serta peran
aktifitas manusia yang seringkali memicu dan menyebabkan kebakaran hutan.
Hal lain yang dapat dilakukan adalah pengembagan database lahan rendah
karbon yang berpotensi untuk pembangunan, sehingga konsesi hukum di kawasan
hutan serta lahan gambut dapat dipertukarkan untuk konsesi di daerah nilai karbon
rendah tidak terbebani dengan masalah sosial, lingkungan maupun ekonomi. Solusi
lainnya adalah dilakukannya pemodelan pergerakan asap untuk mengetahui
daerah-daerah rawan yang terkena dampak kabut asap sehingga evakuasi warga
bisa dilakukan lebih cepat.