Anda di halaman 1dari 3

Penyaji 1

Hampir setiap tahun kebakaran lahan mewarnai Indonesia di wilayah


Kalimantan dan Sumatera. Kelemahan aparat hukum dan sanksi hukuman yang
ringan merupakan salah satu penyebab yang menjadikan kabut asap ini proyek
abadi selama hampir puluhan tahun. Pemerintah dan warga sekitar cenderung
melupakan masalah ini setelah pulih dari asap yang menyebabkan tidak adanya
suatu solusi yang mampu mencegah masalah ini terulang kembali.

Lahan Gambut tropis sebagian besar terdiri atas sebagian vegetasi mati yang
membusuk, kemudian terakumulasi selama ribuan tahun dan umumnya jenuh atau
dekat dengan kejenuhan air. Ketika dibiarkan secara alami, maka hampir tidak
mungkin untuk terbakar. Jika diakumulasikan, 40% penyimpanan karbon dari
lahan gambut yang terdapat di Riau sama dengan emisi rumah kaca dunia. Jikalau
benar terbakar secara alami akibat kekeringan pada musim kemarau, dampak yang
ditimbulkan tidak akan begitu parah.

Lahan gambut yang sengaja dikeringkan ketika dibakar akan menyebar


dengan sangat cepat dikarenakan vegetasi yang mampu menangkap sinar matahari
dengan mudah. Suhu yang tinggi dan kekeringan akibat musim kemarau
merupakan faktor pendukung kebakaran lahan ini. Ketika terbakar, lahan gambut
akan melepaskan simpanan karbon selama beberapa dekade ke atmosfer dengan
sangat cepat, sehingga merusak kemampuan ekosistem untuk pulih kembali.

Pembakaran lahan dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab guna
perubahan alih fungsi hutan.Pembakaran lahan sudah menjadi budaya masyarakat
daerah ketika ingin membuka lahan dikarenakan murah dan mudah. Memang,
dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup mengizinkan pembukaan lahan dengan cara dibakar dengan
luas lahan maksimal dua hectare.
Penyaji 2

Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang akibat dan dampak dari kabut


asap ini menyebabkan masyarakat dengan mudah menjadi kaki tangan para
perusahaan besar. Seringkali perusahaan-perusahaan ternama menyuruh
masyarakat daerah sekitar untuk melakukan pembakaran sehingga sulit bagi
pemerintah untuk menangkap dalang dari kebakaran hutan ini. Hutan dengan luas
ribuan hektar serta status kepemilikan yang tidak jelas menyebabkan pemerintah
kesulitan dalam penentuan titik awal kebaran untuk digunakan sebagai barang
bukti.

Pemerintah daerah dinilai lamban dan tidak serius dalam menangani masalah
asap yang telah berulang selama 18 tahun ini. Pencegahan seharusnya bisa
dilakukan dikarenakan foto satelit sepanjang Januari-September 2015 telah
mengingatkan ada 19.586 titik panas yang tersebar di Riau, Jambi, Sumatera
Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. Selain
itu, Pemerintah Provinsi Riau baru menetapkan status darurat dua pecan setelah
indeks pencemaran diatas 500. Padahal, pernyataan status darurat sudah bisa
dilakukan ketika hasil pemantauan PSI mencapai 300 atau lebih. Status darurat ini
diperlukan BNPB untuk turun tangan mengerahkan SDM, peralatan, dan logistik
yang dimilikinya.

Pemerintah daerah juga kurang dalam melakukan pengawasan penggunaan


lahan. Banyak perusahaan besar mengabaikan kewajiban mereka dalam
menyediakan sarana penanggulanan kebakaran, seperti menara pengawas, pemukul
api, pompa air, personel patrol, dsb. Selain itu, kurangnya koordinasi antara
pemerintaha pusat dan daerah menjadi salah satu penyebab kabut asap yang tak
kunjung usai ini. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dinilai tidak
tanggap dan kurang mampu mengawasi daerah kecil. Seringkali pusat tidak
mengetahui kondisi eksisting daerah.
Penyaji 3

Untuk itu diperlukan adanya suatu tindakan nyata untuk mencegah terjadinya
musibah tahunan ini.

Pemerintah serta masyarakat sekitar perlu diberi kesadaran bahwa ini adalah
masalah serius dan kita tidak boleh melupakannya begitu saja ketika ini berakhir.
Pemerintah perlu untuk tegas dalam menetapkan regulasi yang ada, seperti
larangan penggunaan lahan gambut bagi kelapa sawit, bubur kertas, dan
perkebunan lainnya serta larangan pengeringan lahan gambut.

Hal lain yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah mengadakan sosialisasi
persuasif secara rutin bertujuan agar dapat menginformasikan kepada masyarakat
sekitar lahan dan juga petani sekitar mengenai bahaya dan dampak, serta peran
aktifitas manusia yang seringkali memicu dan menyebabkan kebakaran hutan.

Untuk mencegah kekeringan lahan gambut dapat dibangun sekat kanal


pembukaan sekat kanal untuk mengairi lahan gambut agar tetap basah. Selain itu
dapat dilakukan agroforestry, yaitu suatu bentuk pengelolaan sumber daya yang
memadukan kegiatan pengelolaan hutan atau pohon kayu-kayuan dengan
penanaman komoditas atau tanaman jangka pendek, Agroforestry dapat menjaga
kestabilan dan ketersediaan unsur hara dalam tanah.

Hal lain yang dapat dilakukan adalah pengembagan database lahan rendah
karbon yang berpotensi untuk pembangunan, sehingga konsesi hukum di kawasan
hutan serta lahan gambut dapat dipertukarkan untuk konsesi di daerah nilai karbon
rendah tidak terbebani dengan masalah sosial, lingkungan maupun ekonomi. Solusi
lainnya adalah dilakukannya pemodelan pergerakan asap untuk mengetahui
daerah-daerah rawan yang terkena dampak kabut asap sehingga evakuasi warga
bisa dilakukan lebih cepat.

Anda mungkin juga menyukai