Anda di halaman 1dari 20

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI NASIONAL

Disusun Oleh :

Nama : Hana Dwi Nur Utami

NPM : 13211171

Kelas : 2 EA27

Mata Kuliah : Kewarganegaraan

Hari/ Tanggal : Kamis, 30 Mei 2013

UNIVERSITAS GUNADARMA

BEKASI

2013

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena
atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka saya dapat menyelesaikan
sebuah makalah sederhana ini dengan tepat waktu.

Berikut ini saya mempersembahkan sebuah makalah tentang ekonomi


koperasi, yang menurut saya dapat memberikan manfaat yang besar bagi
kita untuk mempelajari sejarah mengenai ekonomi koperasi di Indonesia.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan
yang saya buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.

Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima
kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat.
ii

DAFTAR ISI

HALAMAN..i

KATAPENGANTAR..ii

DAFTARISI
iii

KESIMPULAN. iv

REFERENSI.. V

BAB I PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI

NASIONAL
1.1 Pancasila dalam Pendekatan Filsafat
. 2

1.2 Makna Pancasila sebagai Dasar


Negara. 9

1.3 Makna Pancasila sebagai Ideologi


Nasional 13

1.4 Implementasi Pancasila sebagai Ideologi


Nasional 16

1.5
PengamalanPancasila..18

iii

BAB I

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI NASIONAL

Bagi masyarakat Indonesia, pancasila bukanlah sesuatu yang asing.


Pancasila terdiri atas 5 (lima) sila, tertuang dala pembukaan UUD 1945
alinea IV dan diperuntukan sebagai dasar Negara republik Indonesia.
Meskipun di dalam pembukaan UUD 1945 tersebut tidak secara eksplisit
disebutkan kata Pancasila, namun sudah dikenal luas banyak bahwa 5
(lima) sila yang dimaksud adalah Pancasila untuk dimaksudkan sebagai
dasar Negara.

Dewasa ini, terutama di era reformasi, membicarakan Pancasila dianggap


sebagai keinginan untuk kembali ke kejayaan masa orde baru. Bahkan,
sebagian orang memandang sinis terhadap Pancasila sebagai sesuatu yang
salah. Kecenderungan demikian wajar oleh karena orde baru menjadikan
Pancasila sebagai legitimasi ideologis dalam rangka mempertahankan dan
memperluas kekuasaannya secara massif.

Kesepakatan bangsa telah menetapkan bahwa Pancasila yang terdiri atas


lima sila itu merupakan dasar Negara kesatuan republik Indonesia yang
diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Kesepakatan itu dinyatakan pada
tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI sebagai lembaga pembentuk Negara saat
itu. Dengan demikian uraian paa bab ini meliputi hal-hal sebagai
berikut:

1 Pancasila dalam pendekatan filsafat


2 Makna Pancasila sebagai dasar Negara
3 Implementasi Pancasila sebagai dasar Negara
4 Makna Pancasila sebagai ideology nasional
5 Implementasi Pancasila sebagai ideology nasional
6 Pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara

7 A. PANCASILA DALAM PENDEKATAN FILSAFAT

Untuk mengetahui secara mendalam tentang Pancasila, perlu pendekatan


filosofis. Pancasila dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang mendalam mengenai Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan
secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila
dalam bangunan bangsa dan Negara Indonesia (Syarbaini; 2003)

8 Nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila

Rumusan Pancasila sebagaimana terdapat dalam pembukaan UUD 1945 alinea


IV adalah sebagai berikut :

Ketuhanan yang maha esa

Kemanusiaan yang adil dan beradab

Persatuan Indonesia

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan

Nilai-nilai yang merupakan perasaan dari sila-sila Pancasila tersebut


adalah :

1) Nilai Ketuhanan

2) Nilai kemanusiaan
3) Nilai persatuan

4) Nilai kerakyata

5) Nilai keadilan

Nilai adalah suatu penghargaan atau suatu kualitas terhadap suatu hal
yang dapat menjadi dasar Negara penentu tingkah laku manusia, karena
suatu itu :

Berguna (useful)

Keyakinan (belief)

Memuaskan (satisfying)

Menarik (interesting)

Menguntungkan (profitable)

Menyenangkan (pleasant)

Ciri-ciri dari nilai adalah sebagai berikut :

Suatu realitas abstrak

Bersifat normatif

Sebagai motivator (daya dorong) manusia dalam bertindak

Nilai bersifat abstrak, seperti sebuah ide, dalam arti tidak dapat
ditangkap melalui indra, yang dapat ditangkap adalah objek yang memiliki
nilai. Contohnya lagi keadilan, kecantikan, kedermawanan, kesederhanaan
adalah hal-hal yang abstrak. Meskipun abstrak, nilai merupakan suatu
realitas, sesuatu yang ada dan dibutuhkan manusia.

Nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan. Misalnya


nilai keadilan, kesederhanaan. Menurut Prof. Notonegoro, nilai ada 3
(tiga) macam, yaitu sebagai berikut :

9 Nilai materiil, sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia


10 Nilai vital, sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
melaksanakan kegiatan
11 Nilai kerohanian yang dibedakan menjadi 4 (empat) macam:
Nilai kebenaran bersumber pada akal piker manusia (rasio,
budi, cipta)

Nilai estetika (keindahan) bersumber pada rasa manusia

Nilai kebaikan atau nilai moral bersumber pada kehendak


keras, karsa hati, nurani manusia

Nilai religious (ketuhanan) bersifat mutlak bersumber pada


keyakinan manusia.

Dalam ilmu filsafat, nilai dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :

12 Nilai logika yaitu nilai tentang benar-salah


13 Nilai etika yaitu nilai tentang baik-buru, dan
14 Nilai estetika yaitu nilai tentang indah-jelek

Menurut tinggi rendahnya, nilai dapat dikelompokan dalam tingkatan


sebagai berikut :

15 Nilai-nilai kenikmatan

Dalam tingkat ini terdapat deretan nilai yang mengenakkan ataupun tidak
mengenakan, yang menyebabkan orang senang atau tidak senang.

16 Nilai kehidupan

Dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang penting dalam kehidupan,


seperti kesejahteraan, keadilan, kesegaran

17 Nilai-nilai kejiwaan

Dalam tingkatan ini terdapat nilai kejiwaan yang sama sekali tidak
bergantung pada keadaan jasmani atau lingkungan. Contohnya, keindahan,
kebenaran, kebaikan dan pengetahuan murni.

18 Nilai-nilai kerohanian

Dalam tingkatan ini terdapat modalitas nilai yang suci dan tidak suci.
Nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi.

Dalam filsafat Pancasila juga disebutkan bahwa 3 (tiga) tingkatan nilai,


yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis.
19 Nilai dasar

Nilai yang mendasari nilai instrumental. Nilai dasar yaitu asas-asas


yang kita terima sebagai dalil yang bersifat sedikit banyak mutlak.

20 Nilai instrumental

Nilai sebagai pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya berbentuk norma
sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam
peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga Negara.

21 Nilai praktis

Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan.

Nilai-nilai Pancasila tersebut termasuk nilai etik atau nilai moral.


Nilai-nilai dalam pancasila termasuk dalam tingkatan nilai dasar. Nilai
kemanusian yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan
perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas
dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana
mestinya.

Nilai persatuan Indonesia mengandung makna usaha kea rah bersatu dalam
kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara kesatuan
republik Indonesia.

Adanya perbedaan bukan sebagai sebab perselisihan tetatpi justru dapat


menciptakan kebersamaan. Kesadaran ini tercipta dengan bik bila sesanti
Bhineka Tunggal Ika sungguh-sunggh dihayati.

Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat
melalui lembaga-lembaga perwakilan. Hal ini diupayakan dengan
menjabarkan nilai-nilai Pancasila tersebut kedalam UUD 1945 dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. UUD 1945 dan peraturan
perundang-undangan ini selanjutnya menjadi pedoman penyelenggaraan
bernegara.

22 Mewujudkan Nilai Pancasila sebagai Norma Bernegara

Ada hubungan antara nilai dengan norma. Norma atau kaidah adalah aturan
pedoman bagi manusia dalam berperilaku sebagai perwujudan dari nilai.
Tanpa dibuatkan norma, nilai tidak bias praktis artinya tidak mampu
berfungsi konkret dalam kehidupan sehari-hari. Akhirnya yang tampak
dalam kehidupan dan melingkupi kehidupan kita adalah norma. Norma yang
kita kenal dalam kehidupan sehari-hari ada 4 (empat) yaitu sebagai
berikut.

23 Norma agama

Norma ini disebut juga dengan norma religi atau kepercayaan. Norma
kepercayaan atau keagamaan ditujukan kepada kehidupan beriman. Tuhanlah
yang mengancam pelanggaran-pelanggaran norma kepercayaan atau agama itu
dengan sanksi.

24 Norma moral (etik)

Norma ini disebut dengan norma kesusilaan atau etika atau budi pekerti.
Norma moral atau etika adalah norma yang paling dasar. Asal atau sumber
norma kesusilaan adalah dari manusia sendiri yang bersifat otonom dan
tidak

ditunjukan kepada sifat lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin


manusia. Sanksi atas pelanggaran norma moral berasal dari diri sendiri.

25 Norma kesopanan

Norma kesopanan disebut juga norma adat, sopan santun, tata karma atau
norma fatsoen. Norma sopan santun didasarkan atas kebiasaan, kepatuhan
atau kepantasan yang berlaku dalam masyarakat. Sanksi atas pelanggaran
norma kesopanan berasal dari masyarakat setempat

26 Norma hukum

Norma hukum berasal dari luar diri manusia. Norma hukum berasal dari
kekuasaan luar diri manusia yang memaksakan kepada kita. Dalam hal ini
pengadilanlah sebagai lembaga yang mewakili masyarakat resmi untuk
menjatuhkan hukuman.

Pengalaman sejarah pernah menjadikan Pancasila sebagai semacam norma


etik bagi perilaku segenap warga bangsa. Ketetapam MPR No.II/MPR/1978
tentang P4 dapat dianggap sebagai etika sosial dan etika politik bagi
bangsa Indonesia yang didasarkan atas nilai-nilai Pancasila (Achmad
Fauzi, 2003). Para pejabat Negara malahan banyak menyimpang dari apa
yang ia pidatokan kepada warga Negara. Di era sekarang ini, tampaknya
kebutuhan akan norma etik untuk kehidupan bernegara masih perlu bahkan
amat penting untuk ditetapkan. Hal ini terwujud dengan keluarnya
ketetapan MPR No.VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa,
bernegara dan bermasyarakat.

27 Etika sosial dan budaya

Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan


menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling
menghargai, saling mencintai dan tolong menolong di antara sesama
manusia dan anak bangsa. Senapas dengan itu juga menghidupsuburkan
kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang
bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

28 Etika pemerintahan dan politik

Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih,


efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis
yang bercirikan keterbukaan, rasa tanggungjawab, tanggap akan aspirasi
rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk
menerima pendapat yang lebih benar walau datang dari orang per orang
ataupun kelompok orang, serta menjujung tinggi hak asasi manusia.

29 Etika ekonomi dan bisnis

Etika ini dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi, baik oleh
pribadi, institusi maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi,
dapat melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan:
persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja
ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing dan terciptanya suasana
kondusif untuk pemberdayaan ekonomi rakyat melalui usaha-usaha bersama
secara berkesinambungan.

30 Etika penegakan hukum yang berkeadilan

Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib social,


ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan
ketaatan hukum dan seluruh peraturan yang ada.

31 Etika keilmuan dan disiplin kehidupan

Etika keilmuan diwujudkan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu


pengetahuan dan teknologi agar mampu berfikir rasional, kritis, logis
dan objektif. Etika disiplin kehidupan menegaskan pentingnya budaya
kerja keras dengan menghargai dan memanfaatkan waktu, disiplin dalam
berfikir dan berbuat, serta menepati janji dan komitmen diri untuk
mencapai hasil terbaik.

Dengan berpedoman pada etika kehidupan berbangsa tersebut, penyelenggara


Negara dan warga Negara dapat bersikap dan berpeilaku secara baik
bersumber pada nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya. Etika kehidupan
berbangsa ini dapat kita pandang sebagai norma etik bernegara sebagai
perwujudan dari nilai-nilai dasar Pancasila . untuk operasional lebih
lanjut, pokok-pokok etika kehidupan berbangsa ini dijabarkan lagi dalam
berbagai etika profesi atau kode etik profesi.

Norma etik atau moral memiliki kelemahan, yaitu tidak memiliki sanksi
yang kuat dan memuaskan terutama untuk mengatur perilaku hidup
bernegara. Hukum pada dasarnya adalah norma, yaitu norma hukum. Secara
teoritis kehidupan bermasyarakat membutuhkan norma hukum sebab sanksi
dari ketiga norma yaitu agama, etik dan kesopanan belum cukup memuaskan,
dan efektif melindungi keteraturan masyarakat serta masih adanya
kepentinga/perilaku lain yang dibutuhkan masyarakat yang perlu dibuat
karena tidak ada dalam ketiga norma di atas. Misalnya, perilaku di jalan
raya.

Norma hukum dapat berasal dari norma agama, norma kesopanan dan norma
moral. Dalam kaitannya dengan Pancasila sebagai dasar Negara, nilai
Pancasila dapat diwujudkan ke dalam norma hukum Negara. Tata hukum
Indonesia yang berpuncak pada hukum dasar Negara yaitu UUD 1945
bersumber pada nilai-nilai dasar Pancasila sebagai norma dasar
bernegara.

32 Landasan Yuridis dan Historis Pancasila sebagai Dasar Negara

Kedudukan pokok Pancasila bagi Negara kesatuan republik Indonesia adalah


sebagai dasar Negara. Kedudukan pancasila sebagai dasar Negara ini
merupakan kedudukan yuridis formal oleh karena tertuang dalam ketentuan
hukum Negara, dalam hal ini UUD 1945 pada bagian pembukaan alinea IV.
Penegasan akan berkedudukan Pancasila sebagai dasar Negara semakin kuat
dengan keluarnya ketetapan MPR No.XVIII/MPR/1998 tentang penegasan
Pancasila sebagai dasar Negara dan pencabutan ketetapan MPR
No.II/MPR/1978 tentang P4 pasal 1 ketetapan MPR tersebut menyatakan
bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam pembukaan undang-undang dasar
1945 adalah dasar Negara dari Negara kesatuan republik Indonesia yang
harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.

Pancasila sebagai dasar Negara yang dimaksud adalah sebagai dasar


filsafat atau dasar falsafah Negara (philosophische grondslag) dari
Negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar filsafat oleh karena Pancasila
merupakan rumusan filsafati atau dapat dikatakan nilai-nilai Pancasila
adalah nilai-nilai filsafat. Oleh karena itu, harus dibedakan dengan
dasar hukum Negara yang dalam hal ini adalah UUD 1945. Pancasila adalah
dasar (filsafat) Negara, sedang UUD 1945 adalah dasar (hukum) Negara
Indonesia.

33 Makna Pancasila sebagai dasar Negara

Pancasila sebagai dasar (filsafat) Negara mengandung makna bahwa nilai-


nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi
penyelenggaraan bernegara. Nilai-nilai Pancasila pada dasarnya adalah
nilai-nilai filsafat yang sifatnya mendasar.

Pancasila sebagai dasar Negara berarti nilai-nilai pancasila menjadi


pedoman normative bagi penyelanggaraan bernegara. Konsekuensi dari
rumusan demikian berarti seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan
pemerintahan Negara Indonesia termasuk peraturan perundang-undangan
merupakan pencerminan kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan
nilai keadilan. Pereduksian dan pemaknaan atas Pancasila dalam
pengertian yang sempit dan politis ini berakibat pada :

34 Pancasila dipahami sebagai sebuah mitos


35 Pancasila dipahami sebagai sebuah mitos
36 Nilai-nilai Pancasila menjadi nilai yang disotopia tidak sekadar
otopia

Dewasa ini khususnya di era reformasi, ada keinginan berbagai pihak dan
kalangan untuk melakukan penafsiran kembali atas Pancasila dalam
kedudukannya bagi bangsa dan Negara Indonesia.

Dr. Koentowijoyo dalam tulisannya mengenai radikalisasi Pancasila (1998)


menyatakan perlunya kita memberi ruh baru pada Pancasila, sehingga ia
mampu menjadi kekuatan yang menggerakan sejarah. Selama ini Pancasila
hanya jadi lip service, tidak ada pemerintah yang sungguh-sungguh
melaksanakannya.

Pancasila sebagai dasar Negara mengandung makna bahwa Pancasila harus


kita letakkan dalam keutuhannya dengan pembukaan UUD 1945, dieksplorasi
pada dimensi-dimensi yang melekat padanya, yaitu :

37 Dimensi realitasnya, dalam arti nilai yang terkandung di dalamnya


dikonkretisasikan sebagai cerminan objektif yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat;
38 Dimensi idealitasnya, dalam arti idealisme yang terkandung di
dalamnya bukanlah sekadar otopi tanpa makna, melainkan diobjektifkan
sebagai sebuah kata kerja untuk menggairahkan masyarakat dan
terutama para penyelenggara Negara menuju esok yang lebih baik.
39 Dimensi fleksibilitasnya, dalam arti Pancasila bukan barang yang
beku, dogmatis dan sudah selesai. Pancasila terbuka bagi penafsiran
baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus berubah. Pancasila
tanpa kehilangan nilai dasarnya yang hakiki tetap actual, relevan dan
fungsional sebagai tiang penyangga kehidupan berbangsa dan bernegara.

10

Pancasila adalah dasar Negara dari Negara kesatuan republik Indonesia.


Menurut teori jenjang norma (stufentheorie) yang dikemukakan oleh Hans
Kelsen seorang ahli filsafat hukum, dasar Negara berkedudukan sebagai
norma dasar (grundnorm) dari suatu Negara atau disebut norma fundamental
Negara (staatsfundamentalnorm). Grundnorm merupakan norma hukum
tertinggi dalam Negara. Hans Kelsen menyebutkan bahwa norma-norma hukum
itu berjenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan
tertentu. Suatu norma yang lebih rendah berdasar, bersumber dan berlaku
pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berdasar,
bersumber dan berlaku pada norma lebih tinggi lagi.

Teori Hans Kelsen ini dikembangkan oleh muridnya yang bernama Hans
Nawiasky. Hans Nawiasky menghubungkan teori jenjang norma hukum dalam
kaitannya dengan Negara. Hans Nawiasky berpendapat bahwa kelompok norma
hukum Negara terdiri atas 4 (empat) kelompok besar, yaitu :

40 Staatsfundamentalnorm atau norma fundamental Negara


41 Staatgrundgesetz atau aturan dasar/pokok Negara
42 Formellgesetz atau undang-undang
43 Verordnung dan autonome satzung atau aturan pelaksana dan aturan
otonom

Jenjang kelompok norma itu digambarkan sebagi berikut :

11

Di Indonesia, norma tertintti ini adalah Pancasila sebagaimana tercantum


dalam pembukaan UUD 1945. Jadi, Pancasila sebagai dasar Negara dapat
disebut sebagai :
44 Norma dasar
45 Staatsfundamentalnorm
46 Norma pertama
47 Pokok kaidah Negara yang fundamental
48 Cita hukum (rechtsidee)

Dalam berbagai buku mengenai Pancasila dikemukakan bahwa pembukaan UUD


1945 merupakan pokok kaidah Negara yang fundamental. Hal ini disebabkan
pembukaan UUD 1945 memuat didalamnya Pancasila sebagai intinya. Untuk
membedakannya, Prof. Notonagoro menyatakan bahwa pembukaan UUD 1945
merupakan pokok kaidah Negara yang fundamental, sedangkan Pancasila
sebagai unsure pokok kaidah Negara yang fundamental.

Tata urutan peraturan perundang-undangan tersebut diatur dalam ketetapan


MPR No.III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-
undangan. Adapun tata urutan perundangan adalah sebagai berikut :

49 Undang-undang Dasar 1945


50 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
51 Undang-undang
52 Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (perpu)
53 Peraturan Pemerintah
54 Keputusan Presiden
55 Peraturan Daerah

Dalam ketetapan MPR tersebut dinyatakan bahwa sumber hukum dasar


nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam pembukaan
Undanf-Undang Dasar 1945.

12

yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan

suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan batang tubuh
undang-undang dasar 1945.

Undang-undang No.10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-


undangan juga menyebutkan adanya jenis dan hierarki peraturan perundang-
undangan sebagai berikut :

56 UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945


57 Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang
58 Peraturan pemerintan
59 Peraturan presiden
60 Peraturan daerah
61 B. MAKNA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

Pancasila selain sebagai dasar Negara Indonesia juga berkedudukan


sebagai ideology nasional Indonesia.

62 Pengertian Ideologi

Ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian
dasar, cita-cita, dan logos berarti ilmu. Secara harfiah ideologi
berarti ilmu tentang pengertian dasar ide. Hubungan manusia dengan cita-
citanya disebut dengan ideologi. Ideologi berisi seperangkat nilai,
dimana nilai-nilai itu menjadi cita-citanya atau manusia bekerja dan
bertindak untuk mencapai nilai-nilai tersebut. Berikut diberikan
beberapa pengertian ideologi.

63 Patrick Corbett menyatakan ideologi sebagai setiap struktur


kejiwaan yang tersusun oleh seperangkat keyakinan mengenai
penyelenggaraan hidup bermasyarakat beserta pengorganisasiannya,
seperangkat keyakinan mengenai sifat hakiki manusia dan alam semesta
yang ia hidup didalamnya,

13

suatu pernyataan pendirian bahwa kedua perangkat keyakinan tersebut


independen, dan suatu dambaan agar keyakinan-keyakinan tersebut dihayati
dan

64 pernyataan pendirian itu diakui sebagai kebenaran oleh segenap


orang yang menjadi anggota penuh dari kelompok sosial yang
bersangkutan.
65 A.S. Hornby menyatakan bahwa ideologi adalah seperangkat gagasan
yang membentuk landasan teori ekonomi dan politik atau yang dipegangi
oleh seseorang atau sekelompok orang.
66 Soejono Soemargono menyatakan secara umum ideology sebagai
kumpulan gagasan, ide, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan
sistematis yang menyangkut bidang :

1) Politik

2) Sosial

3) Kebudayaan, dan

4) Agama
67 Gunawan Setiardja merumuskan ideology sebagai seperangkat ide
asasi tentang manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan
cita-cita hidup.
68 Frans Magnis Suseno mengatakan bahwa ideology sebagai suatu system
pemikiran dapat dibedakan menjadi ideologi tertutup dan terbuka.

1) Ideologi tertutup, mempunyai ciri sebagai berikut :

Merupakan cita-cita suatu kelompok orang untuk mengubah dan


memperbarui masyarakat.

Atas nama ideology dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang


dibebankan kepada masyarakat.

Isinya bukan hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu,


melainkan terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang
keras, yang diajukan dengan mutlak.

14

2) Ideologi tertuka, merupakan suatu pemikiran yang terbuka.


Ideologi terbuka mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

Bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat dipaksakan


dari luar melainkan digali dan diambil dari moral, budaya masyarakat itu
sendiri.

Dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang


melainkan hasil musyawarah dari consensus masyarakat tersebut.

Nilai-nilai itu sifatnya dasar, secara garis besar saja


sehingga tidak langsung operasional.

Ada dua fungsi utama ideology dalam masyarakat (Ramlan Surbakti, 1999).
Pertama, sebagai tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai secara
bersama oleh suatu masyarakat. Kedua, sebagai pemersatu masyarakat dan
karenanya sebagai prosedur penyelesaian konflik yang terjadi
dimasyarakat. Tujuan hidup bermasyarakat adalah untuk mencapai
terwujudnya nilai-nilai dalam Ideologi itu. Adapun dalam kaitannya yang
keduaa, nilai dalam Ideologi itu merupakan nilai yang disepakati bersama
sehingga dapat mempersatukan masyarakat itu, serta nilai bersama
tersebut dijadikan acuan bagi penyelesaian suatu masalah yang mungkin
timbul dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan.

69 Landasan dan Makna Pancasila sebagai Ideologi Bangsa


Ketetapan bangsa Indonesia bahwa Pancasila adalah ideologi bagi Negara
dan bangsa Indonesia adalah sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR
No.XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978
tentang pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila (Eka Prasetya
Pancakarsa) dan Penetapan tentang penegasan Pancasila sebagai dasar
Negara.

Catatan risalah/penjelasan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari


ketetapan tersebut menyatakan bahwa dasar Negara yang dimaksud dalam
ketetapan didalamnya mengandung makna ideologi nasional sebagai cita-
cita dan tujuan Negara.

15

Adapun makna pancasila sebagai ideologi nasional menurut ketetapan


tersebut adalah bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi
pancasila menjadi cita-cita normatif penyelenggaraan bernegara.
Pancasila sebagai ideologi nasional yang berfungsi sebagai cita-cita
adalah sejalan dengan fungsi utama dari sebuah ideologi sebagaimana
dinyatakan di atas. Pancasila merupakan tawaran yang dapat menjembatanii
perbedaan dikalangan anggota BPUPKI saat itu.

Menurut Adnan Buyung Nasution (1995) telah terjadi perubahan fungsi asli
Pancasila. Pancasila yang meskipun sebutannya muluk-muluk sebagai
Philosophische grondslag, atau weltanschauung sebenarnya dimaksudkan
sebagai platform demokratis bagi semua golongan di Indonesia. Ideologi
pancasila menjadi ideologi yang khas yang berbeda dengan ideologi lain.
Pernyataan Soekarno ini menjadi ruh berkembang dan berbeda dengan
pernyataan yang disampaikan oleh Prof. Notonagoro pada tahun 1951, 1955,
dan 1959. Dari sudut politik, Pancasila adalah sebuah consensus politik,
suatu persetujuan politik bersama antargolongan di Indonesia. Dengan
diterimanya Pancasila, berbagai golongan dan aliran pemikiran bersedia
bersatu dalam Negara kebangsaan Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas, Pancasila sebagai ideologi nasional Indonesia


memiliki makna sebagai berikut :

1) Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi cita-cita


normative penyelenggaraan bernegara;

2) Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai yang


disepakati bersama dan oleh karena itu menjadi salah satu sarana
pemersatu (integrasi) masyarakat Indonesia.

70 C. IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL


Pancasila sebagai ideologi nasional yang berarti sebagai cita-cita
bernegara dan sarana yang mempersatukan masyarakat perlu perwujudan yang
konkret, dan operasional aplikatif sehingga tidak menjadi slogan belaka.

16

Dalam ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 dinyatakan bahwa Pancasila perlu


diamalkan dalam bentuk pelaksanaan yang konsisten dalam kehidupan
bernegara.

71 Perwujudan ideologi Pancasila sebagai cita-cita bernegara.

Perwujudan Pancasila sebagai ideology nasional yang berarti menjadi


cita-cita penyelenggaraan bernegara terwujud melalui ketetapan MPR No.
VII/MPR/2001 tentang visi Indonesia Masa Depan terdiri dari tiga visi,
yaitu :

72 Visi ideal, yaitu cita-cita luhur sebagaimana termaktub dalam


pembukaan undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945
yaitu pada alinea kedua dan keempat;
73 Visi antara, yaitu visi Indonesia 2020 yang berlaku sampai dengan
tahun 2020;
74 Visi lima tahunan, sebagaimana termaktub dalam garis-garis besar
haluan Negara.

Pada visi antara dikemukakan bahwa visi Indonesia 2020 adalah


terwujudnya masyarakat Indonesia yang religious, manusiawi, bersatu,
demokratis, adil dipergunakan indikator-indikator utama sebagai
berikut :

75 Religius
76 Manusiawi
77 Bersatu
78 Demokratis
79 Adil
80 Sejahtera
81 Maju
82 Mandiri
83 Baik dan bersih dalam penyelenggaraan Negara

17

84 Perwujudan Pancasila sebagai kesepakatan atau nilai integratif


bangsa
Pancasila sebagai nilai integratif, sebagai sarana pemersatu dan
prosedur penyelesaian konflik perlu pula dijabarkan dalam praktik
kehidupan bernegara. Pancasila sebagai sarana pemersatu dalam masyarakat
dan prosedur penyelesaian konflik itulah yang terkandung dalam nilai
integrative Pancasila. Kedudukan nilai sosial bersama di masyarakat
untuk menjadi sumber normative bagi penyelesaian konflik bagi para
anggotanya adalah hal penting. Masyarakat membutuhkan nilai bersama
untuk dijadikan acuan manakala konflik antaranggota terjadi.

Pancasila adalah kata kesepakatan dalam masyarakat bangsa. Kata


kesepakatan ini mengandung makna pula sebagai konsensus bahwa dalam hal
konflik maka lembaga politik yang diwujudkan bersama akan memainkan
peran sebagai penengah. Nilai-nilai Pancasila hendaknya mewarnai setiap
prosedur penyelesaian konflik yang ada di masyarakat. Secara normatif
dapat dinyatakan sebagai berikut; bahwa penyelesaian suatu konflik
hendaknya dilandasi oleh nilai-nilai religious, menghargai derajat
kemanusiaan, mengedepankan pesatuan, mendasarkan pada prosedur
demokratis dana berujung pada terciptanya keadilan.

85 D. PENGAMALAN PANCASILA

Tiba saatnya akhir uraian mengenai pancasila ini pada kata pengamalan
Pancasila. Sering sekali kita dengar terutama sejak masa orde baru
perlunya Pancasila diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Namun, selalu saja terkesan slogan belaka dan tidak
membumi. Pada ketetapan MPR No.XVIII/MPR/1998 dinyatakan bahwa Pancasila
sebagaimana dimaksud dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 adalah
dasar Negara dari Negara kesatuan republik Indonesia yang harus
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Dalam GBHN
terakhir 1999-2004 disebutkan pula bahwa misi pertama penyelenggaraan
bernegara adalah pengamalan pancasila secara konsisten dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bagaimana sesungguhnya
melakanakan atau mengamalkan pancasila secara konsisten dalam kehidupan
bernegara itu?

18

86 Pengamalan secara objektif

Pengamalan secara okjektif adalah dengan melaksanakan dan menaati


peraturan perundang-undangan sebagai norma hukum Negara yang
berlandaskan pada pancasila.

87 Pengamalan secara subjektif

Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai


Pancasila yang berwujud norma etik secara pribadi atau kelompok dalam
bersikap dan bertingkah laku pada kehidupan berbangsa dan bernegara.

Disamping mengamalkan secara objektif, secara subjektif warga Negara dan


penyelenggara Negara wajib mengamalkan pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam rangka pengamalan secara
subjektif ini, pancasila menjadi sumber etika dalam bersikap dan
bertingkah laku setiap warga Negara dan penyelenggara Negara. Etika
kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersumber pada nilai-nilai
Pancasila sebagaimana tertuang dalam ketetapan MPR No. VI/MPR/2001
adalah norma-norma etik yang dapat kita amalkan. Melanggar norma etik
tidak mendapatkan sanksi hukum tetapi sanksi yang berasal dari diri
sendiri. Adanya pengamalan secara subjektif ini adalah konsekuensi dari
mewujudkan nilai dasar pancasila sebagai norma etik berbangsa dan
bernegara

19

KESIMPULAN

Melalui perjalanan panjang negara Indonesia sejak merdeka hingga saat


ini, Pancasila ikut berproses pada kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila
tetap sebagai dasar negara namun interprestasi dan perluasan maknanya
ternyata digunakan untuk kepentingan kekuasaan yang silih berganti.

Berdasarkan hal-hal di atas, dapat dinyatakan bahwa Pancasila sebagai


dasar negara berkedudukan sebagai norma dasar bernegara yang menjadi
sumber, dasar, landasan norma, serta memberi fungsi konstitutif dan
regulatif bagi penyusun hukum-hukum negara.

Pengamalan secara objektif membutuhkan dukungan kekuasaan negara untuk


menerapkannya. Seorang warga negara atau penyelenggara negara yang
berperilaku menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku
akan mendapatkan sanksi.

iv

REFERENSI

Winarmo, S.Pd., M.Si.

Paradigma Baru
PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN

Edisi Kedua

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Fauzi. 2003. Pancasila, Tinjauan Konteks Sejarah, Filsafat


Ideologi Nasional dan Ketatanegaraan Republik Indonesia. Malang: PT.
Danar Jaya Brawijaya University Press.

Endang Zaelani Zukaya, dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan untuk


Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma

Hamdan Mansoer. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi,


sebagai dasar nilai dan pedoman berkarya bagi lulusan. Jakarta: Dirjen
Dikti.

Kaelan. 2000. Filsafat Pancasila, Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.


Yogyakarta: Paradigma

Anda mungkin juga menyukai