Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang memiliki berat
molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Tanin
yang berikatan kuat dengan protein dapat mengendapkan protein dari larutan.
Tanin merupakan salah satu metabolit sekunder yang dapat dihasilkan oleh tanaman.
Metabolit sekunder adalah senyawa hasil biogenesis dari metabolit primer. Umumnya dihasilkan
oleh tumbuhan tingkat tinggi yang bukan merupakan senyawa penentu kelangsungan hidup
secara langsung, tetapi sebagai hasil mekanisme pertahanan diri organisme. Kandungan senyawa
metabolit sekunder telah terbukti bekerja sebagai derivat antikanker, antibakteri dan antioksidan,
antara lain adalah golongan alkaloid, tanin, golongan polifenol dan turunanya. Tanin terdapat
luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu.
b. Tanin terkondensasi
Tanin terkondensasi biasanya berbentuk polimer, jenis ini didominasi dengan flavonoid
sebagai monomernya. Banyak ditemukan dalam berbagai jenis tanaman seperti Acacia spp,
sericea Lespedeza serta spesies padang rumput seperti Lotus spp. Tanin terkondensasi
(condensed tannins) biasanya tidak dapat dihidrolisis. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari
polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Salah satu contohnya adalah Sorghum
procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari epiccatechin dan catechin.
Senyawa ini jika dikondensasi maka akan menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan bantuan
nukleofil berupa floroglusinol.
Tanin diketahui dapat digunakan sebagai antivirus, antibakteri, dan antitumor. Tanin
tertentu dapat menghambat selektivitas replikasi HIV dan juga digunakan sebagai diuretik
(Heslem, 1989).
Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis. . Karena sifatnya yang dapat
mengikat protein, Tannin digunakan untuk menyamak kulit agar awet dan mudah digunakan.
Pada bahan kunyahan seperti gambir (salah satu campuran makan sirih) memanfaatkan tanin
yang terkandung di dalamnya untuk memberikan rasa kelat ketika makan sirih. Karena sifat
pengelat atau pengerut (astringensia) itu sendiri menjadikan banyak tumbuhan yang mengandung
tanin dijadikan sebagai bahan obat-obatan.
Senyawa tanin juga bersifat sebagai astringent, yaitu melapisi mukosa usus, khususnya
usus besar dan menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak. Sebagai penyerap racun
(antidotum) dan dapat menggumpalkan protein. Oleh karena itu, senyawa tanin dapat digunakan
sebagai obat diare. Dalam tumbuhan berfungsi sebagai sistem pertahanan dari predator,
contohnya pada buah yang belum matang, buah akan terasa asam dan sepat, hal ini sama dengan
sifat tanin yang asam dan sepat. membuat pohon-pohon dan semak-semak sulit untuk
dihinggapi/dimakan oleh banyak ulat
Tanin dapat mengendapkan protein, alkaloid, dan glatin. Tanin juga dapat membentuk
khelat dengan logam secara stabil, sehingga jika manusia kebanyakan mengkonsumsi makan
yang memiliki tanin maka Fe pada darah akan berkurang sehingga menyebabkan anemia.
Ref : http://www.ayujournal.org/article.asp