Anda di halaman 1dari 15

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2016


UNIVERSITAS HASANUDDIN

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN


DISHIDROSIS

Oleh :
Dwi Prasetyo Irawanto C111 11 201
Nety Nur Rahmiah Puspitasari C111 11 270
Ditha P Buntuan C111 11 381

Pembimbing :
dr. A. Rina Angraeni

Supervisor:
dr. Airin K.N Mappewali, Sp.KK, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMUN KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
BAB I

PENDAHULUAN1,2,3,4

Pomfoliks atau Dermatitis Dishidrosis merupakan dermatitis tipe vesikular

pada jari, telapak tangan dan kaki. Penyakit ini merupakan dermatosis yang dapat

dalam keadaan akut, rekuren dan kronik, yang dikarakteristikan dengan adanya

vesikel tapioca-like yang gatal dengan onset tiba-tiba, dan pada keadaan

lanjut dapat ditemukan fisura dan likenifikasi. Penggunaan istilah dermatitis

dishidrosis pada penyakit ini sebenarnya tidak tepat karena dishidrosis

mengindikasikan adanya gangguan pada kelenjar keringat yang tidak dijumpai

pada penyakit ini. Pengunaan istilah tersebut didasarkan oleh gejala klinis berupa

telapak tangan yang berkeringat.

Prevalensi pomfoliks di Amerika Serikat adalah 5-20% dari seluruh

penyakit eksema pada tangan. Insidensi puncak penyakit ini terjadi pada pasien

usia 20-40 tahun, tetapi penyakit ini juga dapat terjadi pada usia remaja ataupun

pada usia lebih tua. Mortalitas tidak pernah dilaporkan sehubungan dengan

pomfoliks tetapi dalam keadaan berat penyakit ini dapat menganggu aktivitas.

Suatu penelitian di Turki menunjukkan adanya prevalensi pomfoliks yang lebih

tinggi pada musim panas. Dermatitis Dishidrosis semula diduga sebagai tanda

gangguan pengeluaran keringat, namun sekarang beberapa penyebab telah

ditemukan yaitu antara lain dermatitis kontak (nikel pada wanita), reaksi id

yang menyebar akibat infeksi jamur atau bakteri, erupsi akibat obat, dermatofitid
dan penyebab lain yang tidak diketahui . Bisa juga karena stres emosi, makanan

atau obat-obatan. Banyak menyerang pada orang dewasa dengan frekuensi lebih

sering terkena pada wanita dibandingkan pria dengan perbandingan 2 : 1.

Dishidrosis atau Pompoliks (bubble) ialah kelainan yang sering dijumpai,

ditandai oleh munculnya vesikel-vesikel yang deep seated, secara tiba-tiba,

yang dapat berkonfluensi membentuk bulla di telapak tangan (cheiropompholyx)

dan kaki (podopompholyx) tanpa eritema, disertai keluhan rasa gatal hebat, dan

sering kambuh. Saat tenang kelainan ditandai dengan eritema ringan, kulit telapak

yang kering, kadang-kadang menebal dan sering berfisurasi. Sebagian kasus

pomfoliks dapat merupakan bentuk reaksi iritasi (misalnya akibat kontak dengan

detergen), maupun reaksi alergi (misalnya kontak dengan bahan yang

mengandung nikel), ataupun reaksi id akibat infeksi bakteri atau jamur di bagian

tubuh lainnya. Tetapi, sebagian lainnya adalah dishidrosis yang idiopatik. Pernah

pula dilaporkan adanya pomfoliks yang dicetuskan oleh pajanan sinar matahari,

yang dianggap merupakan varian yang jarang terjadi.

Karena lokalisasinya di tempat yang banyak berkeringat (hiperhidrosis),

diduga keringat sebagai penyebabnya (dishidrotik). Penderita juga mempunyai

riwayat kecenderungan atopi (eksema, asma, hay fever dan rinitis alergika).

Penyebab dishidrosis belum diketahui dengan pasti. Dishidrosis sering

timbul bersamaan dengan penyakit kulit lain misalnya dermatitis atopik,

dermatitis kontak, alergi terhadap bahan metal, infeksi dermatofita, infeksi


bakteri, lingkungan dan stres. Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam

menyebabkan dishidrosis dan pomfoliks, yaitu :

1. Faktor genetik : kembar monozigot dapat secara serentak dipengaruhi

oleh dermatitis dishidrosis

2. Atopi : Sebanyak 50% pasien dengan dermatitis dishidrosis dilaporkan

baik secara personal maupun keluarga mempunyai atopy diatesis (eksema,

asma, hay fever, rinitis alergika).

3. Serum IgE akan meningkat, sekalipun pasien dan keluarga tidak

mempunyai riwayat atopi.

4. Dermatitis Dishidrosis bisa merupakan manifestasi awal dari diatesis

atopi.

5. Sensitif terhadap nikel : ini mungkin faktor yang signifikan

dalam dermatitis dishidrosis namun mempunyai jumlah yang rendah,

sedangkan dalam beberapa studi lain dilaporkan adanya peningkatan

terhadap sensitifitas terhadap nikel.

6. Diet rendah nikel : hal ini dilaporkan dapat menurunkan frekuensi dan

keparahan dari dermatitis dishidrosis.

7. Reaksi id : timbulnya dermatitis dishidrosis tidak selalu berhubungan

dengan paparan bahan kimia yang peka atau metal (misalnya kromium,

kobalt,

karbomix, fragandemix, diaminodiphenylmethana, parfum, fragrances).

8. Infeksi jamur.
9. Stres emosi : merupakan faktor yang paling memungkinkan menyebabkan

dermatitis dishidrosis. Banyak pasien melaporkan adany Pomfoliks

berulang selama periode stres. Perbaikan dermatitis dishidrosis

menggunakan biofeedback untuk mengurangi stres.

10. Faktor lain : faktor yang dilaporkan bisa menyebabkan dermatitis

dishidrosis antara lain rokok, kontrasepsi oral, aspirin dan implan metal.

Mekanisme mengenai terjadinya pomfoliks atau dermatitis dishidrosis sendiri

masih belum jelas. Hipotesis paling awal mengemukakan bahwa lesi-lesi vesikel

yang timbul pada dermatitis dishidrosis disebabkan oleh ekskresi keringat yang

berlebihan (excessive sweating). Namun sekarang hipotesis ini sudah tidak

digunakan lagi karena lesi-lesi vesikular yang timbul pada dermatitis dishidrosis

tidak berkaitan dengan saluran kelenjar keringat. Walaupun demikian,

hiperhidrosis (keringat berlebihan) merupakan salah satu tanda yang terlihat

secara khas pada 40% penderita dermatitis dishidrosis.

Ada beberapa hipotesa mengenai patofisiologi dari dermatitis dishidrosis.

Hipotesa awal berupa disfungsi kelenjar dimana saluran kelenjar keringat tidak

ada hubungannya dengan lesi vesikel. Pasien biasanya tidak mempunyai keluhan

hiperhidrosis. Dermatitis dishidrosis mungkin berhubungan dengan atopi.

Sebanyak lima puluh persen penderita mempunyai riwayat dermatitis atopik.

Faktor eksogen misalnya dermatitis kontak terhadap nikel, balsem, kobalt,

sensitif terhadap bahan metal, infeksi dermatofita dan infeksi bakteri bisa sebagai

salah satu pemicu terjadinya dermatitis dishidrosis. Antigen-antigen lain mungkin


bereaksi seperti hapten dengan daya spesifik palmoplantar protein dari stratum

lusidum dalam epidermis. Stress emosional dan faktor lingkungan meliputi

perubahan iklim, suhu yang panas atau dingin dan kelembaban dapat

memudahkan terjadinya penyebaran dari dermatitis dishidrosis. Pasien mengeluh

gatal pada tangan dan basah serta adanya bula yang tiba-tiba muncul. Keluhan

rasa panas dan gatal mungkin akan dialami setelah bula muncul. Keadaan tersebut

bisa berubah dari sekali sebulan menjadi sekali setahun.


BAB II

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

I. GEJALA KLINIS5,6

Secara klinis, dishidrosis dermatitis akut sering tampak gambaran

vesikel-vesikel dengan dasar dalam dengan warna seperti tepung tapioka,

namun dapat pula muncul gambaran bulla yang akan tampak pada telapak

tangan dan sisi lateral jari-jari. Dapat pula terjadi erupsi pada telapak kaki.

80% dari kasus sering ditemukan pada daerah tangan. Sifat lesi biasanya

simetris dan terasa gatal. Pada beberapa pasien didapatkan pula rasa terbakar

dan nyeri.

Pada fase kronik, kulit terkelupas, luka, dan terkadang likenifikasi

biasa didapatkan. Dapat pula ditemukan eritema dengan batas yang tidak jelas

baik pada akut maupun kronik. Penyakit ini biasanya berulang dan lesi akut

maupun kronis dapat ditemukan dalam 1 waktu. Apabila lesi didapatkan di

dekat kuku, akan tampak kuku yang bergelombang dan dasar kuku yang

membengkak (paronikia). Kulit penderita akan rentan terhadap infeksi

sehingga bisa ditemukan pula pustul.


Gambar 1. Dishidrosis dermatitis kronik

Gambar 2. Dishidrosis dermatitis akut pada sisi lateral jari

Gambar 3. Dishidrosis dermatitis akut pada telapak tangan.7


II. PEMERIKSAAN PENUNJANG6

Diagnosis dishidrosis dermatitis biasanya ditegakkan berdasarkan

pemeriksaan klinis semata dan mudah untuk didiagnosis karena cenderung

tidak menyerupai keadaan lainnya. Pemeriksaan kultur bakteri dan sensitivitas

dilakukan jika curiga ada infeksi sekunder. Sedangkan tes darah biasanya

tidak dianjurkan, namun biasa ditemukan Ig-E yang meningkat . Dapat pula

dilakukan uji tempel (patch test) bila dicurigai adanya dermatitis kontak

alergi.

III. DIAGNOSIS6,7

a. Anamnesis

Keluhan yang sering dialami oleh pasien antara lain muncul

benjolan kecil dan gatal yang secara bertahap berkembang menjadi ruam

dan terdiri dari lepuhan berisi cairan (vesikel). Beberapa faktor yang dapat

digali dari anamnesis yang berkaitan dengan dermatitis dishidrosis antara

lain stress emosional, riwayat atopik diri sendiri dan keluarga, pajanan

terhadap antigen tertentu (seperti kobalt, nikel, balsam, krom, dan lain-

lain), riwayat pengobatan dengan terapi immunoglobulin intravena, atau

penderita penyakit HIV.

b. Pemeriksaan Fisik

Pada stadium akut, dijumpai banyak vesikula yang berisi carian,

terasa sangat gatal dan munculnya tiba-tiba. Vesikula tersebut kadang-

kadang dapat berkelompok dan kemudian membentuk bulla yang besar.

Pada stadium kronis, kulit akan tampak kering dan berskuama.


IV. DIAGNOSIS BANDING8,9

Berdasarkan gambaran klinis, pomfoliks dapat didiagnosis banding

dengan dermatitis kontak alergi yang biasanya mengenai permukaan dorsal

bukannya permukaan polar, dan dengan dermafitosis yang dapat dibedakan

dengan pemeriksaan KOH akar vesikel dan pembiakan yang tepat. Selain itu,

pomfoliks juga dapat didiagnosis banding dengan tinea pedis bulosa dan

scabies.

Selain itu dapat diagnosis banding dermatifid yaitu dermatitis sekunder

yang terjadi karena adanya infeksi jamur. Dermatitis kontak iritan dapat

menjadi faktor pencetus terjadinya dermatitis dishidrosis ini.

Dermatitis kontak iritan pada tangan biasanya mengenai dorsum manus

dan sela-sela jari pada dermatitis dishidrosis. Lokalisasi terutama di telapak

tangan dan pinggir lateral jari-jari.

Vesikel dari dermatitis dishidrosis dapat dirancukan dengan psoriasis

pustulosa. Namun demikian, psoriasis pustulosa biasanya melibatkan ujung-

ujung jari dan kuku yaitu adanya alur-alur ataupun onikolisis selain juga dapat

ditemukan lesi-lesi pada tempat lain. Lesi pada psoriasis jelas batasnya dan

tidak gatal.
V. PENATALAKSANAAN9,10

Pengobatan dari dermatitis dishidrosis meliputi:

Astrigent untuk mengeringkn kulit.

Emolien pada lesi kulit yang kering.

Steroid topikal.

Kortikosteroid sistemik hanya perlu pada kasus yang berat.

Dermatitis dishidrosis dapat disembuhkan dengan:

Krim kortikosteroid.

Asam salisilat 5% dalam alkohol.

Krim vioform 3% member hasil yang baik.

Bila madidans : kompres dengan KMnO4 1 : 5000.

Pada kasus-kasus yang berat diberikan kortikostreroid sistemik

seperti : prednison, prednisolon atau toamsinolon.

VI. KOMPLIKASI10

Komplikasi dari dermatitis dishidrosis :

Infeksi bakteri sekunder dari vesikel atau bulla bisa menyebabkan

sellulitis, limfadenitis dan septikemia.

Perubahan susunan dan bentuk kuku tampak gambaran seperti garis

melintang , menebal, perubahan warna dan kuku yang berlubang.


VII. PROGNOSIS10

Menghindari kontak dengan bahan allergen atau iritan, misal : nikel.

Menggunakan pelembab secara rutin.

Membersihkan tangan secara rutin untuk menghindari bahan iritan.


BAB III

KESIMPULAN

Pomfoliks atau Dermatitis Dishidrosis merupakan dermatitis tipe vesikular

pada jari, telapak tangan dan kaki. Penyakit ini merupakan dermatosis yang dapat

dalam keadaan akut, rekuren dan kronik, yang dikarakteristikan dengan adanya

vesikel tapioca-like yang gatal dengan onset tiba-tiba, dan pada keadaan

lanjut dapat ditemukan fisura dan likenifikasi.

Prevalensi pomfoliks di Amerika Serikat adalah 5-20% dari seluruh

penyakit eksema pada tangan. Insidensi puncak penyakit ini terjadi pada pasien

usia 20-40 tahun, tetapi penyakit ini juga dapat terjadi pada usia remaja ataupun

pada usia lebih tua. Mortalitas tidak pernah dilaporkan sehubungan dengan

pomfoliks tetapi dalam keadaan berat penyakit ini dapat menganggu aktivitas.

Dishidrosis atau Pompoliks (bubble) ialah kelainan yang sering dijumpai,

ditandai oleh munculnya vesikel-vesikel yang deep seated, secara tiba-tiba,

yang dapat berkonfluensi membentuk bula di telapak tangan (cheiropompholyx)

dan kaki (podopompholyx) tanpa eritema, disertai keluhan rasa gatal hebat, dan

sering kambuh. Saat tenang kelainan ditandai dengan eritema ringan, kulit telapak

yang kering, kadang-kadang menebal dan sering berfisurasi.

Sebagian kasus pompoliks dapat merupakan bentuk reaksi iritasi (misalnya

akibat kontak dengan deterjen), maupun reaksi alergi (misalnya kontak dengan

bahan yang mengandung nikel), ataupun reaksi id akibat infeksi bakteri atau

jamur di bagian tubuh lainnya. Tetapi, sebagian lainnya adalah dishidrosis yang
idiopatik. Pernah pula dilaporkan adanya pompoliks yang dicetuskan oleh pajanan

sinar matahari, yang dianggap merupakan varian yang jarang terjadi.

Ada beberapa hipotesa mengenai patofisiologi dari dermatitis dishidrosis.

Hipotesa awal berupa disfungsi kelenjar dimana saluran kelenjar keringat tidak

ada hubungannya dengan lesi vesikel. Pasien biasanya tidak mempunyai keluhan

hiperhidrosis. Dermatitis dishidrosis mungkin berhubungan dengan atopy.

Sebanyak lima puluh persen penderita mempunyai riwayat dermatitis atopik.

Secara klinis, dishidrosis dermatitis akut sering tampak gambaran vesikel-

vesikel dengan dasar dalam dengan warna seperti tepung tapioka, namun dapat

pula muncul gambaran bulla yang akan tampak pada telapak tangan dan sisi

lateral jari-jari. Dapat pula terjadi erupsi pada telapak kaki. 80% dari kasus sering

ditemukan pada daerah tangan. Sifat lesi biasanya simetris dan terasa gatal. Pada

beberapa pasien didapatkan pula rasa terbakar dan nyeri.

Berdasarkan gambaran klinis, pomfoliks dapat didiagnosis banding dengan

dermatitis kontak alergi yang biasanya mengenai permukaan dorsal bukannya

permukaan polar, dan dengan dermafitosis yang dapat dibedakan dengan

pemeriksaan KOH akar vesikel dan pembiakan yang tepat. Selain itu, pomfoliks

juga dapat didiagnosis banding dengan tinea pedis bulosa dan scabies.

Prognosisnya adalah dengan menghindari kontak dengan bahan alergen atau

iritan, misal : nikel. Menggunakan pelembab secara rutin. Membersihkan tangan

secara rutin untuk menghindari bahan iritan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Maria A, Pinto Jr. 2012, Dyshidrotic Eczema; relevance to the Immunance


Response in situ. North American Journal of Medical Sciences : 1-4
2. Burdick, A.E. 2011, Dyshidrotic Eczema, Department of Dermatology,
University of Miami School of Medicine, http://www.eMedicine.com : 1-
19.
3. Agarwal S.U, Besarwal K.R May 2014, Hand Eczema. Indian Journal
of Dermatology. 59(3), 213-224
4. Daven N. Doshi, Carol E. Cheng, Alexa B. Kimball. Vesicular
Palmplantar Eczema. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine 8th
Edition. New York : McGraw-Hill Medicine 2012; 187-193
5. James, William D. Berger, Timothy G. Eleston, Dirk M. Andrews
Disease of the Skin : Clinical Dermatology 10th Edition. USA : Elsevier
Saunders. 2000 (78-82).
6. Wolff, Klaus. Johnson, Richard Allen. Fitzpatricks Color Atlas &
Sinopsis of Clinical Dermatology 6th Edition. USA : McGraw-Hill. 2009
(45-47).
7. Habif, Thomas P. A Color Guide to Diagnosis and Therapy 4th Edition.
Hanover : Mosby. 2003 (54-63).
8. Harahap, H. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hippocrates. 2000 (21).
9. Siregar, R S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta : EGC. 1996
(142-143).
10. Wilkinson, J D. Shaw, S. Fenton, D A. Atlas Bantu Dermatologi. Jakarta :
Hippocrates. 1994 (117).

Anda mungkin juga menyukai