Anda di halaman 1dari 5

1

I PENDAHULUAN

1.1 Judul
TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei)

DENGAN SISTEM TRADISIONAL DI BALAI LAYANAN USAHA

PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA (BLUPPB) KARAWANG, JAWA

BARAT

1.2 Latar Belakang


Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau

sebanyak 17.508 pulau, garis pantai sepanjang 81.000 km, dan luas lautan 5,8

juta km. Di wilayah daratan terdapat perairan umum seluas 54 juta ha atau

0,54 juta km2. Sebagai negara bahari atau maritime, Indonesia memiliki

potensi ekonomi kelautan dan perikanan yang besar dan beragam. Potensi

perikanan terbesar adalah marikultur (47 juta ton), sementara tingkat

pemanfaatannya hanya 1,5%.


Menurut Ghufran dan Kordi (2011) mengatakan bahwa apabila Indonesia

mampu mengembangkan marikultur secara maksimal, maka devisa negara

akan meningkat karena biota yang dibudidayakan bernilai ekonomis tinggi,

seperti; kakap (Lates, Lutjanus, Psammoperca), kerapu (Cromileptes,

Ephinephelus, Plectropoma), baronang (Siganus), rumput laut (Gracilaria,

Eucheuma, Gelidium, Hypnea), udang (P. indicus, P. monodon, Litopenaeus

vannamei).
Udang vannamei mulai dikenalkan ke Indonesia pada tahun 1999 hasil

impor dari Taiwan dan Hawai. Menurut Cheng., et al (2006) dalam Gao et al

(2016) menjelaskan udang vannamei tersebar secara alami di pantai pasifik

Amerika dari Mexiko utara hingga Peru utara, telah menjadi komoditas utama
2

di daerah timur seperti China. Menurut Taukhid dan Nuraini (2008) dalam

Lesmanawati (2013) menjelaskan budidaya ini menyebar dengan cepat ke

berbagai daerah di Indonesia. Sampai akhir 2007, udang vannamei telah

dibudidayakan sekurang kurangnya di 17 provinsi di Indonesia. Komoditas

ini telah menggantikan udang windu, dimana udang windu ini merupakan

udang asli Indonesia dan sempat menjadi primadona sebelum datangnya

udang vannamei.
Budidaya udang vannamei saat ini sedang menjadi unggulan bagi para

petambak udang di Indonesia. Volume produksi mencapai 13,8 ribu ton dalam

kurun waktu empat tahun (2010 2014) (Rizky, 2016). Menurut Wyban

(2007) dalam Juarno (2011) mengatakan bahwa udang vannamei memiliki

produktivitas sekitar tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas

udang windu (Penaeus monodon). Bila dibandingkan dengan jenis udang yang

lain, udang vannamei memiliki keunggulan yaitu: responsif terhadap pakan

dengan kadar protein 25 30%, memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi

terhadap lingkungan dengan suhu yang rendah khususnya pada perubahan

salinitas yang tinggi, laju pertumbuhan yang relatif cepat pada bulan I dan II,

laju pertumbuhan (survival rate/SR) hidup tinggi, dapat ditebar dengan

kepadatan tinggi karena hidupnya mengisi kolam air bukan hanya dasar air

saja, serapan pasar luas, mulai dari ukuran 10 hingga 25 gram per ekor.
Produksi udang hasil budidaya di dunia meningkat dari 0,17 juta ton pada

tahun 1984 menjadi 3,20 juta ton pada tahun 2008. Sehingga proporsi udang

budidaya terhadap total produksi udang dunia meningkat dari 9,2% pada tahun

1984 menjadi 43,0% pada tahun 2008. Peningkatan tersebut disebabkan


3

kemajuan bidang pakan, manajemen tambak, dan pembenihan berupa

introduksi udang vannamei ke negara negara Asia pada tahun 2000 (Juarno,

dkk. 2011).
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Juarno (2011) laju

pertumbuhan udang vanamei mencapai 6,8% disusul dengan ikan bandeng

sebanyak 8,2% serta udang windu sebesar 12,6%. Namun seiring berjalannya

waktu, pada tahun 2004 sampai 2008, laju pertumbuhan udang windu jauh

berkurang, dan udang vannamei memiliki laju pertumbuhan tertinggi sehingga

pangsa dari udang vannamei juga meningkat.


Tambak di Indonesia yang berjumlah 200.000 ha, 75% merupakan tambak

ekstensif (tradisional) dengan produktivitas kurang dari 500 kg per ha. Sisanya

merupakan tambak semi-intensif dengan produktivitas lebih dari 3 ton/ha.

Dalam perkembangannya, tambak intensif makin berkurang dikarenakan

tingginya resiko terjadinya serangan penyakit (Juarno, 2011). Sehingga

tambak ekstensif masih tetap dipertahankan meskipun produktivitasnya

rendah.
Permasalahan budidaya udang vannamei pada sistem tradisional adalah

kurang maksimalnya hasil panen udang dengan sistem tersebut. Faktor lainnya

yakni kegiatan pemerintah yang lebih banyak memberikan bantuan langsung

kepada pembudidaya skala kecil, dan tidak langsung terkait dengan

peningkatan produktivitas karena keterbatasan anggaran (Juarno, dkk. 2011).


Agar dapat memenuhi permintaan pasar yang semakin tinggi maka

diharapkan ada peningkatan hasil produksi di berbagai unit usaha budidaya

udang di Indonesia. Salah satunya balai usaha udang yang memiliki kualitas

terbaik adalah di BLUPPB Karawang, Jawa Barat. Untuk dapat mengetahui


4

secara langsung tentang pembesaran udang vannamei dan faktor-faktor apa

saja yang dapat mempengaruhi produktivitas tambak maka diperlukan

pengkajian di tempat kerja lapang agar dapat mengetahui secara langsung

bagaimana perkembangan teknik pembesaran budidaya udang vannamei di

lokasi tersebut.

1.3 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah :
a. Mempelajari secara langsung bagaimana teknik pembesaran udang

vannamei (L.vannamei) di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan

Budidaya (BLUPPB) Karawang, Jawa Barat,


b. Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi dan kendala dalam teknik

pembesaran udang vannamei di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan

Budidaya (BLUPPB) Karawang, Jawa Barat.


1.4 Manfaat
Manfaat dari Praktek Kerja Lapang ini adalah mahasiswa diharapkan dapat

meningkatkan pengetahuan, wawasan dan menambah keterampilan tentang

cara pembesaran udang vannamei sehingga mahasiswa dapat memahami

permasalahan serta faktor-faktor dalam proses pembesaran udang vannamei

di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan (BLUPPB) Karawang, Jawa

Barat.
5

Anda mungkin juga menyukai