Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KELOMPOK

KESEHATAN KESELAMATAN KERJA

Manajemen Resiko Keselamatan Kesehatan Kerja Dalam Keperawatan

Dosen Pembimbing

M. Zul Azhri R,S.Km., M.Kes

OLEH KELOMPOK 5 :

Ailsa Budi K 141.0004 Merlina Prahara N 141.0062


Andini Syah Putri 141.0012 Miftachul Rizal 141.0064
Astriani Rohmawati 141.0020 Novita Patmasari 141.0072
Febri Ika S 141.0044 Shofia Kulsum 141.0094
Jasinta Firda P 141.0052 Siska Dwi Astuti 141.0096
Maratus Solikah 141.0060

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN 2017
A. Pengertian Risiko

Pengertian Risiko Kata risiko berasal dari bahasa Arab yang berarti hadiah yang
tidak diharap-harap datangnya dari surga. Risiko adalah sesuatu yang mengarah
pada ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa selama selang waktu tertentu
yang mana peristiwa tersebut menyebabkan suatu kerugian baik itu kerugian kecil
yang tidak begitu berarti maupun kerugian besar yang berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup dari suatu perusahaan. Risiko pada umumnya dipandang
sebagai sesuatu yang negatif, seperti kehilangan, bahaya, dan konsekuensi
lainnya. Kerugian tersebut merupakan bentuk ketidakpastian yang seharusnya
dipahami dan dikelolah secara efektif oleh organisasi sebagai bagian dari strategi
sehingga dapat menjadi nilai tambah dan mendukung pencapaian tujuan
organisasi.

B. Sumber-sumber Penyebab Risiko

Menurut sumber-sumber penyebabnya, risiko dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Risiko Internal, yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri.

2. Risiko Eksternal, yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan atau lingkungan
luar perusahaan.

3. Risiko Keuangan, adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi


dan keuangan, seperti perubahan harga, tingkat bunga, dan mata uang.

4. Risiko Operasional, adalah semua risiko yang tidak termasuk risiko keuangan.
Risiko operasional disebabkan oleh faktor-faktor manusia, alam, dan teknologi.

C. Risiko Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan


Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada
bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik ,
peralatan listrik maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang
dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam :
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak
(obat obatan).
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik .
3. Bahaya radiasi .
4. Luka bakar .
5. Syok akibat aliran listrik .
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha
pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin
kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan.
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan
bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain.
Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang,
tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus
dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains, strains :
52%;contussion, crushing, bruising : 11%; cuts, laceration, punctures: 10.8%;
fractures: 5.6%; multiple injuries: 2.1%; thermal burns: 2%; scratches, abrasions:
1.9%; infections: 1.3%; dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US Department of
Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983).

Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung


tertinggi pada perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di
Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan
di AS, insiden cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun. Cedera
punggung menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 milliar $
per tahun. Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-
bahaya di RS belum tergambar dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak
keluhan-keluhan dari para petugas di RS, sehubungan dengan bahaya-bahaya
yang ada di RS.

Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang
diderita petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita),
penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57%
wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus intervertebrae.

Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang


diderita petugas RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu
penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain,
seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran
anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang
rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk
mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena
itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif,
efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi
pengelola maupun karyawan RS.

D. Pentingnya Manajemen Risiko

1. Untuk mengetahui jenis bahaya dan risiko


2. Untuk mengetahui sumber bahaya dan risiko
3. Untuk mengetahui pekerja yang terpajan bahaya dan risiko
4. Untuk mengetahui besaran bahaya dan tingkat risiko
5. Untuk mengetahui pengendalian yang sudah dilakukan
6. Untuk mengetahui program yang diperlukan

E. Manajemen Risiko

Secara umum Manajemen Risiko didefinisikan sebagai proses, mengidentifikasi,


mengukur dan memastikan risiko dan mengembangkan strategi untuk mengelolah
risiko tersebut. Dalam hal ini manajemen risiko akan melibatkan proses-proses,
metode dan teknik yang membantu manajer proyek maksimumkan probabilitas
dan konsekuensi dari event positif dan minimasi probabilitas dan konsekuensi
event yang berlawanan. Dalam manajemen proyek, yang dimaksud dengan
manajemen risiko proyek adalah seni dan ilmu untuk mengidentifikasi,
menganalisis, dan merespon risiko selam umur proyek dan tetap menjamin
tercapainya tujuan proyek.

F. Proses Manajemen Risiko

Proses yang dilalui dalam manajemen risiko adalah:

1. Perencanaan Manajemen Risiko, perencanaan meliputi langkah memutuskan


bagaimana mendekati dan merencanakan aktivitas manajemen risiko dalam
keperawatan

2. Identifikasi Risiko, tahapan selanjutnya dari proses identifikasi risiko adalah


mengenali jenis-jenis risiko yang mungkin (dan umumnya) dihadapi oleh setiap
pelaku bisnis.

3. Analisis Risiko Kualitatif, analisis kualitatif dalam manajemen risiko adalah


proses menilai (assessment) impak dan kemungkinan dari risiko yang sudah
diidentifikasi. Proses ini dilakukan dengan menyusun risiko berdasarkan efeknya
terhadap tujuan.

4. Analisis Risiko Kuantitatif adalah proses identifikasi secara numeric


probabilitas dari setiap risiko dan konsekuensinya terhadap tujuan.

5. Perencanaan Respon Risiko, Risk response planning adalah proses yang


dilakukan untuk meminimalisasi tingkat risiko yang dihadapi sampai batas yang
dapat diterima.

6. Pengendalian dan Monitoring Risiko, langkah ini adalah proses mengawasi


risiko yang sudah diidentifikasi, memonitor risiko yang tersisa, dan
mengidentifikasikan risiko baru, memastikan pelaksanaan risk management plan
dan mengevaluasi keefektifannya dalam mengurangi risiko.
G. HIRARKI PENGENDALIAN RISIKO

Pada kegiatan pengkajian resiko (risk assesment), hirarki pengendalian (hierarchy


of control) merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan. Pemilihan hirarki
pengendalian memberikan manfaat secara efektifitas dan efesiensi sehingga resiko
menurun dan menjadi resiko yang bisa diterima (acceptable risk) bagi suatu
organisasi. Secara efektifitas, hirarki kontrol pertama diyakini memberikan
efektifitas yang lebih tinggi dibandingkan hirarki yang kedua.
Hirarki pengendalian ini memiliki dua dasar pemikiran dalam menurunkan resiko
yaitu melaui menurunkan probabilitas kecelakaan atau paparan serta menurunkan
tingkat keparahan suatu kecelakaan atau paparan.
Pada ANSI Z10: 2005, hirarki pengendalian dalam sistem
manajemen keselamatan, kesehatan kerja antara lain:
1. Eliminasi.
Hirarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya dilakukan pada saat desain,
tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia dalam
menjalankan suatu sistem karena adanya kekurangan pada desain. Penghilangan
bahaya merupakan metode yang paling efektif sehingga tidak hanya
mengandalkan prilaku pekerja dalam menghindari resiko, namun demikian,
penghapusan benar-benar terhadap bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis.
Contoh-contoh eliminasi bahaya yang dapat dilakukan misalnya: bahaya jatuh,
bahaya ergonomi, bahaya ruang terbatas, bahaya bising, bahaya kimia.
2. Substitusi
Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi
ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan
pengendalian ini menurunkan bahaya dan resiko minimal melalui disain sistem
ataupun desain ulang. Beberapa contoh aplikasi substitusi misalnya: Sistem
otomatisasi pada mesin untuk mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya
dengan operator, menggunakan bahan pembersih kimia yang kurang berbahaya,
mengurangi kecepatan, kekuatan serta arus listrik, mengganti bahan baku padat
yang menimbulkan debu menjadi bahan yang cair atau basah.
3. Pengendalian tehnik/engineering control
Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan pekerja
serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini terpasang
dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan.
Contoh-contoh implementasi metode ini misal adalah adanya penutup
mesin/machine guard, circuit breaker, interlock system, start-up alarm, ventilation
system, sensor, sound enclosure.
4. Sistem peringatan/warning system
Adalah pengendian bahaya yang dilakukan dengan memberikan peringatan,
instruksi, tanda, label yang akan membuat orang waspada akan adanya bahaya
dilokasi tersebut. Sangatlah penting bagi semua orang mengetahui dan
memperhatikan tanda-tanda peringatan yang ada dilokasi kerja sehingga mereka
dapat mengantisipasi adanya bahaya yang akan memberikan dampak kepadanya.
Aplikasi di dunia industri untuk pengendalian jenis ini antara lain berupa alarm
system, detektor asap, tanda peringatan (penggunaan APD spesifik, jalur evakuasi,
area listrik tegangan tinggi, dll).
5. Pengendalian administratif/ administratif control
Kontrol administratif ditujukan pengandalian dari sisi orang yang akan melakukan
pekerjaan, dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang akan mematuhi,
memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk menyelesaikan pekerjaan secara
aman.
Jenis pengendalian ini antara lain seleksi karyawan, adanya standar operasi baku
(SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi prilaku, jadwal kerja, rotasi kerja,
pemeliharaan, manajemen perubahan, jadwal istirahat, investigasi dll.
6. Alat pelindung diri
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan merupakan hal yang
paling tidak efektif dalam pengendalian bahaya,dan APD hanya berfungsi untuk
mengurangi seriko dari dampak bahaya. Karena sifatnya hanya mengurangi, perlu
dihindari ketergantungan hanya menggandalkan alat pelindung diri dalam
menyelesaikan setiap pekerjaan.
Alat pelindung diri Mandatory adalah antara lain: Topi keselamtan (Helmet),
kacamata keselamatan, Masker, Sarung tangan, earplug, Pakaian (Uniform) dan
Sepatu Keselamatan. Dan APD yang lain yang dibutuhkan untuk kondisi khusus,
yang membutuhkan perlindungan lebih misalnya: faceshield, respirator, SCBA
(Self Content Breathing Aparatus),dll.
Pemeliharaan dan pelatihan menggunakan alat pelindung diripun sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan efektifitas manfaat dari alat tersebut.
Dalam aplikasi pengendalian bahaya, selain kita berfokus pada hirarkinya
tentunya dipikirkan pula kombinasi beberapa pengendalian lainnya agar
efektifitasnya tinggi sehingga bahaya dan resiko yang ada semakin kecil untuk
menimbulkan kecelakaan. Sebagi misal adanya adanya unit mesin baru yang
sebelumnya memiliki kebisingan 100 dBA dilberikan enclosure (dengan metode
engineering control) sehingga memiliki kebisingan 90 dBA, selain itu
ditambahkan pula safety sign dilokasi kerja, adanya preventive maintenance untuk
menjaga keandalaann mesin dan kebisingan terjaga, pengukuran kebisingan secara
berkala, diberikan pelatihan dan penggunaan earplug yang sesuai.

H. Manajemen risiko k3 di dalam gedung


Sebagai sebuah tempat kerja, Rumah Sakit menjadi sebuah lingkungan
kerja dengan komponen fisik dan non-fisiknya
Rumah sakit dibangun dilengkapi dengan peralatan yang dijalankan dan
harus dipelihara sedemikian rupa untuk menjaga dan mencegah terjadinya
bencana dan kecelakaan. Untuk itulah maka rumah sakit seperti perusahaan
ataupun pabrik penghasil barang memerlukan tim K3 (kesehatan dan keselamatan
kerja). Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) berkaitan dengan kesehatan dan
keselamatan tenaga kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja, yang meliputi segala
upaya untuk mencegah dan menanggulangi segala sakit dan kecelakaan akibat
kerja.

K3 di rumah sakit termasuk dalam Manajemen Fasilitas dan Keselamatan


(MFK) dalam standar akreditasi rumah sakit

a. Keselamatan dan Keamanan

1. Keselamatansuatu tingkatan keadaan tertentu di mana gedung,


halaman/ ground dan peralatan rumah sakit tidak menimbulkan
bahaya atau risiko bagi pasien, staf dan pengunjung.

2. Keamanan-proteksi dari kehilangan, perusakan dan kerusakan,


atau akses serta penggunaan oleh mereka yang tidak berwenang.

b. Bahan berbahaya

penanganan, penyimpanan dan penggunaan bahan radioaktif dan bahan


berbahaya lainnya harus dikendalikan dan limbah bahan berbahaya dibuang
secara aman.

c. Manajemen emergensi

tanggapan terhadap wabah, bencana dan keadaan emergensi direncanakan dan


efektif

d. Pengamanan kebakaran

properti dan penghuninya dilindungi dari kebakaran dan asap.

e. Peralatan medis
peralatan dipilih, dipelihara dan digunakan sedemikian rupa untuk
mengurangi risiko.

f. Sistem utilitas

listrik, air dan sistem pendukung lainnya dipelihara untuk meminimalkan risiko
kegagalan pengoperasian.

Fasilitas rumah sakit harus dalam kondisi layak pakai sehingga pasien,
pengunjung , pekerja dan keluarga pasien mendapatkan jaminan terhindar
dari resiko KAK dan PAK

RS sulit membatasi akses masuk dari orang-orang yang tidak berwenang,


oleh karena itu perlu adanya mekanisme identifikasi antara lain :

1. Karyawan RS dan peserta didik menggunakan ID card

2. Pasien menggunakan gelang identitas

3. Tamu mengisi buku tamu

4. Penunggu pasien menggunakan kartu tunggu

5. B3 harus dapat dikendalikan mulai dari pengadaan , penerimaan,


penyimpanan ,pendistribusian, penggunaan dan pembuangan limbahnya

6. Sifat bahaya dari B3 pada umumnya dapat dilihat pada Material Safety
Data Sheet ( MSDS ) atau Lembar Data Keselamatan Bahan ( LDKB )

7. Penggolongan B3 : bahan beracun, bahan infeksius, bahan mudah


terbakar, bahan korosif, bahan oksidatif, bahan merusak lingkungan ,
bahan mengandung radiasi , bahan mudah meledak dan bahan karsinogen .

I. Manajemen risiko k3 di dalam gedung


1. Ruang bangunan dan halaman : semua ruang/unit dan halaman yang ada
dalam batas pagar RS (bangunan fisik dan kelengkapannya ) yang
dipergunakan untuk berbagai keperluan dan kegiatan RS.
2. Lingkungan bangunan RS harus mempunyai batas yang jelas, dilengkapi
dengan pagar yang kuat dan tidak memungkinkan orang atau binatang
peliharaan keluar masuk dengan bebas

3. Lingkungan bangunan RS harus bebas dari banjir, jika berlokasi di daerah


rawan banjir harus menyediakan fasilitas/teknologi untuk mengatasinya.

4. Lingkungan RS harus bebas dari asap rokok, tidak berdebu, tidak becek,
atau tidak terdapat genangan air, dan dibuat landai menuju ke saluran
terbuka atau tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan disesuiakan
dengan luas halaman

5. Pencahayaan : jalur pejalan kaki harus cukup terang, lingkungan bangunan


RS harus dilengkapi penerangan dengan intensitas cahaya yang cukup
terutama pada area dengan bayangan kuat dan yang menghadap cahaya
yang menyilaukan
6. Kebisingan : terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga
mengganggu atau membahayakan kesehatan. Dengan menanam pohon
(green belt), meninggikan tembok dan meninggikan tanah (bukit buatan)
yang berfungsi untuk penyekatan/ penyerapan bising

7. Kebersihan : halaman bebas dari bahaya dan risiko minimum untuk


terjadinya infeksi silang, masalah kesehatan dan keselamatan kerja

8. Saluran air limbah domestic dan limbah medis harus tertutup dan terpisah,
masing-masing dihubungkan langsung dengan instalasi pengolahan air
limbah.

9. Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas lahan
keseluruhan, sehingga tesedia tempat parkir yang memadai dan dilengkapi
dengan rambu parkir

10. Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu dan tempat-tempat tertentu yang
menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah
11. Lingkungan, ruang, dan bangunan RS harus selalu dalam keadaan bersih
dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan kuantitas yang memenuhi
persyaratan kesehatan sehingga tidak memungkinkan sebagai tempat
berenang dan berkembang biaknya serangga, binatang pengerat, dan
binatang pengganggu lainnya.

12. Jalur lalulintas pejalan kaki dan jalur kendaraan harus dipisahkan.

13. Jalur pejalan kaki :lebar, tidak licin, mengakomodasi penyandang cacat,
memiliki rambu atau marka yang jelas, bebas penghalang dan memiliki rel
pemandu

14. Jalur kendaraan : cukup lebar, konstruksi kuat, tidak berlubang, drainase
baik, memiliki pembatas kecepatan (polisi tidur),marka jalan jelas,
memiliki tanda petunjuk tinggi atau lebar maksimum, memungkinkan
titik perlintasan dan parkir, menyediakan penyebrangan bagi pejalan
kaki

15. Ketetapan yang diatur oleh the environment protection act 1990
mendefenisikan :

16. Polutan : limbah padat dibuang ke tanah,limbah cair dibuang ke tanah atau
saluran air, dibuang ke atmosfir, bising dalam komunitas masyarakat

17. Limbah terkendali : limbah rumah tangga, limbah industri, limbah usaha
komersial

18. Limbah khusus : limbah terkendali yang berbahaya sehingga


membutuhkan prosedur pembuangan khusus

a. Kriteria limbah berbahaya

b. Dapat menyala/mudah menyala

c. Iritan

d. Berbahaya
e. Beracun

f. Karsinogenik

g. Korosif

h. Produk obat-obatan yang hanya diresepkan


DAFTAR PUSTAKA

Allen, carol Vestal, 1998, Memahami Proses keperawatan dengan pendekatan latihan ,
alih bahasa Cristantie Effendy, Jakarta : EGC
Depkes RI, 1991, pedoman uraian tugas tenaga keperawatan dirumah sakit,
Jakarta.:Depkes RI
Morison, MJ , 1992, A.colour guide to the nursing management of wounds, alih bahasa
Monica Ester ,Jakarta :EGC
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 1996)

Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.4 No.4, Desember 2014 (229-238) ISSN:
2087-9334

1. Budiono S. Manajemen Risiko dalam Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Bunga


Rampai Hiperkes dan Keselamatan. Semarang, 2005.
2. Mansur M. Manajemen Risiko Kesehatan di Tempat Kerja. Maj Kedokt Indon,
Volum: 57, Nomor: 9, September 2007
3. Organisasi Perburuhan Internasional. Hidup Saya, Pekerjaan Saya, Pekerjaan
yang Aman Jakarta, Kantor Perburuhan Internasional, 2008
4. World Health Organization. Deteksi dini penyakit akibat kerja. Wijaya C (Ed.)
Suyono J (Alih bahasa). Jakarta: EGC; 1993

Anda mungkin juga menyukai