Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stirena monomer merupakan suatu senyawa yang termasuk anggota dari kelompok

aromatik tak jenuh yang mempunyai rumus kimia C6H5 CH = CH2 (C8H8) dan mempunyai

nama lain phenyl ethylene, vinyl benzene, styrol atau cinnamene. Stirena monomer memiliki

wujud dan kenampakan cairan tak berwarna pada suhu dan tekanan ruang, dengan bau yang

khas. Stirena monomer tidak larut dalam air, tetapi larut dalam metanol, eter, dan etil alkohol.

Stirena (C6H5C2H3) merupakan salah satu produk senyawa aromatik monomer yang saat ini

semakin dibutuhkan. Hal ini terutama disebabkan oleh semakin meningkatnya permintaan

produk produk plastik yang menggunakan bahan dasar stirena. Kegunaan utamanya sebagai zat

antara (intermediet) untuk pembuatan senyawa kimia lainnya dan untuk memperkuat industri

hilir seperti : PolyStyrene (PS), Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS), Styrene Acrylonitrile

(SAN), Styrene Butadiena Latex (SBL), Styrene Butadiene Rubber (SBR), Unsaturated Polyester

Resins (UPR). Kebutuhan dunia akan stirena tiap tahunnya mengalami kenaikan seiring dengan

peningkatan kebutuhan sebagai bahan baku untuk polystirena (+50%), ABS (+ 11 %), SAN (+ 1

%), SBR (+ 15 %), SBL (+ 12%), UPR (+ 11%) (Sari, 2010).

Meningkatnya permintaan dunia akan stirena selalu diikuti dengan peningkatan produksi

pabrik stirena, namun produksi stirena di dalam dunia belum mampu sepenuhnya memenuhi

konsumsi dunia akibat keterbatasan kapasitas pabrik yang telah berdiri. Khususnya di Asia

Tenggara masih terdapat beberapa negara yang kekurangan akan stirena. Sedangkan di

Indonesia, kebutuhan akan stirena sudah dapat terpenuhi oleh PT. Styrindo Mono Indonesia.
Teknologi pembuatan stirena monomer pada awalnya kurang diminati, karena produk polimer

yang dihasilkan rapuh dan mudah patah. Kemudian baru pada tahun 1937, pabrik Badische

Aniline Soda Fabrics (BASF) memperkenalkan terobosan baru dalam bidang teknologi

pembuatan stirena monomer dengan proses dehidrogenasi dari bahan baku etilbenzena.

Keduanya memproduksi stirena monomer dengan kemurnian yang tinggi dan dapat menjadi

polimer yang stabil dan tidak berwarna. Sejak perang dunia kedua, stirena monomer menjadi

sangat penting karena kebutuhan akan karet sintetis semakin meningkat, sehingga dibuatlah

produk stirena monomer secara komersial dalam skala besar. Sejak itu produksi stirena monomer

menunjukkan peningkatan yang pesat dan karena kebutuhan akan stirena monomer terus

meningkat, maka dewasa ini semakin dikembangkan proses produksi stirena monomer yang

lebih efisien dan modern. Dengan harga stirena monomer yang terus meningkat, dan kegunaan

yang penting untuk manusia, akan sangat menguntungkan apabila saat ini mendirikan pabrik

stirena monomer.

Stirena monomer memberi kontribusi besar dalam kehidupan manusia hingga saat ini.

Hal ini terutama disebabkan karena stirena monomer merupakan bahan baku dari produk -

produk plastik yang semakin meningkat kebutuhannya. Kegunaan dari stirena monomer seperti

untuk industri plastik, karet, pelapis kertas, dan industri ban. Kegunaan dari stirena monomer

akan terus meningkat, karena kegunaan yang banyak tersebut.

Sampai saat ini, di Indonesia baru terdapat satu buah pabrik yang memproduksi stirena

monomer, yaitu PT Styrindo Mono Indonesia (PT SMI) dengan kapasitas 340.000 ton/tahun,

yang juga memproduksi etilbenzena dengan kapasitas 380.000 ton/tahun.

Pabrik stirena monomer ini secara umum tergolong pabrik dengan tingkat risiko yang

rendah. Hal ini dapat ditinjau dari bahan baku yang digunakan, proses yang digunakan, dan
produk yang dihasilkan. Bahan baku yang digunakan bersifat non korosif, dan dapat disimpan

pada tekanan rendah. Proses yang digunakan beroperasi pada tekanan rendah. Produk yang

dihasilkan yaitu stirena monomer, bersifat eksplosif, flammable, dan toksik pada batas dan

kondisi tertentu, namun dapat ditangani dengan berbagai tindakan untuk keselamatan kerja.

Pabrik stirena monomer juga pabrik yang ramah lingkungan. Limbah yang dihasilkan tidak

mengandung logam berat dalam jumlah besar. Produk stirena monomer termasuk dalam senyawa

aromatis yang bersifat biodegradable pada tanah dan air.

Berdasarkan deskripsi diatas dilihat lebih jauh akan keuntungan pendirian pabrik stirena

monomer yaitu dari perbandingan harga bahan baku dan hasil produknya. Menurut data yang

diperoleh dari icispricing.com, data harga bahan baku (etilbenzena) yaitu US$1.380-1.400/ton,

sedangkan harga produk yang dihasilkan (stirena monomer) yaitu US$1.720-1.730/ton. Jika

ingin memproduksi 100 ton stirena monomer, maka dari perhitungan dibutuhkan 101,92 ton

etilbenzena. Sehingga, jika dari range harga di atas, diambil harga untuk etilbenzena sebesar

US$ 1.350/ton, dan untuk styrene sebesar US$ 1.720/ton, di dapat keuntungan dengan rincian

sebagai berikut :

Bahan baku (etilbenzena) : 101,92 ton x US$ 1.350/ton = US$ 137.592

Produk (stirena monomer) : 100 ton x US$ 1.720/ton = US$ 172.000

Keuntungan : US$ 172.000 - US$ 137.592 = US$ 34.408

Selain itu, kehadiran pabrik stirena monomer ini akan mendatangkan beberapa keuntungan

seperti :

Menghemat devisa negara, karena dapat mengurangi impor, dan juga dapat

dijadikan ekspor untuk menambah devisa negara.


Membuka peluang untuk didirikannya industri yang menggunakan stirena

monomer sebagai bahan baku.

Menciptakan lapangan kerja baru sehingga dapat mengurangi pengangguran di

Indonesia.

1.2. Kapasitas Rancangan

Untuk menentukan kapasitas pabrik yang akan didirikan, ada beberapa pertimbangan

yang harus diperhatikan, yaitu :

1. Perkiraan kebutuhan pasar dalam negeri.

Untuk mengetahui kebutuhan stirena monomer di Indonesia dapat diketahui dari

besarnya impor dan kenaikan impor tiap tahun. Dari tahun ke tahun kebutuhan stirena

monomer di Indonesia sekarang ini cenderung tidak tetap, kadang mengalami kenaikan

kadang juga mengalami penurunan. Diperkirakan kebutuhan stirena monomer tersebut

akan meningkat pada tahun-tahun mendatang dengan makin berkembangnya industri

yang menggunakan stirena monomer sebagai bahan baku. Data impor stirena monomer

di Indonesia dari tahun 2012 sampai 2017, dapat dilihat pada Tabel 1.1. Sedangkan

untuk data ekspor stirena monomer di Indonesia dari tahun 2012 sampai 2017 dapat

dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.1. Data Impor Stirena Monomer di Indonesia

Tahun Impor (ton)


2012 5354.523
2013 5798.305
2014 8677.802
2015 10598.427
2016 9207.161
2017 9287.534
2013 5.798,31
(Badan Pusat Statistik, 2017)

Tabel 1.2. Data Ekspor Stirena Monomer di Indonesia

Tahun Ekspor (ton)


2012 123.274,834
2013 141.522,110
2014 80.471,448
2015 60.810,500
2016 91.309,970
2017 130.006,402
(Badan Pusat Statistik, 2017)

Kebutuhan impor dan ekspor stirena monomer dapat diperkirakan menggunakan

regresi linier untuk tahun-tahun berikutnya. Dengan regresi linier tersebut dapat dibuat

grafik, baik impor maupun ekspor. Persamaan regresi linier yang digunakan adalah:

= +

Dalam hal ini, x adalah tahun, dan y adalah kebutuhan impor atau ekspor. Untuk

grafik regresi linier impor dapat dilihat pada Gambar 1.1, sedangkan untuk ekspor

dapat dilihat pada Gambar 1.2.

12000

10000

8000
Impor (ton)

y = 908.92x - 2E+06
R = 0.6563
6000

4000

2000

0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tahun

Gambar 1.1. Impor Stirena Monomer di Indonesia


Dari perhitungan, didapatkan persamaan regresi untuk impor adalah

= 908.92 2. 106

Berdasarkan persamaan tersebut, kebutuhan impor stirena monomer di Indonesia

pada tahun 2020 sebesar 163.981,6 ton.

160000

140000
y = -3904x + 8E+06
120000
R = 0.053
Impor (ton)

100000

80000

60000

40000

20000

0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tahun

Gambar 1.2. Ekspor Stirena Monomer di Indonesia

Dari perhitungan, didapatkan persamaan regresi untuk ekspor adalah

= 3904 + 8. 106

Berdasarkan persamaan tersebut, kebutuhan ekspor styrene monomer di Indonesia

pada tahun 2020 sebesar 113.920 ton.

2. Ketersediaan Bahan Baku

Ketersediaan bahan baku merupakan faktor yang sangat penting untuk

kelangsungan produksi pada suatu pabrik. Bahan baku pembuatan stirena monomer

adalah etilbenzena, yang diperoleh dari PT Styrindo Mono Indonesia ( PT SMI ) yang

berlokasi di kawasan industry Puloampel, Banten dengan kapasitas penjualan


etilbenzena sebesar 150.000 ton/tahun. Sedangkan untuk bahan pendukung lainnya

seperti katalis Fe2O3 diperoleh dengan mengimpor dari Chemsource Enterprice,Pte,

Ltd, Singapura.

3. Kapasitas Minimum Pabrik Komersial

Kapasitas pabrik yang sudah ada perlu diperhatikan, sehingga kapasitas dari

pabrik yang akan didirikan menguntungkan. Untuk pabrik komersial stirena monomer

yang sudah ada beserta kapasitasnya dapat dilihat pada Tabel 1.3

Tabel 1.3 Kapasitas Produksi Pabrik Stirena Monomer

No Pabrik dan Lokasi Kapasitas (ton/tahun)


1 PT Styrindo Mono Indonesia 340.000
(Sumber: Chandra Asri Petrochemical, Tbk)
2 American Hoechst Corp., Baton Rouge, La. 290.000
3 American Hoechst Corp., Bayport, Texas 408.000
4 Amoco Chemical Corp., Texas City, Texas 272.000
5 ARCO Chemical Corp., Channelview, Texas 454.000
6 ARCO Chemical Corp., Kobuta, Pa. 100.000
7 Cos-Mar, Carville, La. 590.000
8 Dow, Freeport, Texas 680.000
9 Dow, Midland, Mich 45.000
10 El Paso Products, Odessa, Texas 115.000
11 Gulf, Donaldsonville, La. 272.000
12 Monsanto, Texas City, Texas 680.000
13 Sun, Corpus Christi, Texas 36.000
14 USS Chemicals, Houston, Texas 54.000
(Kirk Othmer, vol 21, 1980)

1.3. Pemilihan Lokasi Pabrik.


Pemilihan lokasi pabrik merupakan hal yang sangat penting dalam setiap perancangan

suatu pabrik, karena menyangkut kelangsungan dan keberhasilannya, baik dari segi ekonomi,

maupun teknisnya. Orientasi perusahaan dalam menentukan lokasi pabrik pada prinsipnya

ditentukan berdasarkan pertimbangan pada letak geografis, teknis, ekonomis dan lingkungan.

Dari pertimbangan tersebut lokasi pabrik dari prarancangan pabrik stirena monomer ini dipilih di

daerah kawasan industri Puloampel, Banten dengan pertimbangan sebagai berikut :

A. Faktor Primer

a. Penyediaan Bahan Baku

Bahan baku merupakan kebutuhan utama bagi kelangsungan suatu pabrik untuk

beroperasi sehingga pengadaannya harus benar-benar diperhatikan. Sehingga

diutamakan lokasi pabrik yang akan didirikan dekat dengan bahan baku. Hal ini dapat

mengurangi biaya transportasi dan penyimpanan serta mengurangi investasi pabrik.

Lokasi pabrik yang dipilih adalah kawasan industri Puloampel di daerah Serang

Utara, Banten. Bahan baku etilbenzena yang digunakan diperoleh dari PT. Styrindo

Mono Indonesia (PT. SMI) yang juga terletak di Serang, Banten.

b. Transportasi

Transportasi bahan baku menuju Pulo Ampel cukup mudah, mengingat fasilitas

jalan tol Merak Jakarta Cikampek cukup memadai dan fasilitas umum transportasi

seperti pelabuhan dan bandara tersedia dekat lokasi pabrik sehingga baik transportasi

bahan baku maupun pemasaran hasil produksi untuk luar negeri tidak mengalami

kesulitan. Banten mempunyai pelabuhan Merak, pelabuhan Ciwandan ,juga terdapat

dermaga khusus (Dersus) di daerah Anyer dan di daerah Karangantu, Serang.


Gambar 1.3. Lokasi Puloampel dan Pelabuhan Merak

B. Faktor Sekunder

a. Tenaga Kerja dan Tenaga Ahli


Area kawasan industri Puloampel berlokasi tidak jauh dari wilayah Jabodetabek
yang memiliki banyak lembaga pendidikan formal maupun nonformal sehingga
memiliki potensi tenaga ahli maupun non ahli baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Dengan didirikannya pabrik ini maka akan mengurangi tingkat pengangguran baik dari
penduduk sekitar ataupun penduduk urban.
b. Kebijakan Pemerintah dan Keadaan Masyarakat
Pendirian suatu pabrik perlu mempertimbangkan kebijakan pemerintah yang terkait
didalamnya. Kebijakan pengembangan industri dan hubungannya dengan pemerataan
kerja dan hasil-hasil pembangunan. kawasan industri Pulo Ampel merupakan daerah
yang telah disiapkan untuk kawasan industri sehingga sudah sesuai dengan kebijakan
dari pemerintah.
c. Utilitas
Penyediaan Energi
Kawasan industri Pulo Ampel menyediakan fasilitas berupa fasilitas untuk emenuhi
kebutuhan listrik dari PLTU Sulfindo dengan kapasitas 1050 MW yang mampu
mensuplai kebutuhan tenaga listrik pabrik serta menggunakan generator yang dibangun
sendiri sebagai cadangan.
Penyediaan Air
Kebutuhan air pabrik meliputi air pendingin proses, air umpan boiler, air konsumsi
umum dan sanitasi serta air pemadam kebakaran diperoleh dari PT. Sauh Bahtera
Samudera yang berada di kawasan industri.
Penyediaan Steam
Kebutuhan steam sebagai media pemanas pada reboiler dipenuhi oleh boiler
yang menggunakan bahan bakar hasil atas separator.
Penyediaan Udara Tekan
Penyediaaan udara tekan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
instrumentasi, untuk penyediaan udara tekan di bengkel, dan untuk kebutuhan umum
yang lain.
Penyediaan Bahan Bakar
Kebutuhan bahan bakar untuk kebutuhan generator yang berupa IDO (Industrial
Diesel Oil) dapat diperoleh dari Pertamina.
Pengolahan Limbah
Limbah yang dihasilkan oleh pabrik berupa limbah cair yang diolah terlebih dahulu
di unit pengolahan limbah cair kemudian dibuang.
d. Proses Produksi

Dalam proses produksi styrene monomer termasuk dalam kategori weight lose

atau bahan baku lebih berat dibandingkan dengan produk yang dihasilkan, namun untuk

styrene monomer kehilangan berat relatif kecil. Secara ekonomi hal tersebut akan

merugikan, tetapi karena dekat dengan sumber bahan baku dan pasar maka pendirian

pabrik di daerah Puloampel masih menguntungkan.

Peta Lokasi
Gambar 1.4 Lokasi Rencana Pendirian Pabrik

1.4. Tinjauan Proses

1.4.1. Pemilihan Proses

Stirena monomer pertama kali diperoleh dengan cara isolasi dari distilasi storax balsam

pada abad ke-19. Saat itu stirena monomer sudah dapat dijadikan polimer tetapi polimer yang

dihasilkan masih getas dan mudah patah, sehingga belum ada yang tertarik untuk menjadikan

stirena monomer dalam skala industri, dan hanya skala laboratorium saja.

Pada tahun 1925, Naugatuck Chemical Co. mencoba memproduksi stirena monomer

dalam skala komersial, tetapi gagal. Baru pada saat perang dunia kedua teknologi pembuatan

stirena monomer berhasil dikembangkan oleh Badische Anilin Soda Fabrics (BASF) dengan cara

dehidrogenasi etilbenzena. Dalam produksi secara komersial, pada umumnya menggunakan

proses dehidrogenasi katalitik (90%) dan oksidasi etilbenzena (10%) (Kirk Othmer, vol 21).
Adapun macammacam proses pembuatan stirena monomer :

1. Dehidrogenasi Katalitik

Dehidrogenasi katalitik adalah reaksi langsung dari etilbenzena menjadi stirena monomer,

cara tersebut adalah proses pembuatan stirena monomer yang banyak dikembangkan dalam

produksi komersial. Salah satu patennya adalah proses LUMMUS/UOP CLASSIC SM yang

sudah digunakan sejak tahun 1970. Saat ini ada 42 pabrik komersial yang sudah beroperasi, dan

3 pabrik dalam tahap desain yang menggunakan proses LUMMUS/UOP CLASSIC SM. Reaksi

terjadi pada fase uap dimana steam melewati katalis padat. Katalis yang digunakan adalah shell

105, yang terdiri dari campuran besi sebagai Fe2O3, kromium sebagai Cr2O3 dan kalium sebagai

K2CO3. Reaksi bersifat endotermis, dan merupakan reaksi kesetimbangan. Sedangkan reaktornya

dapat bekerja secara adiabatis.

Stirena monomer sangat mudah terpolimerisasi, sehingga harus ditambahkan inhibitor pada

kolom distilasi pertama. Inhibitor yang digunakan adalah 4-tert-butylcathecol yang sudah sangat

umum digunakan sebagai inhibitor untuk stirena monomer. Inhibitor ini penting untuk mencegah

stirena monomer terpolimerisasi, yang menghasilkan reaksi eksotermis tinggi yang dapat

membahayakan.

Reaksi yang terjadi :

C6H5 - CH2 - CH3 C6H5 - CH = CH2 + H2

Jika reaksi berjalan tanpa katalis akan menghasilkan yield yang rendah. Temperatur reaktor

berkisar antara 610 660 oC pada tekanan 1 1,5 atm. Pada saat kesetimbangan, konversi

etilbenzena berkisar antara 5070% dengan yield 8895 %mol (Ullmann, vol 34).

2. Oksidasi Etilbenzena
Proses ini digunakan sekitar 10% dari industri stirena monomer. Adapun paten dari proses

ini adalah proses Halcon Internasional yang menghasilkan stirena monomer dan propylene oxide.

Halcon membentuk perusahaan gabungan antara Oxirane Corp. dengan Atlantic Richfield. Pada

tahun 1980, Oxirane sepenuhnya diambil alih oleh Atlantic Richfield. Proses ini mengoksidasi

etilbenzena menjadi ethylbenzene hydroperoxide (EBHP) tanpa katalis. Operasi berlangung pada

temperatur 135-160 oC, dan tekanan 120-220 psi (8,2-15 atm) untuk mempertahankan reaktan

pada fase cair. Kemudian EBHP bereaksi dengan propylene menjadi propylene oxide (PO) dan

-phenylethanol, dengan katalis dengan komponen logam, seperti molybdenum, tungsten, dan

vanadium. Operasi ini berlangsung pada 100-130 oC pada fase cair. Alkohol yang dihasilkan

dapat di dehidrasi menjadi styrene atau dapat di reduksi menjadi ethylbenzene jika tidak

diinginkan styrene.

Dari beberapa uraian proses pembuatan stirena monomer tersebut diatas, maka akan

dirancang pabrik stirena monomer dengan proses dehidrogenasi katalitik LUMMUS/UOP

CLASSIC SM, menggunakan katalis shell 105 dengan alasan sebagai berikut :

1. Proses dehidrogenasi adalah proses yang paling sederhana dan paling banyak dipakai

secara komersial (90%).

2. Kemurnian stirena monomer yang dihasilkan minimum 99,85%.

3. Konversi etilbenzene per pass 69%, dan selektivitas etilbenzena menjadi stirena

monomer lebih dari 97 %mol, dengan biaya operasi minimum.

4. Hasil samping berupa toluena dan benzena, yang bisa dijual sehingga dapat

menambah keuntungan.

Untuk perbandingan proses dehidrogenasi katalitik dengan oksidasi etilbenzena dapat

dilihat pada Tabel 1.4.


Tabel 1.4. Perbandingan Proses Dehidrogenasi Katalitik dan Oksidasi Etilbenzena

Proses Dehidrogenasi Proses Oksidasi


Parameter
Katalitik Etilbenzena
Suhu reaksi 610 660 oC 135 160oC
Tekanan 1 1,5 atm 8,2 15 atm
Konversi 50 - 70% 25 30%
Yield 88 95% 80 85%
Selektivitas 95 - 97% 70%
Katalis Fe2O3, Cr2O3, K2CO3 Molybdenum, tungsten,
vanadium
Reaktor Reaktor tunggal Reaktor seri
Bahan Pembantu Steam dan katalis Propilen, oksigen,
hidrogen, dan bermacam-
macam katalis

1.4.2. Kegunaan Produk

Stirena monomer dapat digunakan antara lain sebagai bahan baku untuk pembuatan

beberapa bahan, antara lain :

1. Polystyrene (PS), industri ini merupakan konsumen terbesar styrene monomer karena untuk

menghasilkan 1 ton polystyrene diperlukan 950 kg stirena monomer. Kegunaannya untuk

membuat general purpose polystyrene (GPPS), high impact polystyrene (HIPS), dan lain-

lain.

2. Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS), industri ini mengkonsumsi 600 kg stirena monomer

untuk menghasilkan 1 ton ABS. Kegunaannya untuk pembuatan plastik keras bagi

komponen mobil, gagang telpon, pipa plastik, dan lain-lain.


3. Styrene Butadiena Latex (SBL), industri ini mengkonsumsi 550 kg stirena monomer untuk

menghasilkan 1 ton SBL. Kegunaannya untuk pembuatan pelapis kertas dan pelapis karet.

4. Impact Polystyrene Rubber (IPR), kegunaannya adalah untuk industri auto mobil.

5. Styrene Butadiene Rubber (SBR), digunakan dalam industri ban, radiator, heater, dan

sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai