Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Stirena monomer merupakan suatu senyawa yang termasuk anggota dari kelompok
aromatik tak jenuh yang mempunyai rumus kimia C6H5 CH = CH2 (C8H8) dan mempunyai
nama lain phenyl ethylene, vinyl benzene, styrol atau cinnamene. Stirena monomer memiliki
wujud dan kenampakan cairan tak berwarna pada suhu dan tekanan ruang, dengan bau yang
khas. Stirena monomer tidak larut dalam air, tetapi larut dalam metanol, eter, dan etil alkohol.
Stirena (C6H5C2H3) merupakan salah satu produk senyawa aromatik monomer yang saat ini
semakin dibutuhkan. Hal ini terutama disebabkan oleh semakin meningkatnya permintaan
produk produk plastik yang menggunakan bahan dasar stirena. Kegunaan utamanya sebagai zat
antara (intermediet) untuk pembuatan senyawa kimia lainnya dan untuk memperkuat industri
hilir seperti : PolyStyrene (PS), Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS), Styrene Acrylonitrile
(SAN), Styrene Butadiena Latex (SBL), Styrene Butadiene Rubber (SBR), Unsaturated Polyester
Resins (UPR). Kebutuhan dunia akan stirena tiap tahunnya mengalami kenaikan seiring dengan
peningkatan kebutuhan sebagai bahan baku untuk polystirena (+50%), ABS (+ 11 %), SAN (+ 1
Meningkatnya permintaan dunia akan stirena selalu diikuti dengan peningkatan produksi
pabrik stirena, namun produksi stirena di dalam dunia belum mampu sepenuhnya memenuhi
konsumsi dunia akibat keterbatasan kapasitas pabrik yang telah berdiri. Khususnya di Asia
Tenggara masih terdapat beberapa negara yang kekurangan akan stirena. Sedangkan di
Indonesia, kebutuhan akan stirena sudah dapat terpenuhi oleh PT. Styrindo Mono Indonesia.
Teknologi pembuatan stirena monomer pada awalnya kurang diminati, karena produk polimer
yang dihasilkan rapuh dan mudah patah. Kemudian baru pada tahun 1937, pabrik Badische
Aniline Soda Fabrics (BASF) memperkenalkan terobosan baru dalam bidang teknologi
pembuatan stirena monomer dengan proses dehidrogenasi dari bahan baku etilbenzena.
Keduanya memproduksi stirena monomer dengan kemurnian yang tinggi dan dapat menjadi
polimer yang stabil dan tidak berwarna. Sejak perang dunia kedua, stirena monomer menjadi
sangat penting karena kebutuhan akan karet sintetis semakin meningkat, sehingga dibuatlah
produk stirena monomer secara komersial dalam skala besar. Sejak itu produksi stirena monomer
menunjukkan peningkatan yang pesat dan karena kebutuhan akan stirena monomer terus
meningkat, maka dewasa ini semakin dikembangkan proses produksi stirena monomer yang
lebih efisien dan modern. Dengan harga stirena monomer yang terus meningkat, dan kegunaan
yang penting untuk manusia, akan sangat menguntungkan apabila saat ini mendirikan pabrik
stirena monomer.
Stirena monomer memberi kontribusi besar dalam kehidupan manusia hingga saat ini.
Hal ini terutama disebabkan karena stirena monomer merupakan bahan baku dari produk -
produk plastik yang semakin meningkat kebutuhannya. Kegunaan dari stirena monomer seperti
untuk industri plastik, karet, pelapis kertas, dan industri ban. Kegunaan dari stirena monomer
Sampai saat ini, di Indonesia baru terdapat satu buah pabrik yang memproduksi stirena
monomer, yaitu PT Styrindo Mono Indonesia (PT SMI) dengan kapasitas 340.000 ton/tahun,
Pabrik stirena monomer ini secara umum tergolong pabrik dengan tingkat risiko yang
rendah. Hal ini dapat ditinjau dari bahan baku yang digunakan, proses yang digunakan, dan
produk yang dihasilkan. Bahan baku yang digunakan bersifat non korosif, dan dapat disimpan
pada tekanan rendah. Proses yang digunakan beroperasi pada tekanan rendah. Produk yang
dihasilkan yaitu stirena monomer, bersifat eksplosif, flammable, dan toksik pada batas dan
kondisi tertentu, namun dapat ditangani dengan berbagai tindakan untuk keselamatan kerja.
Pabrik stirena monomer juga pabrik yang ramah lingkungan. Limbah yang dihasilkan tidak
mengandung logam berat dalam jumlah besar. Produk stirena monomer termasuk dalam senyawa
Berdasarkan deskripsi diatas dilihat lebih jauh akan keuntungan pendirian pabrik stirena
monomer yaitu dari perbandingan harga bahan baku dan hasil produknya. Menurut data yang
diperoleh dari icispricing.com, data harga bahan baku (etilbenzena) yaitu US$1.380-1.400/ton,
sedangkan harga produk yang dihasilkan (stirena monomer) yaitu US$1.720-1.730/ton. Jika
ingin memproduksi 100 ton stirena monomer, maka dari perhitungan dibutuhkan 101,92 ton
etilbenzena. Sehingga, jika dari range harga di atas, diambil harga untuk etilbenzena sebesar
US$ 1.350/ton, dan untuk styrene sebesar US$ 1.720/ton, di dapat keuntungan dengan rincian
sebagai berikut :
Selain itu, kehadiran pabrik stirena monomer ini akan mendatangkan beberapa keuntungan
seperti :
Menghemat devisa negara, karena dapat mengurangi impor, dan juga dapat
Indonesia.
Untuk menentukan kapasitas pabrik yang akan didirikan, ada beberapa pertimbangan
besarnya impor dan kenaikan impor tiap tahun. Dari tahun ke tahun kebutuhan stirena
monomer di Indonesia sekarang ini cenderung tidak tetap, kadang mengalami kenaikan
yang menggunakan stirena monomer sebagai bahan baku. Data impor stirena monomer
di Indonesia dari tahun 2012 sampai 2017, dapat dilihat pada Tabel 1.1. Sedangkan
untuk data ekspor stirena monomer di Indonesia dari tahun 2012 sampai 2017 dapat
regresi linier untuk tahun-tahun berikutnya. Dengan regresi linier tersebut dapat dibuat
grafik, baik impor maupun ekspor. Persamaan regresi linier yang digunakan adalah:
= +
Dalam hal ini, x adalah tahun, dan y adalah kebutuhan impor atau ekspor. Untuk
grafik regresi linier impor dapat dilihat pada Gambar 1.1, sedangkan untuk ekspor
12000
10000
8000
Impor (ton)
y = 908.92x - 2E+06
R = 0.6563
6000
4000
2000
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tahun
= 908.92 2. 106
160000
140000
y = -3904x + 8E+06
120000
R = 0.053
Impor (ton)
100000
80000
60000
40000
20000
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tahun
= 3904 + 8. 106
kelangsungan produksi pada suatu pabrik. Bahan baku pembuatan stirena monomer
adalah etilbenzena, yang diperoleh dari PT Styrindo Mono Indonesia ( PT SMI ) yang
Ltd, Singapura.
Kapasitas pabrik yang sudah ada perlu diperhatikan, sehingga kapasitas dari
pabrik yang akan didirikan menguntungkan. Untuk pabrik komersial stirena monomer
yang sudah ada beserta kapasitasnya dapat dilihat pada Tabel 1.3
suatu pabrik, karena menyangkut kelangsungan dan keberhasilannya, baik dari segi ekonomi,
maupun teknisnya. Orientasi perusahaan dalam menentukan lokasi pabrik pada prinsipnya
ditentukan berdasarkan pertimbangan pada letak geografis, teknis, ekonomis dan lingkungan.
Dari pertimbangan tersebut lokasi pabrik dari prarancangan pabrik stirena monomer ini dipilih di
A. Faktor Primer
Bahan baku merupakan kebutuhan utama bagi kelangsungan suatu pabrik untuk
diutamakan lokasi pabrik yang akan didirikan dekat dengan bahan baku. Hal ini dapat
Lokasi pabrik yang dipilih adalah kawasan industri Puloampel di daerah Serang
Utara, Banten. Bahan baku etilbenzena yang digunakan diperoleh dari PT. Styrindo
b. Transportasi
Transportasi bahan baku menuju Pulo Ampel cukup mudah, mengingat fasilitas
jalan tol Merak Jakarta Cikampek cukup memadai dan fasilitas umum transportasi
seperti pelabuhan dan bandara tersedia dekat lokasi pabrik sehingga baik transportasi
bahan baku maupun pemasaran hasil produksi untuk luar negeri tidak mengalami
B. Faktor Sekunder
Dalam proses produksi styrene monomer termasuk dalam kategori weight lose
atau bahan baku lebih berat dibandingkan dengan produk yang dihasilkan, namun untuk
styrene monomer kehilangan berat relatif kecil. Secara ekonomi hal tersebut akan
merugikan, tetapi karena dekat dengan sumber bahan baku dan pasar maka pendirian
Peta Lokasi
Gambar 1.4 Lokasi Rencana Pendirian Pabrik
Stirena monomer pertama kali diperoleh dengan cara isolasi dari distilasi storax balsam
pada abad ke-19. Saat itu stirena monomer sudah dapat dijadikan polimer tetapi polimer yang
dihasilkan masih getas dan mudah patah, sehingga belum ada yang tertarik untuk menjadikan
stirena monomer dalam skala industri, dan hanya skala laboratorium saja.
Pada tahun 1925, Naugatuck Chemical Co. mencoba memproduksi stirena monomer
dalam skala komersial, tetapi gagal. Baru pada saat perang dunia kedua teknologi pembuatan
stirena monomer berhasil dikembangkan oleh Badische Anilin Soda Fabrics (BASF) dengan cara
proses dehidrogenasi katalitik (90%) dan oksidasi etilbenzena (10%) (Kirk Othmer, vol 21).
Adapun macammacam proses pembuatan stirena monomer :
1. Dehidrogenasi Katalitik
Dehidrogenasi katalitik adalah reaksi langsung dari etilbenzena menjadi stirena monomer,
cara tersebut adalah proses pembuatan stirena monomer yang banyak dikembangkan dalam
produksi komersial. Salah satu patennya adalah proses LUMMUS/UOP CLASSIC SM yang
sudah digunakan sejak tahun 1970. Saat ini ada 42 pabrik komersial yang sudah beroperasi, dan
3 pabrik dalam tahap desain yang menggunakan proses LUMMUS/UOP CLASSIC SM. Reaksi
terjadi pada fase uap dimana steam melewati katalis padat. Katalis yang digunakan adalah shell
105, yang terdiri dari campuran besi sebagai Fe2O3, kromium sebagai Cr2O3 dan kalium sebagai
K2CO3. Reaksi bersifat endotermis, dan merupakan reaksi kesetimbangan. Sedangkan reaktornya
Stirena monomer sangat mudah terpolimerisasi, sehingga harus ditambahkan inhibitor pada
kolom distilasi pertama. Inhibitor yang digunakan adalah 4-tert-butylcathecol yang sudah sangat
umum digunakan sebagai inhibitor untuk stirena monomer. Inhibitor ini penting untuk mencegah
stirena monomer terpolimerisasi, yang menghasilkan reaksi eksotermis tinggi yang dapat
membahayakan.
Jika reaksi berjalan tanpa katalis akan menghasilkan yield yang rendah. Temperatur reaktor
berkisar antara 610 660 oC pada tekanan 1 1,5 atm. Pada saat kesetimbangan, konversi
etilbenzena berkisar antara 5070% dengan yield 8895 %mol (Ullmann, vol 34).
2. Oksidasi Etilbenzena
Proses ini digunakan sekitar 10% dari industri stirena monomer. Adapun paten dari proses
ini adalah proses Halcon Internasional yang menghasilkan stirena monomer dan propylene oxide.
Halcon membentuk perusahaan gabungan antara Oxirane Corp. dengan Atlantic Richfield. Pada
tahun 1980, Oxirane sepenuhnya diambil alih oleh Atlantic Richfield. Proses ini mengoksidasi
etilbenzena menjadi ethylbenzene hydroperoxide (EBHP) tanpa katalis. Operasi berlangung pada
temperatur 135-160 oC, dan tekanan 120-220 psi (8,2-15 atm) untuk mempertahankan reaktan
pada fase cair. Kemudian EBHP bereaksi dengan propylene menjadi propylene oxide (PO) dan
-phenylethanol, dengan katalis dengan komponen logam, seperti molybdenum, tungsten, dan
vanadium. Operasi ini berlangsung pada 100-130 oC pada fase cair. Alkohol yang dihasilkan
dapat di dehidrasi menjadi styrene atau dapat di reduksi menjadi ethylbenzene jika tidak
diinginkan styrene.
Dari beberapa uraian proses pembuatan stirena monomer tersebut diatas, maka akan
CLASSIC SM, menggunakan katalis shell 105 dengan alasan sebagai berikut :
1. Proses dehidrogenasi adalah proses yang paling sederhana dan paling banyak dipakai
3. Konversi etilbenzene per pass 69%, dan selektivitas etilbenzena menjadi stirena
4. Hasil samping berupa toluena dan benzena, yang bisa dijual sehingga dapat
menambah keuntungan.
Stirena monomer dapat digunakan antara lain sebagai bahan baku untuk pembuatan
1. Polystyrene (PS), industri ini merupakan konsumen terbesar styrene monomer karena untuk
membuat general purpose polystyrene (GPPS), high impact polystyrene (HIPS), dan lain-
lain.
2. Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS), industri ini mengkonsumsi 600 kg stirena monomer
untuk menghasilkan 1 ton ABS. Kegunaannya untuk pembuatan plastik keras bagi
menghasilkan 1 ton SBL. Kegunaannya untuk pembuatan pelapis kertas dan pelapis karet.
4. Impact Polystyrene Rubber (IPR), kegunaannya adalah untuk industri auto mobil.
5. Styrene Butadiene Rubber (SBR), digunakan dalam industri ban, radiator, heater, dan
sebagainya.