PENDAHULUAN
1. Memberikan shotgun prescription yaitu 6-10 R/ dalam satu resep, hal ini
memungkinkan terjadinya interaksi antar obat akan besar
2. Memberikan obat konveksi, yaitu memberikan obat jadi yang dibuat secara massal di
pabrik tanpa memperhatikan dosis individu sehingga dosisnya tidak cocok bagi
penderita
3. Memberikan obat jenis antibiotik atau antiinfeksi kurang dari seharusnya, idealnya
obat diresepkan untuk pemakaian 3-5 hari; tidak memperhatikan keadaan ekonomi
penderita dalam memberikan obat. Namun dalam pemberiannya juga harus tepat
indikasi.
1
Pemantauan resep dilakukan dalam rangka mengevaluasi aturan pengobatan
pasien agar tepat dan efektif. Pemantauan resep atau pasien yang rutin akan memastikan
bahwa :
1. Obat yang tepat diberikan dengan dosis, rute dan frekuensi yang tepat.
2. Interaksi obat yang bermakna dapat dihindari.
3. Efek samping obat dapat diantisipasi dan dicegah atau ditangani secara tepat, dan jika
diperlukan pemantauan terhadap konsentrasi obat dalam plasma.(Anonim, 2003)
Resep yang baik harus memenuhi informasi yang cukup agar apoteker atau
perawat yang bersangkutan mengerti obat apa yang akan diberikan kepada pasien
(Katzung, 2009). Setiap negara mempunyai ketentuan sendiri tentang informasi apa yang
harus tercantum dalam sebuah resep, juga memiliki perundangan sendiri tentang obat
mana yang harus diperoleh dengan resep dan siapa yang menulis resepnya (De Vries,
1998). Menurut aturan penulisan resep pada Ars Prescribendi, dalam menuliskan suatu
resep harus diperhatikan kejelasan tulisan dan kelengkapan resep yang meliputi inscriptio,
prescriptio, signatura, dan subscriptio. Kesalahan dalam penulisan resep terjadi jika
terjadi kesalahan dalam penulisan komponen resep di atas (Sari, 2005).
2
dapat diidentifikasi. Hasil studi Bobb di Chicago, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa
kesalahan dalam penulisan resep di rumah sakit umum sering terjadi sehingga banyak
rumah sakit di Amerika yang mempertimbangkan pemakaian komputer dalam pemesanan
obat. Terbukti, pemakaian komputer dapat menurunkan kejadian kesalahan penulisan
dosis obat, yang merupakan kesalahan dalam penulisan resep terbanyak, sebanyak 20%
(Bobb, 2004).
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Contoh resep yang benar:
1. Identitas Dokter Nama, nomor surat ijin praktek, alamat praktek dan
rumah dokter penulis resep serta dapat dilengkapi dengan nomor telepon dan
hari serta jam praktek. Biasanya sudah tercetak dalam blanko resep.
2. Nama kota (sudah dicetak dalam blanko resep) dan tanggal ditulis resep
3. Superscriptio Ditulis dengan symbol R/ (recipe=harap diambil). Biasanya
sudah dicetak dalam blanko. Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan
obat/formula resep, diperlukan penulisan R/ lagi.
4. InscriptioIni merupakan bagian inti resep, berisi nama obat, kekuatan dan jumlah
obat yang diperlukan dan ditulis dengan jelas
5. SubscriptioBagian ini mencantumkan bentuk sediaan obat (BSO) dan jumlahnya.
Cara penulisan (dengan singkatan bahasa latin) tergantung dari macam formula resep
yang digunakan.
5
Contoh:
m.f.l.a. sol
6. Signatura
Berisi informasi tentang aturan penggunaan obat bagi pasien yaitu meliputi
frekuensi, jumlah obat dan saat diminum obat, dl .
Contoh : s.t.d.d.tab.I.u.h.p.c ( tandailah tiga kali sehari satu tablet satu jam setelah
makan)
7. Identitas pasien
Umumnya sudah tercantum dalam blanko resep (tulisan pro dan
umur). Nama pasien dicantumkan dalan pro. Sebaiknya juga mencantumkan berat
badan pasien supaya kontrol dosis oleh apotek dapat akurat.
6
2.3 Pelayanan Resep di Apotek
1. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan.
2. Pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker pengelola apotek.
3. Apoteker wajib melayani resep sesuai dgn tanggung jawab dan keahlian profesinya
yg dilandasi pd kepentingan masyarakat.
4. Apoteker tidak diizinkan mengganti obat generik yg ditulis di dalam resep dgn obat
paten.
5. Bila pasien tidak mampu menebus obat yg tertulis dlm resep, apoteker dpt
mengganti obat paten dgn obat generik atas persetujuan pasien.
7
Ketentuan tambahan :
8
5. Pada saat pemusnahan harus dibuat berita acar pemusnahan yang mencantumkan :
a. Hari & tanggal pemusnahan
b. Tanggal yang terawal dan terakhir dari resep
c. Berat resep yg dimusnahkan dlm kilogram.
Hal yang sangat penting untuk menjadi pertimbangan dalam memilih obat:
9
Dengan mempertimbangkan hal di atas, diharapkan preskripsi obat dokter
akan tepat berdasar manfaat, keamanan, ekonomi, serta cocok bagi penderita Untuk
mewujudkan terapi obat yang rasional dan untuk meningkatkan daya guna dan hasil
gunaserta biaya, maka seorang dokter perlu memahami kriteria bahan obat dalam
preskripsi. Bahan obat di dalam resep termasuk bagian dari unsur inscriptio dan
merupakan bahan baku, obat standar (obat dalam formula baku/resmi, sediaan
generik) atau bahan jadi/paten.
Nama obat dapat dipilih dengan nama generik (nama resmi dalam buku
Farmakope Indonesia) atau nama paten (nama yang diberikan pabrik). Pengguna
jenis obat paten perlu memperhatikan kekuatan bahan aktif dan atau komposisi obat
yang dikandung di dalamnya agar pemilihan obat yang rasional dapat tercapai dan
pelayanan obat di apotek tidak menjumpai adanya masalah.
Contoh: Apabila dalam terapi perlu diberikan bahan obat Paracetamol, maka
dapat dipilih bahan baku (ada di apotik), sediaan generik berlogo (bentuk tablet atau
sirup paracetamol atau sediaan paten) Jumlah obat yang ditulis di dalam resep
tergatung dari lama pemberian dan frekuensi pemberian. Parameter yang diperlukan
untuk menentukannya adalah lama perjalanan penyakit, tujuan terapi, dan kondisi
penderita. Jumlah obat dituliskan dengan angka Romawi untuk jenis
sediaan jadi/paten.
Dibedakan menjadi 3 :
10
d. Golongan obat bebas terbatas atau W (ct: paracetamol, pirantel palmoat)
e. Golongan obat bebas (ct: Vitamin B1, Vitamin C)
DOSIS
Dosis yang ideal adalah dosis yang diberikan per individual. Hal ini mengingat
bahwa respon penderita terhadap obat sangat individualistis. Penentuan dosis perlu
mempertimbangkan:
1. Kondisi pasien (seperti : umur, berat badan, fisiologi dan fungsi organ tubuh)
11
2. kondisi penyakit (akut, kronis, berat/ringan)
Perhitungan dosis pada anak secara ideal menggunakan dasar ukuran fisik
(berat badan atau luas permukaan tubuh). Apabila dosis anak dihitung dengan
perbandingan dengan dosis dewasa, yaitu dengan memakai rumus perhitungan
dosis anak (antara lain Young, Clark), maka perlu diperhatikan tentang ketelitian dari
rumus yang dipakai.
JADWAL PEMBERIAN
Jadwal pemberian ini meliputi frekuensi, satuan dosis per kali dan
saat/waktu pemberian obat. Dalam resep tertuang dalam unsur signatura.
FREKUENSI
SAAT/WAKTU PEMBERIAN
Hal ini dibutuhkan bagi obat tertentu supaya dalam pemberiannya memiliki
efek optimal, aman dan mudah di kuti pasien. Misal: Obat yang
absorbsinya terganggu oleh makanan sebaiknya diberikan saat perut kosong 1/2
1 jam sebelum makan (1/2 1 h. a.c), obat yang mengiritasi lambung diberikan
12
sesudah makan (p.c) dan obat untuk memepermudah tidur diberikan sebelum tidur
(h.s), dl .
LAMA PEMBERIAN
13
menggunakan singkatan bahasa latin baku, pada blanko standar (ukuran lebar 10-12
cm, panjang 15-18 cm)
14
Cth. = sendok teh (volume 5 ml)
Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml)
Catatan : Hindari penggunaan sendok teh dan senok makan rumah
tangga karena volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml
untuk sendok teh. Gunakan sendok plastik (5 ml) atau alat lain ( volume 5, 10, 15
ml) yang disertakan dalam sediaaan cair paten.
4. Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang beredar
dipasaran dengan beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta harus
ditulis, misalkan Tab. Primperan 5 mg atau Tab. Primperan 10 mg.
Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan
jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal :
15
6. Penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian (bagian signatura)
7. Setiap selesai menuliskan resep diberi tanda penutup berupa garis penutup (untuk 1
R/) atau tanda pemisah di antara R/ (untuk > 2R/) dan paraf/tanda tangan pada setiap
R/.
8. Resep ditulis sekali jadi, tidak boleh ragu-ragu, hindari coretan, hapusan dan tindasan.
9. Penulisan tanda Iter (Itteretur/ harap diulang) dan N.I. (Ne Iterretur/tidak boleh
diulang) Resep yang memerlukan pengulanagan dapat diberi tanda: Iter n X di sebelah
kiri atas dari resep untuk seluruh resep yang diulang. Bila tidak semua resep, maka
ditulis di bawah setiap resep yang diulang. Resep yang tidak boleh diulang, dapat
diberi tanda: NI di sebelah kiri atas dari resep untuk seluruh resep yang tidak boleh
diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiap resep yang diulang.
16
2.9 Keputusan Penulisan Resep Obat DPHO/NON DPHO
Undang-Undang no 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran pasal 35 ayat 1
mengatakan :
1. Dokter yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang melakukan
praktek kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki terdiri
atas :
a. Mewawancarai pasien
b. Memeriksa fisik dan mental pasien
c. Menentukan pemeriksaan penunjang
d. Menegakkan diagnosis
e. Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien
f. Melakukan tindakan kedokteran
g. Menulis resep obat dan alat kesehatan
h. Menerbitkan surat keterangan dokteri.
i. Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diijinkan
j. Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien
Pada huruf g ayat 1 tersebut di atas dijelaskan tugas praktek dokter antara lain
menulis resep obat. Tentang resep obat ini Menteri Kesehatan no
1013/MENKES/SK/9/2001 tanggal 27 September 2001, memutuskan bahwa bagi peserta
Askes, resep yang ditulis dokter adalah dengan jenis dan harga obat yang sesuai dengan
Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) PT. Askes. Perlu diketahui, menurut Mc. Farland
yang dikutip oleh Susilowati (2006), keputusan menulis resep oleh dokter tergolong
keputusan rutin sedang menurut Irwin, D Bross termasuk keputusan kognitif, yang
dipengaruhi oleh banyak faktor Mengapa meskipun sudah paham, tetap enggan menulis
resep DPHO alasannya dalam pembahasan faktor-faktor berikut ini.
17
dokter harus memilih obat yang data ilmiahnya lengkap dengan uji klinik dan kajian
epidemiologis. (Susilowati, 2006)
Bila terdapat dua atau lebih obat yang sama manjurnya menurut WHO (1997),
pilihan jatuh pada obat yang :
1. Telah lebih banyak diteliti
2. Sifat farmakokinetiknya paling menguntungkan
3. Dibuat oleh pabrik lokal (WHO, 1997).
Backgound
Factors.
(Latar belakang) Attitude Toward
Behavioural Belief
the Behaviour
Personal Keyakinan menulis
Sikap terhadap
Sikap umum resep
penulisan resep
terhadap sesuatu
Sifat
Keperibadian
Nilai hidup
Emosi Subjective Norm
Normative Belief
Kecerdasan Norma subjektif Intention
Keyakinan
Sosial Niat untuk menulis
normatif resep
Umur,
Jenis kelamin,
Ras,
Etnik,
Pendidikan,
Penghasilan, Control Belief Precieved Behaviour
Agama. Keyakinan Control
mengendalikan Perilaku menulis resep
Informasi yang dipersepsi
Pengalaman
Pengetahuan
Ekspos pada
media
Safety
Suitabilitas
Pemilihan obat
Cost
Kemudahan
Terapi dimulai
Kerangka Teori Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pola Peresepan Dokter. Ajzen (2005), Regaletha (2009)
18
2.12 KERANGKA KONSEP
SIKAP TERHADAP
PENULISAN RESEP
- Sifat
- Sikap Umum terhadap
Sesuatu
- Karakteristik Individu
PERSEPSI PENGENDALIAN
PERILAKU MENULIS RESEP
- Keyakinan
- Pengetahuan
- Informasi
Bagan Theory of Planned Behaviour (Ajzen, 1991)
- Ketersediaan Obat
Sehubungan dengan kepatuhan dokter menulis resep
19
5. harga terjangkau
Formula Magistralis
Formula ini dikenal dengan resep racikan.Dalam hal ini, dokter selain menuliskan
bahan obat, juga bahan tambahan. Bahan tambahan yang ditambahkan tergantung dari
sediaan yang di nginkan. Oleh karena itu, penting sekali diperhatikan sifat obat,
interaksi farmasetik, macam bentuk sediaan dan macam bahan tambahan yang dapat
digunakan serta pedoman penulisan resep magistralis. Hal-hal yang penting
diperhatikan dalam formula magistralis :
1. Bahan obat, sedapat mungkin menggunakan bahan baku. Penggunaan sediaan
jadi/paten (tablet, sirup, dl ) sering menimbulkan masalah baik dalam pelayanan(
misalkan tidak dapat halus, tidak homogen, dan tidak stabil) maupun kerasionalan
terapi (antara lain perubahan formula sediaan, perubahan bioaviabilitas obat,
perubahan absorbsi, penurunan konsentrasi obat). Pencampuran bahan yang
lebih dari satu macam harus dipertimbangkan adanya interaksi
(farmasetik dan farmakologi) dan rasionalitas obat.
2. Bentuk sediaan yang dapat dipilih meliputi serbuk (pulveres dan pulvis
adspersorium), kapsul, larutan (solusio, infusa), suspensi, unguenta, cream dan
pasta.
3. Penentuan bahan tambahan (corrigen saporis, corrigen odoris, corrigen
coloris, dan constituent/vehiculum).
Contoh penyusunan resep formula magistralis :
1. Dokter Razi Maulana, SIP 087/2008 beralamat di JL. T.Bendahara No. 1
Banda Aceh pada tanggal 15 maret 2011 menulis resep formula magistralis
dengan bentuk sediaan pulveres (puyer) sebanyak 10 bungkus, setiap
bungkus mengandung paracetamol 120 mg. Puyer ini diberikan kepada Sari
(2 tahun, 12 kg) dengan aturan pakai:bila panas diberikan 3 X sehari, tiap
kali satu bungkus.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Resep menurut Kepmenkes RI No.1197/MENKES/SK/X/2004 adalah permintaan
tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Resep merupakan aspek yang penting untuk menunjang kualitas hidup pasien. Untuk
meningkatkan kualitas peresepan di rumah sakit, resep yang ditulis oleh dokter harus
memenuhi syarat antara lain: kelengkapan resep, penulisan obat dengan nama generik,
obat termasuk dalam FRS, dan tidak ada efek samping yang membahayakan.
Tidak ada standar baku di dunia tentang penulisan resep. Untuk
Indonesia, resep yang lengkap menurut SK Menkes RI No. 26/2981 (BAB III, pasal
10) memuat :
1. Nama, alamat, Nomor Surat Ijin Praktek Dokter (NSIP)
2. Tanggal penulisan resep
3. Nama setiap obat/komponen obat
4. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep
5. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dengan jumlah
melebihi dosismaksimum
Langkah-langkah preskripsi diantaranya adalah :
1. Pemilihan obat yang tepat
2. Penetapan cara pemberian dan aturan dosis yang tepat
3. Pemilihan BSO yang tepat
4. Pemilihan formula resep yang tepat
5. Penulisan preskripsi dalam blanko resep yang benar (lege artis)
6. Pemberian informasi bagi penderita yang tepat
21
DAFTAR PUSTAKA
1. http://kampusfarmasi.blogspot.co.id/2015/07/pengertian-resep.html
2. http://nurhikmaalbasir.blogspot.co.id/2012/09/definisi-resep.html
3. http://m-rifqi-rokhman.staff.ugm.ac.id/2014/03/09/salinan-resep-lengkap/
4. Ansel, H.C., 1981 Introduction to pharmaceutical dosage forms, Lea & Febiger,
Philadelphia
5. Martin, a.n., 1970 Physical pharmacy, second edition, Lea & Febiger, Philadelphia
6. Moh. Anief, 1984 Ilmu Farmasi, Ghalia Indonesia, Jakarta
7. Alwi,M. (2002) Analisis Kepatuhan Dokter Menulis Resep Berdasarkan Folmularium
di Rumah Sakit Dokter Mohammad Hoesin Palembang Pada Tahun 2002. Thesis,
Universitas Indonesia.
22