Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Resep menurut Kepmenkes RI No.1197/MENKES/SK/X/2004 adalah


permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Resep merupakan aspek yang penting untuk menunjang kualitas hidup
pasien. Untuk meningkatkan kualitas peresepan di rumah sakit, resep yang ditulis oleh
dokter harus memenuhi syarat antara lain: kelengkapan resep, penulisan obat dengan
nama generik, obat termasuk dalam FRS, dan tidak ada efek samping yang
membahayakan.

Menurut Kepmenkes RI No.1027/MENKES/SK/IX/2004 persyaratan


administrasi peresepan meliputi nama dan alamat dokter, serta nomor Surat Izin Praktek;
tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter penulis resep; nama, alamat,
umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang
diminta; cara pemakaian yang jelas; informasi lainnya yang diperlukan.

Beberapa contoh penulisan resep yang tidak rasional, seperti :

1. Memberikan shotgun prescription yaitu 6-10 R/ dalam satu resep, hal ini
memungkinkan terjadinya interaksi antar obat akan besar
2. Memberikan obat konveksi, yaitu memberikan obat jadi yang dibuat secara massal di
pabrik tanpa memperhatikan dosis individu sehingga dosisnya tidak cocok bagi
penderita
3. Memberikan obat jenis antibiotik atau antiinfeksi kurang dari seharusnya, idealnya
obat diresepkan untuk pemakaian 3-5 hari; tidak memperhatikan keadaan ekonomi
penderita dalam memberikan obat. Namun dalam pemberiannya juga harus tepat
indikasi.

1
Pemantauan resep dilakukan dalam rangka mengevaluasi aturan pengobatan
pasien agar tepat dan efektif. Pemantauan resep atau pasien yang rutin akan memastikan
bahwa :

1. Obat yang tepat diberikan dengan dosis, rute dan frekuensi yang tepat.
2. Interaksi obat yang bermakna dapat dihindari.
3. Efek samping obat dapat diantisipasi dan dicegah atau ditangani secara tepat, dan jika
diperlukan pemantauan terhadap konsentrasi obat dalam plasma.(Anonim, 2003)

Resep yang baik harus memenuhi informasi yang cukup agar apoteker atau
perawat yang bersangkutan mengerti obat apa yang akan diberikan kepada pasien
(Katzung, 2009). Setiap negara mempunyai ketentuan sendiri tentang informasi apa yang
harus tercantum dalam sebuah resep, juga memiliki perundangan sendiri tentang obat
mana yang harus diperoleh dengan resep dan siapa yang menulis resepnya (De Vries,
1998). Menurut aturan penulisan resep pada Ars Prescribendi, dalam menuliskan suatu
resep harus diperhatikan kejelasan tulisan dan kelengkapan resep yang meliputi inscriptio,
prescriptio, signatura, dan subscriptio. Kesalahan dalam penulisan resep terjadi jika
terjadi kesalahan dalam penulisan komponen resep di atas (Sari, 2005).

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa peresepan yang salah, informasi yang


tidak lengkap tentang obat, baik yang diberikan oleh dokter maupun apoteker, serta cara
penggunaan obat yang tidak benar oleh pasien dapat menyebabkan kerugian bagi pasien.
Kerugian yang dialami mungkin tidak akan tampak sampai terjadi efek samping yang
berbahaya. Karenanya diperlukan perhatian besar untuk mengantisipasi terjadinya
kesalahan dalam peresepan (Zairina dan Ekarina, 2003). Hasil penelitian dari Anshari dan
Neupane di Nepal melibatkan 268 lembar resep yang berisi 795 obat dari tanggal 15
November 2008 sampai 14 Februari 2009 menyebutkan bahwa kesalahan dalam
penulisan resep yang berhubungan dengan informasi obat adalah tidak disebutkannya rute
administrasi obat (63%). kuantitas (60%), dosis (19%), bentuk sedian (12%), dan
frekuensi (10%). Penelitian Mandal pada tahun 2005 di Sunderland Eye Infirmary,
Inggris yang melibatkan total 1952 resep menyebutkan kesalahan dalam penulisan resep
terbanyak adalah format yang tidak benar atau illegible dengan kejadian 144 resep. Dari
144 resep yang tidak illegible tersebut didapatkan 18 resep dengan tulisan dokter tidak

2
dapat diidentifikasi. Hasil studi Bobb di Chicago, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa
kesalahan dalam penulisan resep di rumah sakit umum sering terjadi sehingga banyak
rumah sakit di Amerika yang mempertimbangkan pemakaian komputer dalam pemesanan
obat. Terbukti, pemakaian komputer dapat menurunkan kejadian kesalahan penulisan
dosis obat, yang merupakan kesalahan dalam penulisan resep terbanyak, sebanyak 20%
(Bobb, 2004).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana cara penulisan resep yang baik dan benar ?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Agar pembaca dapat mengetahui cara perilaku penulisan resep dan baik dan benar

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI RESEP

Preskripsi dokter sangat penting bagi seorang dokter dalam proses


peresepan obat bagi pasiennya. Dokter dalam mewujudkan terapi yang rasional,
memerlukan langkah yang sistematis dengan moto 5T (Tepat obat, Tepat dosis, Tepat
cara, dan jadwal pemberian serta tepat BSO dan untuk penderita yang tepat). Preskripsi
yang baik haruslah ditulis dalam blanko resep secara lege artis.

Resep didefinisikan sebagai permintaan tertulis dari dokter, dokter


gigi atau dokter hewan kepada apoteker pengelola apotek (APA) untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai dengan peratuan
perundangan yang berlaku. Resep yang benar adalah ditulis secara jelas, dapat dibaca,
lengkap dan memenuhi peraturan perundangan serta kaidah yang berlaku.

Resep menurut Kepmenkes RI No.1197/MENKES/SK/X/2004 adalah permintaan


tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Resep merupakan aspek yang penting untuk menunjang kualitas hidup pasien. Untuk
meningkatkan kualitas peresepan di rumah sakit, resep yang ditulis oleh dokter harus
memenuhi syarat antara lain: kelengkapan resep, penulisan obat dengan nama generik,
obat termasuk dalam FRS, dan tidak ada efek samping yang membahayakan.

Menurut Kepmenkes RI No.1027/MENKES/SK/IX/2004 persyaratan


administrasi peresepan meliputi nama dan alamat dokter, serta nomor Surat Izin Praktek;
tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter penulis resep; nama, alamat,
umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang
diminta; cara pemakaian yang jelas; informasi lainnya yang diperlukan.

4
Contoh resep yang benar:

2.2 UNSUR-UNSUR RESEP

Unsur-unsur resep mencangkup :

1. Identitas Dokter Nama, nomor surat ijin praktek, alamat praktek dan
rumah dokter penulis resep serta dapat dilengkapi dengan nomor telepon dan
hari serta jam praktek. Biasanya sudah tercetak dalam blanko resep.
2. Nama kota (sudah dicetak dalam blanko resep) dan tanggal ditulis resep
3. Superscriptio Ditulis dengan symbol R/ (recipe=harap diambil). Biasanya
sudah dicetak dalam blanko. Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan
obat/formula resep, diperlukan penulisan R/ lagi.
4. InscriptioIni merupakan bagian inti resep, berisi nama obat, kekuatan dan jumlah
obat yang diperlukan dan ditulis dengan jelas
5. SubscriptioBagian ini mencantumkan bentuk sediaan obat (BSO) dan jumlahnya.
Cara penulisan (dengan singkatan bahasa latin) tergantung dari macam formula resep
yang digunakan.

5
Contoh:

m.f.l.a. pulv. d.t.d.no. X

m.f.l.a. sol

m.f.l.a. pulv. No XX da in caps

6. Signatura
Berisi informasi tentang aturan penggunaan obat bagi pasien yaitu meliputi
frekuensi, jumlah obat dan saat diminum obat, dl .
Contoh : s.t.d.d.tab.I.u.h.p.c ( tandailah tiga kali sehari satu tablet satu jam setelah
makan)
7. Identitas pasien
Umumnya sudah tercantum dalam blanko resep (tulisan pro dan
umur). Nama pasien dicantumkan dalan pro. Sebaiknya juga mencantumkan berat
badan pasien supaya kontrol dosis oleh apotek dapat akurat.

Ketentuan Lainnya dalam peresepan :

1. Resep dokter hewan hanya ditujukan untuk penggunaan pd hewan.


2. Resep yg mengandung narkotika tidak boleh ada iterasi (ulangan) ; ditulis nama
pasien tdk boleh m.i. = mihi ipsi = untuk dipakai sendiri; alamat pasien dan aturan
pakai (signa) yg jelas, tidak boleh ditulis sudah tahu aturan pakainya (usus cognitus).
3. Untuk penderita yg segera memerlukan obatnya, dokter menulis bagian kanan atas
resep: Cito, Statim, urgent, P.I.M.= periculum in mora = berbahaya bila ditunda,
RESEP INI HARUS DILAYANI DAHULU.
4. Bila dokter tidak ingin resepnya yg mengandung obat keras tanpa sepengetahuan
diulang, dokter akan menulis tanda N.I. = Ne iteratur = tidak boleh diulang.
5. Resep yg tidak boleh diulang adalah resep yg mengandung narkotika atau obat lain yg
ditentukan oleh Menkes melalui Kepala Badan POM.

6
2.3 Pelayanan Resep di Apotek

1. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan.
2. Pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker pengelola apotek.
3. Apoteker wajib melayani resep sesuai dgn tanggung jawab dan keahlian profesinya
yg dilandasi pd kepentingan masyarakat.
4. Apoteker tidak diizinkan mengganti obat generik yg ditulis di dalam resep dgn obat
paten.
5. Bila pasien tidak mampu menebus obat yg tertulis dlm resep, apoteker dpt
mengganti obat paten dgn obat generik atas persetujuan pasien.

2.4 COPY RESEP


Menurut Kepmenkes no. 280 th 1981 Salinan resep adalah salinan yang dibuat
apoteker, selain memuat semua keterangan yang terdapat dalam resep asli harus memuat
pula: nama dan alamat apotek, nama dan SIA, tanda tangan atau paraf APA, det/ detur
untuk obat yang sudah diserahkan atau ne detur untuk obat yang belum diserahkan,
nomor resep, dan tanggal pembuatan.

Bagian-bagian salinan resep :

1. Nama dan alamat apotek


2. Nama dan APA dan nomor SIA
3. Nama, umur, pasien
4. Nama dokter penulis resep
5. Tanggal penulisan resep
6. Tanggal dan nomor urut pembuatan
7. Tanda R/
8. Tanda det atau deteur untuk obat yang sudah diserahkan ne det atau ne deteur
untuk obat yang belum diserahkan
9. Tuliskan p.c.c (pro copy conform) menandakan bahwa salinan resep telah ditulis
sesuai dengan aslinya.

7
Ketentuan tambahan :

1. Salinan resep harus ditandatangani apoteker. Apabila berhalangan, penandatanganan


atau paraf pd salinan resep dapat dilakukan oleh apoteker pendamping atau apoteker
pengganti dgn mencantumkan nama terang dan status yg bersangkutan.
2. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dgn baik selama 3 tahun.
3. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep,
pasien yg bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yg berwenang menurut
peraturan UU yg berlaku.
4. Apoteker pengelola apotek, apoteker pendamping atau pengganti diizinkan untuk
menjual obat keras yang disebut obat wajib apotek (OWA).
5. OWA ditetapkan oleh menteri kesehatan.
6. OWA adalah obat keras yg dpt diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek
tanpa resep dokter.
7. Pelaksanaan OWA tersebut oleh apoteker harus sesuai yg diwajibkan pd diktum
kedua SK. Menteri Kesehatan Nomor : 347/Menkes/SK/VII/1990 ttg OWA yaitu :
a. Memenuhi ketentuan & batasan tiap jenis obat per pasien yg disebutkan dlm
OWA yg bersangkutan.
b. Membuat catatan pasien serta obat yg telah diserahkan.
c. Memberikan informasi ttg obat yg diperlukan pasien.

2.5 PENGELOLAAN RESEP


1. Resep yg telah dikerjakan, disimpan menurut urutan tanggal dan nomor penerimaan
/ pembuatan resep.
2. Resep yg mengandung narkotika harus dipisahkan dari resep lainnya, tandai garis
merah di bawah nama obatnya.
3. Resep yg telah disimpan melebihi 3 tahun dapat dimusnahkan dan cara
pemusnahannya adalah dgn cara dibakar atau dgn cara lain yg memadai
4. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker pengelola bersama dgn sekurang-
kurangnya seorang petugas apotek.

8
5. Pada saat pemusnahan harus dibuat berita acar pemusnahan yang mencantumkan :
a. Hari & tanggal pemusnahan
b. Tanggal yang terawal dan terakhir dari resep
c. Berat resep yg dimusnahkan dlm kilogram.

2.6 TATA CARA PENULISAN RESEP


Tidak ada standar baku di dunia tentang penulisan resep. Untuk Indonesia,
resep yang lengkap menurut SK Menkes RI No. 26/2981 (BAB III, pasal 10) memuat :
1. Nama, alamat, Nomor Surat Ijin Praktek Dokter (NSIP)
2. Tanggal penulisan resep
3. Nama setiap obat/komponen obat
4. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep
5. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dengan jumlah
melebihi dosis maksimum

2.7 LANGKAH PRESKRIPSI


1. Pemilihan obat yang tepat
Dalam melakukan prakteknya, dokter pertama kali harus melakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik pada pasiennya untuk
menegakkan diagnosis. Setelah itu, dengan mempertimbangkan keadaan (patologi
penyakit , perjalanan penyakit dan manifestasinya), maka tujuan terapi dengan
obat akan ditentukan. Kemudian akan dilakukan pemilihan obat secara
tepat, agar menghasilkan terapi yang rasional.

Hal yang sangat penting untuk menjadi pertimbangan dalam memilih obat:

a. Bagaimana rasio manfaat dengan risiko obat yang dipilih


b. Bagaimana keamanan (efek samping, kontra indikasi) obat yang dipilih
c. Jenis bahan obat apa (bahan baku, formula standar, bahan generik, atau bahan
paten) yangdipilih
d. Pertimbangan biaya/harga obat

9
Dengan mempertimbangkan hal di atas, diharapkan preskripsi obat dokter
akan tepat berdasar manfaat, keamanan, ekonomi, serta cocok bagi penderita Untuk
mewujudkan terapi obat yang rasional dan untuk meningkatkan daya guna dan hasil
gunaserta biaya, maka seorang dokter perlu memahami kriteria bahan obat dalam
preskripsi. Bahan obat di dalam resep termasuk bagian dari unsur inscriptio dan
merupakan bahan baku, obat standar (obat dalam formula baku/resmi, sediaan
generik) atau bahan jadi/paten.

Nama obat dapat dipilih dengan nama generik (nama resmi dalam buku
Farmakope Indonesia) atau nama paten (nama yang diberikan pabrik). Pengguna
jenis obat paten perlu memperhatikan kekuatan bahan aktif dan atau komposisi obat
yang dikandung di dalamnya agar pemilihan obat yang rasional dapat tercapai dan
pelayanan obat di apotek tidak menjumpai adanya masalah.

Contoh: Apabila dalam terapi perlu diberikan bahan obat Paracetamol, maka
dapat dipilih bahan baku (ada di apotik), sediaan generik berlogo (bentuk tablet atau
sirup paracetamol atau sediaan paten) Jumlah obat yang ditulis di dalam resep
tergatung dari lama pemberian dan frekuensi pemberian. Parameter yang diperlukan
untuk menentukannya adalah lama perjalanan penyakit, tujuan terapi, dan kondisi
penderita. Jumlah obat dituliskan dengan angka Romawi untuk jenis
sediaan jadi/paten.

Contoh: Tab. Sanmol 500 mg no. X atau Tab. Sanmol 500 mg da X

Bahan/sediaan obat dalam preskripsi berdasarkan peraturan perundangan


dapat dikategorikan:

a. Golongan obat narkotika atau O (ct: codein, morphin, pethidin)


b. Golongan obat Keras atau G atau K

Dibedakan menjadi 3 :

a. Golongan obat Keras tertentu atau Psikotropika (diazepam dan derivatnya)


b. Golongan obat Keras atau K (ct: amoxicil in, ibuprofen)
c. Golongan obat wajib apotek atau OWA (ct: famotidin, al opurinol, gentamycin
topical)

10
d. Golongan obat bebas terbatas atau W (ct: paracetamol, pirantel palmoat)
e. Golongan obat bebas (ct: Vitamin B1, Vitamin C)

Pada penulisan obat narkotika dan psikotropika/khusus) jumlah obat tidak


cukup hanya dengan angka saja, namun disertai dengan huruf angka tersebut, misal X
(decem) dan agar sah harus dibubuhi tanda tangan dokter (bukan paraf). Hal
ini dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan obat di masyarakat.

2. Penetapan cara pemberian dan aturan dosis yang tepat


a. Cara pemberian obat
Obat diberikan dengan berbagai macam cara (per oral, per rectal, parenteral,
topical, dl ). Hal yang diperlukan dalam menentukan cara pemberian obat :
- Tujuan terapi
- Kondisi pasien
- Sifat fisika-kimia obat
- Bioaviabilitas obat
- Manfaat (untung-rugi pemberian obat)

Cara pemberian yang dipilih adalah yang memberikan manfaat


klinik yang optimal dan memberikan keamanan bagi pasien. Misalkan
pemberian obat Gentamicyn yang diperlukan untuk tujuan sistemik, maka
sebaiknya dipilih lewat parenteral. NSAIDs yang diberikan pada penderita
gastritis sebaiknya dilakukan pemberian per rectal.

b. Aturan dosis (dosis dan jadwal pemberian) obat

DOSIS

Dosis yang ideal adalah dosis yang diberikan per individual. Hal ini mengingat
bahwa respon penderita terhadap obat sangat individualistis. Penentuan dosis perlu
mempertimbangkan:

1. Kondisi pasien (seperti : umur, berat badan, fisiologi dan fungsi organ tubuh)

11
2. kondisi penyakit (akut, kronis, berat/ringan)

3. Indeks terapi obat (lebar/sempit)

4. variasi kinetik obat

5. cara/rumus perhitungan dosis anak ( pilih yang paling teliti)

Perhitungan dosis pada anak secara ideal menggunakan dasar ukuran fisik
(berat badan atau luas permukaan tubuh). Apabila dosis anak dihitung dengan
perbandingan dengan dosis dewasa, yaitu dengan memakai rumus perhitungan
dosis anak (antara lain Young, Clark), maka perlu diperhatikan tentang ketelitian dari
rumus yang dipakai.

JADWAL PEMBERIAN

Jadwal pemberian ini meliputi frekuensi, satuan dosis per kali dan
saat/waktu pemberian obat. Dalam resep tertuang dalam unsur signatura.

FREKUENSI

Frekuansi artinya berapa kali obat yang dimaksud diberikan kepada


pasien. Jumlah pemberian tergantung dari waktu paruh obat, BSO, dan
tujuan terapi. Obat anti asma diberikan kalau sesak (p.r.n) namum bila untuk
menjaga agar tidak terjadi serangan asma dapat diberikan secara teratur misal 3 x
sehari (t.d.d).

SAAT/WAKTU PEMBERIAN

Hal ini dibutuhkan bagi obat tertentu supaya dalam pemberiannya memiliki
efek optimal, aman dan mudah di kuti pasien. Misal: Obat yang
absorbsinya terganggu oleh makanan sebaiknya diberikan saat perut kosong 1/2
1 jam sebelum makan (1/2 1 h. a.c), obat yang mengiritasi lambung diberikan

12
sesudah makan (p.c) dan obat untuk memepermudah tidur diberikan sebelum tidur
(h.s), dl .

LAMA PEMBERIAN

Lama pemberian obat didasarkan perjalanan penyakit atau


menggunakan pedoman pengobatan yang sudah ditentukan dalam pustaka/RS.
Misalkan pemberian antibiotika dalam waktu tertentu (2 hari setelah gejala
hilang untuk menghindari resistensi kuman, obat simtomatis hanya perlu
diberikan saat simtom muncul (p.r.n), dan pada penyaklit kronis (misalasma,
hipertensi, DM) diperlukan pemberian obat yang terus menerus atau sepanjang hidup
(ITER!)

3. Pemilihan BSO yang tepat


Pemilihan BSO dalam preskripsi perlu dipertimbangkan agar pemberian obat
optimal dan hargaterjangkau. Faktor ketaatan penderita, factor sifat obat,
bioaviabilitas dan factor sosial ekonomi dapat digunakan sebagai pertimbangan
pemilihan BSO

4. Pemilihan formula resep yang tepat


Ada 3 formula resep yang dapat digunakan untuk menyusunan
preskripsi dokter (Formula marginalis, officialis aau spesialistis). Pemilihan formula
tersebut perlu mempertimbangkan :
a. Yang dapat menjamin ketepatan dosis (dosis individual)
b. Yang dapat menajaga stabilitas obat
c. Agar dapat menjaga kepatuhan pasien dalam meminum obat
d. Biaya/harga terjangkau

5. Penulisan preskripsi dalam blanko resep yang benar (lege artis)


Preskripsi lege artis maksudnya adalah ditulis secara jelas, lengkap (memuat 6
unsur yang harus ada di dalam resep) dan sesuai dengan aturan/pedoman baku serta

13
menggunakan singkatan bahasa latin baku, pada blanko standar (ukuran lebar 10-12
cm, panjang 15-18 cm)

6. Pemberian informasi bagi penderita yang tepat


Cara atau aturan harus tertulis lengkap dalam resep, namun dokter
juga masih harus menjelaskan kepada pasien. Demikian pula hal-hal atau
peringatan yang perlu disampaikan tentang obat dan pengobatan, misal
apakah obat harus diminum sampai habis/tidak, efek samping, dl . Hal ini
dilakukan untuk ketaatan pasien dan mencapai rasionalitas peresepan.

2.8 PEDOMAN CARA PENULISAN RESEP DOKTER


1. Ukuran blanko resep (ukuran lebar 10-12 cm, panjang 15-18 cm)
2. Penulisan nama obat (Bagian Inscriptio) :
a. Dimulai dengan huruf besar
b. Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi (dalam farmakope Indonesia
atau nomenklatur internasional) misal: ac. Salic; acetosal
c. Tidak ditulis dengan nama kimia (missal: kali chloride dengan KCl) atau
singkatan lain dengan huruf capital (missal clorpromazin dengan CPZ)
3. Penulisan jumlah obat
a. Satuan berat : mg (mil igram), g, G (gram)
b. Sataun volume : ml (mililiter), l (liter)
c. Satuan unit : IU/IU (Internasional Unit)
d. Penulisan jumlah obat dengan satuan biji menggunakan angka Romawi.
Misal :
- Tab Novalgin no. XII
- Tab Stesolid 5 mg no. X (decem)
- m.fl.a.pulv. dt.d.no. X
e. Penulisan alat penakar
Dalam singkatan bahasa latin dikenal:
C. = sendok makan (volume 15 ml)

14
Cth. = sendok teh (volume 5 ml)
Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml)
Catatan : Hindari penggunaan sendok teh dan senok makan rumah
tangga karena volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml
untuk sendok teh. Gunakan sendok plastik (5 ml) atau alat lain ( volume 5, 10, 15
ml) yang disertakan dalam sediaaan cair paten.

f. Arti prosentase (%)


0,5% (b/b) 0,5 gram dalam 100 gram sediaan
0,5% (b/v) 0,5 gram dalam 100 ml sediaan
0,5% (v/v) 0,5 ml dalam 100 ml sediaan
Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0,; 0,0.; 0,00)

4. Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang beredar
dipasaran dengan beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta harus
ditulis, misalkan Tab. Primperan 5 mg atau Tab. Primperan 10 mg.

Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan
jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal :

- Al erin exp. Yang volume 60 ml atau 120 ml


- Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 15mg/tube

5. Penulisan bentuk sediaan obat (merupakan bagian subscriptio) dituliskan


t tidak hanya untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis dan
spesispesialistis

Misal : m.f.l.a.pulv. No. X

Tab Antangin mg 250 X

Tab Novalgin mg 250 X

15
6. Penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian (bagian signatura)

a. Harus ditulis dengan benar

Misal: S.t.d.d. pulv. I.p.c atau s.p.r.n.t.d.d.tab.I

b. Untuk pemakaian yang rumit seperti pemakaian tapering up/down gunakan


tanda s.u.c (usus cognitus = pemakaian sudah tahu). Penjelasan kepada pasien
ditulis pada kertas dengan bahasa yang dipahami.

7. Setiap selesai menuliskan resep diberi tanda penutup berupa garis penutup (untuk 1
R/) atau tanda pemisah di antara R/ (untuk > 2R/) dan paraf/tanda tangan pada setiap
R/.

8. Resep ditulis sekali jadi, tidak boleh ragu-ragu, hindari coretan, hapusan dan tindasan.

9. Penulisan tanda Iter (Itteretur/ harap diulang) dan N.I. (Ne Iterretur/tidak boleh
diulang) Resep yang memerlukan pengulanagan dapat diberi tanda: Iter n X di sebelah
kiri atas dari resep untuk seluruh resep yang diulang. Bila tidak semua resep, maka
ditulis di bawah setiap resep yang diulang. Resep yang tidak boleh diulang, dapat
diberi tanda: NI di sebelah kiri atas dari resep untuk seluruh resep yang tidak boleh
diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiap resep yang diulang.

10. Penulisan tanda Cito atau PIM

Apabila diperlukan agar resep segera dilayani karena obat sangat


diperlukan bagi penderita, maka resep dapat diberi tanda Cito atau PIM dan harus
ditulis di sebelah kanan atas resep

16
2.9 Keputusan Penulisan Resep Obat DPHO/NON DPHO
Undang-Undang no 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran pasal 35 ayat 1
mengatakan :
1. Dokter yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang melakukan
praktek kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki terdiri
atas :
a. Mewawancarai pasien
b. Memeriksa fisik dan mental pasien
c. Menentukan pemeriksaan penunjang
d. Menegakkan diagnosis
e. Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien
f. Melakukan tindakan kedokteran
g. Menulis resep obat dan alat kesehatan
h. Menerbitkan surat keterangan dokteri.
i. Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diijinkan
j. Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien

Pada huruf g ayat 1 tersebut di atas dijelaskan tugas praktek dokter antara lain
menulis resep obat. Tentang resep obat ini Menteri Kesehatan no
1013/MENKES/SK/9/2001 tanggal 27 September 2001, memutuskan bahwa bagi peserta
Askes, resep yang ditulis dokter adalah dengan jenis dan harga obat yang sesuai dengan
Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) PT. Askes. Perlu diketahui, menurut Mc. Farland
yang dikutip oleh Susilowati (2006), keputusan menulis resep oleh dokter tergolong
keputusan rutin sedang menurut Irwin, D Bross termasuk keputusan kognitif, yang
dipengaruhi oleh banyak faktor Mengapa meskipun sudah paham, tetap enggan menulis
resep DPHO alasannya dalam pembahasan faktor-faktor berikut ini.

2.10 Sikap Kepercayaan Dokter Terhadap Kemanjuran Obat DPHO


Dalam hal dokter memilih jenis obat yang ditulis di atas resep, WHO (1994)
menyerukan bahwa pilihan pertama harus ditujukan pada obat yang sudah terbukti
kemampuan dan keamanannya dalam memenuhi kebutuhan pasien. Penjelasannya,

17
dokter harus memilih obat yang data ilmiahnya lengkap dengan uji klinik dan kajian
epidemiologis. (Susilowati, 2006)
Bila terdapat dua atau lebih obat yang sama manjurnya menurut WHO (1997),
pilihan jatuh pada obat yang :
1. Telah lebih banyak diteliti
2. Sifat farmakokinetiknya paling menguntungkan
3. Dibuat oleh pabrik lokal (WHO, 1997).

2.11 KERANGKA TEORI

Backgound
Factors.
(Latar belakang) Attitude Toward
Behavioural Belief
the Behaviour
Personal Keyakinan menulis
Sikap terhadap
Sikap umum resep
penulisan resep
terhadap sesuatu
Sifat
Keperibadian
Nilai hidup
Emosi Subjective Norm
Normative Belief
Kecerdasan Norma subjektif Intention
Keyakinan
Sosial Niat untuk menulis
normatif resep
Umur,
Jenis kelamin,
Ras,
Etnik,
Pendidikan,
Penghasilan, Control Belief Precieved Behaviour
Agama. Keyakinan Control
mengendalikan Perilaku menulis resep
Informasi yang dipersepsi
Pengalaman
Pengetahuan
Ekspos pada
media

KEPATUHAN DOKTER DALAM


MENULIS RESEP

Permasalahan pasien Diagnosa

Efektifitas Tujuan terapi

Safety
Suitabilitas
Pemilihan obat
Cost
Kemudahan
Terapi dimulai

Hasil & kesimpulan terapi

Kerangka Teori Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pola Peresepan Dokter. Ajzen (2005), Regaletha (2009)

18
2.12 KERANGKA KONSEP

SIKAP TERHADAP
PENULISAN RESEP
- Sifat
- Sikap Umum terhadap
Sesuatu
- Karakteristik Individu

NORMA SUBJEKTIF NIAT UNTUK


- Komite Medik MENULIS RESEP KEPATUHAN
- Pimpinan Motivasi: MENULIS RESEP
- Sejawat - Imbalan
- Faktor Pasien - Peran Detailer
- Sanksi

PERSEPSI PENGENDALIAN
PERILAKU MENULIS RESEP
- Keyakinan
- Pengetahuan
- Informasi
Bagan Theory of Planned Behaviour (Ajzen, 1991)
- Ketersediaan Obat
Sehubungan dengan kepatuhan dokter menulis resep

Gambar Kerangka konsep variabel-variabel yang berhubungan dengan


kepatuhan dokterdalam menulis resep pasien ASKES sesuai DPHO. (Ajzen, 1991)

2.13 FORMULA RESEP


Ada 3 formula dalam penulisan resep (magistrlis, officinalis dan spesialistis).
Faktor yang diperhatikan dalam penentuan jenis formula yang akan digunakan :
1. ketepatan dosis
2. stabilitas obat terjamin
3. kepatuhan pasien
4. kemudahan mendapatkan obat/sediaan

19
5. harga terjangkau

Formula Magistralis
Formula ini dikenal dengan resep racikan.Dalam hal ini, dokter selain menuliskan
bahan obat, juga bahan tambahan. Bahan tambahan yang ditambahkan tergantung dari
sediaan yang di nginkan. Oleh karena itu, penting sekali diperhatikan sifat obat,
interaksi farmasetik, macam bentuk sediaan dan macam bahan tambahan yang dapat
digunakan serta pedoman penulisan resep magistralis. Hal-hal yang penting
diperhatikan dalam formula magistralis :
1. Bahan obat, sedapat mungkin menggunakan bahan baku. Penggunaan sediaan
jadi/paten (tablet, sirup, dl ) sering menimbulkan masalah baik dalam pelayanan(
misalkan tidak dapat halus, tidak homogen, dan tidak stabil) maupun kerasionalan
terapi (antara lain perubahan formula sediaan, perubahan bioaviabilitas obat,
perubahan absorbsi, penurunan konsentrasi obat). Pencampuran bahan yang
lebih dari satu macam harus dipertimbangkan adanya interaksi
(farmasetik dan farmakologi) dan rasionalitas obat.
2. Bentuk sediaan yang dapat dipilih meliputi serbuk (pulveres dan pulvis
adspersorium), kapsul, larutan (solusio, infusa), suspensi, unguenta, cream dan
pasta.
3. Penentuan bahan tambahan (corrigen saporis, corrigen odoris, corrigen
coloris, dan constituent/vehiculum).
Contoh penyusunan resep formula magistralis :
1. Dokter Razi Maulana, SIP 087/2008 beralamat di JL. T.Bendahara No. 1
Banda Aceh pada tanggal 15 maret 2011 menulis resep formula magistralis
dengan bentuk sediaan pulveres (puyer) sebanyak 10 bungkus, setiap
bungkus mengandung paracetamol 120 mg. Puyer ini diberikan kepada Sari
(2 tahun, 12 kg) dengan aturan pakai:bila panas diberikan 3 X sehari, tiap
kali satu bungkus.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Resep menurut Kepmenkes RI No.1197/MENKES/SK/X/2004 adalah permintaan
tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Resep merupakan aspek yang penting untuk menunjang kualitas hidup pasien. Untuk
meningkatkan kualitas peresepan di rumah sakit, resep yang ditulis oleh dokter harus
memenuhi syarat antara lain: kelengkapan resep, penulisan obat dengan nama generik,
obat termasuk dalam FRS, dan tidak ada efek samping yang membahayakan.
Tidak ada standar baku di dunia tentang penulisan resep. Untuk
Indonesia, resep yang lengkap menurut SK Menkes RI No. 26/2981 (BAB III, pasal
10) memuat :
1. Nama, alamat, Nomor Surat Ijin Praktek Dokter (NSIP)
2. Tanggal penulisan resep
3. Nama setiap obat/komponen obat
4. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep
5. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dengan jumlah
melebihi dosismaksimum
Langkah-langkah preskripsi diantaranya adalah :
1. Pemilihan obat yang tepat
2. Penetapan cara pemberian dan aturan dosis yang tepat
3. Pemilihan BSO yang tepat
4. Pemilihan formula resep yang tepat
5. Penulisan preskripsi dalam blanko resep yang benar (lege artis)
6. Pemberian informasi bagi penderita yang tepat

21
DAFTAR PUSTAKA

1. http://kampusfarmasi.blogspot.co.id/2015/07/pengertian-resep.html
2. http://nurhikmaalbasir.blogspot.co.id/2012/09/definisi-resep.html
3. http://m-rifqi-rokhman.staff.ugm.ac.id/2014/03/09/salinan-resep-lengkap/
4. Ansel, H.C., 1981 Introduction to pharmaceutical dosage forms, Lea & Febiger,
Philadelphia
5. Martin, a.n., 1970 Physical pharmacy, second edition, Lea & Febiger, Philadelphia
6. Moh. Anief, 1984 Ilmu Farmasi, Ghalia Indonesia, Jakarta
7. Alwi,M. (2002) Analisis Kepatuhan Dokter Menulis Resep Berdasarkan Folmularium
di Rumah Sakit Dokter Mohammad Hoesin Palembang Pada Tahun 2002. Thesis,
Universitas Indonesia.

22

Anda mungkin juga menyukai