PERANCANGAN PRIMER
Disusun oleh :
Meranti Bekti Pertiwi
152210101117
i
KATA PENGANTAR
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Primer
Primer adalah sepasang DNA utas tunggal atau oligonukleotida pendek yang
menginisiasi sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau polimerisasi DNA.
PCR hanya mampu menggandakan DNA pada daerah tertentu sepanjang maksimum
10000 bp saja, dan dengan teknik tertentu bisa sampai 40000 bp. Primer dirancang
untuk memiliki sekuen yang komplemen dengan DNA template, jadi dirancang agar
menempel mengapit daerah tertentu yang kita inginkan.
b. dNTP (deoxynucleoside triphosphate)
dNTP alias building blocks sebagai batu bata penyusun DNA yang baru. dNTP
terdiri atas 4 macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu dATP, dCTP, dGTP
dan dTTP.
c. Buffer
Buffer yang biasanya terdiri atas bahan-bahan kimia untuk mengkondisikan reaksi
agar berjalan optimum dan menstabilkan enzim DNA polymerase.
4
d. Ion Logam
- Ion logam bivalen, umumnya Mg++, fungsinya sebagai kofaktor bagi enzim DNA
polymerase. Tanpa ion ini enzim DNA polymerase tidak dapat bekerja.
- Ion logam monovalen, kalsium (K+).
2.3 Prinsip Kerja
Secara prinsip, PCR merupakan proses yang diulang-ulang antara 2030 kali siklus.
Setiap siklus terdiri atas tiga tahap. Berikut adalah tiga tahap bekerjanya PCR dalam satu
siklus:
1. Tahap peleburan (melting) atau denaturasi. Pada tahap ini (berlangsung pada suhu
tinggi, 9496 C) ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi) dan DNA menjadi
berberkas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak lama
(sampai 5 menit) untuk memastikan semua berkas DNA terpisah. Pemisahan ini
menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi templat (patokan) bagi primer.
Durasi tahap ini 12 menit.
2. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian DNA templat yang
komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu antara 4560 C. Penempelan
ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan
atau primer menempel di sembarang tempat. Durasi tahap ini 12 menit.
3. Tahap pemanjangan atau elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis DNA
polimerase yang dipakai. Dengan Taq-polimerase, proses ini biasanya dilakukan pada
suhu 76 C. Durasi tahap ini biasanya 1 menit.
Setelah melewati tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1. Akibat denaturasi dan
renaturasi, beberapa berkas baru (berwarna hijau) menjadi templat bagi primer lain. Akhirnya
terdapat berkas DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai. Jumlah DNA yang
dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi secara eksponensial. Pada tahap denaturasi,
pasangan untai DNA templat dipisahkan satu sama lain sehingga menjadi untai tunggal. Pada
tahap selanjutnya, masing-masing untai tunggal akan ditempeli oleh primer. Jadi, ada dua
buah primer yang masing-masing menempel pada untai tunggal DNA templat. Biasanya,
kedua primer tersebut dinamakan primer maju (forward primer) dan primer mundur(reverse
primer). Setelah menempel pada untai DNA templat, primer mengalami polimerisasi mulai
dari tempat penempelannya hingga ujung 5 DNA template. Dengan demikian, pada akhir
5
putaran reaksi pertama akan diperoleh dua pasang untai DNA jika DNA templat awalnya
berupa sepasang untai DNA.
Pasangan-pasangan untai DNA yang diperoleh pada suatu akhir putaran reaksi akan
menjadi templat pada putaran reaksi berikutnya. Begitu seterusnya hingga pada putaran yang
ke n diharapkan akan diperoleh fragmen DNA pendek sebanyak 2n 2n. Fragmen DNA
pendek yang dimaksudkan adalah fragmen yang ukurannya sama dengan jarak antara kedua
tempat penempelan primer. Fragmen pendek inilah yang merupakan urutan target yang
memang dikehendaki untuk digandakan (diamplifikasi).
Bisa kita bayangkan seandainya PCR dilakukan dalam 20 putaran saja, maka pada
akhir reaksi akan diperoleh fragmen urutan target sebanyak 220 2.20 = 1.048576 40 =
1.048536. Jumlah ini masih dengan asumsi bahwa DNA templat awalnya hanya satu untai
ganda. Padahal kenyataannya, hampir tidak mungkin DNA templat awal hanya berupa satu
untai ganda. Jika DNA templat awal terdiri atas 20 untai ganda saja, maka jumlah tadi tinggal
dikalikan 20 menjadi 20.970.720, suatu jumlah yang sangat cukup bila akan digunakan
sebagai fragmen pelacak.
2.4 Perancangan Primer
Tahapan PCR yang paling menentukan adalah penempelan primer. Sepasang primer
oligonukleotida (primer maju dan primer mundur) yang akan dipolimerisasi masing-masing
harus menempel pada sekuens target, tepatnya pada kedua ujung fragmen yang akan
diamplifikasi. Untuk itu urutan basanya harus komplementer atau setidak-tidaknya memiliki
homologi cukup tinggi dengan urutan basa kedua daerah ujung fragmen yang akan
diamplifikasi itu. Padahal, kita belum mengetahui dengan pasti urutan basa sekuens target.
Oleh karena itu, diperlukan cara tertentu untuk merancang urutan basa kedua primer yang
akan digunakan.
Dasar yang digunakan adalah urutan basa yang diduga mempunyai kemiripan dengan
urutan basa sekuens target. Urutan ini adalah urutan serupa dari sejumlah spesies/strain
organisme lainnya yang telah diketahui/dipublikasikan.
Daerah lestari juga dapat ditentukan melalui penjajaran urutan asam amino pada
tingkat protein. Urutan asam amino ini kemudian diturunkan ke urutan basa DNA. Dari satu
urutan asam amino sangat mungkin akan diperoleh lebih dari satu urutan basa DNA karena
setiap asam amino dapat disandi oleh lebih dari satu triplet kodon. Dengan demikian, urutan
6
basa primer yang disusun dapat merupakan kombinasi beberapa kemungkinan. Primer dengan
urutan basa semacam ini dinamakan primer degenerate. Selain itu, primer yang disusun
melalui penjajaran urutan basa DNA pun dapat merupakan primer degenerate karena urutan
basa pada daerah lestari di tingkat DNA pun tidak selamanya memperlihatkan homologi
sempurna (100%).
Urutan basa pasangan primer yang telah disusun kemudian dianalisis menggunakan
program komputer untuk mengetahui kemungkinan terjadinya primer-dimer akibat homologi
sendiri(self-homology) atau homologi silang (cross-homology). Selain itu, juga perlu dilihat
kemungkinan terjadinya salah tempel(mispriming), yaitu penempelan primer di luar sekuens
target. Analisis juga dilakukan untuk mengetahui titik leleh (Tm) masing-masing primer dan
kandungan GC-nya. Sepasang primer yang baik harus mempunyai Tm yang relatif sama
dengan kandungan GC yang cukup tinggi. Pemilihan primer yang akan digunakan pada PCR
harus memenuhi kriteria atau parameter tertentu agar primer berfungsi maksimal, parameter
tersebut diantaranya adalah :
1. Panjang primer 18-24 nukleotida, jika kurang dari 15 akan menurunkan spesifitas
hibridisasi dengan DNA target, jika lebih dari 40 akan menurunkan aktifitas DNA
polymerase
2. Suhu leleh (Tm) primer 50-60C dengan selisih Tm antara primer kurang dari 5C
3. Urutan nukleotida yang sama tidak boleh lebih dari 4 karena akan menurunkan
spesifitas
4. Kandungan GC sebaiknya 40-60%
5. Ujung 3 kedua primer tidak saling berkomplemen
Berikut adalah rumus untuk menghitung Tm dari primer :
Tm = 4 (G+C) + 2 (A+T)
a. Isolasi Gen
Kita tahu bahwa DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA
manusia saja panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di dalamnya mengandung ribuan
gen. Sebagaimana kita tahu bahwa fungsi utama DNA adalah sebagai sandi genetik,
yaitu sebagai panduan sel dalam memproduksi protein, DNA ditranskrip menghasilkan
7
RNA, RNA kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino alias
protein. Dari sekian panjang DNA genome, bagian yang menyandikan protein inilah
yang disebut gen, sisanya tidak menyandikan protein atau disebut junk DNA, DNA
sampah yang fungsinya belum diketahui dengan baik. Kembali ke pembahasan
isolasi gen, para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi. Sebagai
contoh, dulu kita harus mengekstrak insulin langsung dari pankreas sapi atau babi,
kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal serta
memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar sama
dengan insulin manusia. Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat
mengisolasi gen penghasil insulin dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke
sel bakteri (dalam hal ini E. coli) agar bakteri dapat memproduksi insulin juga.
Hasilnya insulin yang sama persis dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia, dan
sekarang insulin tinggal diekstrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih
murah ketimbang cara konvensional yang harus mengorbankan sapi atau babi. Untuk
mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama probe yang
memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa
dibuat dengan teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.
b. DNA Sequencing
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing, metode
yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination method) yang
sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana proses awalnya
adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu
primer (PCR biasa menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide
yang dilabel fluorescent. Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka
urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui bisa ditentukan
c. Forensik
Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau
korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik sulit
atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang tepat.
DNA dapat diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR
untuk mengamplifikasi bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias
DNA sidik jari, yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan
8
dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau
bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat tinggi maka bisa dipastikan
identitas orang yang dimaksud. Konon banyak kalangan tertentu yang memanfaatkan
pengujian ini untuk menelusuri orang tua sesungguhnya dari seorang anak jika sang
orang tua merasa ragu.
d. Diagnosa Penyakit
Penyakit berbahaya seperti infeksi virus memerlukan diagnosa yang cepat dan akurat.
PCR merupakan teknik yang sering digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan
diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena PCR dapat
mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus penginfeksi
yang tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainnya.
9
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum dilakukan pada hari Jumat tanggal 12 Mei 2017 pukul 07.00 09.40 WIB,
bertempat di Ruang Kuliah 5 Fakultas Farmasi Universitas Jember.
3.2 Alat dan Bahan
Alat :
Seperangkat lengkap komputer dan assesorinya yang terkoneksi dengan internet.
Bahan :
CDS gen dari organisme tertentu sebagai molekul DNA target.
3.3 Prosedur Kerja
1. Mencari CDS gen target dari situs http://www.ncbi.nlm.nih.gov.
ketikkan gen yang akan dicari sekuensnya pada kolom search. pilih
nucleotide pada pilihan all databases. tekan tombol search
klik Fasta, maka akan muncul tampilan yang menunjukkan CDS genome
2. Mencari Primer
Klik Primer-BLAST
Salin semua CDS gen yang dimaksud pada kolom enter accession gi or
FASTA sequence. pilih genome (all organisms) sebagai pilihan database.
10
3. Menentukan spesifitas primer
Pilih BLAST
Masukkan primer yang ingin dicek pada kolom enter accession number (s),
gi (s), or FASTA sequence.
3.4 Pengamatan
1. Mencari CDS gen target dari situs http://www.ncbi.nlm.nih.gov.
a. Buka laman tersebut
b. Ketikkan gen yang akan dicari sekuensnya pada kolom search. pilih nucleotide
pada pilihan all databases. tekan tombol search
11
c. tampilannya akan seperti berikut ini :
12
d. Pilih homo sapiens. Tampilan sebagai berikut :
CDS
genome
2. Mencari primer
a. Buka kembali situs http://www.ncbi.nlm.nih.gov di tab yang berbeda
13
b. Klik DNA & RNA
14
c. Klik Primer BLAST. Hasil tampilan Primer-BLAST :
d. salin semua CDS gen yang dimaksud pada kolom enter acession gi or FASTA
sequence. Pilih genome (all organisms) sebagai pilihan database. Lalu klik Get
Primer.
15
e. Tunggu hingga hasilnya keluar. Tampilan hasil Primer-BLAST :
16
17
18
19
3. Menentukan spesifitas primer
a. Buka kembali laman http://www.ncbi.nlm.nih.gov di tab yang berbeda
b. Pilih BLAST
20
c. Pilih nucleotide blast
21
d. Masukkan primer yang ingin dicek pada kolom enter accession number(s), gi(s),
or FASTA sequence. Pilih nucleotide pada pilihan database. Lalu klik BLAST.
22
Hasil pencarian BLAST
menunjukkan primer yang
kita miliki mempunyai
persamaan 100% dengan
nukleotida target
23
24
2. Reverse primer 1
25
26
3. Forward primer 2
27
28
4. Reverse primer 2
29
5. Forward primer 3
30
6. Reverse primer 3
31
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan perancangan primer menggunakan software
online. Primer sendiri berfungsi untuk pembatas fragmen DNA target yang akan
diamplifikasi dan sekaligus menyediakan gugus hidroksi (OH) pada ujung-ujung yang
diperlukan untuk proses eksistensi DNA. Primer ini sangat menetukan keberhasilan dari
proses PCR yaitu teknik amplifikasi atau perbanyakan DNA secara invitro pada daerah
spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Untuk itu diperlukan primer
yang baik.
Nukleotida(sekuens DNA) yang digunakan berasal dari gen NF-kb, c-Fos, dan c-
Mycyang didapat dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov, yang kemudian sequens nukleotida dari
NF-kb, c-Fos, dan c-Mycdi copy ke kolom sequence yang. Sebelum memulai pencarian
primer, kami mengatur Tm, dan panjang primer. Tm primer yang kami gunakan yaitu 50-
60C dengan selisih Tm antara primer sebesar 5C, dan panjang primer 18-24 nukleotida. Lalu
tekan Get primer. Selanjutnya akan muncul beberapa primer. Pada saat praktikum dipilih 3
primer terbaik yang akan diidentifikasi. Berikut identifikasi tiga buah primer yang saya
lakukan :
Dari data yang dihasilkan dapat dilihat kualitas primer yang baik untuk PCR. Beikut
analisis primer yang telah dirancang dibandingkan dengan syarat-syarat primer yang baik:
33
a. Panjang primer
Syarat primer yang baik adalah 18 24 nukleotida. Jika panjang primer kurang dari 15
menyebabkan terjadinya mispriming (penempelan primer di tempat lain yang tidak
dikehendaki) tinggi sehingga menyebabkan spesifitas dari primer tersebut berkurang dan
berakibat pada efektifitas dan efisiensi proses PCR. Sedangkan jika panjang primer lebih dari
40, dapat menurunkan aktifitas DNA polymerase.
Pada ketiga primer yang saya gunakan (AR) panjang primernya 20 nukleotida, hal
tersebut menunjukkan primer tersebut baik karena rentang panjang primer yang baik itu
antara 18-24 nukleotida.
b. Kandungan G+C
Kandungan G+C dalam urutan primer yang baik sebesar 40-60%. Pada untai DNA
pasangan basa G-C melibatkan tiga ikatan hidrogen, sedangkan untuk pasangan basa A-T
terlibat dalam dua ikatan hidrogen, sehingga keseimbangan prosentase GC memungkinkan
ikatan yang terbentuk lebih spesifik dan stabil.
Kandungan % GC yang rendah dapat menurunkan efisiensi proses PCR disebabkan
karena primer tidak mampu berkompetisi untuk menempel secara efektif pada template.
Untuk kandungan GC dari ketiga primer tersebut dalam rentang 40-60%, dimana
kandungan tersebut masuk kedalam rentang kandungan primer yang baik yaitu berkisar
antara 40-60%.
c. Tm primer
Tm adalah suhu dimana 50% untai ganda DNA terpisah. Tm dapat mempengaruhi
proses annealing. Tm diatas 60 oC akan mengurangi efektifitas annealing sehingga proses
amplifikasi DNA kurang berjalan baik.Tm ini sangat ditentukan oleh jumlah basa GC,
sebagaimana dapat dijelaskan pada persamaan berikut : {Tm = {4 (G + C) + 2 ( A + T )}
Ketiga primer yang telah dirancang pada praktikum memiliki Tmyang masuk kedalam
rentang Tm primer yang baik yaitu berkisar antara 50-60C.
d. Selisih Tm antar primer
Pasangan primer yang baik memiliki selisih Tm kurang dari 5C. Jika selisih Tm
primer lebih dari 5C menyebabkan penurunan proses amplifikasi, atau bahkan
memungkinkan tidak terjadi proses amplifikasi.
34
Pada praktikum ini dihasilkan selisih Tm primer pada masing-masing primer telah
didapatkan kurang dari 5C
e. G/C pada ujung 3 ( GC Clamp)
35
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Mahasiswa seharusnya mempelajari dahulu materi yang akan dipraktikumkan supaya
paham pada waktu praktikum dan tidak mengalami kesulitan
36
DAFTAR PUSTAKA
Marlina, Radu, S., Kqueen, C. Y., Napis, S., Zakaria, Z., Mutalib, S. A. and Nishibuchi, M.
Occurrence of tdh and trh genes in Vibrio parahaemolyticus isolated from Corbicula
moltkiana Prime in West Sumatera, Indonesia. Southeast Asian Journal of Tropical Medical
Public Health Vol.38 No. 2 March 2007.
Marlina, Zulqifli, Anamerta, L., Revadiana, I., Radu, S., Kqueen, C. Y. and Nishibuchi, M.
Identification of Vibrio parahaemolyticus from clinical samples in West Sumatera Using
Polymerase Chain Reaction Methods. Acta Pharmaceutica Indonesia 31 (2): 2007, 96-99.
Retnoningrum, D.S. 1997. Penerapan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk diagnosis
penyakit infeksi. Jurusan Farmasi FMIPA. Bandung: ITB.
37