Anda di halaman 1dari 99

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT

PROVINSI PAPUA BARAT


2013
WELFARE INDICATORS OF
PAPUA BARAT PROVINCE
2013

ISSN :
No. Publikasi/Publication Number : 91522.1405
Katalog BPS/BPS Catalogue : 4102004.9100
Ukuran Buku/Book Size : 16,5 cm x 21 cm
Jumlah Halaman/Total Pages : xix + 77 halaman (96 halaman)

Naskah/Manuscript :
Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Papua Barat

Gambar Kulit/Cover Design :


Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik
BPS Provinsi Papua Barat

Diterbitkan Oleh/Published by :
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat
K ATA P E N G A N TA R
K E PA L A B P S
P R O V I N S I PA P U A B A R AT

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat 2013


merupakan publikasi tahunan yang diterbitkan BPS Provinsi
Papua Barat. Publikasi ini merupakan terbitan kelima yang
menyajikan tingkat perkembangan kesejahteraan rakyat
Provinsi Papua Barat. Perubahan taraf kesejahteraan dikaji
menurut berbagai bidang yaitu kependudukan, kesehatan,
pendidikan, ketenagakerjaan, pola dan taraf konsumsi,
perumahan, serta indikator sosial lainnya.
Semua indikator kesejahteraan rakyat bersumber dari hasil
pengolahan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Survei
ini telah dilaksanakan di Provinsi Papua Barat sejak tahun
2006. Indikator ketenagakerjaan bersumber dari data hasil
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas).
Kepada semua pihak yang secara aktif memberikan
sumbangsih hingga terbitnya publikasi ini, kami sampaikan
penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya.
Akhirnya, kami mengharapkan kritik dan saran demi
perbaikan publikasi serupa di masa mendatang.

Manokwari, September 2014


Kepala BPS Provinsi Papua Barat

Simon Sapary

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 i


DA F TA R I S I
KATA PENGANTAR _____________________________ i
DAFTAR ISI ____________________________________ iii
DAFTAR TABEL ________________________________ v
DAFTAR GAMBAR ______________________________ vii
DAFTAR TABEL LAMPIRAN _____________________ xi
TINJAUAN UMUM _______________________________ xiii

I. KEPENDUDUKAN ___________________________ 1
Gambaran Umum Penduduk ______________________ 1
Struktur Umur Penduduk ________________________ 3

II. KESEHATAN________________________________ 5
Angka Harapan Hidup___________________________ 6
Morbiditas ____________________________________ 7
Pertolongan Kelahiran oleh Tenaga Kesehatan _______ 8
Imunisasi dan ASI ______________________________ 10

III. PENDIDIKAN _______________________________ 15


Angka Partisipasi Sekolah (APS) __________________ 16
Angka Partisipasi Murni (APM) ___________________ 18
Angka Melek Huruf Dan Rata Rata Lama Sekolah ___ 21
Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan ______________ 22

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 iii


IV. KETENAGAKERJAAN _______________________ 25

Struktur Penduduk Usia Kerja Agustus 2013 ________ 25


Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Pengangguran
Terbuka _____________________________________ 27
TPT Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi
Yang Ditamatkan ______________________________ 28
Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha ________ 30
Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan ________ 32
Penduduk Bekerja Menurut Jam Kerja _____________ 33

V. TARAF DAN POLA KONSUMSI _______________ 35


Perkembangan Kemiskinan di Papua Barat, 2006 - 2014 35
Perkembangan Tingkat Kesejahteraan ______________ 38
Perkembangan Distribusi Pendapatan ______________ 39
Konsumsi Rumah Tangga _______________________ 41

VI. PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN ____________ 45


Kualitas Perumahan ____________________________ 46
Air Minum Layak _____________________________ 47
Sanitasi Layak ________________________________ 50
Penerangan ___________________________________ 52

VII. SOSIAL LAINNYA ___________________________ 55


Program Penanggulangan Kemiskinan _____________ 55
Akses Teknologi Komunikasi dan Informasi _________ 57
Akses Internet ________________________________ 58

LAMPIRAN-LAMPIRAN ________________________ 61

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 iv


DA F TA R TA B E L

Tabel 1.1 Struktur Penduduk Menurut Kelompok Umur dan


Rasio Ketergantungan di Provinsi Papua Barat
Tahun 20102013 __________________________ 3
Tabel 4.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Papua Barat,
Tahun 2010-2013 ___________________________ 27
Tabel 4.2 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat
Pendidikan Yang Ditamatkan di Provinsi Papua Barat,
Tahun 2011-2013 ___________________________ 29
Tabel 4.3 Persentase Penduduk 15 Tahun atau Lebih Yang
Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi
Papua Barat, Tahun 2008-2013 ________________ 31
Tabel 4.4 Persentase Penduduk 15 Tahun atau Lebih Yang
Bekerja Menurut Status Pekerjaan di Provinsi
Papua Barat, Tahun 2011-2013 ________________ 32
Tabel 4.5 Persentase Penduduk 15 Tahun atau Lebih Yang
Bekerja Menurut Jam Kerja di Provinsi Papua Barat,
Tahun 2011-2013 ___________________________ 33
Tabel 5.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi
Papua Barat Menurut Daerah, 2006 2013 _____ 36
Tabel 5.2 Pengeluaran Per Kapita Per Bulan di Provinsi
Papua Barat, Tahun 20092013 _______________ 38
Tabel 5.3 Ukuran Tingkat Pemerataan Pendapatan di Provinsi
Papua Barat Menurut Bank Dunia dan Koefisien Gini,
Tahun 2007 2013 __________________________ 41

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 v


Tabel 5.4 Pola Konsumsi Makanan dan Non Makanan Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat, Tahun
2011 2013 _______________________________ 42
Tabel 7.1 Persentase Rumah Tangga yang Membeli/Menerima
Beras Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 20112013 _______________ 56

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 vi


DA F TA R G A M B A R

Gambar 1.1 Persebaran Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di


Provinsi Papua Barat Tahun 2013 ___________ 2
Gambar 2.1 Angka Harapan Hidup Menurut Kabupaten/Kota
di Papua Barat Tahun 2013 _________________ 7
Gambar 2.2 Angka Kesakitan Penduduk Papua Barat
Tahun 20092013 ________________________ 8
Gambar 2.3 Penolong Kelahiran Balita di Papua Barat Tahun
20092013 _____________________________ 9
Gambar 2.4 Cakupan Layanan Imunisasi Pada Bayi Berumur
12 23 Bulan di Provinsi Papua Barat Tahun
2011-2013 ______________________________ 10
Gambar 2.5 Persentase Balita 023 Bulan yang Mendapat ASI
dan ASI Ekslusif di Papua Barat Tahun
20112013 ____________________________ 12
Gambar 2.6 Persentase Balita 15 Bulan yang Mendapat ASI
Ekslusif di Papua Barat Tahun 2013 _________ 12
Gambar 3.1 Angka Partisipasi Sekolah Penduduk 724 Tahun
di Provinsi Papua Barat, Tahun 20082013 ___ 16
Gambar 3.2 Angka Partisipasi Sekolah Penduduk 724 Tahun
Menurut Jenis Kelamin di Provinsi Papua Barat,
Tahun 2013 _____________________________ 18

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 vii


Gambar 3.3 Angka Partisipasi Murni Menurut Jenjang Pendidikan
di Provinsi Papua Barat, Tahun 20082013 ___ 19
Gambar 3.4 Angka Partisipasi Murni di Provinsi Papua Barat
Menurut Jenis Kelamin Tahun 2013 _________ 20
Gambar 3.5 Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah
Penduduk 15 Tahun atau Lebih di Provinsi Papua
Barat Tahun 20062013 ___________________ 21
Gambar 3.6 Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan
Penduduk 10 Tahun atau Lebih Menurut Jenjang
Pendidikan dan Jenis Kelamin di Provinsi Papua
Barat Tahun 2013 ________________________ 23
Gambar 4.1 Struktur Penduduk Usia Kerja di Provinsi Papua Barat
Agustus Tahun 2013 ______________________ 26
Gambar 5.1 Sebaran Penduduk Miskin di Papua Barat
Tahun 2013 ______________________________ 37
Gambar 5.2 Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Menurut Kabupaten/
Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2013 _____ 39
Gambar 6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Status Kepemilikan
Rumah di Provinsi Papua Barat Tahun 2013 ___ 46
Gambar 6.2 Kondisi Perumahan Di Provinsi Papua Barat, Tahun
2011 2013 ____________________________ 47
Gambar 6.3 Persentase Rumah Tangga yang Mengakses
Air Minum Layak Di Provinsi Papua Barat,
Tahun 2012 2013 ______________________ 48
Gambar 6.4 Persentase Rumah Tangga yang Mengakses Air
Minum Layak Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi
Papua Barat, Tahun 2013 __________________ 49

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 viii


Gambar 6.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Akses terhadap
Sanitasi yang Layak Di Provinsi Papua Barat, Tahun
2006 2013 ____________________________ 50
Gambar 6.6 Persentase Rumah Tangga yang Mengakses Sanitasi
Layak Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Papua
Barat, Tahun 2013 ________________________ 51
Gambar 7.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Status
Kemiskinan dan Pembelian Beras Miskin
Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2013 _________ 57
Gambar 7.2 Persentase Rumah Tangga Pengguna HP dan
Persentase Penduduk yang Mengakses Internet
Di Provinsi Papua Barat, Tahun 20062013 ___ 59

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 ix


Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 x
D A F TA R TA B E L L A M P I R A N

I (1) Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kabupaten/


Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 20002013 ______ 62
I (2) Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 20082013 ___________________ 63
II (1) Angka Harapan Hidup di Provinsi Papua Barat Tahun
20092013 ____________________________________ 64
II (2) Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir dan
Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2012 __ 65
II (3) Angka Kesakitan Penduduk di Provinsi Papua Barat,
Tahun 20092013 ______________________________ 66
III (1) Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Penduduk
Berumur 15 Tahun atau Lebih di Provinsi Papua Barat,
Tahun 20092013 _______________________________ 67
III (2) Angka Partisipasi Sekolah di Provinsi Papua Barat,
20102013 ____________________________________ 68
III (3) Angka Partisipasi Murni di Provinsi Papua Barat,
20102013 ____________________________________ 69
V (1) Perkembangan Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di
Papua Barat Tahun 2011 dan 2013 _________________ 70
V (2) Garis Kemiskinan di Papua Barat Tahun 20072013 __ 71
V (3) Indeks Kedalaman (P1) dan Indeks Keparahan (P2)
Kemiskinan di Papua Barat Tahun 20072013 _______ 72

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 xi


V (4) Kemampuan Daya Beli Masyarakat di Papua Barat,
Tahun 20092013 _______________________________ 73
VI (1) Persentase Rumah Tangga Menurut Kondisi Perumahan
di Papua Barat, Tahun 20102013 _________________ 74
VI (2) Persentase Rumah Tangga yang Mengakses Air Minum
Layak dan Sanitasi Layak Menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Papua Barat, Tahun 20102013 ____________ 75
VI (3) Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota
dan Sumber Penerangan di Provinsi Papua Barat,
Tahun 20102013 ______________________________ 76
VII (1) Prsentase Rumah Tangga yang Mempunyai Alat Komunikasi
Informasi dan Teknologi di Provinsi Papua Barat Tahun
20102013 ____________________________________ 77
VII (2) Persentase Penduduk yang Mengakses Intenet di Provinsi
Papua Barat Tahun 2013 __________________________ 78

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 xii


Tinjauan Umum

Ruang Lingkup
Memajukan kesejahteraan umum adalah cita-cita mulia
bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan undang-
Undang Dasar 1945. Sebagai bagian dari upaya mewujudkan
kesejahteraan umum tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS)
melakukan pemantauan perkembangan kesejahteraan
penduduk mulai dari tingkat nasional hingga kabupaten/kota.
Pemantauan tingkat kesejahteraan tersebut melalui
penyelenggaraan survei sosial ekonomi seperti: Susenas,
Sakernas, SDKI dan lain-lain.
BPS Provinsi Papua Barat melakukan pemantauan tingkat
kesejahteraan rakyat di Provinsi Papua Barat sejak tahun
2008. Pemantauan tersebut dibukukan dalam publikasi
Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat. Dalam
publikasi ini, kesejahteraan rakyat diamati melalui berbagai
aspek spesifik yaitu kependudukan, kesehatan, pendidikan,
ketenagakerjaan, pengeluaran konsumsi rumah tangga,
perumahan dan aspek sosial lainnya. Permasalahan
kesejahteraan rakyat diukur baik dengan menggunakan
indikator tunggal maupun indikator komposit. Perkembangan
tingkat kesejahteraan rakyat di Provinsi Papua Barat hingga

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 xiii


2013 secara ringkas sebagai berikut:

Di bidang kependudukan:

Penduduk Provinsi Papua Barat pada tahun 2013


diproyeksikan menjadi 828.293 jiwa.

Laju pertumbuhan penduduk selama tahun 2010 sampai


dengan 2013 sebesar 2,89 persen per tahun.

Sebaran penduduk Papua Barat tidak merata dengan


kepadatan penduduk pada tahun 2013 sebesar 8 Jiwa/
Km2.

Dependency ratio, yaitu perbandingan penduduk usia


tidak produktif (kurang dari 15 tahun dan lebih dari 64
tahun) dan penduduk usia produktif (1564 tahun),
masih cukup besar yaitu 51,09.

Di bidang kesehatan:

Angka Harapan Hidup (AHH) Provinsi Papua Barat tahun


2013 sebesar 69,14 tahun.

Angka kesakitan penduduk turun dari 12,76 persen pada


tahun 2012 menjadi 11,38 persen pada tahun 2013.

Sebagian besar penolong kelahiran dari balita adalah


tenaga kesehatan. Komposisi penolong kelahiran balita
pada tahun 2013 adalah 66,42 persen oleh tenaga
kesehatan; 30,53 persen oleh bukan tenaga kesehatan
dan 3,02 persen oleh tenaga paramedis lain.

Persentase bayi 1223 bulan yang telah mendapat


imunisasi BCG mencapai 92,92 persen. Berbeda dengan

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 xiv


imunisasi BCG, capaian imunisasi Campak dan Hepatitis B
masih rendah. Pada tahun 2013, capaian imunisasi
campak sebesar 87,75 persen dan imunisasi Hepatitis B
sebesar 87,99 persen.

Di bidang pendidikan:

Angka partisipasi sekolah (APS) tahun 2013 untuk APS 7


12 tahun sebesar 95,58 persen; APS 1315 tahun
sebesar 92,81 persen; APS 1618 tahun sebesar 72,04
persen dan APS 1924 tahun sebeesar 24,00 persen.

Angka partisipasi murni tahun 2013 untuk APM SD


sebesar 89,94 persen; APM SMP sebesar 60,99 persen;
APM SMA sebesar 54,20 persen dan APM PT sebesar
20,10 persen.

Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk


Papua Barat tahun 2013 sebagian besar masih rendah.
Penduduk 10 tahun atau lebih yang tamat SD sebesar
23,46 persen sementara mereka yang menamatkan
perguruan tinggi hanya 9,25 persen.

Di bidang ketenagakerjaan:

Jumlah penduduk usia kerja (15 tahun atau lebih)


berdasarkan hasil Sakernas 2013 diestimasi mencapai
558.262 jiwa.

Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pada tahun


2013 sebesar 66,41 persen, lebih rendah daripada TPAK
tahun 2012 yaitu sebesar 67,12 persen.

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) tahun 2013 sebesar

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 xv


4,62 persen, lebih rendah daripada TPT tahun 2012 yaitu
sebesar 5,49 persen.

Mayoritas penduduk yang bekerja pada tahun 2013


terserap di sektor pertanian. Penduduk Papua Barat yang
bekerja di sektor pertanian sebesar 48,71 persen, di
sektor industri 10,25 persen dan di sektor jasa sebesar
41,04 persen.

Secara umum telihat bahwa pekerja di Papua Barat lebih


dominan bekerja di sektor informal. Persentase pekerja di
sektor informal mencapai 61,75 persen pada tahun 2013

Taraf dan Pola Konsumsi

Jumlah dan persentase penduduk miskin di Papua Barat


Maret tahun 2014 sebesar 229.430 jiwa atau sebesar
27,13 persen.

Rata-rata pengeluaran penduduk Papua Barat meningkat


dari 816.137 rupiah per kapita per bulan pada tahun
2012 menjadi 876.253 rupiah per kapita per bulan pada
tahun 2013.

Tingkat pemerataan pendapatan yang diukur dengan


proxy pengeluaran pada tahun 2013 dengan
menggunakan indeks gini ratio sebesar 0,41 yang
bermakna ada ketimpangan pendapatan tetapi masih
dalam status ketimpangan rendah.

Tingkat kemerataan menurut Bank Dunia mencatat 16,03


persen pengeluaran penduduk berasal dari kelompok
rumah tangga dengan 40 persen pengeluaran terbawah
dan 48,38 persen disumbang oleh 20 persen rumah

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 xvi


tangga pada kelompok 20 persen pengeluaran rumah
tangga teratas.

Di bidang perumahan

Persentase rumah tangga yang tinggal di rumah sendiri


pada tahun 2013 sebesar 72,46 persen lebih tinggi dari
tahun 2012 yaitu sebesar 66,79 persen.

Sebesar 67,32 persen rumah tangga di Papua Barat pada


tahun 2013 telah mengakses air minum layak.

Persentase rumah tangga dengan akses terhadap sanitasi


layak pada tahun 2013 sebesar 51,83 persen.

Sosial Lainnya

Akses penduduk terhadap program penanggulangan


kemiskinan di Papua Barat tahun 2012 sebagai berikut:
Sebesar 63,94 persen di antara rumah tangga tergolong
miskin membeli/menerima beras miskin. Sebaliknya, ada
29,82 persen rumah tangga tidak miskin juga menerima/
membeli beras miskin.

Penduduk Papua Barat yang menggunakan telepon


selular (handphone) meningkat selama periode tahun
20062013 dari 16,23 persen menjadi 68,27 persen.

Seiring dengan pesatnya pengguna telepon selular,


penduduk Papua Barat yang mengakses internet pada
tahun 2013 mencapai 11,11 persen.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 xvii


Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 xviii
INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT
PROVINSI PAPUA BARAT
2013

Kependudukan
Kesehatan
Pendidikan
Ketenagakerjaan
Ta r a f d a n P o l a K o n s u m s i
R u m a h Ta n g g a
Perumahan dan Lingkungan
Sosial Lainnya
Bab 1
Kependudukan

Isu kependudukan di tingkat nasional adalah penyiapan


langkah-langkah strategis pemerintah menghadapi the
window of opportunity dari bonus demografi 20202030.
Bonus demografi adalah keuntungan ekonomis yang
disebabkan oleh menurunnya Rasio Ketergantungan sebagai
hasil penurunan fertilitas jangka panjang (Wongboonsin, dkk.
2003). Bonus Demografi terjadi karena penurunan kelahiran
yang dalam jangka panjang menurunkan proporsi penduduk
muda sehingga investasi untuk pemenuhan kebutuhannya
berkurang dan sumber daya dapat dialihkan kegunaannya
untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan keluarga (John Ross, 2004).

Gambaran Umum Penduduk


Penduduk Provinsi Papua Barat pada tahun 2013
diproyeksikan menjadi 828.293 jiwa (BPS Provinsi Papua
Barat, 2014). Meskipun belum diketahui kapan Papua Barat
memasuki the window of opprtunity, tetapi mulai tahun 2015
dependency ratio kurang dari 50. Artinya, mulai tahun 2015
proporsi penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan
penduduk usia tidak produktif. Pada tahun 2025, dependency

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 1


KOTA SORONG 25,58
MANOKWARI 18,13
SORONG 9,26
FAKFAK 8,56
TELUK BINTUNI 6,83
KAIMANA 6,17
RAJA AMPAT 5,38
SORONG SELATAN 4,96
MAYBRAT 4,32 Gambar 1.1
TELUK WONDAMA 3,44
PEGUNUNGAN ARFAK 3,23 Persebaran Penduduk Menurut
MANOKWARI SELATAN 2,53 Kabupaten/Kota di Provinsi
TAMBRAW 1,61 Papua Barat Tahun 2013

ratio Papua Barat diperkirakan mencapai 45,3 dan masih


akan lebih rendah lagi hingga tahun 2035 (Kementerian PPN/
Bappenas, BPS dan UNFPA 2013)
Penduduk Provinsi Papua Barat tersebar tidak merata.
Berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2013, satu di antara
empat penduduk Provinsi Papua Barat tinggal di Kota Sorong
dan 18 persen penduduk tinggal di Kabupaten Manokwari.
Penduduk yang lain tersebar tidak merata di sebelas
kabupaten lainnya dengan persentase kurang dari 10 persen
(Gambar 1.1).
Sebaran penduduk yang tidak merata tersebut berdampak
pada kepadatan penduduk yang juga tidak merata. Kota
Sorong dengan luas wilayah hanya 0,68 persen dari luas
Papua Barat dihuni oleh 25,58 persen penduduk Papua Barat
dengan kepadatan 322 penduduk per Km2. Sebaliknya,
Kabupaten Teluk Bintuni dengan luas 21,48 persen dari luas
Papua Barat dihuni oleh 6,83 persen penduduk Papua Barat
dengan kepadatan hanya tiga jiwa per Km2. Kepadatan

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 2


penduduk di Kabupaten Tambrauw terkecil.

Struktur Umur Penduduk


Perubahan struktur umur penduduk akan berdampak pada
pertumbuhan ekonomi. Menurut Adioutomo (2011), pengaruh
struktur penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi sebagai
berikut:
a. Suplai tenaga kerja yang besar meningkatkan pendapatan
per kapita apabila mendapat kesempatan kerja yang
produktip
b. Peranan perempuan yang juga memasuki pasar kerja,
membantu peningkatan pendapatan
c. Tabungan masyarakat yang diinvestasikan secara produktif
d. Modal manusia yang besar apabila ada investasi untuk itu.

Dampak keberhasilan pengendalian penduduk tercermin dari


Tabel 1.1 Struktur Penduduk Menurut Kelompok Umur dan
Rasio Ketergantungan di Provinsi Papua Barat
Tahun 20102012
Rasio
Tahun 0-14 15-64 65 +
Ketergantungan
(1) (2) (3) (4) (5)

2010 33,12 65,07 1,80 53,67


2011 32,68 65,47 1,84 52,74
2012 32,28 65,84 1,88 51,89
2013 31,88 66,18 1,93 51,09
Sumber: BPS (2013), Proyeksi Penduduk Indonesia 20102035

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 3


perubahan struktur umur penduduk yang terlihat dari
berkurangnya proporsi penduduk usia tidak produktif
khususnya 014 tahun. Di sisi lain, proporsi penduduk usia
produktif bertambah. Akibatnya, angka beban ketergantungan
penduduk usia tidak produktif terhadap penduduk usia
produktif berkurang.
Tingginya proporsi penduduk 014 tahun mengakibatkan
tingginya angka beban ketergantungan (dependency ratio).
Tabel 1.1 memperlihatkan angka beban ketergantungan di
Provinsi Papua Barat pada tahun 2013 sebesar 51,09.
Artinya, di antara 100 penduduk usia produktif berumur 15
64 tahun, menanggung 51 penduduk yang tidak produktif.
Hingga tahun 2013, penduduk usia tidak produktif masih
didominasi oleh kelompok anak-anak (014 tahun).
Konsekuensinya adalah pendapatan dari penduduk usia
produktif terserap pada pemenuhan kebutuhan dasar seperti
pendidikan dan kesehatan anak-anak. Dengan demikian,
masih dibutuhkan pembangunan sarana pendidikan
khususnya untuk pendidikan dasar dan menengah juga
dibutuhkan pembangunan sarana kesehatan.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 4


Bab 2
Kesehatan

Mulai 1 Januari 2014, Pemerintah Indonesia mulai


memberlakukan Program Jaminan Kesehatan Nasional
sebagai amanat UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan UU
No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Sebelumya, dalam UU No.
36 Tahun 2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai
hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di
bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang
juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program
jaminan kesehatan sosial. Secara operasional, pelaksanaan
JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan
Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun
2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan
Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan
Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional).
Sebelum program jaminan kesehatan nasional bergulir,
Pemerintah RI telah menjalankan program jaminan kesehatan
masyarakat atau Jamkesmas. Jamkesmas adalah program
bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat
miskin dan hampir miskin. Tujuan Jamkesmas adalah
meningkatkan akses terhadap masyarakat miskin dan hampir
miskin agar dapat memperoleh pelayanan kesehatan. Dengan

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 5


demikian, sebelum tahun 2014, pemerintah memberikan
jaminan kesehatan terbatas pada penduduk miskin atau
hampir miskin.
Sejauhmana program jaminan kesehatan mempengaruhi
derajat kesehatan di Papua Barat dapat dilihat dari beberapa
indikator berikut:

Angka Harapan Hidup


Angka harapan hidup (AHH) Provinsi Papua Barat selama
tahun 2006 hingga tahun 2013 meningkat (Lampiran II.1).
AHH pada tahun 2006 mencapai 67,3 tahun meningkat
menjadi 69,14 tahun pada tahun 2013. Meskipun harapan
hidup meningkat, AHH Provinsi Papua Barat lebih rendah
daripada AHH Indonesia tahun 2013 yaitu sebesar 70,07
tahun. AHH tahun 2014 ditargetkan mencapai 72 tahun. Baik
Provinsi Papua Barat maupun Indonesia tidak mencapai target
tersebut.
Ada perbedaan harapan hidup antar kabupaten/kota di Papua
Barat. Pada tahun 2013, harapan hidup paling lama di Kota
Sorong yang mencapai 72,80 tahun. AHH Kota Sorong telah
melebihi target AHH tahun 2014 sejak tahun 2011. Harapan
hidup paling pendek di Kabupaten Tambrauw yaitu 66,48
tahun.
Disparitas harapan hidup di tingkat kabupaten/kota di Papua
Barat mengindikasikan perbedaan yang sangat nyata pada
ketersediaan fasilitas kesehatan, akses pelayanan dasar di
bidang kesehatan serta sarana dan prasarana kesehatan.
Data Potensi Desa (Podes) 2011 menunjukkan bahwa hanya
9,68 persen desa di Kota Sorong dengan rata-rata jarak ke
Puskesmas atau Pustu. Bandingkan dengan Kabupaten

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 6


85,00

75,00

72,80
71,33
70,11
69,14
65,00

68,90
68,73
68,65
68,06
67,07

67,07
66,95
66,48
Tahun

55,00

45,00

35,00

25,00

Teluk Bintuni

Fak-Fak
Tambrauw

Sorong

Kota Sorong
Sorong Selatan

Teluk Wondama

Manokwari
Maybrat

Kaimana
Raja Ampat

PAPUA BARAT
Gambar 2.1 Angka Harapan Hidup Menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2013

Tambrauw di mana semua desa berjarak lebih dari 5 Km ke


Puskesmas atau Pustu (Lampiran II.2).

Morbiditas
Indikator lain untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat
adalah angka kesakitan atau morbiditas. Angka ini
menunjukkan persentase penduduk yang mengalami keluhan
kesehatan yang mengakibatkan gangguan terhadap aktivitas
sehari-hari seperti bekerja, sekolah atau mengerjakan
pekerjaan rumah.
Secara umum, angka kesakitan penduduk Papua Barat
menurun dari 19,62 persen pada tahun 2009 menjadi 19,50
persen pada tahun 2010; 12,76 persen pada tahun 2012 dan
menjadi 11,38 persen pada tahun 2013. Penurunan angka
kesakitan tersebut berbanding terbalik dengan peningkatan
angka harapan hidup. Hal ini mengindikasikan adanya

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 7


25,00

20,00
19,62 19,50

15,00
Tahun

13,92
12,76
10,00 11,38

5,00

0,00
2009 2010 2011 2012 2013

Gambar 2.2
Angka Kesakitan Penduduk Papua Barat Tahun 20092013

peningkatan derajat kesehatan di masyarakat. Angka


kesakitan menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat
disajikan selengkapnya pada Lampiran II.3.

Pertolongan Kelahiran oleh Tenaga Kesehatan


Penurunan angka kesakitan dan peningkatan angka harapan
hidup tidak terlepas dari upaya pencegahan (preventif) dan
kuratif (pengobatan) baik yang dilakukan oleh masing-masing
individu maupun diinisiasi oleh pemerintah. Beberapa upaya
preventif tersebut antara lain: peningkatan peran tenaga
kesehatan dalam proses persalinan, peningkatan peran ibu
dalam pemberian ASI eksklusif dan pemberian imunisasi.
Peningkatan peran tenaga kesehatan dalam proses
persalinan bertujuan untuk mengurangi kasus kematian bayi.
Dengan menurunkan jumlah kasus kematian bayi dapat

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 8


100%
90%
80%
70% 54,78
63,10 66,42
71,50 71,02
60%
50%
40%
30%
39,57
20% 32,69 30,53
25,94 24,00
10%
0%
2009 2010 2011 2012 2013

Tenaga Paramedis Lain Non Tenaga Kesehatan Tenaga Kesehatan

Gambar 2.3 Penolong Kelahiran Balita di Papua Barat


Tahun 20092013

meningkatkan lama harapan hidup.


Gambar 2.3 memperlihatkan persentase balita (059 bulan)
menurut penolong kelahiran pada tahun 2009 hingga tahun
2013. Pesentase penolong kelahiran oleh tenaga kesehatan
selama periode tersebut tampak fluktuatif tetapi
menunjukkan tren yang meningkat. Meskipun begitu,
persentase pertolongan kelahiran oleh tenaga non kesehatan
masih cukup dominan. Pada tahun 2013, persalinan yang
ditolong tenaga kesehatan di Provinsi Papua Barat sebesar
66,42 persen.
Persentase penolong kelahiran oleh tenaga kesehatan
tertinggi di Kota Sorong dan terendah di Kabupaten
Tambrauw. Hal ini sepola dengan disparitas angka harapan
hidup di kabupaten/kota di Papua Barat di mana angka
harapan hidup tertinggi dan terendah di dua wilayah tersebut.
Hanya tiga dari 10 persalinan di Kabupaten Tambrauw

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 9


ditolong oleh tenaga kesehatan sementara di Kota Sorong
persentasenya 2,8 kali lebih tinggi.

Imunisasi dan ASI


Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah
terjadinya penyakit tertentu. Vaksin membantu tubuh untuk
menghasilkan antibodi yang berfungsi melindungi dan
mencegah dari penyakit agar anak tetap sehat.
Kementerian Kesehatan melalui Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi
menetapkan bahwa imunisasi wajib diberikan kepada bayi
berumur satu tahun adalah BCG, DPT, Polio, Campak, dan
Hepatitis B. Waktu pemberiannya sudah ditetapkan secara
bertahap. Imunisasi BCG diberikan satu kali pada anak usia 0-
2 bulan. Demikian juga untuk imunisasi Polio dan Hepatitis B
untuk pertama kali. Imunisasi DPT dan Polio diberikan secara
100,00

95,00
92,92

92,17

91,90

90,00
91,71

91,53
Persen

90,43
89,78

89,21
88,56

87,99
87,98
87,75

85,00
86,60
86,04

85,52

80,00

75,00
BCG DPT POLIO CAMPAK HEP-B

2011 2012 2013

Gambar 2.4 Cakupan Layanan Imunisasi Pada Bayi Berumur 12


23 Bulan di Provinsi Papua Barat Tahun 2011-2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 10


bersamaan dan berulang pada usia 2, 3, atau 4 bulan dan
pengulangannya 4 bulan kemudian sebanyak 3 kali. Imunisasi
campak diberikan sebanyak 2 kali. Pertama, pada saat anak
berumur 9 bulan atau lebih, dan kedua diberikan pada usia 5-
7 tahun. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada usia 6
bulan dan diulangi 6 bulan kemudian.
Gambar 2.4 menunjukkan cakupan layanan imunisasi pada
anak berumur 1223 bulan. Susenas 2013 mencatat
persentase bayi 1223 bulan yang telah mendapat imunisasi
BCG mencapai 92,92 persen. Berbeda dengan imunisasi BCG,
capaian imunisasi Campak dan Hepatitis B masih rendah.
Pada tahun 2013, capaian imunisasi campak sebesar 87,75
persen dan imunisasi Hepatitis B sebesar 87,99 persen.
Selain imunisasi, upaya meningkatkan ketahanan tubuh bayi
adalah dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI). Pemberian ASI
pada anak balita merupakan pola asuh yang sangat
dianjurkan. Bila kondisi kesehatan ibu setelah melahirkan
baik, menyusui merupakan cara memberi makan yang paling
ideal untuk 4-6 bulan pertama sejak dilahirkan tanpa
memberikan makanan tambahan, karena ASI dapat
memenuhi kebutuhan gizi bayi.
Bayi memperoleh ASI ekslusif apabila dalam enam bulan
hanya diberikan ASI tanpa makanan tambahan. ASI ekslusif
merupakan asupan terbaik bagi bayi yang tidak dapat
digantikan oleh susu formula manapun. Keunggulan dan
manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu:
aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek
kecerdasan, neurologis, ekonomis dan aspek penundaan
kehamilan (http://www.f-buzz.com/2008/05/21/kelebihan-
air-susu-ibu-asi-dan-manfaat-menyusui/).

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 11


100 90,56 91,1 89,31
90
80
70
60
Persen

50
40 35,66
30 22,66 22,83
20
10
0
2011 2012 2013

ASI ASI Eksklusif

Gambar 2.5
Persentase Balita 023 Bulan yang Mendapat ASI dan ASI Ekslusif
di Papua Barat Tahun 20112013

100 89,32
90
80 69,2
70 63,96 62,95
58,43
60
Persen

50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5
Umur (bulan)

Gambar 2.6
Persentase Balita 15 Bulan yang Mendapat ASI Ekslusif di Papua
Barat Tahun 2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 12


Gambar 2.4 menunjukkan pemberian ASI eksklusif kepada
bayi berumur 023 bulan di Provinsi Papua Barat pada tahun
20112013. Secara umum, pemberian ASI ekslusif
meningkat. Jika diperhatikan lebih lanjut Gambar 2.5,
persentase pemberian ASI Eksklusif menurun seiring usia bayi.
Pada bulan pertama, pemberian ASI eksklusif pada tahun
2013 hampir 90 peren. Tetapi pada bulan kedua, ketiga
sampai dengan kelima, persentase bayi yang memperoleh ASI
eksklusif terus berkurang hingga tersisa.
Banyak hal yang menyebabkan ASI Ekslusif tidak diberikan
khususnya bagi ibu-ibu di Indonesia. Menurut Siregar (2004),
Beberapa di antaranya dipengaruhi oleh:
a. Kemudahan-kemudahan yang didapat sebagai hasil
kemajuan teknologi pembuatan makanan bayi seperti
pembuatan tepung makanan bayi, susu buatan bayi,
mendorong ibu untuk mengganti ASI dengan makanan
olahan lain.
b. Para ibu sering keluar rumah baik karena bekerja
maupun karena tugas-tugas sosial, maka susu sapi
adalah satu-satunya jalan keluar dalam pemberian
makanan bagi bayi yang ditinggalkan dirumah.
c. Pengaruh melahirkan dirumah sakit atau klinik bersalin.
Belum semua petugas paramedis diberi pesan dan
diberi cukup informasi agar menganjurkan setiap ibu
untuk menyusui bayi mereka, serta praktek yang keliru
dengan memberikan susu botol kepada bayi yang baru
lahir.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 13


Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 14
Bab 3
Pendidikan

Provinsi Papua Barat telah memasuki pembangunan lima


tahun kedua, yaitu periode tahun 20112015. Target dan
sasaran misi pembangunan pada masa ini ditekankan pada
upaya mencapai kemandirian wilayah. Salah satu upaya
mencapai kemandirian tersebut melalui akses, layanan, dan
kualitas pendidikan.
Ada tiga agenda penting dalam rangka mewujudkan
kemandirian wilayah melalui akses, layanan, dan kualitas
pendidikan. Pertama, mengejar kenaikan angka melek huruf
sebesar 1% setiap tahunnya sehingga 100% penduduk papua
melek huruf. Kedua, pembangunan sekolah berpola asrama
yang didukung program kemitraan pada minimal 15 distrik
setiap tahunnya. Ketiga, setiap tahunnya dilakukan
pembinaan tenaga pengajar di Papua Barat sebesar 20% dari
total pengajar dan kemudian diberikan stimulus dana ataupun
rekrutmen baru untuk disebarkan kedalam kampung-
kampung terisolir secara merata dan bertahap (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Papua Barat Tahun 20122016).
Pembahasan pada Bab 3 ini difokuskan pada capaian
pembangunan pada sektor pendidikan di Provinsi Papua

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 15


Barat. Beberapa indikator pendidikan digunakan untuk
mengukur kinerja pembangunan pendidikan di Provinsi Papua
Barat seperti angka partisipasi sekolah, rata-rata lama
sekolah, dan tingkat pendidikan yang ditamatkan.

Angka Partisipasi Sekolah (APS)


Angka partisipasi sekolah mengukur proporsi dari semua anak
yang masih sekolah pada satu kelompok umur tertentu
terhadap penduduk dengan kelompok umur yang sesuai.
Indikator ini untuk menunjukkan tingkat partisipasi pendidikan
menurut kelompok umur tertentu. APS yang tinggi
menunjukkan terbukanya peluang yang lebih besar dalam
mengakses pendidikan secara umum.

93,18 93,35 94,04 94,38 95,56 95,58


100
90
91,65 92,81
80 88,75 88,59 89,95 88,59
70
72,04
60 67,18
65,40
Persen

50 57,53 57,95 58,98


40
30 24,00
18,31 19,90
20 12,25 12,72 14,45

10
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013
7 - 12 Tahun 13 - 15 Tahun 16 - 18 Tahun 19 - 24 Tahun
Gambar 3.1 Angka Partisipasi Sekolah Penduduk 724 Tahun di
Provinsi Papua Barat, Tahun 20082013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 16


Gambar 3.1 menyajikan APS menurut kelompok umur 712
tahun, 1315 tahun, 1618 tahun hingga 1924 tahun.
Pada tahun 2013, sebanyak 95,58 persen penduduk usia 7
12 tahun berstatus masih sekolah. APS untuk penduduk usia
1315 tahun sebesar 92,81 persen. APS untuk kelompok
umur 1618 tahun dan 1924 tahun kurang dari 75 persen.
Artinya, semakin tinggi umur anak semakin kecil peluang
untuk bersekolah.
Sejak program wajib belajar 6 tahun digulirkan pada tahun
1984, hingga saat ini telah dibangun 774 unit sekolah dasar
di 166 distrik di Provinsi Papua Barat (BPS: Provinsi Papua
Barat Dalam Angka, 2013). Pembangunan SD yang cukup
merata berdampak positif pada terbukanya peluang yang
sama bagi penduduk usia 712 tahun untuk sekolah. APS
terendah untuk kelompok usia ini di Kabupaten Teluk
Wondama yaitu sebesar 86,78 persen. APS di kabupaten/
lainnya lebih dari 90 persen.
Program wajib belajar 6 tahun ditingkatkan menjadi 9 tahun
pada tahun 1994. Sejak saat itu hingga tahun 2013 telah
dibangun SMP sebanyak 180 unit (BPS: Provinsi Papua Barat
Dalam Angka, 2013). Setidaknya, hampir di setiap distrik telah
dibangun SMP. Seperti APS 712 tahun, capaian APS 1315
tahun antar kabupaten/kota juga tidak berbeda.
APS cukup rendah untuk penduduk usia 1618 tahun dan
1924 tahun. Perbedaan APS pada kedua kelompok usia ini
sangat dipengaruhi jumlah SMA/SMK dan Perguruan Tinggi.
Masih mengacu pada hasil data Podes 2011, ada 82 SMA ,
35 SMK dan 24 perguruan tinggi di Provinsi Papua Barat.
Fasilitas pendidikan SMA/SMK/PT tersebut banyak terpusat di
Kota Sorong dan Kabupaten Manokwari. Jumlah SMU di

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 17


Gambar 3.2 Angka Partisipasi Sekolah Penduduk 724 Tahun
Menurut Jenis Kelamin di Provinsi Papua Barat, Tahun
2013

95,54 95,63 95,58 92,90 92,71 92,81

71,93 72,15 72,04

27,38 24,00
20,14

L P L+P L P L+P L P L+P L P L+P


712 1315 1618 1924

Kabupaten Kaimana, Kabupaten Teluk Wondama, dan


Kabupaten Tambrauw hanya ada satu unit.
Besaran APS berbeda menurut jenis kelamin. Gambar 3.2
memperlihatkan bahwa pada kelompok umur 712 tahun,
hampir tidak ada perbedaan partisipasi sekolah. Tetapi, pada
kelompok umur 1618 tahun, perbedaan partisipasi sekolah
antara anak laki-laki dan perempuan tampak nyata.
Keterbatasan jumlah SMA dan PT berdampak pada
partisipasi sekolah penduduk usia 1624 tahun khususnya
pada kaum perempuan.

Angka Partisipasi Murni (APM)


Berbeda dengan APS, angka partisipasi murni (APM)

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 18


Gambar 3.3 Angka Partisipasi Murni Menurut Jenjang Pendidikan di
Provinsi Papua Barat, Tahun 2008-2013

100 90,71 91,25 91,91 88,97 89,94


88,28
90
80
70 57,66 59,76 60,99
60 48,92 49,03 49,65
Persen

50
40 54,20
47,88 46,46
30 43,61 43,55 43,93 20,10
13,86 15,75
20 7,36
6,06 6,25
10
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013

SD SMP SMA PT

mengukur proporsi anak sekolah pada satu kelompok usia


tertentu yang bersekolah pada jenjang yang sesuai dengan
kelompok usianya terhadap seluruh anak pada kelompok usia
tersebut. Sebagai contoh, APM SD mengukur partisipasi
sekolah penduduk usia 712 tahun yang masih bersekolah
SD/sederajat, APM SMP mengukur partisipasi sekolah
penduduk usia 1315 tahun yang masih bersekolah SMP/
sederajat, dan seterusnya. APM menurut jenjang pendidikan di
Provinsi Papua Barat pada tahun 2008 hingga 2013 disajikan
pada Gambar 3.3. Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin
rendah APM.
Dikaitkan dengan target Pendidikan Untuk Semua-PUS
(Education for All-EFA) di mana pada tahun 2015, semua anak
mempunyai akses dan menyelesaikan pendidikan yang
bermutu. Target nasional PUS adalah 100 persen APM pada

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 19


pendidikan dasar dan menengah. Untuk capaian APM SD,
Provinsi Papua Barat optimis dapat mencapai target nasional
PUS tersebut hingga tahun 2015 tetapi tidak untuk APM SMP
dan SMA. Target nasional PUS untuk APM SMP dan SMA akan
tercapai jika dalam tiga tahun dari sekarang terjadi
penambahan gedung sekolah SMP dan SMA dan fasilitasnya
serta penambahan guru yang tersebar hingga ke daerah
terisolir sekalipun.
Dengan demikian, peningkatan capaian APM SMP/sederajat
dan SMA/sederajat menjadi isu strategis pembangunan
pendidikan di Papua Barat.
Lampiran III.1 memperlihatkan capaian APM di tingkat
kabupaten/kota untuk semua jenjang pendidikan. capaian
APM SMP/sederajat masih rendah dan terdapat perbedaan
capaian antar wilayah yang cukup tinggi. Pada tahun 2013,
Kabupaten Teluk Wondama merupakan kabupaten dengan

91,31 88,36 89,94

63,30 60,99
58,73 55,80 52,45 54,20

22,26
17,64 20,10

L P L+P L P L+P L P L+P L P L+P


SD SMP SMA PT

Gambar 3.4 Angka Partisipasi Murni di Provinsi Papua Barat


Menurut Jenis Kelamin Tahun 2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 20


capaian APM SMP/terendah yaitu 40,21 persen. Sebaliknya,
Kabupaten Maybrat merupakan wilayah dengan APM SMP
tertinggi yaitu lebih dari 74,98 persen.
Gambar 3.4 selanjutnya menunjukkan perbedaan APM antara
anak laki-laki dan perempuan di jenjang pendidikan dasar,
menengah dan pendidikan tinggi. Secara umum, perbedaan
gender tidak begitu kentara dalam capaian APM ini. Terlalu
cepat masuk SD bagi lulusan TK yang berumur 6 tahun
berdampak pada penurunan APM sebaliknya memperbesar
angka partisipasi kasar.

Angka Melek Huruf Dan Rata Rata Lama Sekolah


Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah merupakan
dua indikator yang dijadikan sebagai komponen untuk
mengukur pembangunan manusia dari aspek pendidikan.

95,00 93,74 94,14 9,00


93,19 93,39
Rata-rata Lama sekolah (tahun)
94,00
92,34
93,00 92,15 8,50
Angka Melek Huruf (%)

92,00 8,53
90,32
91,00 8,26 8,45 8,00
8,21
90,00 88,55 8,01
89,00 7,67 7,50
88,00 7,65
87,00 7,20 7,00
86,00
85,00 6,50
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

AMH RLS

Gambar 3.5 Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah


Penduduk 15 Tahun atau Lebih di Provinsi Papua Barat
Tahun 2006-2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 21


Angka melek huruf menunjukkan proporsi penduduk usia 15
tahun ke atas yang mempunyai kemampuan membaca dan
menulis huruf latin atau huruf lainnya, tanpa harus mengerti
apa yang dibaca/ditulisnya terhadap penduduk usia 15 tahun
ke atas. Rata-rata lama sekolah adalah jumlah tahun belajar
penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah diselesaikan
dalam pendidikan formal (tidak termasuk tahun yang
mengulang).
Gambar 3.5 memperlihatkan bahwa penduduk usia 15 tahun
ke atas mengalami kenaikan angka melek huruf dan rata-rata
lama sekolah. Angka melek huruf meningkat dari 88,55
persen pada tahun 2006 menjadi 92,15 persen pada tahun
2008 dan menjadi 94,14 persen pada tahun 2013. Rata
rata lama sekolah penduduk Provinsi Papua Barat mengalami
kenaikan (dari 7,20 tahun di tahun 2006 menjadi 8,01 tahun
pada tahun 2009 dan 8,53 tahun pada tahun 2013).
Kenaikan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah ini
berdampak nyata pada capaian IPM Provinsi Papua Barat.
IPM Provinsi Papua Barat tahun 2013 mencapai 70,62 dan
menempati peringkat ke-31 dari 33 provinsi se-Indonesia.

Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan


Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan merupakan
salah satu indikator output penyelenggaraan pendidikan.
Gambar 3.6 memberikan gambaran tentang pencapaian
pendidikan penduduk usia 10 tahun ke atas pada tahun 2013
dan mengindikasikan beberapa isu pendidikan sebagai
berikut:
a. Sebesar 48,16 persen penduduk berumur 10 tahun ke
atas memiliki setinggi-tingginya ijazah SD. Hal ini

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 22


Gambar 3.6 Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan
Penduduk 10 Tahun atau Lebih Menurut Jenjang
Pendidikan dan Jenis Kelamin di Provinsi Papua Barat
Tahun 2013

27,99
27,95

24,84
24,70

24,26
23,46
22,24
21,85

20,02
18,64
18,33
18,05

9,86

9,25
8,55
Tanpa Ijazah SD SMP SMA PT

Laki-laki Perempuan Laki-laki dan Perempuan

mencerminkan, kualitas SDM dari aspek pendidikan di


Papua Barat masih tergolong rendah. Hanya satu di
antar empat penduduk yang berijazah SMA.
b. Lulusan perguruan tinggi di Papua Barat masih sangat
rendah (9,25 persen).
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tanah papua,
Pemerintah Provinsi Papua Barat merencanakan untuk:
a. Pembangunan SD Kecil (Kelas 1 3) di kampung-
kampung di distrik terpencil dan pembangunan SD-SMP
Satu Atap di 20 distrik yang sama.
b. Peningkatan kapasitas guru SD dan SMP seperti
pelatihan keterampilan penyusunan kurikulum dan
pemanfaatan media elektronik dalam proses KBM.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 23


Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 24
Bab 4
Ketenagakerjaan

Isu jendela kesempatan atau window of opportunity saat


memasuki fase bonus demografi tidak akan banyak
bermanfaat bagi percepatan pembangunan apabila lapangan
pekerjaan yang ada tidak mampu menyerap ledakan angkatan
kerja. Oleh karena itu, pengamatan kondisi ketenagakerjaan
dari waktu ke waktu penting dilakukan untuk dapat dijadikan
dasar perencanaan pembangunan ketenagakerjaan di masa
yang akan datang. Bab 4 ini menyajikan beberapa indikator
kunci ketenagakerjaan.

Struktur Penduduk Usia Kerja Agustus 2013


Estimasi jumlah penduduk usia kerja (15 tahun atau lebih) di
Provinsi Papua Barat berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja
Nasional (Sakernas) Agustus 2013 sebanyak 558.262 jiwa.
Penduduk usia kerja yang termasuk angkatan kerja sebesar
66,41 persen. Penduduk angkatan kerja yang bekerja sebesar
95,38 persen. Dengan kata lain, sekitar 4,62 persen
penduduk angkatan kerja termasuk sebagai kelompok
pengangguran terbuka. Selama empat tahun terakhir ini,
pengangguran terbuka terus menurun. Struktur penduduk
usia kerja selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 25


Gambar 4.1 Struktur Penduduk Usia Kerja di Provinsi Papua Barat Agustus
Tahun 2013

Penduduk Usia Kerja (15 +)

558.262

Angkatan Kerja: Bukan Angkatan Kerja:


370.750 187.512

Bekerja: Sekolah:

353.619 78.815

Pengangguran: Mengurus Rumah


Tangga:
17.131
94.447

Lainnya:

14.250

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 26


Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Pengangguran Terbuka
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) adalah
perbandingan jumlah penduduk usia kerja yang bekerja dan
pengangguran dengan jumlah penduduk usia kerja.
Perkembangan TPAK selama tahun 2010 sampai dengan
2013 menunjukkan tren menurun. Selain itu, penduduk usia
kerja yang masuk dalam pasar kerja sedikit berkurang. Hal ini
ditunjukkan dengan sedikit tambahan penduduk angkatan
kerja yang tidak terserap oleh dunia kerja.
Jika dibandingkan antara perkotaan dan perdesaan, TPAK
perdesaan lebih besar dibandingkan TPAK perkotaan. Salah
satu penyebabnya adalah akses pendidikan di pedesaan lebih
sulit daripada di perkotaan. Akibatnya, penduduk usia sekolah
di perdesaan lebih banyak tergolong sebagai penduduk
angkatan kerja. Sebaliknya, di perkotaan banyak yang
termasuk bukan angkatan kerja. Selain itu, banyak angkatan
kerja di perdesaan tergolong sebagai pekerja meskipun
dengan status pekerja keluarga atau pekerja tidak dibayar.
Tabel 4.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) di Provinsi Papua Barat, Tahun 20102013

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka


Daerah (Agustus) (Agustus)
2010 2011 2012 2013 2010 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Perkotaan 61,04 72,31 64,61 62,25 14,57 18,64 10,28 10,32


Perdesaan 73,49 67,21 68,20 68,26 4,77 5,08 3,55 2,31
Total 69,29 70,78 67,12 66,41 7,68 8,94 5,49 4,62

Sumber: BPS, Sakernas 20092012

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 27


Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menggambarkan
banyaknya angkatan kerja yang menganggur. Mereka yang
tergolong pengangguran yaitu penduduk usia kerja yang tidak
bekerja dan sedang mencari kerja atau mempersiapkan suatu
usaha, dan mereka yang sementara belum mulai kerja walau
sudah mendapat pekerjaan dan mereka yang tidak mencari
kerja karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
Semakin banyak angkatan kerja yang berstatus
pengangguran, maka semakin tinggi TPT.
TPT di Provinsi Papua Barat untuk kondisi Agustus 2013
sebesar 4,62 persen, lebih rendah dibandingkan dengan TPT
tahun sebelumnya yaitu sebesar 5,49 persen. Tingkat
pengangguran di perkotaan lebih tinggi daripada di
perdesaan. Dapat disimpulkan bahwa penyerapan tenaga
kerja pada tahun 2013 lebih baik dibandingkan tahun 2012.

TPT Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan


Dilihat dari tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan
angkatan kerja, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin
besar TPT. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa TPT dari angkatan
kerja dengan pendidikan SMP ke bawah lebih rendah
daripada TPT dari angkatan kerja dengan tingkat pendidikan
minimal SMA. Puncak TPT tertinggi pada kelompok pendidikan
SMA. Angkatan kerja dengan tingkat pendidikan rendah jauh
lebih mudah terserap dalam lapangan pekerjaan daripada
mereka yang berpendidikan tinggi. Tingginya TPT pada
kelompok pendidikan SMA ini mengindikasikan dua hal:
a. Potret dropout dari penduduk usia 1618 tahu yang tidak
dapat melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi;

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 28


Tabel 4.2 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan di Provinsi Papua
Barat, Tahun 2011-2013

Pendidikan Tertinggi Perkotaan Perdesaan Kota + Desa


yang ditamatkan
2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
TDK/BLM SEKOLAH 30,99 1,121 3,49
14,27 9,02 0,96 0,56 2,59 1,38
TDK/BLM TAMAT SD 7,42 2,538 3,5

SD 7,44 7,89 3,75 2,058 1,23 1,64 2,91 2,33 1,94

SLTP 11,77 7,82 7,70 5,615 2,6 1,62 7,5 4,24 3,54

SLTA UMUM/SMU 24,08 10,137 15,51


12,51 14,20 8,32 4,14 10,06 8,23
SLTA KEJURUAN/SMK 17,05 5,649 10,94

DIPLOMA I/II dan AKADEMI 17,78 5,951 10,38


6,80 8,20 6,17 4,81 6,46 6,42
UNIVERSITAS 35,52 13,591 23,13

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013


Total 18,64 10,28 10,32 5,08 3,55 2,31 8,94 5,49 4,62

Sumber: BPS, Sakernas 20112013

29
b. Tidak seperti lulusan pendidikan rendah, pencari kerja
berpendidikan SMA lebih selektif mencari pekerjaan yang
sesuai dengan pendidikannya.
Lebih ekstrim lagi jika TPT per tingkat pendidikan
dibandingkan antara wilayah perdesaan dan perkotaan.
Semakin jelas bahwa daya serap lapangan pekerjaan
terhadap angkatan kerja di perkotaan tidak sekuat di
perdesaan.

Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha


Gambaran ketenagakerjaan berdasarkan sektor/lapangan
usaha dari tahun 2008 2013 menjelaskan terjadinya
pergeseran struktur lapangan pekerjaan di Papua Barat.
Sektor pertanian semakin menurun karena semakin
ditinggalkan angkatan kerja yang lebih memilih sektor Industri
(manufacture) dan Jasa-jasa (services). Persentase angkatan
kerja yang bekerja pada kedua sektor terakhir semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Ciri-ciri terjadinya urbanisasi
ketika sektor industri dan jasa semakin diminati para pencari
kerja. Selama pertanian terus menjadi sektor yang subsisten
dengan tingkat pendapatan yang lebih rendah dibandingkan
sektor lain maka pertanian akan semakin ditinggalkan.
Mereka yang memasuki sektor pertanian adalah mereka yang
tidak punya kesempatan masuk ke sektor industri dan jasa-
jasa dan kalah bersaing dengan pencari kerja lain yang lebih
berkualitas.
Namun perlu diperhatikan juga bahwa mayoritas penduduk
yang bekerja terserap di sektor pertanian. Meski sumbangan
sektor pertanian terhadap perekonomian Papua Barat hanya
seperlima dibandingkan sumbangan sektor Industri, namun

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 30


Tabel 4.3 Persentase Penduduk 15 Tahun atau Lebih Yang Bekerja
Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Papua Barat, Tahun
2008-2013

Lapangan Usaha
Daerah
Pertanian Industri Jasa
(1) (2) (3) (4)

Perkotaan
2008 10,16 20,81 69,03
2009 11,95 17,95 70,10
2010 9,52 19,93 70,55
2011 9,60 16,80 73,60
2012 2,89 16,57 80,53
2013 11,45 16,20 72,35
Perdesaan
2008 74,39 7,84 17,77
2009 70,43 9,64 19,94
2010 70,93 7,98 21,09
2011 61,70 9,00 29,30
2012 64,77 10,54 24,69
2013 62,56 8,04 29,40
Kota + Desa
2008 58,79 10,99 30,22
2009 55,68 11,73 32,59
2010 54,04 11,27 34,69
2011 48,50 11,00 40,50
2012 47,63 12,21 40,16
2013 48,71 10,25 41,04

Sumber: BPS, Sakernas 2008 2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 31


pengembangan sektor pertanian perlu diarahkan agar dapat
menopang pembangunan di Provinsi Papua Barat.

Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan


Salah satu pengelompokkan status pekerjaan utama adalah
dengan mengelompokkan pekerja ke dalam sektor informal
atau fomal. Pekeja di sektor informal adalah penduduk yang
bekerja dengan status pekerjaan sebagai berusaha sendiri,
berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar atau
pekerja keluarga, pekerja bebas, atau pekerja keluarga.
Pekerja di sektor formal adalah penduduk yang bekerja
dengan status sebagai berusaha dibantu buruh tetap/buruh
dibayar atau buruh/karyawan/pegawai.
Secara umum telihat bahwa pekerja di Papua Barat lebih
dominan bekerja di sektor informal. Persentase pekerja di
sektor informal mencapai 61,75 persen pada tahun 2013
(Tabel 4.4). Persentase pekerja formal di perkotaan dua kali
lebih besar dibandingkan di perdesaan.

Tabel 4.4 Persentase Penduduk 15 Tahun atau Lebih Yang Bekerja Menurut
Status Pekerjaan di Provinsi Papua Barat, Tahun 2011-2013

Status Perkotaan Perdesaan Kota + Desa


Pekerjaan 2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

Formal 43,89 74,12 60,08 32,11 30,18 30,13 38,21 42,35 38,25

Informal 56,11 25,88 39,92 67,89 69,82 69,87 61,79 57,65 61,75

Sumber: BPS, Sakernas 20112013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 32


Penduduk Bekerja Menurut Jam Kerja
Meskipun TPT pada tahun 2013 mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2012, namun dari sisi tingkat setengah
pengangguran mengalami peningkatan. Setengah
pengangguran didefinisikan sebagai penduduk yang bekerja di
bawah jam kerja normal yaitu 35 jam seminggu. Informasi
setengah pengangguran ini disajikan pada Tabel 4.5 pada
kolom (5) sampai dengan kolom (7) yang menyajikan setengah
pengangguran pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2013.
Tampak bahwa kenaikan setengah pengangguran terjadi baik
di perkotaan maupun di perdesaan.

Tabel 4.5 Persentase Penduduk 15 Tahun atau Lebih Yang Bekerja Menurut
Jam Kerja di Provinsi Papua Barat, Tahun 2011-2013

Jam Kerja
Daerah Tempat
< 15 jam < 35 jam
Tinggal
2011 2012 2013 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Perkotaan 3,70 4,01 8,52 17,71 21,80 24,76

Perdesaan 4,00 6,76 9,05 37,72 39,47 48,83


Perkotaan +
3,93 6,01 8,91 32,67 34,64 42,30
Perdesaan
Sumber: BPS, Sakernas 20112013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 33


Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 34
Bab 5
Taraf dan Pola Konsumsi

Agenda pokok keempat pembangunan Papua Barat adalah


penanggulangan kemiskinan. Penurunan persentase
penduduk miskin dapat dimaknai adanya peningkatan tingkat
pendapatan penduduk yang juga menunjukkan peningkatan
tingkat kesejahteraannya. Yang menjadi permasalahan adalah
apakah peningkatan tingkat pendapatan tersebut telah
dinikmati oleh semua penduduk secara merata atau hanya
dinikmati oleh sebagian kecil penduduk. Pembahasan bab ini
mengulas jawaban permasalahan tersebut dengan mengkaji
bagaimana taraf dan pola konsumsi sebagai proksi dari taraf
dan pola pendapatan penduduk Papua Barat.

Perkembangan Kemiskinan di Papua Barat, 2006 - 2014


Nellson Mandela pernah berujar bahwa kemiskinan itu bukan
kutukan tuhan tetapi karena ulah kita, karena itu untuk
mengentaskannya perlu campur tangan kita. Siapa di antara
kita yang tergolong miskin?
BPS menggunakan garis kemiskinan untuk menentukan
penduduk miskin yaitu penduduk dengan pengeluaran per
kapita per bulan kurang dari garis kemiskinan. Garis
Kemiskinan Provinsi Papua Barat pada Maret 2014 sebesar

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 35


Tabel 5.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Pa-
pua Barat Menurut Daerah, 2006 2013

Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin


Tahun Kota+ Kota+
Kota Desa Kota Desa
Desa Desa
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
2006 13,3 270,80 284,10 8,42 51,17 41,34
2007 11,0 255,80 266,80 7,14 48,82 39,31
2008 9,48 237,02 246,50 5,93 43,74 35,12
2009 8,55 248,29 256,84 5,22 44,71 35,71
2010 9,59 246,66 256,25 5,73 43,48 34,88
2011 10,78 239,06 249,84 6,05 39,56 31,92
2012 13,99 216,00 229,99 5,76 37,73 28,20
2013 14,21 210,06 224,27 5,65 35,64 26,67
2014 14,78 214,65 229,43 5,86 36,16 27,13

Sumber: BPS, BRS Profil Kemiskinan Papua Barat Maret 20062014

Rp. 397.662,- per kapita per bulan terdiri dari garis


kemiskinan makanan sebesar Rp. 316.314,- per kapita per
bulan dan garis kemiskinan non makanan sebesar Rp.
81.348,- per kapita per bulan. Dengan batas garis kemsikinan
tersebut, penduduk miskin di provinsi Papua Barat sebesar
27,13 persen atau sebanyak 229,430 jiwa. Persentase
penduduk miskin di perdesaan lebih tinggi enam kali lipat dari
persentase penduduk miskin di perkotaan.
Masalah lain dari penanggulangan kemiskinan di Papua Barat
adalah perbedaan persentase penduduk miskin antar
kabupaten kota yang terlalu besar. Gambar 5.1 memetakan
persentase penduduk miskin menurut kabupaten/kota di

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 36


38,68 39,43 40,33
35,48 35,64
29,84
27,14 28,45
21,16
18,60 19,27 20,50
Kaimana

Maybrat
Sorong

Tambrauw
Kota Sorong

Sorong Selatan

Prov. Papua Barat

Fakfak

Teluk Wondama
Raja Ampat

Manokwari

Teluk Bintuni
Gambar 5.1 Sebaran Penduduk Miskin di Papua Barat Tahun 2013.

Papua Barat tahun 2013. Hanya ada empat wilayah dengan


persentase penduduk miskin di bawah persentase penduduk
miskin provinsi. Persentase penduduk miskin di tujuh
kabupaten lainnya sangat bervariasi dengan persentase
penduduk miskin tertinggi di Kabupaten Teluk Bintuni.
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) telah
menginventarisir 183 daerah tertinggal. Delapan di antaranya
adalah kabupaten di Provinsi Papua Barat yaitu Kabupaten
Tambrauw, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Maybrat,
Kabupaten Sorong, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten
Sorong Selatan, Kabupaten Teluk Bintuni. Hasil evaluasi
daerah tertinggal KPDT tahun 2013 menjelaskan bahwa
Kabupaten Kaimana adalah satu-satunya kabupaten di
Provinsi Papua Barat yang berhasil keluar dari zona daerah
tertinggal (http://www.kemenegpdt.go.id/berita/1263/
evaluasi-dan-kinerja-kpdt-2014).

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 37


Perkembangan Tingkat Kesejahteraan

Penurunan persentase penduduk miskin mengindikasikan


peningkatan pendapatan penduduk sehingga mampu
melewati batas garis kemiskinan. Tingkat pendapatan
penduduk didekati dengan rata-rata pengeluaran per kapita
per bulan. Selama tahun 20092013, rata-rata pengeluaran
per kapita per bulan penduduk di Provinsi Papua Barat
meningkat dari Rp. 552.162,- per kapita per bulan pada tahun
2009 menjadi Rp. 876.253,- per kapita per bulan pada tahun
2013. Kenaikan pengeluaran per kapita per bulan tahun 2013
sebesar 7,37 persen dibanding tahun sebelumnya.
Peningkatan rata-rata pengeluaran perkapita ini dipicu oleh
peningkatan kemampuan daya beli masyarakat di samping
kenaikan harga-harga.

Tabel 5.2 Pengeluaran Per Kapita Per Bulan di Provinsi Papua


Barat , Tahun 20092013

Pengeluaran Per Kenaikan Nominal


Tahun
Kapita Per Bulan Per Tahun (%)
(1) (2) (3)
2009 552.162
8,90
2010 601.279
15,08
2011 691.933
17,95
2012 816.137
7,37
2013 876.253

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 38


Kota Sorong 1.324.416
Kab. Teluk Bintuni 1.056.257
Kab. Manokwari 970.522
Prov. Papua Barat 876.253
Kab. Kaimana 790.875
Kab. Teluk Wondama 712.492
Kab. Fakfak 708.748
Kab. Raja Ampat 614.287
Kab. Sorong Selatan 513.894
Kab. Sorong 507.321
Kab. Maybrat 503.789
Kab. Tambrauw 377.822

Gambar 5.2 Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Menurut


Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2013

Gambar 5.2 memperlihatkan pengeluaran per kapita per


bulan di Kabupaten/Kota di Papua Barat Tahun 2013.
Tampak bahwa rata-rata pengeluaran per kapita per bulan
tertinggi di Kota Sorong dan terendah di Kabupaten
Tambrauw. Perbedaan rata-rata pengeluaran per kapita per
bulan antara Kota Sorong dan Kabupaten Tambrauw
membuktikan bahwa ada kesenjangan kemampuan daya beli
antara daerah tertinggal dengan daerah maju.

Perkembangan Distribusi Pendapatan


Pertumbuhan ekonomi tinggi tidak akan banyak berarti bagi
peningkatan kesejahteraan penduduk apabila tidak disertai
dengan pemerataan pendapatan. Pertumbuhan ekonomi
adalah syarat cukup. Agar pertumbuhan ekonomi bisa

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 39


berdampak pada peningkatan kesejahteraan diperlukan
prasyarat lain yaitu pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur
tingkat kemerataan pendapatan adalah Koefisien Gini dan
Tingkat Kemerataan Menurut Bank Dunia. Koefisien Gini
didasarkan pada kurva Lorenz, yaitu sebuah kurva
pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi
pendapatan dengan kumulatif penduduk. Nilai koefisien gini
antara nol, untuk pemerataan sempurna, dan satu, untuk
ketimpangan parah.
Bank Dunia mengelompokkan penduduk ke dalam tiga
kelompok sesuai dengan besarnya pendapatan: 40%
penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk
dengan pendapatan menengah dan 20% penduduk dengan
pendapatan tinggi. Ketimpangan pendapatan diukur dengan
menghitung persentase jumlah pendapatan penduduk dari
kelompok yang berpendapatan 40% terendah dibandingkan
total pendapatan seluruh penduduk. Apabila persentasenya
kurang dari 12 persen maka termasuk dalam kategori
ketimpangan tinggi; antara 1217 persen kategori
ketimpangan sedang; dan lebih dari 17 persen kategori
ketimpangan rendah.
Tabel 5.3 menyajikan kedua ukuran ketimpangan
pendapatan. Koefisien gini pada tahun 2007 sebesar 0,33
naik menjadi 0,35 pada tahun 2009 dan pada tahun 2013
menjadi 0,41. Meskipun terjadi kenaikan koefisien gini namun
status ketimpangan pendapatan masih pada posisi di antara
ketimpangan rendah. Namun, jika dilihat dari tingkat
kemerataan menurut Bank Dunia, Provinsi Papua Barat
sebaiknya mulai waspada. Proporsi pengeluaran dari

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 40


Tabel 5.3 Ukuran Tingkat Pemerataan Pendapatan di Provinsi Papua Barat
Menurut Bank Dunia dan Koefisien Gini, Tahun 2007 2013

Tingkat Kemerataan Menurut Bank Dunia


Tahun 40 Persen 40 Persen 20 Persen Gini Ratio
Terbawah Menengah Teratas
(1) (2) (3) (4) (5)
2007 28.29 44.59 27.13 0.33
2008 29.61 43.09 27.30 0.36
2009 22.75 41.11 36.14 0.35
2010 19,14 37,70 43,15 0,37
2011 18,76 38,24 43,00 0,39
2012 18,86 39,68 41,46 0,42
2013 16,03 35,60 48,38 0,41

Sumber: BPS, Susenas 20072013

kelompok penduduk 40 persen terbawah terhadap total


pengeluaran seluruh penduduk mulai kurang dari 17 persen
pada tahun 2013.

Konsumsi Rumah Tangga


Struktur konsumsi rumah tangga memberikan informasi
penting terkait komposisi pengeluaran rumah tangga untuk
memenuhi kebutuhan barang dan jasa. Secara umum,
pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dibedakan
menjadi konsumsi makanan dan konsumsi non makanan.
Rumah tangga dengan taraf kesejahteraan yang lebih baik
akan lebih banyak mengalokasikan pengeluarannya untuk

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 41


Tabel 5.4 Pola Konsumsi Makanan dan Non Makanan Menurut Kabupaten/
Kota di Provinsi Papua Barat, Tahun 2011 2013

Makanan Non Makanan


Kabupaten/Kota
2011 2012 2013 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Fakfak 53,05 51,09 48,54 46,95 48,91 51,46
Kaimana 60,63 58,17 56,24 39,37 41,83 43,76
Teluk Wondama 68,55 62,89 63,76 31,45 37,11 36,24
Teluk Bintuni 50,53 50,73 54,69 49,47 49,27 45,31
Manokwari 45,26 42,56 45,45 54,74 57,44 54,55
Sorong Selatan 52,77 58,33 62,23 47,23 41,67 37,77
Sorong 57,32 57,93 59,30 42,68 42,07 40,70
Raja Ampat 65,60 61,24 54,79 34,40 38,76 45,21
Tambrauw 70,38 73,62 75,20 29,62 26,38 24,80
Maybrat 64,57 65,62 64,56 35,43 34,38 35,44
Kota Sorong 46,14 45,68 41,93 53,86 54,32 58,07

Prov. Papua Barat 50,19 48,68 49,18 49,81 51,32 50,82

Sumber: BPS, Susenas 20112013

kebutuhan non makanan penting seperti pendidikan dan


kesehatan.
Tabel 5.4 menyajikan komposisi pengeluaran konsumsi rumah
tangga menurut makanan dan non makanan di kabupaten/
kota di Provinsi Papua Barat tahun 20112013. Secara
umum, pengeluaran non makanan di Papua Barat lebih tinggi
daripada pengeluaran makanan meskipun perbedaannya
cukup kecil. Terdapat perbedaan komposisi pengeluaran
rumah tangga antara Kota Sorong dan Kabupaten Tambrauw.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga di Kota Sorong

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 42


didominasi oleh non makanan sebaliknya di Kabupaten
Tambrauw didominasi oleh pengeluaran konsumsi makanan.
Selama tahun 2011 hingga 2012 lebih dari 75,20 persen
pengeluaran rumah tangga di Kabupaten Tambrauw
dialokasikan untuk makanan.
Ada beberapa kendala yang dihadapi Pemerintah Kabupaten
Tambrauw:
a. Sebagian besar wilayah Kabupaten Tambrauw adalah
daerah konservasi. Data Podes 2011 menunjukkan bahwa
96 persen desa di Kabupaten Tambrauw berada di dalam
hutan lindung.
b. Celah fiskal, yaitu selisih antara pendapatan dan
pengeluaran di luar belanja pegawai terendah di Papua
Barat. Sebagai perbandingan, pada tahun 2010 celah fiskal
Kabupaten Tambrau sebesar 47,9 miliar rupiah atau 14
kali lebih rendah dibandingkan Kabupaten Teluk Bintuni
pada tahun yang sama (http://kpdt.bps.go.id).
c. Sumber Daya Manusia yang diukur dengan IPM di
Kabupaten Tambrauw juga terendah di Papua Barat.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 43


Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 44
Bab 6
Perumahan dan Lingkungan

Pemerintah Provinsi Papua Barat bertekad untuk memenuhi


kebutuhan perumahan yang menjangkau seluruh kampung
dan seluruh lapisan masysarakat (RPJMD Provinsi Papua
Barat 20122016). Tekad tersebut sejalan dengan UUD 1945
Pasal 28H yang menyatakan, Setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selain itu, juga
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 Bab III
Perumahan Pasal 5 selanjutnya menegaskan bahwa, Setiap
warga negara mempunyai hak untuk menempati, menikmati,
atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat
aman, serasi dan teratur. Kecepatan laju pertumbuhan
penduduk yang tinggi diharapkan dapat diimbangi oleh
kemampuan penyediaan perumahan yang dilengkapi dengan
sarana dan prasarana yang memadai.
Bab 6 ini menguraikan kondisi perumahan dan lingkungan di
Provinsi Papua Barat hingga tahun 2013. Beberapa indikator
perumahan menunjukkan kondisi yang lebih baik. Beberapa
indikator lainnya menunjukkan kondisi yang tidak lebih baik.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 45


Kondisi Perumahan
Pada tahun 2013, persentase rumah tangga yang tinggal di
rumah sendiri meningkat dibanding tahun sebelumnya.
Peningkatannya mencapai 5,67 persen. Sebaliknya, rumah
tangga yang masih tinggal dengan kontrak/sewa, rumah
dinas, atau bebas sewa berkurang. Peningkatan daya beli
masyarakat diduga menjadi salah satu pendorong
peningkatan persentase rumah tangga yang memiliki rumah
sendiri.
Berdasarkan empat indikator rumah layak huni pada tahun
20112013 menunjukkan adanya perbaikan kualitas
perumahan di Provinsi Papua Barat. Gambar 6.2
memperlihatkan persentase rumah tangga dengan lantai
bukan tanah, atap layak, dan dinding permanen meningkat
sementara rumah tangga dengan luas lantai per kapita kurang
dari 10 m2 berkurang.

72,46
66,79

14,3 12,35 12,36


9,03
6,21 5,75
0,34 0,41

Milik Sendiri Kontrak/Sewa Dinas Bebas Sewa Lainnya

2012 2013

Gambar 6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Status


Kepemilikan Rumah di Provinsi Papua Barat Tahun
2012-2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 46


Gambar 6.2 Kondisi Perumahan Di Provinsi Papua Barat,
Tahun 201120123

95,86 96,39
94,34 96,19
93,99 95,89

58,27
56,00

54,12 43,29
40,26
38,92

Lantai Bukan Tanah Atap Layak* Dinding Permanen Luas Lantai Kurang
dari 10 Km2

2011 2012 2013

Keterangan: * Tidak Beratap Dedaunan

Air Minum Layak


Mulai tahun 2013, penghitungan air minum layak
menggunakan pendekatan baru. Sebelumnya, rumah tangga
dikatakan menggunakan/mempunyai akses air minum layak
apabila sumber air minum yang digunakan rumah tangga
berasal dari leding, air terlindung (pompa/sumur bor, sumur
terlindung, mata air terlindung) dengan jarak >= 10 m dari
penampungan kotoran/limbah, dan air hujan. Sementara
rumah tangga yang menggunakan air kemasan (bermerk dan
isi ulang) dikategorikan sebagai tidak ada akses terhadap air
minum layak. Sekarang, Rumah tangga dikatakan
menggunakan/mempunyai akses air minum layak apabila
sumber air minum yang digunakan rumah tangga berasal dari
leding, air terlindung (pompa/sumur bor, sumur terlindung,

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 47


mata air terlindung) dengan jarak >= 10 m dari penampungan
kotoran/limbah, dan air hujan (Rumus 1). Dikombinasikan
dengan penggunaan air mandi/cuci yang bersumber dari air
terlindung (leding meteran, leding eceran, sumur bor/pompa,
sumur terlindung, mata air terlindung, dan air hujan) bila
sumber air minum utama menggunakan air kemasan/isi ulang
dan air tidak terlindungi (air terlindungi dengan jarak < 10 m
dan air tidak terlindung).
Gambar 6.3 menyajikan perkembangan akses rumah tangga
terhadap air minum yang layak selama tahun 2012 hingga
tahun 2013. Persentase rumah tangga yang dapat
mengakses air minum layak meningkat. Direktur PAM
mengemukakan, target dari Deklarasi Tujuan Pembangunan
Milenium (Millenium Development Goals/MDGs) di Indonesia
tahun 2015 adalah sebesar 68,8 persen. Dengan demikian ,

67,32

65,72

2012 2013

Gambar 6.3 Persentase Rumah Tangga yang Mengakses Air Minum


Layak Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2012 2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 48


Kota Sorong 88,43
Fakfak 87,15
Sorong 81,41
Teluk Bintuni 75,47
Manokwari 67,33
Papua Barat 67,32
Kaimana 67,25
Sorong Selatan 45,46
Raja Ampat 36,48
Tambrauw 27,38
Maybrat 25,48
Teluk Wondama 13,16

- 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00

Gambar 6.4 Persentase Rumah Tangga yang Mengakses Air Minum


Layak Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Papua
Barat, Tahun 2013

terdapat deviasi sebesar 1,5 persen. Beberapa kendala dalam


pengembangan SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum) di
Papua Barat, menurut Danny Sutjiono, di antaranya adalah
keterbatasan anggaran (APBD), ketersiapan lahan dan
kelembagaan dalam pengelolaan SPAM. Salah satu program
untuk mengatasi ketersediaan air, yakni pembuatan sumur-
sumur bor. Kepala Bidang Pengembangan Geologi dan
Sumber Daya Mineral Dinas Pertambangan dan Energi
Provinsi Papua Barat Ir Khaerul Saat, MT, mengatakan, sumur
bor ini diperuntukkan bagi warga di lokasi-lokasi yang sulit
mendapat air permukaan.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 49


Sanitasi Layak
Fasilitas sanitasi yang layak didefinisikan sebagai sarana yang
aman, higienis, dan nyaman, yang dapat menjauhkan
pengguna dan lingkungan di sekitarnya dari kontak dengan
kotoran manusia (Bappenas, 2010). Fasilitas sanitasi yang
layak mencakup kloset dengan leher angsa, toilet guyur (flush
toilet) yang terhubung dengan sistem pipa saluran
pembuangan atau tangki septik, termasuk jamban cemplung
(pit latrine) terlindung dengan segel slab dan ventilasi; serta
toilet kompos. Fasilitas sanitasi yang tidak layak antara lain
meliputi toilet yang mengalir ke selokan, saluran terbuka,
sungai, atau lapangan terbuka, jamban cemplung tanpa segel
slab, wadah ember, dan toilet gantung.

100,00
90,00
80,00 69,72 70,94
70,00 61,46
56,05 56,61
60,00 54,51 51,83
49,35
Persen

44,69 46,91
50,00 39,99 39,23
40,00 32,63
46,18
26,19 26,54 43,35
30,00 22,64
34,90 32,20
20,00
22,57 22,89
10,00
13,85
0,00 10,92
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Kota Desa Total

Gambar 6.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Akses terhadap


Sanitasi yang Layak Di Provinsi Papua Barat,
Tahun 2006 2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 50


Perkembangan persentase rumah tangga dengan sanitasi
layak di Papua Barat mengalami peningkatan. Gambar 6.5
menunjukkan bahwa selama tahun 20062013, peningkatan
akses terhadap sanitasi yang layak terjadi baik di daerah
perkotaan maupun daerah perkotaan. Persentase rumah
tangga dengan akses terhadap sanitasi layak di daerah
perdesaan meningkat dari 10,92 persen pada tahun 2006
menjadi 22,89 persen pada tahun 2019 dan menjadi 43,35
persen pada tahun 2013. Proyek MCK dari PNPM Pedesaan
turut berkontribusi terhadap pesatnya peningkatan akses
rumah tangga terhadap sanitasi layak di pedesaan. Demikian
juga di daerah perkotaan, akses sanitasi layak meningkat dari
44,69 persen pada tahun 2006 menjadi 70,94 persen pada
tahun 2013.
Selain terdapat perbedaan akses terhadap sanitasi yang layak
di daerah perkotaan dan perdesaan, perbedaan akses

Kab. Teluk Wondama 73,21%


Kota Sorong 68,41%
Kab. Teluk Bintuni 62,69%
Kab. Manokwari 58,90%
Kab. Kaimana 53,13%
Papua Barat 51,83%
Kab. Sorong 44,47%
Kab. Tambrauw 43,83%
Kab. Fakfak 34,46%
Kab. Sorong Selatan 30,57%
Kab. Raja Ampat 27,81%
Kab. Maybrat 22,77%

Gambar 6.6 Persentase Rumah Tangga yang Mengakses Sanitasi


Layak Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Papua
Barat, Tahun 2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 51


terhadap sanitasi yang layak juga berbeda antar kabupaten/
kota. Gambar 6.6 memperlihatkan akses rumah tangga
terhadap sanitasi layak menurut kabupaten/kota di Provinsi
Papua Barat tahun 2013. Persentase rumah tangga dengan
sanitasi yang layak cukup tinggi di Kabupaten Teluk
Wondama, Kota Sorong dan Kabupaten Teluk Bintuni.
Sebaliknya, persentase rumah tangga dengan sanitasi
layakrendah di Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten
Maybrat.

Penerangan
Sumber penerangan listrik di Papua Barat belum dapat
sepenuhnya diusahakan oleh PLN. Selain PLN, masyarakat
biasa menggunakan genset, solar sel, atau PLTD seperti di
Kabupaten Raja Ampat guna memenuhi kebutuhan
penerangan listrik di malam hari. Jika solar langka, maka
genset atau PLTD terpaksa tidak digunakan. Solar sel dapat
ditemukan di Tanggaromi Kabupaten Fakfak atau Wasior
Kabupaten Teluk Wondama.
Rumah tangga yang menggunakan listrik PLN pada tahun
2013 sebesar 63,20 persen. Kota Sorong dengan segala
kemudahannya menjadikan akses terbesar rumah tangga
dengan listrik PLN yaitu sebesar 99,65 persen. Sebaliknya,
Kabupaten Tambrauw dengan segala keterbatasan
infrastrukturnya menjadikan rumah tangga pengguna listrik
PLN sangat rendah. Lebih dari separuh rumah tangga
menggunakan listrik non PLN untuk penerangan di malam
hari. Demikian juga dengan Kabupaten Raja Ampat. Bedanya
dengan Kabupaten Tambrauw, kebutuhan listrik non PLN di
Kabupaten Raja Ampat dipasok PLTD Waisay yang dibangun
pada tahun 2005. Hingga saat ini tercatat 1.921 pelanggan.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 52


Papua Barat 63,20 17,97
Kota Sorong 99,65 0,17
Kab. Maybrat 24,79 30,03
Kab. Tambrauw 7,53 55,84
Kab. Raja Ampat 12,53 58,56
Kab. Sorong 68,05 17,36
Kab. Sorong Selatan 28,51 27,70
Kab. Manokwari 77,33 6,81
Kab. Teluk Bintuni 46,17 42,79
Kab. Teluk Wondama 14,02 26,19
Kab. Kaimana 50,12 18,14
Kab. Fakfak 73,19 16,57
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00

Listrik PLN Listrik non PLN

Gambar 6.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber


Penerangan Utama Di Provinsi Papua Barat, Tahun
2013

Untuk mengatasi kebutuhan pasokan listrik, pemerintah pusat


berupaya untuk meningkatkan elektrifikasi Papua Barat
dengan membantu penyediaan energi menggunakan dana
APBN, APBD, Dana Alokasi Khusus Bidang Listrik Pedesaan
dan Dana Hibah Negara Donor. Dana Alokasi Khusus Bidang
Listrik pedesaan dimanfaatkan untuk membangun
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpusat dan
Tersebar, seperti yang terdapat di 22 kampung dengan total
797 PLTS tersebar dan satu unit PLTS Terpusat di Distrik
Batanta di Kabupaten Raja Ampat (Liputan6.com).

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 53


Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 54
Bab 7
Sosial Lainnya

Bagian ini mengulas aspek sosial lain yang belum dibahas


pada Bab 1 sampai dengan Bab 6. Pembahasan difokuskan
pada program penanggulangan kemiskinan dan akses
penduduk terhadap perkembangan informasi, teknologi dan
komunikasi (ITK). Data penanggulangan kemiskinan yang
dihimpun melalui pengumpulan data Susenas tahun 2013
antara lain pembelian beras miskin (raskin). Akses penduduk
terhadap ITK meliputi penguasaan media komunikasi seperti
telepon, komputer, dan handphone; dan akses penduduk
terhadap media internet.

Program Penanggulangan Kemiskinan


Pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan mencakup
dua sasaran. Pertama, mengurangi beban rumah tangga
miskin untuk kebutuhan dasar dan meningkatkan
pendapatannya. Pengurangan beban rumah tangga miskin
antara lain melalui program raskin, pembebasan biaya
kesehatan dan dana BOS.
Pada tahun 2013, sebesar 39,72 persen rumah tangga di
Provinsi Papua Barat membeli/menerima beras miskin.
Persentase tersebut masih gabungan antara rumah tangga

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 55


Tabel 7.1 Persentase Rumah Tangga yang Membeli/Menerima
Beras Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 20112013

Kabupaten/Kota 2011 2012 2013

(1) (2) (3) (4)


Kab. Fakfak 55,27 65,17 60,91

Kab. Kaimana 48,61 62,96 38,77

Kab. Teluk Wondama 61,75 23,15 36,99

Kab. Teluk Bintuni 28,36 18,88 15,60

Kab. Manokwari 41,84 33,32 25,09

Kab. Sorong Selatan 42,97 29,64 44,79

Kab. Sorong 80,05 77,47 67,28

Kab. Raja Ampat 79,66 70,27 74,81

Kab. Tambrauw 63,56 47,03 26,17

Kab. Maybrat 74,32 85,13 45,30

Kota Sorong 32,16 33,76 33,06

Provinsi Papua Barat 34,64 45,43 39,72

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (20112013)

miskin dan rumah tangga tidak miskin. Sebesar 63,94 persen


di antara rumah tangga tergolong miskin membeli/menerima
beras miskin. Sebaliknya, ada 29,82 persen rumah tangga
tidak miskin juga menerima/membeli beras miskin. Hal ini
mengindikasikan bahwa beras miskin yang sedianya
diperuntukkan bagi rumah tangga miskin diterima juga oleh
rumah tangga tidak miskin.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 56


100,00
90,00
80,00
70,18
70,00 63,94
60,00
Persen

50,00
40,00 36,06
29,82
30,00
20,00
10,00
0,00
Miskin Tidak Miskin

Membeli Raskin Tidak Membeli Raskin

Gambar 7.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Status Kemiskinan


dan Pembelian Beras Miskin Di Provinsi Papua Barat,
Tahun 2013

Tabel 7.1 memperlihatkan bahwa akses masyarakat terhadap


program penanggulangan kemiskinan di Provinsi Papua Barat
tahun 2011-2013. Distribusi beras miskin ke rumah tangga
cukup tinggi di kabupaten yang relatif mudah secara geografis
seperti di Kabupaten Fakfak, Kabupaten Sorong dan
Kabupaten Raja Ampat. Sebaliknya, di kabupaten yang relatif
sulit persentase rumah tangga miskin penerima beras miskin
relatif rendah.

Akses Teknologi Komunikasi dan Informasi


Perkembangan akses teknologi komunikasi dan informasi di
Papua Barat hingga tahun 2013 cukup pesat. Pengguna
telepon selular atau HP di Provinsi Papua Barat pada tahun
20122013 lebih dari 65 persen, meningkat dibandingkan
tahun 2011 yaitu 64,61 persen. Persentase rumah tangga
pengguna telepon selular tertinggi di Kota Sorong. Hal ini

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 57


dapat dimaklumi karena pembukaan jaringan telepon selular
di Papua Barat pertama kali di Kota Sorong.
Meski terbilang lebih terisolir, persentase rumah tangga
pengguna HP di Kabupaten Tambrauw lebih tinggi daripada di
Kabupaten Maybrat. Hal ini dampak pemasangan tiga BTS
(Base Transceiver Station) di Distrik Feef, Distrik Sausafor dan
Distrik Miyakh. Sementara di Kabupaten Maybrat hanya ada
satu BTS yaitu di Distrik Ayamaru. Karena itu, persentase
rumah tangga yang memiliki telefon selular di Kabupaten
Maybrat terendah di Papua Barat.
Dibandingkan dengan perkembangan kepemilikan PC/
Desktop, pengguna laptop atau notebook masih meningkat.
Lampiran VII(2) memperlihatkan bahwa kenaikan kepemilikan
pengguna Laptop naik dari 17,01 persen pada tahun 2012
menjadi 18,03 persen pada tahun 2013 atau bertambah 1,02
persen.

Akses Internet
Seiring dengan kepemilikan telefon selular yang meningkat
perkembangan penduduk yang mengakses internet juga
mengalami peningkatan. Gambar 7.1 memperlihatkan pada
tahun 2006 hanya 1,47 persen penduduk di Papua Barat yang
mengakses internet. Saat itu, rumah tangga yang memiliki/
menguasai telefon selular baru 16,23 persen. Pada tahun
2013, persentase pengakses internet telah mencapai 11,11
persen dari seluruh penduduk Papua Barat yang berumur 5
tahun ke atas. Rumah tangga pengguna HP saat ini telah
mencapai 68,27 persen.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII)
mengungkapkan jumlah pengguna internet pada tahun 2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 58


80
70
60
50
Persen

40
69,23 71,71 68,27
30 64,61
47,3
20 40,85
29,66
10 16,23
8,62 8,99 8,97 11,71 11,11
6,02
0 1,47 0,89
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Rumah Tangga Pengguna HP Penduduk Pengakses Internet

Gambar 7.2 Persentase Rumah Tangga Pengguna HP dan


Persentase Penduduk yang Mengakses Internet Di
Provinsi Papua Barat, Tahun 20062013
mencapa 71,19 juta, meningkat 13 persen dibanding tahun
2012 yang mencapai sekitar 63 juta pengguna. Penetrasi
jumlah pengguna internet terus meningkat, saat ini mencapai
28 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang sebanyak
248 juta orang (Semuel A. Pangerapan, Ketua Umum APJII).
Dilihat dari sebarannya, pengguna internet terbanyak di
Provinsi Papua Barat adalah di Kota Sorong dan Kabupaten
Manokwari. Hampir seperlima penduduk Kota Sorong adalah
pengguna internet. Di Kabupaten Manokwari, pengguna
internet mencapai 17,14 persen. Hingga tahun 2012 ini,
pengguna intrenet di Kabupaten Tambrauw, Kabupaten
Maybrat dan Kabupaten Sorong Selatan kurang dari satu
persen.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 59


Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 60
Lampiran-Lampiran
I (1) Indikator Kependudukan

Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di


Provinsi Papua Barat Tahun 2000, 2010 dan 2013

Laju Pertum-
Jumlah Penduduk
Kabupaten/ buhan Per
Kota Tahun
2000 2010 2013 2010 - 2013
(1) (2) (3) (4) (5)
Kab. Fakfak 51.295 66.828 70.902 1,99

Kab. Kaimana 30.115 46.249 51.100 3,38

Kab. Teluk Wondama 18.522 26.321 28.534 2,73

Kab. Teluk Bintuni 37.172 52.422 56.597 2,59

Kab. Manokwari 127.622 187.726 197.824 1,76

Kab. Sorong Selatan 22.487 37.900 41.085 2,73

Kab. Sorong 62.909 70.619 76.669 2,78

Kab. Raja Empat 33.605 42.507 44.568 1,59

Kab. Tambrauw 5.917 6.144 13.376 29,61

Kab. Maybrat 20.245 33.081 35.798 2,67

Kota Sorong 119.800 190.625 211.840 3,58

Prov. Papua Barat 529.689 760.422 828.293 2,89


Sumber: BPS, SP2000, SP2010 dan Proyeksi Penduduk Tahun 2014.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 62


I (2) Indikator Kependudukan

Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua


Barat Tahun 20102013

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)


Kabupaten/Kota
2010 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5)

Fakfak 7,57 7,77 7,92 8,08

Kaimana 2,90 2,94 3,03 3,15

Teluk Wondama 6,67 6,85 7,03 7,21

Teluk Bintuni 2,52 2,59 2,65 2,72

Manokwari 39,95 41,08 42,21 43,38

Sorong Selatan 5,78 5,92 6,08 6,23

Sorong 10,83 11,13 11,43 11,72

Raja Empat 5,24 5,39 5,46 5,55

Tambrauw 0,82 0,84 0,84 0,85

Maybrat 6,10 6,26 6,41 6,55

Kota Sorong 294,18 303,04 313,24 322,61

Prov. Papua Barat 7,86 8,07 8,28 8,50


Sumber: BPS, Provinsi Papua Barat Dalam Angka Tahun 20102013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 63


II (1) Kesehatan

Angka Harapan Hidup di Provinsi Papua Barat Tahun 20102013.

Angka Harapan Hidup


Kabupaten/Kota (tahun)
2010 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5)

Fak-Fak 70,52 70,88 71,24 71,33

Kaimana 69,65 69,88 70,11 70,11

Teluk Wondama 67,51 67,76 68,01 68,06

Teluk Bintuni 68,21 68,54 68,88 68,90

Manokwari 68,00 68,29 68,58 68,73

Sorong Selatan 66,66 66,82 66,99 67,07

Sorong 67,85 68,22 68,59 68,65

Raja Ampat 66,17 66,50 66,82 67,07

Tambrauw 66,15 66,31 66,48 66,48

Maybrat 66,33 66,62 66,92 66,95

Kota Sorong 71,95 72,36 72,52 72,80

Prov. Papua Barat 68.51 68,81 69,14 69,14

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, IPM Provinsi Papua Barat 20102013.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 64


Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir dan Kabupaten/Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2013

Kabupaten/Kota
Penolong Kelahiran

Tenaga
Famili/
II
Dokter Bidan paramedis Dukun Lainnya
keluarga
lain

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)


(2) Kesehatan

Kab. Fakfak 14,09 58,31 0,48 24,5 2,61 N.A


Kab. Kaimana 13,3 54,03 1,44 24,72 4,76 1,75
Kab. Teluk Wondama 6,08 38,4 1,63 11,31 42,57 N.A
Kab. Teluk Bintuni 9,41 60,4 1,3 14,92 13,06 0,91
Kab. Manokwari 29,69 43,33 N.A 7,11 18,58 1,28
Kab. Sorong Selatan 12,86 23,83 25,38 33,78 3,74 0,41
Kab. Sorong 9,06 50,83 1,49 28,81 9,82 N.A
Kab. Raja Ampat 2,56 41,56 9,34 38,04 8,51 N.A
Kab. Tambrauw 0,44 29,56 7,13 44,03 18,84 N.A
Kab. Maybrat 9,5 40,89 5,64 31,54 11,48 0,94
Kota Sorong 17,74 66,31 0,27 11,68 3,99 N.A

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013


Provinsi Papua Barat 16,67 49,75 3,04 18,35 11,59 0,59

Sumber: BPS, Susenas 2013

65
II (3) Kesehatan

Angka Kesakitan Penduduk di Provinsi Papua Barat,


Tahun 20102013.

Angka Kesakitan
Kabupaten/Kota
2010 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5)
Fakfak 7,96 10,57 7,98 4,44
Kaimana 11,12 11,50 8,31 11,88
Teluk Wondama 22,32 13,79 12,30 11,18
Teluk Bintuni 23,49 18,42 18,60 20,09
Manokwari 16,32 14,18 15,47 10,25
Sorong Selatan 18,63 12,75 12,48 8,23
Sorong 23,63 15,33 13,88 10,63
Raja Ampat 26,16 12,83 14,96 13,58
Tambrauw 47,38 6,36 6,42 10,23
Maybrat 14,51 17,00 11,47 6,72
Kota Sorong 24,38 13,87 10,86 14,87

Prov. Papua Barat 19,50 13,92 12,76 11,38

Sumber: BPS, Susenas 20102013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 66


III (1) Pendidikan

Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Berumur


15 Tahun atau Lebih di Provinsi Papua Barat, Tahun 20112013

Kabupaten/ Angka Melek Huruf Rata-rata Lama Sekolah


Kota
2011 2012 2013 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Fakfak 98,13 98,47 99,12 9,37 9,49 9,65
Kaimana 96,91 96,99 97,49 7,63 7,95 8,39
Teluk Wondama 84,18 85,12 85,79 6,69 7,14 7,62
Teluk Bintuni 87,05 87,38 87,41 6,91 7,02 7,22
Manokwari 88,77 89,03 89,98 8,43 8,53 8,62
Sorong Selatan 88,43 88,45 88,56 8,06 8,09 8,10
Sorong 91,76 91,84 92,09 8,09 8,11 8,19
Raja Ampat 94,13 94,34 94,86 7,43 7,53 7,64

Tambrauw 77,33 77,38 77,72 5,78 5,80 5,83

Maybrat 90,87 91,22 91,41 8,00 8,64 8,64

Kota Sorong 99,14 99,69 99,71 10,68 10,99 11,02

Prov. Papua Barat 93,39 93,74 94,14 8,26 8,45 8,53

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, IPM Provinsi Papua Barat 2013.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 67


III (2) Pendidikan

Angka Partisipasi Sekolah di Provinsi Papua Barat, 20122013

Angka Partisipasi Sekolah


Kabupaten/
7 - 12 Tahun 13 - 15 Tahun 16 - 18 Tahun 19 - 24 Tahun
Kota
2012 2013 2012 2013 2012 2013 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Fakfak 98,04 95,97 91,68 97,32 74,04 80,79 16,87 23,10
Kaimana 98,29 98,51 78,04 91,72 41,35 57,17 3,49 10,00

Teluk Wondama 88,81 86,78 90,67 80,41 52,52 48,08 8,93 7,38
Teluk Bintuni 93,80 95,08 93,38 83,08 72,43 50,78 5,31 1,81

Manokwari 97,07 94,09 88,45 93,07 54,38 75,34 26,38 37,79

Sorong Selatan 91,55 93,21 97,59 86,23 68,81 65,58 14,49 14,31
Sorong 97,06 99,21 90,61 93,44 66,87 65,83 21,55 18,32

Raja Ampat 92,27 92,87 93,23 95,98 62,37 70,77 10,65 6,73

Tambrauw 86,22 92,00 90,27 93,61 63,61 59,91 4,39 2,62


Maybrat 92,00 96,90 90,04 93,76 75,20 82,35 11,13 14,57
Kota Sorong 96,03 98,49 96,59 97,81 82,65 78,47 24,51 30,07

Papua Barat 95,56 95,58 91,65 92,81 67,18 72,04 19,90 24,00

Sumber: BPS, Susenas 2012 dan 2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 68


III (3) Pendidikan

Angka Partisipasi Murni di Provinsi Papua Barat, 2012-2013

Angka Partisipasi Murni


Kabupaten/
SD SMP SMA PT
Kota
2012 2013 2012 2013 2012 2013 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Fakfak 93,19 86,77 66,06 67,19 47,13 75,61 12,43 20,91
Kaimana 94,11 90,53 55,67 52,89 36,17 51,93 n.a n.a
Teluk Wondama 88,81 84,16 43,78 40,21 26,52 25,42 n.a n.a
Teluk Bintuni 89,05 89,43 67,71 51,02 42,53 41,90 n.a n.a
Manokwari 85,98 90,18 51,25 61,01 38,87 53,98 22,81 34,73
Sorong Selatan 88,16 87,41 49,93 50,80 37,95 46,52 6,85 6,84
Sorong 92,89 94,12 62,28 56,62 45,82 53,93 16,70 13,61
Raja Ampat 88,43 88,43 46,94 63,11 49,75 48,16 n.a n.a
Tambrauw 85,05 89,45 32,83 60,96 23,25 37,85 n.a n.a
Maybrat 82,68 90,96 83,13 74,98 41,76 52,65 n.a n.a
Kota Sorong 88,87 91,59 68,10 69,80 62,01 59,17 21,11 28,35

Papua Barat 88,97 89,94 59,76 60,99 46,46 54,20 15,75 20,10

Sumber: BPS, Susenas 2012 dan 2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 69


V (1) Taraf dan Pola Konsumsi

Perkembangan Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Papua Barat


Tahun 2012 dan 2013

September 2012 September 2013

Kabupaten/
Kota Penduduk Penduduk
GK P0 GK P0
Miskin Miskin
Rp./kap/bln (%) Rp./kap/bln (%)
(000) (000)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Fakfak 393.794 28,50 22,8 394.248 29,84 21,25


Kaimana 308.295 17,53 9,9 309.655 18,60 9,57

Teluk Wondama 389.071 37,41 11,9 403.964 39,43 11,31


Teluk Bintuni 478.547 39,54 25,6 492.193 40,33 22,96

Manokwari 465.735 28,65 65,6 475.559 28,45 56,66


Sorong Selatan 246.030 19,48 8,9 255.932 20,50 8,47
Sorong 266.586 32,81 24,3 279.725 35,48 27,38
Raja Ampat 261.278 20,49 10,3 273.436 21,16 9,47
Tambrauw 273.602 37,74 2,8 281.586 38,68 5,19
Maybrat 275.651 34,07 13,7 283.440 35,64 12,83
Kota Sorong 484.411 18,85 27,5 536.584 19,27 41,15
Prov. Papua Barat 354.626 27,04 223,2 397.003 27,14 226,24
Sumber: BPS, Susenas 2012 dan 2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 70


V (2) Taraf dan Pola Konsumsi

Garis Kemiskinan di Papua Barat Tahun 20092014

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)


Daerah/Tahun
Makanan Non Makanan Total
(1) (2) (3) (4)

Perkotaan
Maret 2009 223.357 81.373 304.730
Maret 2010 233.764 85.406 319.170
Maret 2011 251.752 90.958 342.709
Maret 2012 255.001 94.677 349.678
Maret 2013 276.018 106.887 382.905
Maret 2014 303.954 112.203 416.158
Perdesaan
Maret 2009 223.592 45.762 269.354
Maret 2010 238.145 49.367 287.512
Maret 2011 255.647 56.090 311.737
Maret 2012 271.489 55.125 326.613
Maret 2013 292.615 63.223,84 355.839
Maret 2014 321.560 68.252 389.812
Kota+Desa
Maret 2009 223.538 53.878 277.416
Maret 2010 237.147 57.580 294.727
Maret 2011 254.759 64.036 318.796
Maret 2012 266.576 66.908 333.485
Maret 2013 287.655 76.275 363.929
Maret 2014 316.314 81.348 397.662
Sumber: BPS, Susenas Panel 2009 - 2014

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 71


V (3) Taraf dan Pola Konsumsi

Indeks Kedalaman (P1) dan Indeks Keparahan (P2) Kemiskinan di Pa-


pua Barat Tahun 20072014

Kota dan
Daerah/Tahun Kota Desa
Desa
(1) (2) (3) (4)

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)


Maret 2007 0,73 16,58 12,97
Maret 2008 0,73 11,67 9,18
Maret 2009 0,43 12,51 9,75
Maret 2010 1,14 13,22 10,47
Maret 2011 0,80 11,13 8,78
Maret 2012 1,23 9,78 7,23
Maret 2013 0,61 8,81 6,35
Maret 2014 1,30 8,28 6,20
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Maret 2007 0,12 7,29 5,66
Maret 2008 0,24 4,46 3,50
Maret 2009 0,04 4,61 3,57
Maret 2010 0,36 5,47 4,30
Maret 2011 0,14 4,40 3,43
Maret 2012 0,34 3,63 2,65
Maret 2013 0,11 3,03 2,16
Maret 2014 0,39 2,75 2,05
Sumber: BPS, Susenas Panel 2007 - 2014

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 72


V (4) Taraf dan Pola Konsumsi

Kemampuan Daya Beli Masyarakat di Papua Barat, 20102013

Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan (PPP)


Kabupaten/Kota
2010 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5)

Fak-Fak 589,06 592,30 594,23 599,05

Kaimana 600,31 601,27 603,01 605,73

Teluk Wondama 601,00 601,97 602,76 605,45

Teluk Bintuni 598,46 600,33 601,28 604,05

Manokwari 588,30 589,12 590,54 592,86

Sorong Selatan 588,85 590,23 591,79 596,59

Sorong 598,18 600,62 601,41 606,19

Raja Ampat 560,70 562,22 563,96 567,35

Tambrauw 441,15 443,07 446,25 449,68

Maybrat 582,12 583,20 584,54 588,25

Kota Sorong 635,48 638,70 641,28 646,11

Prov. Papua Barat 596,08 599,28 601,56 604,82

Sumber: BPS, Susenas 2010 - 2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 73


VI (1) Perumahan dan Lingkungan

Persentase Rumah Tangga Menurut Kondisi Perumahan di Provinsi


Papua Barat, Tahun 20122013

Lantai Bukan Dinding


Atap Layak
Kabupaten/kota Tanah Permanen

2012 2013 2012 2013 2012 2013


(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Kab. Fakfak 97,87 97,16 100,00 99,37 76,41 81,39

Kab. Kaimana 89,03 95,60 99,22 99,31 53,70 67,34

Kab. Teluk Wondama 99,79 92,89 92,26 93,84 11,14 17,37

Kab. Teluk Bintuni 97,94 98,23 98,18 98,02 14,44 15,2

Kab. Manokwari 98,89 96,98 98,79 98,56 54,61 65,02

Kab. Sorong Selatan 97,62 87,70 71,56 76,10 27,28 38,33

Kab. Sorong 90,62 93,76 92,13 97,00 43,20 46,24

Kab. Raja Ampat 92,94 92,03 87,33 89,29 40,09 36,55

Kab. Tambrauw 80,56 60,41 78,05 71,92 20,12 29,62

Kab. Maybrat 97,11 99,47 98,12 95,61 59,05 50,8

Kota Sorong 98,79 98,67 99,83 99,70 86,90 84,28

Prov. Papua Barat 96,67 95,86 96,19 96,39 56,00 58,27

Sumber: BPS, Susenas 2012 dan 2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 74


VI (2) Perumahan dan Lingkungan

Persentase Rumah Tangga yang Meangakses Air Minum Layak dan


Sanitasi Layak Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat,
Tahun 20122013

Air Minum Layak* Sanitasi Layak*


Kabupaten/kota
2012 2013 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5)

Kab. Fakfak 82,80 87,15 33,71 34,46

Kab. Kaimana 69,20 67,25 43,80 53,13

Kab. Teluk Wondama 12,26 13,16 74,15 73,21

Kab. Teluk Bintuni 73,16 75,47 56,14 62,69

Kab. Manokwari 62,43 67,33 61,97 58,90

Kab. Sorong Selatan 46,39 45,46 26,25 30,57

Kab. Sorong 71,24 81,41 46,69 44,47

Kab. Raja Ampat 47,24 36,48 42,98 27,81

Kab. Tambrauw 20,22 27,38 21,87 43,83

Kab. Maybrat 43,48 25,48 29,58 22,77

Kota Sorong 80,44 88,43 71,48 68,41

Prov. Papua Barat 65,72 67,32 54,51 51,83


Sumber: BPS, Susenas 2012 dan 2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 75


VI (3) Perumahan dan Lingkungan

Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota dan Sumber


Penerangan di Provinsi Papua Barat, Tahun 20122013

Listrik PLN Listrik Non PLN


Kabupaten/kota
2012 2013 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5)

Kab. Fakfak 80,00 73,19 7,61 16,57

Kab. Kaimana 50,30 50,12 22,23 18,14

Kab. Teluk Wondama 25,26 14,02 26,80 26,19

Kab. Teluk Bintuni 45,75 46,17 32,78 42,79

Kab. Manokwari 79,74 77,33 4,84 6,81

Kab. Sorong Selatan 23,55 28,51 26,04 27,7

Kab. Sorong 71,42 68,05 15,13 17,36

Kab. Raja Ampat 12,59 12,53 49,65 58,56

Kab. Tambrauw 16,37 7,53 59,21 55,84

Kab. Maybrat 17,38 24,79 42,43 30,03

Kota Sorong 98,35 99,65 1,49 0,17

Prov. Papua Barat 66,98 63,20 15,01 17,97

Sumber: BPS, Susenas 2012 dan 2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 76


VII (1) Sosial Lainnya

Persentase Rumah Tangga yang Mempunyai Alat Komunikasi Informasi dan


Teknologi di Provinsi Papua Barat Tahun 20122013

Telepon Laptop/
Handphone Destop/PC
Kabupaten/Kota Rumah notebook
2012 2013 2012 2013 2012 2013 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Kab. Fakfak 2,85 3,18 75,33 78,36 4,50 2,67 11,13 17,21

Kab. Kaimana 2,36 1,28 57,20 49,04 4,36 4,85 10,14 15,31

Kab. Teluk Wondama 1,50 2,4 64,79 59,16 0,16 N.A 7,40 10,19

Kab. Teluk Bintuni 2,68 0,02 71,59 64,06 3,40 0,95 11,54 15,07

Kab. Manokwari 4,98 3,92 82,29 78,5 8,43 7,57 26,11 25,46

Kab. Sorong Selatan 0,75 0,72 33,22 20,73 2,81 0,44 7,76 5,97

Kab. Sorong 2,08 2,75 71,79 71,41 4,08 1,42 9,99 6,34

Kab. Raja Ampat 0,00 N.A 33,15 53,08 1,05 1,26 6,19 7,49

Kab. Tambrauw 0,00 N.A 10,30 25,17 0,00 N.A 0,62 1,48

Kab. Maybrat 0,00 N.A 3,65 13,77 0,59 N.A 0,96 0,33

Kota Sorong 7,19 5,08 97,43 95,33 11,45 8,05 25,77 31,15

Prov. Papua Barat 3,90 3,19 71,71 68,27 6,31 4,35 17,01 18,03

Sumber: BPS, Susenas 2012 dan 2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 77


VII (2) Sosial Lainnya

Persentase Penduduk yang Mengakses Intenet di Provinsi Papua Barat


Tahun 2013

% Tempat Mengakses Internet


Penduduk
Kabupaten/
Yang
Kota
Mengakses Rumah Warnet Kantor Sekolah HP Lainnya
Internet
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Fakfak 7,74 9,10 54,39 20,87 2,11 60,28 7,25

Kaimana 7,37 19,54 37,22 27,41 1,29 55,08 2,30

T. Wondama 3,71 N.A 46,53 10,51 19,43 46,82 N.A

T. Bintuni 7,44 3,91 31,54 12,18 3,59 76,20 2,57

Manokwari 17,14 14,14 36,13 13,78 3,55 70,61 15,45

Sorong Selatan 0,84 N.A 28,51 55,60 N.A 44,16 N.A

Sorong 2,76 15,17 5,52 13,83 13,49 72,94 4,60

Raja Ampat 3,31 4,27 5,75 32,93 N.A 81,23 36,58

Tambrauw 0,55 N.A N.A N.A N.A 100,00 N.A

Maybrat 0,15 N.A N.A 100,00 N.A N.A N.A

Kota Sorong 21,86 11,46 24,83 11,15 2,86 72,00 22,16

Papua Barat 11,11 12,19 32,07 14,42 3,45 69,76 15,79

Sumber: BPS, Susenas 2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2013 78

Anda mungkin juga menyukai