1e0ce7bb869bef3fd8491062e1d6224f
1e0ce7bb869bef3fd8491062e1d6224f
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Lutut merupakan sendi yang aneh bentuknya. Bila dilihat permukaan sendi
nampak bahwa permukaan sendi dari tulang femur dan tulang tibia tidak ada
kesesuaian bentuk. Kedua condylus femur membentuk sejenis katrol sedang tibia
di antaranya lebih rata. Pada bagian dorsal terdapat simpai sendi yang kuat serta
diperkuat oleh berbagai ligamentum. Rongga sendi lutut sangat luas dan
medial dan lateral terdapat ligamentum collateral medial dan ligamentum collateral
Aksis gerakan lutut fleksi dan ekstensi terletak di atas permukaan sendi yaitu
melewati condylus femoris. Untuk gerakan rotasi aksisnya longitudinal pada daerah
Sistem limfe pada sendi lutut terutama terdapat pada perbatasan fascia
inguinalis superficialis. Sebagian lagi aliran limfe ini akan memasuki lymphanode
8
inguinalis
Osteokinematika yang terjadi pada sendi lutut adalah gerakan fleksi dan
ekstensi pada bidang sagital dengan luas gerak sendi fleksi antara 120 0-1300 bila
posisi hip mencapai fleksi penuh. Untuk gerakan ekstensi luas gerak sendi 00 tetapi
bisa 50-100 jika terdapat hiperekstensi lutut. Gerakan memutar pada bidang rotasi
untuk gerakan endorotasi dengan luas gerak sendi antara 30 0-350. Sedangkan untuk
eksorotasi antara 400-450 dari posisi awal mid posisi, gerakan ini terjadi pada posisi
yang terjadi adalah rolling dan sliding berlawanan arah. Saat fleksi femur rolling
ke arah belakang dan sliding ke arah depan. Untuk gerakan ekstensi, rolling ke arah
depan dan sliding ke belakang, dan jika tibia (cekung) bergerak fleksi maupun
ekstensi maka rolling maupun sliding akan searah, saat gerakan fleksi menuju ke
dorsal sedang pada saat bergerak ekstensi menuju ke depan (Pardjoto, 2000).
Sendi lutut diperkuat oleh grup otot besar yang berfungsi sebagai penggerak
utama dan juga berfungsi untuk stabilitas aktif sendi lutut. Beberapa grup otot
tersebut adalah otot quadriceps femoris dan otot hamstring. Otot quadriceps terdiri
dari otot rectus femoris, vastus lateralis, vastus medialis, dan vastus intermedius.
Sedangakan otot hamstring terdiri dari otot biceps femoris, semimembranosus, dan
arah tarikan yang berbeda-beda setiap bagian otot, sedangkan otot hamsting
70% dari berat badan. Hal ini terjadi oleh karena lintasan dari vektor ground
reaction force (GRF) pada sendi lutut. Lintasan GRF berjalan melewati bagian
medial dan posterior lutut. Momen yang diciptakan oleh gaya pada sendi lutut ini
dibentuk oleh momen gaya fleksi dan adduksi. Pada pasien dengan OA lutut akan
bagian medial selama aktivitas berjalan yang akan meningkatkan gaya friksi pada
kedua permukaan sendi. Gaya friksi tersebut dapat menyebabkan nyeri yang
berdampak pada inhibisi otot dan mempengaruhi aktivitas fungsional. Friksi pada
kartilago akan mengganggu artrokinematika (slide & roll) pada sendi lutut,
secara progresif berjalan lambat pada akhir kehidupan seseorang. Karakter keluhan
secara klinis berupa nyeri, deformitas, keterbatasan gerak, dan biasanya terjadi
Prevalensi atau insiden pada populasi tidak dipengaruhi oleh iklim, lokasi
geografi, suku bangsa atau warna kulit. Dapat mengenai semua usia, pada
umumnya mengenai usia di atas 50 tahun. Pada umumnya laki laki dan perempuan
sama sama dapat terkena penyakit ini, meskipun pada usia sebelum 45 tahun lebih
sering pada laki laki, tetapi setelah usia 45 tahun lebih banyak pada perempuan
rematik yang paling banyak ditemui, dan berdasarkan data dari World Health
Organization (WHO) menyebutkan bahwa tercatat ada 8,1% dari total penduduk,
12
prevalensi sebesar 10 dan 13,5%, dan di Jawa Tengah kejadian penyakit OA sebesar
2.2.2 Etiologi
1. Osteoathritis primer
Jenis ini paling sering ditemukan, dikatakan primer karena penyebabnya tidak
diketahui atau herediter dan dapat dibedakan menjadi peripheral dan spinal.
Biasanya terjadi karena proses penuaan. Persendian yang biasa terkena yaitu jari-
jari tangan, jari-jari kaki, lutut dan panggul. Namun paling banyak mengenai lutut.
2. Osteoathritis sekunder
yang timbul pada sendi yang sebelumnya sudah ditemukan adanya kerusakan atau
1. Faktor Predisposisi
1) Faktor Demografi
a) Usia
40% pada usia 80 tahun atau lebih. Studi lain membuktikan bahwa risiko
penurunan kelenturan pada pasien usia tua dengan OA Genu (Pay, 1997).
14
b) Jenis kelamin
Zhang, 1998).
c) Ras/ Etnis
ras Kaukasia. Penduduk Asia juga memiliki risiko menderita OA Genu lebih
2) Faktor Genetik
a) Kebiasaan merokok
hilangnya tulang rawan pada OA Genu dapat dijelaskan sebagai berikut : (1)
Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang rawan
b) Konsumsi Vitamin D
4) Faktor Metabolik
a) Obesitas
Indeks Massa Tubuh (IMT) sebesar 2 unit (kira-kira 5 kg berat badan), rasio
tampak pada orang-orang yang kelebihan berat badan dengan penyakit pada
b) Osteoporosis
rawan sendi. Suatu studi menunjukkan bahwa terdapat kasus OA Genu tinggi
c) Penyakit lain
dkk, 1994).
d) Histerektomi
e) Menisektomi
dan telah diidentifikasi sebagai faktor risiko penting bagi OA Genu. Hal
rawan sendi sehingga memicu timbulnya OA lutut; (2) Bagi pasien yang
lebih luas dan perubahan pada tulang rawan sendi akan lebih besar daripada
2. Faktor Biomekanis
risiko 5 6 kali lipat lebih tinggi untuk menderita OA Genu. Hal tersebut
biasanya terjadi pada kelompok usia yang lebih muda serta dapat
2) Kelainan Anatomis
Faktor risiko timbulnya OA Genu antara lain kelainan lokal pada sendi
lutut seperti genu varum, genu valgus, Legg Calve Perthes disease dan
sendi lutut termasuk kelainan lokal yang juga menjadi faktor risiko OA Genu
3) Pekerjaan
1997).
4) Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari),
berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang berat
yang berat (10 kg 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun
tangga setiap hari merupakan faktor risiko OA Genu (Lau dkk, 2000).
5) Kebiasaan Olahraga
Atlet olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola,
menyerap materi otot. Tetapi, di sisi lain seseorang yang memiliki aktivitas
19
melakukan gerakan, aliran cairan sendi akan berkurang dan berakibat aliran
2.2.3 Patofisiologi
penyebabnya masih belum diketahui secara jelas. Para ahli berpendapat, kerusakan
sendi itu akibat stres mekanik (tarikan dan peregangan) pada kartilago pada sendi
patelofemoral. Stres mekanik memunculkan respon pada tubuh dalam bentuk zat
tulang rawan. Dari situlah muncul penebalan atau tonjolan tulang yang tak teratur
nyeri dan gangguan aktivitas. Suatu cidera tunggal jarang dapat merusak
permukaan kartilago. Yang jauh lebih sering adalah kelebihan beban yang berkali-
berat pada satu permukaan daripada permukaan yang lain selama fleksi dan
ekstensi.
20
sendi dan tulang subkondral, tidak selalu pada tingkat yang sama. Oleh karena
kartilago yang nyata dan fibrilasi, dengan atau tanpa hipertensi intraoseosa
subartikular.
Fibrilasi kartilago biasanya terjadi pada permukaan medial patella atau tepi
median. Tetapi terbatas pada daerah dangkal dan biasanya sembuh secara spontan.
Ada empat tahapan kerusakan rawan sendi yang saling tumpang tindih, yaitu
(Riyanto,2011):
rawan meningkat. Hal ini terlihat dari meningkatnya aktivitas dari mitosis sel
rawan yang bertambah. Hal ini membuktikan bahwa sel rawan berperan
destruksi yang diperankan oleh enzim tadi yang dalam keadaan normal
secara lokal. Warna matrik menjadi kekuningan kemudian timbul retakan dan
terbentuknya celah.
21
2. Tahap kedua, celah semakin dalam, tetapi belum sampai ke perbatasan daerah
subkondral, jumlah sel rawan ini mulai menurun begitu juga kadar kolagen.
3. Tahap ketiga, celah tadi akan semakin dalam sampai daerah subkondral, kista
dapat menjadi sangat besar dan pecah sehingga permukaan menjadi tidak
teratur.
4. Tahap keempat, serpihan rawan sendi yang terapung dalam cairan sendi akan
kondrosit mati, proteoglikan dan kolagen tidak diproduksi lagi dan matrik
memucat.
fungsinya dapat meperberat kerja tulang rawan. Pada awal proses patologi
Permukaan kolagen menjadi kasar dan berpartikel, yang akan pulih setelah
diserap oleh jaringan sinovial. Dapat pula terjadi penimbunan kristal (calsium
1. Sub clinical Osteoathritis, pada tingkat ini belum ada keluhan atau tanda
klinis lainnya. Kelainan baru terbatas pada tingkat sekunder dan biokimiawi
rawan sendi.
Tanda dan gejala yang mucul adalah nyeri setelah bergerak beberapa saat dan
kaku sendi saat memulai gerakan. Pada foto rontgen tampak penyempitan
sama sekali biasanya diperlukan tindakan bedah. Tanda dan gejala yang
muncul adalah saat istirahat terasa nyeri, kontraktur serta deformitas sendi
(Hudaya, 1996).
Grade I
Grade 2
Osteofit yang jelas, dan Osteofit yang jelas, Osteofit yang jelas, Osteofit yang jelas, Minimal osteofit,
kemungkinan adanya tidak ada gangguan kemungkinan kemungkinan kemungkinan
penyempitan sendi pada space sendi penyempitan sendi penyempitan sendi penyempitan, cyst
dan sceloris
Grade 3
Adanya osteofit Penyempitan ruang Osteofit moderat Adanya osteofit Osteofit moderat
moderat, di beberapa sendi yang cukup dan penyempitan moderat, di dan jelas, dengan
tempat, penyempitan besar dengan osteofit sendi yang jelas beberapa tempat, penyempitan sendi
sendi yang jelas, penyempitan sendi yang cukup besar
sclerosis, kemungkinan yang jelas, sclerosis,
defromitas kemungkinan bony
attrition
Grade 4
Otseofit besar, Gangguan pada ruang Osteofit besar, Otseofit besar, Gangguan yang
penyempitan sendi yang sendi yang parah penyempitan ruang penyempitan sendi bermakna, osteofiit
besar, sclerosis yang dengan sclerosis sendi yang parah, yang besar, yang besar dan
parah, dan deformitas subchondral sclerosis. sclerosis yang penyempitan ruang
yang jelas parah, dan sendi yang jelas.
deformitas yang
jelas (bony attrition)
1. Nyeri
Nyeri pada OA merupakan nyeri tumpul (dull pain) dan nyeri cubitan (aching
pain). Nyeri bertambah buruk oleh gerakan, weight bearing dan jalan. Awalnya
nyeri berkurang saat istirahat tetapi bertambah hebat ketika lutut digerakan yang
nerve ending (nociceptif) dan diakibatkan oleh meningkatnya tekanan vena pada
subcondral bone dan osteofit, synovitis, penebalan kapsuler, dan subluksasi. Bila
Serabut nociceptor terdiri pada kapsul sendi, periosteum tulang, dan ligamen.
Pada tulang rawan sendi tidak mempunyai persarafan (uninervasi) dan tidak
dan bentukan osteofit pada tepi sendi. Selain itu keluhan nyeri OA dapat berasal
sendi. Semua itu akan meningkatkan tekanan pada sensoris nerve ending sehingga
Terjadi kesulitan atau rasa kaku saat akan memulai gerakan pada kapsul,
ligamen, otot, dan permukaan sendi lutut. Kekakuan gerak sendi (joint stiffness)
terjadi oleh rasa nyeri sendi mengakibatkan retreksi kapsul sendi. Selain itu,
timbulnya osteofit dan penebalan kapsuler, spasme otot serta nyeri membuat pasien
tidak mau melakukan gerakan secara maksimal sampai batas normal, sehingga
tersebut bersifat pola kapsuler akibat kontraktur kapsul sendi. Keterbatasan pola
kapsuler yang terjadi yaitu gerak fleksi lebih terbatas dari gerak ekstensi (Kuntono,
2011).
25
3. Krepitasi
Permukaan sendi yang kasar karena degradasi dan rawan sendi menyebabkan
munculnya krepitasi yang terdengar seperti suara gesekan permukaan tulang yang
yang menginhibisi sel motor neuron pada tanduk depan medulla spinalis. Otot
dengan persarafan somatik sensoris sendi lutut. Apabila nyeri dan kekakuan sendi
berlangsung lama, maka otot quadriceps akan menunjukan atrofi (Kuntono, 2011).
5. Deformitas
medial dan kendornya ligamentum collateral lateral, serta variasi subluksasi karena
perpindahan titik tumpu pada lutut atau diakibatkan oleh pembatasan adanya
Instabilitas ini disebabkan oleh berkurangnya kekuatan otot sekitar sendi lutut
dan juga oleh kendornya ligamen sekitar lutut. Selain itu juga terjadi akibat
hanya pada satu jenis pemeriksaan saja. Pada penelitian ini, subjek penelitiannya
fisioterapi dan pemeriksaan radiologi yang harus dilakukan pada seseorang yang
1. Anamnesis
- Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan <30 menit, bila
2. Pemeriksaan fisik, meliputi: (1) BMI; (2) perhatikan gaya berjalan/ pincang?;
(3) adakah kelemahan/ atrofi otot; (4) tanda-tanda inflamasi/ efusi sendi; (5)
Lingkup Gerak Sendi (LGS); (6) nyeri saat pergerakan/ nyeri di akhir
27
gerakan; (7) krepitus; (8) nyeri tekan pada sendi dan periartikular; (9)
pes anserine), sindroma nyeri pada soft tissue, referred pain, penyakit lain
4. Pemeriksaan Penunjang
dalam sebuah medium yang mudah berubah bentuk atau elastis dengan frekuensi
antara 20 dan 20.000 Hertz. Gelombang suara yang digunakan adalah gelombang
longitudinal yang dalam frekuensi tersebut dapat diregistrasi oleh telinga manusia
untuk mengurangi nyeri 1-2 w/cm2 kontinyu (serabut saraf) selama 3-5 menit, 0,5-
1 w/cm2 kontinyu (akar saraf dan ganglia) selama 3-4 menit atau pulsed selama 6-
28
8 menit diberikan selama 15 menit di setiap pengobatan sebanyak 5 kali setiap 2-3
1. Efek Mekanik
Jika gelombang ultra sound masuk ke tubuh efek pertama yang muncul
tekanan di dalam jaringan. Variasi tekanan merupakan efek mekanik yang disebut
volume dari sel-sel tubuh sebesar 0,02%, perubahan permeabilitas dari membran
2. Efek Panas
panas dalam jaringan. Efek panas yang diproduksi tidak sama untuk setiap jaringan
2) Intensitas
3) Lamanya terapi
4) Koefisien absorbsi
Lehman mengemukanakan bahwa setiap pemberian terapi ultra sound dengan dosis
1 watt/cm2 secara kontinyu dalam jaringan otot akan menaikkan temperatur sebesar
0,07 derajat celcius perdetik (pengukuran tanpa adanya regulasi dari nsistem
29
penyambung.
Energi US
Micromassage Panas
g. Deputyren kontraktur.
h. Luka terbuka.
30
plates, testis.
melitus.
disesuaikan dengan efek terapi yang ingin dicapai. Gelombang terputus-putus akan
memberikan dosis yang rendah. Bila menginginkan efek panas terapis dapat
memilih gelombang kontinyu. Jaringan mana yang akan diterapi serta bagaimana
aktualitas kondisinya. Prinsip menggunakan terapi ultra sound tidak boleh terjadi
dimana kontraksi otot baik secara statik maupun dinamis ditahan oleh gaya yang
berasal dari luar baik secara manual maupun mekanikal (Colby & Kisner, 2007).
Resistance Exercise atau yang biasa disebut dengan Resistance Training merupakan
1. Prinsip Overload
Dalam pelatihan yang dilakukan pada sebuah otot yang bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan dan kemampuan fungsional otot tersebut, maka beban yang
digunakan dalam pelatihan harus melebihi kapasitas normal dari otot tersebut
(Overload). Hal ini menyebabkan otot beradaptasi dalam peningkatan jumlah beban
yang diterima dan berdampak pada meningkatnya kapasitas normal dari otot
tersebut mencapai level pembebanan yang diberikan. Jika beban yang diberikan
tetap konstan setelah otot beradaptasi terhadap pembebanan baru, maka level
Prinsip Overload fokus pada pembebanan yang meningkat pada otot dengan
Exercise merujuk kepada seberapa berat beban yang diberikan kepada otot yang
fondasi yang esensial dalam merancang sebuah program latihan. Prinsip ini berlaku
untuk semua sistem dalam tubuh dan merupakan penjelasan dari hukum Wolf yang
menyatakan bahwa sistem tubuh lambat launakan dapat beradaptasi terhadap stress
resep latihan dan parameter apa yang dapat dipilih untuk menciptakan latihan
spesifik untuk mencapai tujuan yang spesifik (Colby & Kisner, 2007).
3. Prinsip Reversibility
sebagai respon terhadap Resistance Training bersifat sementara kecuali pola latihan
setelah seminggu atau dua minggu setelah berhenti melakukan pelatihan, dan akan
terus berlanjut hingga efek dari pelatihan sepenuhnya menghilang. Dari alasan ini,
sangatlah penting bahwa latihan penguatan dan daya tahan harus dicantumkan
sebagai komponen integral dalam program kesehatan jangka panjang (Colby &
Kisner, 2007).
bagian distal dari segmen yang akan dilatih dapat bebas bergerak, tanpa melibatkan
distal dari sendi yang terkait dan aktivasi otot terjadi pada otot yang melewati otot
tersebut. Open Kinematic Chain Exercise pada umumnya dilakukan pada posisi
Non-Weight Bearing (tidak menumpu berat badan). Dalam Open Kinematic Chain
Exercise, pembebanan yang diberikan diaplikasikan pada bagian distal dari segmen
salah satu otot saja atau satu kelompok otot saja. Selama Open-Chain Exercise,
34
akan dihasilkan kontrol gerakan yang lebih baik karena hanya terjadi pergerakan
pergerakan pada multiple joint. Pada Open Kinematic Chain Exercise, stabilisasi
proksimal sendi. Kontrol pergerakan yang lebih besar pada Open-Chain Exercise
Dalam Open Kinematic Chain Exercise juga dapat terjadi ko-aktivasi pada
otot agonis dan otot antagonis selama proses latihan. Beberapa latihan yang bersifat
otot yang bekerja di lutut, ko-aktivasi pada agonis dan antagonis terlihat dengan
jelas pada akhir ekstensi lutut. Peneliti menyatakan bahwa otot-otot fleksor lutut
teraktivasi dan berkontraksi secara eksentrik pada akhir LGS ekstensi untuk
dengan intensitas tinggi memiliki efek samping pada sendi yang tidak stabilitis,
cidera, atau sendi yang sedang berada dalam proses penyembuhan akut.
keadaan tidak menumpu berat badan (non-waeight bearing), maka latihan jenis ini
yang sangat signifikan. Latihan jenis ini juga sangat tepat digunakan pada keadaan
35
inflamasi akut seperti adanya tanda-tanda pembengkakan dan nyeri. Latihan jenis
ini tepat digunakan dalam program rehabilitasi dini seperti pada kondisi post
fraktur.
penderita OA Genu merupakan kombinasi dari leg extension dan leg curl. Berikut
a. Leg Curl
Latihan ini dapat membantu meningkatkan definisi otot paha bagian belakang
terutama otot hamstring. Ini merupakan gerakan isolasi untuk paha belakang.
Latihan ini dapat dilakukan sebanyak 3-5 sets dengan 6-12 repetisi.
b. Leg Extension
pada bangku leg extension dan posisikan kaki di belakang bantalan penyangga.
Dorong dan ekstensikan kaki (luruskan) setinggi mungkin, tahan sebentar lalu
36
kembali ke posisi semula. Latihan ini dapat dilakukan sebanyak 3-5 sets dengan 6-
12 repetisi.
distal segmen berada dalam keadaan stabil (fixed) pada bagian permukaan. Dalam
latihan jenis ini, pergerakan pada salah satu sendi menyebabkan pergerakan
simultan pada bagian distal yang disertai dengan pergerakan pada bagian sendi
(mini squat), terjadi fleksi knee, disertai dengan fleksi hip dan dorsofleksi ankle.
Close Kinematic Chain Exercise pada umumnya dilakukan dalam keadaan Weight
akan didapatkan kontraksi otot yang bersifat individual, melainkan juga akan terjadi
kontraksi oleh grup-grup otot yang sinergis yang berkontribusi dalam gerakan
substitusi selama proses latihan ini. Selama close-chain exercise pasien lebih
pergerakan sendi yang dituju, serta mengontrol gerakan sendi proksimal serta distal
Pada latihan ini, akan terjadi aproksimasi sendi yang lebih tinggi jika
menurunnya gaya potong (shear) antara kedua permukaan sendi selama terjadinya
pergerakan. Aproksimasi sendi yang terjadi selama close-chain exercise ini dapat
38
meningkatkan stabilitas dinamis. Selama posisi squat, otot hamstring dan otot
quadriceps melakukan kontraksi secara bersamaan untuk mengontrol hip dan lutut.
Pada ekstremitas atas, Close-chain Exercise dalam posisi menumpu berat badan
satu pondasi penting dalam proses pembelajaran motoris (motor learning) selama
latihan pada fase awal yang berperan sebagai kontrol neuromuscular selama
stimulus proprioseptif dan kinestetik yang lebih besar jika dibandingkan dengan
open-chain exercise. Secara teori, hal tersebut dikarenakan kontraksi multiple yang
sensoris pada otot, struktur intraartikular dan ekstraartikular yang terstimulasi untuk
ini menstimulasi mekanoreseptor pada otot dan reseptor disekitar sendi untuk
39
penderita OA Genu merupakan kombinasi dari half squats dan wall slides. Berikut
1. Half Squates
Latihan ini dilakukan untuk mengembangkan masa otot dan tenaga. Squat
latihan yang paling berat, melibatkan paling banyak otot, dan merangsang
ini dilakukan pada posisi berdiri dengan kaki selebar bahu, letakkan tangan di
pinggang. Rendahkan dan tekuk lutut seperti ketika akan duduk sampai mencapai
sudut 900. Posisi kepala dan punggung tetap lurus. Kembali berdiri seperti semula
dan ulangi gerakan yang sama. Latihan ini dapat dilakukan sebanyak 3-5 sets
2. Wall Slides
Wall slides adalah latihan yang efektif untuk meningkatkan otot quadriceps.
Latihan ini dilakukan pada posisi berdiri tegak pada tembok, tempelkan punggung
dan posisikan kaki sesuai dengan lebar bahu pasien. Perlahan-lahan tekuklah lutut
derajat dan tahan sampai hitungan kelima. Angkat kembali punggung pasien sampai
lutut pasien lurus. Ulangi langkah diatas 8-12 kali jika pasien tidak mengalami
kesulitan melakukannya maka tingkatkan repetisi latihan dan modifikasi wall slides
dengan menggunakan satu kaki atau dapat menambahkan berat dengan cara
meletakkan beban ditangan. Keuntungan lain yang diperoleh dari latihan ini adalah
Bagian distal segmen dapat bergerak Bagian distal tetap kontak dengan
bebas permukaan
Pergerakan sendi secara individual, Gerakan sendi yang saling
tidak ada pergerakan pada sendi berhubungan dengan sendi di sekitar
sekitarnya dan membentuk pola
Pergerakan pada segmen tubuh terjadi Pergerakan pada segmen tubuh
pada bagian distal dari sendi terkait terjadi pada bagian distal dan
proksimal sendi terkait
Terjadi aktivasi pada otot, terutama Terjadi aktivasi pada beberapa grup
otot prime mover otot, baik distal maupun proksimal
dari sendi terkait
Tahanan diberikan pada segmen distal Tahan diberikan secara multiple pada
yang bergerak segmen yang bergerak
diartikan sebagai aktivitas yang memiliki tujuan dan fungsi tertentu sesuai konteks
yang cukup baik untuk mencapai tugas-tugas tersebut dengan baik. Fungsi fisik
klinis yang dihasilkan seperti nyeri, keterbatasan LGS, kelemahan otot, akan
jongkok, duduk ke berdiri, dan berjalan, naik turun tangga (Kusumawati., 2003).
43
faktor ini saling berkaitan satu sama lain. Kemampuan fungsional pada OA Genu
tidak mampu ditentukan hanya dengan mengukur kualitas dan kuantitas nyeri yang
dirasakan. Beberapa pasien OA Genu tidak mengalami nyeri, namun mereka tidak
mampu bergerak bebas karena masih terasa adanya stiffness pada regio terkait.
Begitu pula beberapa pasien tidak merasakan adanya kekakuan pada sendi, namun
melaporkan bahwa nyeri yang sangat mengganggu aktivitasnya. Maka dari itu, pada
(Kusumawati., 2003).
kerusakan pada jaringan. Perubahan fungsi pada nyeri memicu respon protektif
dengan maksud untuk menjaga agar kerusakan jaringan tetap minimal. Kapasitas
pengalaman nyeri memiliki fungsi protektif. Jika kerusakan jaringan tidak dapat
dihindarkan, akan terjadi perubahan bertahap pada sistem saraf perifer dan sistem
Banyak teori yang menjelaskan mekanisme nyeri yang terjadi dan bagaimana
nyeri tersebut dirasakan. Mekanisme nyeri diawali oleh adanya stimulus noxious
44
pada reseptor sensorik yang kemudian dilanjutkan melalui empat tahap yaitu:
dimana terjadi konversi daripada energy panas, mekanis, atau kimia menjadi sebuah
energy listrik yang dilakukan oleh reseptor sensoris yang bernama nociceptor.
Pada OA Genu, nyeri terjadi sebagai akibat adanya kontak antara kedua
permukaan tulang. Pada sendi yang normal, kedua permukaan tulang pembentuk
sendi ditutupi oleh jaringan kartilago yang tidak memiliki persarafan sensoris di
menghasilkan input sensoris (Kuntono, 2011). Namun pada sendi yang mengalami
kontak antara kedua permukaan tulang yang dimana tulang memiliki persarafan
sensoris dan free nerve ending yang berfungsi sebagai nociceptor K. Pembentukan
tulang (osteophyte) juga memiliki peran terhadap timbulnya nyeri pada kondisi
bertahan pada keadaan awalnya (statik) ketika menerima paparan gaya eksternal.
45
Kekakuan sendi dapat terjadi sebagai akibat dari tidak terpaparnya suatu objek
dalam jangka waktu yang cukup lama, atau dapat terjadi akibat abnormalitas
paparan terhadap suatu objek yang di luar lingkup gerak yang seharusnya (Kuntono,
2011).
spesifik. Kekakuan pada OA umumnya terjadi pada pagi hari yang dikatakan
sebagai morning stiffness, serta terjadi ketika berada dalam keadaan statis dalam
jangka waktu yang cukup lama. Gejala kekakuan sendi pada pasien OA genu
dirasakan di dalam dan di sekitar sendi yang terkait. Kekakuan sendi pada OA sering
berlangsung kurang dari 30 menit. Kekakuan yang dirasakan lebih dari 30 menit
Kemampuan Fungsional
kelemahan otot pada otot quadriceps, dengan defisit kekuatan sekitar 20% - 45%
jika dibandingkan dengan kekuatan otot pada orang normal. Kelemahan otot
quadriceps yang persisten merupakan kondisi klinis yang sangat penting pada
memilki fungsi protektif pada persendian lutut dimana otot quadriceps bekerja
secara eksentrik selama fase awal menapak (stance phase) dan berperan untuk
memperlambat (deselerasi) pergerakan tungkai saat menuju fase heel strike dengan
rata pembebanan pada sendi lutut. Beberapa data menunjukkan bahwa semakin
besar gaya tension yang dihasilkan otot quadriceps akan melindungi lutut dari
tibiofemoral. Stabilitas pada sendi lutut memerlukan gaya internal dalam magnitude
yang untuk melawan gaya eksternal yang dialami oleh lutut. Otot quadriceps
dinyatakan mampu meredam gaya pada lutut dan menyediakan stabilitas dinamis.
Kelemahan otot quadriceps dapat merubah stres kontak pada kartilago artikular
yang diasosiasikan dengan insiden nyeri lutut dan dapat berkontribusi terhadap
siklus pada pasien dengan OA genu. Dalam siklus tersebut, dinyatakan bahwa
kelemahan otot akan menghasilkan pembebanan yang abnormal pada sendi lutut
dan dikaitkan dengan instabilitas, dimana pembebanan yang abnormal pada lutut
tentunya akan memicu nyeri di sekitar persendian. Nyeri yang dialami pasien
memperberat kelemahan otot yang dialami pasien. Siklus tersebut akan terus
adalah indeks yang digunakan untuk menilai keadaan pasien dengan osteoarthritis
pada lutut. Total 24 parameter yang terdiri dari nyeri, kekakuan (stiffness), fungsi
fisik dan sosial dievaluasi menggunakan WOMAC. WOMAC juga dapat digunakan
1. Nyeri
a. Berjalan kaki
d. Istirahat
e. Menumpu
2. Kekakuan
3. Fungsi Fisik
d. Kesulitan berdiri
48
h. Kesulitan berbelanja
o. Kesulitan duduk
1. Penilaian
Skor Keterangan
0 Tidak
1 Ringan
2 Sedang
3 Parah
4 Sangat Parah
49
2. Interpretasi
Sakit 0 Minimum
20 Maksimum
Kekakuan 0 Minimum
8 Maksimum
68 Maksimum