Kliping B.indo
Kliping B.indo
Sudah lama sekali terasa para pengguna bahasa miskin kosakata. Tulisan mereka kering
karena begitu miskinnya diksi yang dipakai. Akibatnya, gagasan yang diusung terasa lemah
dan tak menarik. Padahal, seperti dikatakan Eko Endarmoko dalam sambutannya, kata-
kata adalah jantung tulisanwakil yang membopong ide-ide penulis.
Terutama dalam media online, yang sering kali dikeluhkan merusak bahasa, nyata bahwa
banyak penulis seakan kehilangan kata-kata. Mereka terjebak ingin mendapatkan
popularitas melalui kata-kata yang terkesan canggih, tetapi sesungguhnya kata-kata yang
dipakai begitu datar dan tak bernyawa lantaran terlalu sering diulang-ulang. Seakan
menambah dosa, begitu muncul keinginan untuk memakai suatu kosakata baru atau
menggali kosakata lama dari khazanah Nusantara, muncul kekhawatiran: bagaimana nanti
bila tulisan saya tidak populer? Atau bagaimana bila kata yang saya pakai tidak dimengerti
para pembaca?
Maka, upaya Eko Endarmoko mengumpulkan kata-kata ini sesungguhnya adalah sebuah
kegilaan. Dengan ketekunan luar biasa, Eko Endarmoko memampangkan ke hadapan kita
sebuah upayanya dalam mewujudkan kebutuhan orang-orang yang dianggapnya seperti
dia. Orang-orang yang sering kali kebingungan mencari kata apa yang tepat untuk
mengungkapkan idenya. Karena itulah, Tesamoko berbeda dengan kamus. Jika hendak
mencari arti sebuah kata, maka tengoklah kamus. Namun jika hendak mencari makna kata
yang berdekatan (sinonim), bukalah Tesamoko.
Namun demikian, sinonim yang sering dianggap sebagai kesamaan kata sesungguhnya
tidaklah memiliki kedekatan arti yang mutlak. Dalam Tesamoko ini, kata-kata diurutkan
dari yang paling dekat maknanya, hingga yang terjauh.
Dapat sin
1. adv becus (cak), bisa, cakap, kuasa, larat, mampu, pandai, sanggup.
2. v a cak terima b capai, peroleh, raih
3. v kena, tertangkap
Dapat kita lihat, pada satu lema dapat, dimasukkan jaringan kata-kata yang bersinonimi.
Namun, di tangan para pembacalah, keputusan untuk memakai dan menempatkan kata-
kata itu diberikan. Dalam hal itu, apakah kata yang satu dapat digantikan dengan kata yang
lain dengan sama persis, itu harus diuji lebih jauh.
Misalnya:
Saya dapat berenang
Saya bisa berenang
Saya cakap berenang
Saya pandai berenang
Saya sanggup berenang
Meski tipis, kita dapat merasakan bahwa dapat dan bisa memiliki kesinoniman mutlak,
tapicakap, pandai, dan sanggup secara samar-samar memiliki derajat kesinoniman yang
lebih tipis pada lema dapat dibandingkan dengan bisa. Bisa dikatakan bahwa terdapat
lapis-lapis makna pada setiap kata yang memiliki pertalian makna.
Bahasa Indonesia Harus Jadi Bahasa ASEAN
JAKARTA - Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengatakan, delegasi Indonesia
yang mengikuti Asean Inter Parliamentary Assembly (AIPA) di Kamboja telah
mengusulkan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ASEAN.
"Kita akan yakinkan nanti, khususnya untuk Filipina dan Singapura, mudah-
mudahan dalam waktu tidak lama mereka mau setuju gagasan ini," harapnya.
Menurut dia, bahasa Indonesia akan lebih mudah diterima lantaran sejumlah negara
ASEAN menggunakan bahasa Melayu.
"Selain Indonesia, kita ketahui di Malaysia, mereka gunakan Bahasa Melayu (akar
Bahasa Indonesia) separuh penduduknya. Filipina yang keberatan juga ada kurang
lebih lima persen penduduknya di Moro dan sekitarnya yang menggunakan bahasa
Indonesia," jelas dia.
Sementara itu, Ketua DPR Marzuki Alie terpilih menjadi Presiden AIPA untuk
setahun ke depan. Rencananya sidang AIPA ke-33 akan digelar di Lombok pada 16-
23 September 2012.
Lindungi Bahasa Indonesia untuk Generasi
Muda
JAKARTA - Bahasa Indonesia perlu mendapat perhatian khusus dalam hal
pelestariannya. Jika tidak, dikhawatirkan masyarakat Indonesia semakin terbawa
arus westernisasi atau budaya kebarat-baratan.
Hal ini sangat disadari oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB)
Kementerian Pendidikan Nasional. Menurut Yeyen Maryani, Sekretaris BPPB
Kemendiknas, lembaganya melakukan banyak program untuk melestarikan dan
mengembangkan bahasa Indonesia.
Selain itu, juga dilakukan perlindungan kepada bahasa agar tidak punah, baik itu
bahasa daerah maupun bahasa nasional itu sendiri (bahasa Indonesia). Yeyen
menjelaskan, bentuk perlindungan dapat berupa kajian melalui dokumentasi atau
revitalisasi. Kita wajib melindungi supaya bahasa itu tidak hilang, ungkapnya.
Program lainnya, lanjut Yeyen, adalah program pembinaan yang lebih terkait pada
pengguna dan penggunaan. Salah satunya membina bahasa Indonesia supaya tetap
berkembang dan bercita-cita menjadi bahasa dunia.
Hal serupa juga dilakukan di luar negeri terhadap bahasa Indonesia, karena sudah
lebih dari 159 pusat kajian bahasa Indonesia di negara-negara lain itu. Hal ini
diharapkan supaya secara bertahap dan berkelanjutan penggunaan bahasa
Indonesia di luar negeri terus meningkat.
Yeyen mencontohkan kata produksi, yang berasal dari bahasa Inggris yaitu
production, karena tidak ada konsep produksi dalam bahasa daerah maka diambil
kata produksi dengan penyesuaian ejaan tanpa menggunakan kata ion diakhir kata.
Contoh lain, kata snack atau makanan kecil, sebetulnya menurut dia, ada padanan
lain dalam bahasa Indonesia untuk kata snack yakni kudapan, namun kata kudapan
tidak dikenal di masyarakat.
Beda pendapat dengan Yeyen, ahli Bahasa dan Sastra, Maman Soetarman Mahayana
mengusulkan tiga hal untuk melstarikan bahasa Indonesia pada kalangan generasi
muda.
Pertama, ubah pandangan bahwa bahasa Indonesia tidak penting sebagai bahasa
negara. Kedua, meningkatkan lomba-lomba pidato bahasa Indonesia di sekolah-
sekolah, itu harus terus-menerus. Contohnya, di KBRI Seoul itu tiap tahun diadakan
lomba pidato bahasa Indonesia khusus untuk warga Korea dan itu banyak
peminatnya. Ini berarti pihak KBRI ingin menyebarkan pengaruh budaya kepada
orang luar. Ketiga, kebiasaan mengekspresikan bahasa Indonesia dalam tulisan,
selama ini banyak beranggapan bahasa Indonesia itu mudah, padahal tidak juga,
khususnya dalam bahasa tulis, ungkap Maman kepadaokezone.
Bahasa Indonesia Penuhi Syarat Jadi Bahasa
Dunia
JAKARTA - Mimpi bangsa Indonesia menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa
dunia, masih terbuka luas. Bahasa Indonesia memiliki syarat untuk menjadi bahasa
dunia.
Hal tersebut disampaikan oleh Ahli Sastra dan Sosial Budaya Universitas Indonesia,
Maman Soetarman Mahayana kepada okezone, beberapa waktu lalu.
Sebetulnya berdasarkan syarat sudah memenuhi untuk dijadikan bahasa dunia,
ujar Maman.
Maman mengatakan, syarat yang sudah terpenuhi antara lain jumlah penutur
bahasa Indonesia lebih besar dibanding penutur bahasa Inggris. Selain itu, luas
penyebaran bahasa Indonesia sudah merambah ke berbagai negara di dunia dan
banyak dipelajari oleh warga negara lain. Saat ini saja sudah banyak perguruan
tinggi di kota-kota besar di banyak negara yang mengajarkan bahasa Indonesia.
Menurutnya, dalam bahasa Indonesia tidak mengenal tenses atau pembagian yang
terdiri dari saat ini, yang akan datang atau waktu lampau, seperti yang ada pada
bahasa Inggris dan bahasa Arab.
Selain itu, menurut Maman, hal sulit yang dihadapi jika ingin bahasa Indonesia
mendunia adalah perlunya dukungan politik dari pemerintah Indonesia. Pasalnya,
kemauan untuk mengganti bahasa dunia ada pada Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) yang notabene, lanjut dia, dikuasai oleh Amerika Serikat.
Peluang itu ada saja, tinggal kemauan PBB. Cuma masalahnya PBB dikuasai
Amerika Serikat, itu yang mungkin agak sulit. Kemudian tinggal kemauan ahli
bahasa dan menteri luar negeri harus mampu meloby, karena ini juga persoalan
politik, ungkapnya.
Bukti negara lain juga mempelajari bahasa Indonesia juga terjadi di Korea Selatan.
Maman mencontohkan, di KBRI Seoul Korea Selatan tiap tahunnya diselenggarakan
lomba pidato menggunakan bahasa Indonesia yang pesertanya khusus warga Korea
Selatan.
Dia melihat, antusiasme yang tinggi dari warga Korea dalam mengikuti pidato
bahasa Indonesia ini merupakan bentuk pemerintah melalui KBRI ingin
menyebarkan pengaruh budaya dan bahasa Indonesia kepada negara lain, sekaligus
menjadi bukti bahwa negara lain pun turut menyukai bahasa Indonesia.
(lsi)
Bahasa Indonesia Jadi Bahasa ASEAN?