Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I
PENDAHULUAN

Telinga merupakan salah satu organ penting bagi manusia. Secara anatomis,
telinga di bagi menjadi telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar
menangkap bunyi, menghantarkannya, dan memperkuat serta menentukan arah
datangnya bunyi. Telinga tengah mengubah getaran suara menjadi gelombang
cairan. Kemudian telinga dalam mengubah getaran cairan menjadi rangsangan
saraf.1
Gangguan pada telinga dapat menyebabkan berkurang atau hilangnya
pendengaran seseorang. Salah satu penyakit pada telinga yang dapat menyebabkan
gangguan tersebut ialah otitis media. Otitis media sendiri merupakan peradangan
sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan
sel-sel mastoid.2,3
Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media
non supuratif ( = otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa,
dan OME). Masing-masing golongan terbagi lagi atas akut dan kronis, yaitu otitis
media supuratif akut ( otitis media akut = OMA) dan otitis media supuratif kronis
(OMSK). Bagitu juga dengan otitis media serosa yang terbagi atas otitis media
serosa akut dan otitis media serosa kronis.1,2,3
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang cukup berkaitan dengan
terjadinya OMA. Kasus OMA secara umum banyak terjadi pada anak-anak
dibandingkan kalangan usia lainnya. Kondisi demikian terjadi karena faktor
anatomis, dimana pada fase perkembangan telinga tengah saat usia anak-anak, tuba
Eustachius memang memiliki posisi yang lebih horizontal dengan drainase yang
minimal dibandingkan dengan usia lebih dewasa1,2,3
Pada tahap OMA, biasanya sebagian kecil masyarakat menganggapnya
sebagai hal biasa. Mereka baru akan mencari pengobatan ketika penyakitnya telah
menjadi OMSK. Perjalanan penyakit dari otitis media akut (OMA) menjadi otitis
media supuratif kronis (OMSK) apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila
prosesnya masih kurang dari 2 bulan maka disebut dengan otitis media supuratif
subakut. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis
2

media supuratif kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat,
virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau
hygiene buruk.1,3
3

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : An. J
Umur : 5 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Green Golf, Jambi
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Pekerjaan Orang Tua : Pns
Pendidikan Pasien : TK
Pendidikan Orang Tua : S1

2.2 ANAMNESIS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 Februari 2016
Keluhan Utama
Nyeri pada telinga sebelah kiri disertai demam 1 minggu yang lalu.

Riwayat Perjalanan Penyakit


An. j ( 5 tahun ), merasa nyeri pada telinga sebelah disertai demam
1 minggu yang lalu. Os sering menggunakan cotton bud untuk mengorek
telinga (+) namun merasa pendengarannya menurun. Os mengatakan rasa
berputar tidak ada, pusing tidak ada dan tidak ada riwayat trauma
sebelumnya.
Os sering mengalami batuk dan pilek. Os mengatakan mengalami
pilek 3 hari yang lalu dan batuk tidak berdahak.

Riwayat Pengobatan
Os belum pernah berobat
4

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat nyeri pada telinga 2 bulan yang lalu (+) riwayat batuk dan pilek
(+) riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat alergi obat (-), Riwayat
asma (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan os

Tabel 2.1 Anamnesis Pasien


TELINGA HIDUNG TENGGOROK LARING
Ka / Ki Ka/ki
Gatal : -/+ Rinore : -/- Sukar Menelan : - Suara parau : -
Dikorek : +/+ Buntu : -/- Sakit Menelan : - Afonia : -
Nyeri : -/+ Bersin : - Trismus :- Sesak napas : -
Bengkak :-/- * Dingin/Lembab : - Ptyalismus : - Rasa sakit : -
Otore : -/- * Debu Rumah :- Rasa Ngganjal : - Rasa ngganjal : -
Tuli : - /- Berbau : -/- Rasa Berlendir : -
Tinitus :-/+ Mimisan : -/- Rasa Kering : -
Vertigo : - Nyeri Hidung : -/-
Mual :- Suara sengau : -
Muntah : -

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : compos mentis


Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 37.3 C
Nadi : 120x/menit
TD : 110/70 mmHg
Anemia : -/-
Sianosis : -/-
Stridor inspirasi : -/-
5

Retraksi suprasternal : -
Retraksi interkostal : -/-
Retraksi epigastrial : -/-

2.3.1 Telinga
Tabel 2.2 Pemeriksaan Fisik Telinga

Daun Telinga Kanan Kiri


Anotia/mikrotia/makrotia - -
Keloid - -
Perikondritis - -
Kista - -
Fistel - -
Ott hematoma - -
Nyeri tekan tragus - -
Nyeri tarik daun telinga - -
Liang Telinga Kanan Kiri
Atresia - -
Serumen - -
Epidermis prop - -
Korpus alineum - -
Jaringan granulasi - -
Exositosis - -
Osteoma - -
Furunkel - -
Membrana Timpani Kanan Kiri
Hiperemis - +
Edema - +
Retraksi - -
Bulging - +
Atropi - -
6

Perforasi - -
Bula - -
Sekret - -
Refleks Cahaya Arah jam 5 Sulit dinilai
Retro-aurikular Kanan Kiri
Fistel - -
Kista - -
Abses - -
Pre-aurikular Kanan Kiri
Fistel - -
Kista - -
Abses - -

2.3.2 Hidung
Tabel 2.3 Pemeriksaan Fisik Hidung

Rinoskopi Anterior Kanan Kiri


Vestibulum nasi Hiperemis (-), livide (-) Hiperemis (-), livide (-)
Sekret (-), hiperemis (-), Sekret (-), hiperemis (-),
Kavum nasi
Edema mukosa (-) Edema mukosa (-)
Selaput lendir + +
Septum nasi Deviasi (-), luka (-) Deviasi (-), luka (-)
Lantai + dasar
DBN DBN
hidung
Edema (-), pucat (-)
Konka inferior Edema (-), pucat (-)

Meatus nasi inferior DBN DBN


Konka media DBN DBN
Meatus nasi media DBN DBN
Polip - -
Korpus alineum - -
7

Massa tumor - -
Rinoskopi
Kanan Kiri
Posterior
Sekret (-), hiperemis (-), Sekret (-), hiperemis (-),
Kavum nasi
Edema mukosa (-) Edema mukosa (-)
Selaput lendir DBN DBN
Koana DBN DBN
Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Hiperemis (-), livide (-), Hiperemis (-), livide (-),
Konka superior
hipertrofi (-) hipertrofi (-)
Hiperemis (-), livide (-), Hiperemis (-), livide (-),
Konka superior
hipertrofi (-) hipertrofi (-)
Meatus nasi media DBN DBN
Muara tuba DBN DBN
Adenoid DBN DBN
Massa tumor - -
Fossa rossenmuller - -
Transiluminasi
Kanan Kiri
Sinus
Sinus Maxillaris DBN DBN
Sinus Frontalis DBN DBN

2.3.3 Mulut
Tabel 2.4 Pemeriksaan Fisik Mulut

Hasil
Selaput lendir mulut DBN
Bibir Sianosis (-) raghade (-)
Lidah Atropi papil (-), tumor (-)
Gigi Kalkulus (-), Caries (-)
Kelenjar ludah DBN
8

2.3.4 Faring
Tabel 2.5 Pemeriksaan Fisik Faring

Hasil
Uvula Bentuk normal, terletak ditengah
Palatum mole hiperemis (-), benjolan (-)
Palatum durum Hiperemis (-), benjolan (-)
Plika anterior Hiperemis (-)
Dekstra : tonsil T1, hiperemis (-),
permukaan rata, kripta tidak melebar
detritus (-), mobilitas (+)
Tonsil Sinistra : tonsil T1, hiperemis (-),
permukaan rata, kripta tidak melebar
detritus (-), mobilitas (+)

Plika posterior Hiperemis (-)


Mukosa orofaring Hiperemis (-), granula (-)

2.3.5 Laringoskopi indirect


Tabel 2.6 Pemeriksaan Fisik Laring

Hasil
Pangkal lidah
Epiglotis
Sinus piriformis
Aritenoid Sulit dinilai
Sulcus aritenoid
Corda vocalis
Massa
9

2.3.6 Kelenjar Getah Bening Leher


Tabel 2.7 Pemeriksaan Fisik Kelenjar Getah Bening Leher

Kanan Kiri
Regio I DBN DBN
Regio II DBN DBN
Regio III DBN DBN
Regio IV DBN DBN
Regio V DBN DBN
Regio VI DBN DBN
area Parotis DBN DBN
Area postauricula DBN DBN
Area occipital DBN DBN
Area supraclavicula DBN DBN

2.3.7 Pemeriksaan Nervi Craniales


Tabel 2.8 Pemeriksaan Nervus Cranialis

Kanan Kiri
Nervus III, IV, VI DBN DBN
Nervus VII DBN DBN
Nervus IX DBN
Nervus XII DBN
10

2.4 PEMERIKSAAN AUDIOLOGI


Tabel 2.9 Pemeriksaan Audiologi

Tes Pendengaran Kanan Kiri


Tes rinne + (normal) + (normal)
Tes weber Lateralisasi ke telinga sakit (S)
Tes schwabach Sama dg pemeriksa/N Tuli sensorineural
Tes berbisik 6/6
Kesimpulan : Fungsi Pendengaran tuli sensorineural telingan sebelah kiri

2.5 DIAGNOSIS
Otitis Media Akut (OMA) aurikula sinistra stadium supurasi

2.6 DIAGNOSIS BANDING


Telinga : Otitis Media Efusi, Otitis Eksterna Sirkumkripta, Otitis Eksterna
Difus

2.7 PENATALAKSANAAN
a. Antibiotik oral
Lini pertama gol. Ampicillin, Amoxycillin ( dalam bentuk pulveres )
Lini kedua Sefalosporin gol.1 atau 2 ( dalam bentuk pulveres )
b. Idealnya harus disertai dengan miringitomi

Monitoring
Minta pasien untuk menghindari masuknya air pada telinga
kiri yang dilakukan miringotomi
Meminta pasien kontrol setelah 3 hari untuk melihat perbaikan
dari keluhan yang dialami pasien
Lakukan otoskopi untuk observasi keluhan setelah 3 hari
11

KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)


1. Menjelaskan mengenai penyakit pasien.
2. Menjelaskan kepada pasien mengenai tujuan dan manfaat dari pengobatan
dan tindakan operatif yang diberikan kepada pasien
3. Memberitahu pasien untuk menutup telinga ketika mandi untuk mencegah
telinga menjadi lembab dan tidak lagi mengorek telinga.
4. Memberitahu pasien akan pentingnya kontrol ulang dan terapi yang
adekuat untuk penyakitnya serta menyarankan pasien untuk tetap menjaga
higienitas.

2.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
12

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Telinga


Secara anatomi telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

Gambar 3.1 Anatomi Telinga


3.1.1 Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga sampai membran timpani. Daun telinga
terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S,
dengan rangka tulang rawan pada sepertiga luar dan terdiri atas tulang pada dua
pertiga dalam. Panjangnya kira-kira 2,5 3 cm.6
Pada sepertiga luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen
(modifikasi kelenjar keringat yang disebut kelenjar serumen) dan rambut.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga. Sedangkan pada dua
pertiga dalam hanya dijumpai sedikit kelenjar serumen.1,4,6
13

Gambar 3.2 Anatomi Daun Telinga

Gambar 3.3 Anatomi Membran Timpani

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani ini
juga terbagi atas dua pars, yaitu:
Pars flaksida (membran sharpnell), terletak di bagian atas. Terdiri atas
dua lapisan, yaitu bagian luar yang merupakan lanjutan epitel kulit liang
telinga dan bagian dalam yang dilapisi sel kubus bersilia. Pada pars ini
terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad
antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan
antrum mastoid.
14

Pars tensa (membran propria), terletak di bagian bawah. Terdiri dari tiga
lapisan, pada bagian tengahnya terdapat lapisan yang terdiri dari serat
kolagen dan serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan
sirkuler pada bagian dalam.1,3,4,6
Pada membran timpani inilah akan tampak refleks cahaya (cone of light),
yaitu pada pukul 7 untuk telinga kiri dan pada pukul 5 untuk telinga kanan. Pada
telinga tengah juga terdapat tulang-tulang pendengaran yang saling
berhubungan, yaitu maleus, inkus, stapes. Prosesus longus maleus melekat pada
membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes.
Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea.6
3.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas sebagai berikut:
Batas luar : membran timpani
Batas depan : tuba Eustachius
Batas bawah : vena jugularis
Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis
horisontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap
bundar, dan promontorium6

Tuba Eustachius, juga disebut tuba auditorius atau faringotimpanik,


menghubungkan nasofaring dengan kavum timpani. Pada orang dewasa,
panjangnya sekitar 37,5 mm dan pada anak di bawah 9 bulan adalah 17,5 mm.
(FKUI) Tuba ini berjalan ke arah bawah, depan dan medial dari ujung
timpaniknya, membentuk sudut 45 terhadap bidang horisontal pada orang
dewasa. Tuba Eustachius terbagi ke dalam 2 bagian: bagian tulang, yaitu di
bagian posterolateral, membentuk 1/3 (12 mm) dari panjang keseluruhan dan
bagian fibrokartilago, yang berada anteromedial, membentuk 2/3 (24 mm).
Kedua bagian tersebut bertemu pada ismus, yang merupakan bagian tersempit
dari tuba.5
15

Gambar 3.4 Anatomi Tuba Eustachius

Tiga otot berhubungan dengan tuba: tensor veli palatini, levator veli palatini
dan salpingipharyngeus. Serabut medial dari tensor veli palatini menempel
dengan lamina lateral tuba dan ketika berkontraksi terjadi pembukaan lumen
tuba. Serabut-serabut ini disebut juga otot dilator tuba. Peran sebenarnya dari
otot tensor veli palatini dan salpingofaringeus untuk membuka tuba tidak pasti.
Diyakini bahwa otot levator veli palatini yang berjalan inferior dan paralel
terhadap bagian kartilaginosa tuba membentuk massa di bawah lamina medial
dan selama kontraksi mendorong lamina ke atas dan medial sehingga membantu
pembukaan tuba.5
Elastin hinge. Kartilago pada pertemuan lamina lateral dan medial pada
bagian atap, kaya akan serabut elastin yang membentuk engsel (hinge). Dengan
recoil-nya dapat membantu menjaga tuba tertutup ketika tidak lagi terbuka oleh
otot-otot dilator tuba.5

Gambar 3.5 Potongan Vertikal Tuba Eustachius


16

3.1.3 Telinga Dalam

Gambar 3.6 Anatomi Telinga Dalam


Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) berupa dua setengah
lingkaran dan 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut
helikotrema, menghubungkan perilimfe skala timpani dengan skala vestibuli.6
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Skala vestibuli dan skala timpani
berisi perlimfe, sedangkan skal media berisi endolimfe. Dasar skala vestibuli
disebut membran vestibuli (membran reissner), sedangkan dasar skala media
adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti.6

3.2 Fisiologi Pendengaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang atau getaran. Getaran kemudian dialirkan ke liang
telinga dan mengenai membran timpani, sehingga akan menggetarkan membran
timpani melalui rangkaian tulang pendengaran (maleus, inkus, stapes) yang akan
mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian
perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah
diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang akan menggetarkan tingkap
lonjong, sehingga perilimfe pada skala vestibuli akan bergerak. Getaran diteruskan
melalui membran reissner yang mendorong endolimfe, sehingga akan
17

menimbulkan gerakan relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.


Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadilah pelepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan depolarisasi sel rambut,
sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai
ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.4,6

Gambar 3.7 Fisiologi Pendengaran

3.3 Definisi OMA


Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa liang telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi
atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing memiliki
bentuk akut dan kronis. Otitis media akut termasuk dalam bentuk otitis media
supuratif.2
18

Gambar 3.8 Skema Pembagian Otitis Media Berdasarkan Durasi

Gambar 3.9 Skema Pembagian Otitis Media Berdasarkan Gejala


Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah dengan gejala dan tanda
yang bersifat cepat dan singkat yang berlangsung selama 3 minggu atau kurang.
Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau
sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore
apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga
bisa dijumpai efusi telinga tengah.2,7
19

3.4 Etiologi dan Faktor Risiko OMA

Etiologi

Bakteri piogenik sebagai penyebabnya yang tersering yaitu Streptokokus


hemolitikus, Stafilokokus aureus, dan Pneumokokus. Kadang-kadang bakteri
penyebabnya yaitu Hemofilus influenza, Escheria colli, Streptokokus
anhemolitikus, Proteus vulgaris, Pseudomonas aerugenosa. Hemofilus influenza
merupakan bakteri yang paling sering kita temukan pada pasien anak berumur di
bawah 5 tahun.2 Streptokokus pneumoni, Hemofilus influenza dan Moraksela
kataralis merupakan mikroorganisme utama.8

Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor
genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu
formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis
kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas,
disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain.9
Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens
OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi
tidak matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau
status imunologi anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak
laki-laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan.

3.5 Epidemiologi OMA


Otitis media akut dapat mengenai semua umur, tetapi sering mengenai anak-
anak. Peningkatan prevalensi otitis media pada sangat dipengaruhi oleh beberapa
kondisi seperti kondisi sosial ekonomi, kejadian infeksi saluran napas atas, tempat
tinggal yang padat, higiene dan nutrisi yang jelek. Penjalaran ISPA menjadi otitis
media terutama terjadi pada anak-anak, hal ini dikarenakan pada anak saluran
antara telinga tengah dan nasofaring lebih pendek dan lebar, serta arahnya yang
lebih horizontal.3,10
20

3.6 Patogenesis dan Patofisiologi OMA


Telingah tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan
faring. Secara fisiologis terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke
dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eusthachius, enzim penghasil mukus
(misalnya muramidase) dan antibodi.1,2
Otitis media akut terjadi bila mekanisme fisiologis ini terganggu. Sebagai
mekanisme pelengkap pertahanan di permukaan, suatu anyaman kapiler sub epitel
yang penting menyediakan pula faktorfaktor humoral, leukosit polimorfonuklear
dan sel fagosit lainnya. Obstruksi tuba eustachius merupakan suatu faktor penyebab
dasar pada otitis media akut.3
Fungsi abnormal tuba Eustachius merupakan faktor yang penting pada otitis
media. Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan
ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses
inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di
telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan
dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme
pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi
adenoid.9
21

Gambar 3.10 Patogenesis Otitis Media2


Pathogenesis OMA pada sebagian besar dimulai oleh infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) atau alergi, atau perubahan tekanan udara yang tiba-tiba,
sumbatan. Infeksi saluran napas atas atau alergi dapat menyebabkan terjadinya
kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba
Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan
negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan
menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam
telinga tengah melalui tuba Eustachius.2,3
Tekanan negatif dapat menimbulkan terjadinya effuse serosa. Efusi ini pada
telinga tengah merupakan media yang fertile untuk perkembangbiakan
mikroorganisme dan dengan adanya infeksi saluran napas atas dapat terjadi invasi
virus dan bakteri ke telinga tengah, berkolonisasi dan menyerang jaringan dan
menimbulkan infeksi. Efusi bisa sembuh/ normal. Efusi dengan fungsi tuba tetap
terganggu namun infeksi negatif dapat menyebabkan terjadinya OME.2,3
Disisi lain, akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan
mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba
Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi
bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri.
Tuba eustachius yang tetap terganggu ditambah dengan infeksi yang postif
sehingga menghasilkan nanah sebagai hasil perlawanan tubuh terhadap bakteri
menjadi penyebab utama terjadinya OMA.OMA bisa sembuh atau berubah menjadi
OME atau OMSK. 2,3
Perluasan radang atau infeksi dari hidung atau nasopharinx kedalam cavum
tympani dimungkinkan akibat ada hubungan langsung hidung dan cavum tympani
melalui tuba eustachius serta persamaan jenis mukosa antara kedua tempat
tersebut.Pembengkakan pada jaringan sekitar saluran tuba eustachius dapat
menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah berkumpul di
belakang gendang telinga. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses
inflamasi lokal, pendengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang-
tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran.
22

Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat menyebabkan telinga


terasa semakin nyeri dan dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang
meninggi sehingga bisa menyebabkan terjadinya OMSK.9
Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang
dewasa. Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan
kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran
pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang
dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm.Ini
meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring menganggu drainase
melalui tuba Eustachius.2,9
Insidens terjadinya otitis media pada anak yang berumur lebih tua berkurang,
karena tuba telah berkembang sempurna dan diameter tuba Eustschius meningkat,
sehingga jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba. Selain itu, sistem pertahanan
tubuh anak masih rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga
tengah. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang
berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar dibanding
orang dewasa.
Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga
adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya tuba Eustachius. Selain itu,
adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah melalui
tuba Eustachius.9,10

Gambar 3.11 Perbedaan Antara Tuba Eustachius pada Anak-anak dan Orang
Dewasa
23

3.7 Stadium OMA


1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Gambar 3.12 Stadium Oklusi Tuba


Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh
retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam
telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi
dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema
yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi,
membran timpani kadang- kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi.
Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan
oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.2

2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi

Gambar 3.13 Membran Timpani Hiperemis

Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani,


yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan
adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi
tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik.
24

Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti.
Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien
mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih
normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis.
Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani.
Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari. 2

3. Stadium Supurasi

Gambar 3.14. Membran Timpani Bulging dengan Eksudat Purulen


Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau
bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada
mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur.
Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran
timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat
serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat
tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi
demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan
submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung
di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan
kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis
terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
25

Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi.


Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani
sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka
insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi
ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani
mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.2

4. Stadium Perforasi

Gambar 3.15 Membran Timpani Peforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret


berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang
telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).
Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan
tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih
tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif
subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah
sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik.2

5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan
berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran
timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan
sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal.
26

Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih
utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.2,11
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani
menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media
serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa
mengalami perforasi membran timpani.2

3.8 Diagnosis

Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien.
Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam
telinga, keluhan disamping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk
pilek sebelumnya.2
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri
terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh ditelinga atau rasa kurang
dengar. Pada bayi dan ank kecil geala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat
sampai 39,5 C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak
menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang
telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke
liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.2,12

3.9 Diagnosis Banding


1. Otitis Media Akut

OMA dapat dibedakan dari otitis media akut yang dapat menyerupai ottitis
media dengan efusi. Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda
yang ada pada OMA dan otitis media dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat
menimbulkan gangguan pendengaran dengan 0-50 decibels hearing loss.3,7
27

Table 3.1. Perbedaan Gejala dan Tanda Antara OMA dan Otitis Media dengan
Efusi3,7
Gejala dan tanda Otitis Media Akut Otitis Media dengan Efusi

Nyeri telinga (otalgia), menarik + - (kalaupun ada hanya sedikit


telinga (tugging) pada saat awal tuba
terganggu)

Inflamasi akut, demam + -


Efusi telinga tengah + +
Membran timpani membengkak +/- -
(bulging), rasa penuh di telinga

Gerakan membran timpani + +


berkurang atau tidak ada

Warna membran timpani + +


abnormal seperti menjadi putih,
kuning, dan biru

Gangguan pendengaran + +
Otore purulen akut + -
Kemerahan membrane timpani, + -
erythema

3.10 Tatalaksana OMA

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan


pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan
pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan
pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan
ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba
Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaikisistem
imum lokal dan sistemik.13,14
28

Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali


tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat
tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12
tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur diatas
12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian
antibiotik.2,15
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan
analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin.
Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.2,16
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap
penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100
mg/kgBB/hari yang terbagi da lam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin
masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis. 2
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat
hilang dan tidak terjadi ruptur. 2
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara
berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3
sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya
sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10
hari. 2,17
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret
tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret
mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik
dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah
terjadi mastoiditis. 2
29

Terapi simptomatis

Terapi tambahan seperti pemberian analgetika, antipiretika dan dekongestan


oral dapat diberikan sesuai gejala.15 Penanganan nyeri harus dilakukan terutama
dalam 24 jam pertama onset OMA. Penanganan nyeri telinga pada OMA dapat
menggunakan analgetik seperti: asetaminofen, ibuprofen, preparat topikal seperti
benzokain, naturopathic agent, homeopathic agent, analgetik narkotik dengan
kodein atau analog, dan timpanostomi / miringotomi.16
Antihistamin dapat membantu mengurangi gejala pada pasien dengan alergi
hidung. Dekongestan oral berguna untuk mengurangi sumbatan hidung. Tetapi baik
antihistamin maupun dekongestan tidak memperbaiki penyembuhan atau
meminimalisir komplikasi dari OMA, sehingga tidak rutin direkomendasikan.
Manfaat pemberian kortikosteroid pada OMA juga masih kontroversi.16
Dasar pemikiran untuk menggunakan kortikosteroid dan antihistamin adalah:
obat tersebut dapat menghambat sintesis atau melawan aksi mediator inflamasi,
sehingga membantu meringankan gejala pada OMA. Kortikosteroid dapat
menghambat perekrutan leukosit dan monosit ke daerah yang terkena, mengurangi
permeabilitas pembuluh darah, dan menghambat sintesis atau pelepasan mediator
inflamasi dan sitokin.16Penggunaan yang dianjurkan adalah dekongestan topikal
(Efedrin HCL 0,5%) terutama untuk mengatasi sumbatan hidung. 16

Terapi Bedah

Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani untuk
drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Prosedur ini merupakan
prosedur terapi yaitu dengan menghilangkan tekanan udara di telinga tengah, dan
juga prosedur yang bertujuan untuk diagnostik karena cairan yang didapat dari
tindakan miringotomi dapat dikirim untuk kultur dan sensitivitas.2
Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posterior-inferior
membran timpani. Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang terang, corong
telinga yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan ukuran kecil dan steril.2
30

Miringotomi hanya dilakukan pada kasus-kasus terpilih dan dilakukan oleh


ahlinya. Disebabkan insisi biasanya sembuh dengan cepat (dalam 24-48 jam),
prosedur ini sering diikuti dengan pemasangan tabung timpanostomi untuk ventilasi
ruang telinga tengah.2
Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya komplikasi supuratif, otalgia
berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien imunokompromis, neonatus, dan
pasien yang dirawat di unit perawatan intensif. Indikasi miringostomi pada anak
dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus
fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi
merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua
kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. 16

3.11 Komplikasi OMA


Komplikasi dari OMA dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu
melalui erosi tulang, invasi langsung dan tromboflebitis. Komplikasi ini dibagi
menjadi komplikasi intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal
terdiri dari: mastoiditis akut, petrositis, labirintitis, perforasi pars tensa, atelektasis
telinga tengah, paresis fasialis, dan gangguan pendengaran. Komplikasi intrakranial
yang dapat terjadi antara lain yaitu meningitis, encefalitis, hidrosefalus otikus, abses
otak, abses epidural, empiema subdural, dan trombosis sinus lateralis. Komplikasi
tersebut umumnya sering ditemukan sewaktu belum adanya antibiotik, tetapi pada
era antibiotik semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi
dari otitis media supuratif kronik (OMSK). Penatalaksanaan OMA dengan
komplikasi ini yaitu dengan menggunakan antibiotik spektrum luas, dan
pembedahan seperti mastoidektomi.16

3.12 Pencegahan OMA

Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah


ISPA pada bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat,
menganjurkan pemberian ASI minimal 6 bulan, menghindarkan pajanan terhadap
lingkungan merokok, dan lain-lain.16
31

ANALISIS KASUS

Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan pada An. J (perempuan, 5


tahun), diketahui bahwa An. j datang ke poliklinik THT RSUD Raden Mattaher
Jambi dengan keluhan utama nyeri pada telinga sebelah kiri disertai demam 1
minggu yang lalu. Os sering menggunakan cotton bud untuk mengorek telinga (+)
namun merasa pendengarannya menurun. Os mengatakan rasa berputar tidak ada,
pusing tidak ada dan tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
Os juga memiliki riwayat batuk dan pilek 3 hari yang lalu, pileknya encer
dan berwarna bening tanpa disertai dengan bersin-bersin, batuk tidak berdahak. Os
belum pernah berobat ke dokter. Riwayat neri pada telinga 2 bulan yang lalu,
riwayat batuk dan pilek (+), riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat alergi
obat (-), Riwayat asma (-), dan riwayat penyakit keluarga tidak ada.
Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik terhadap An. J dan didapat hasil suhu
tubuh 37,3, edema pada mukosa liang telinga kiri, membran timpani telinga kiri
mengalami bulging serta terlihatnya eksudat dikavum timpani. Ditemukan sekret
pada hidung kanan dan kiri.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat disimpulkan An. J
menderita otitis media akut (OMA) aurikula sinistra stadium supurasi yang
kemungkinan terjadi karena efek dari batuk dan pilek sebelumnya serta kebiasaan
mengorek telinga menggunakan cotton bud. Berdasarkan gejala dan tanda, maka
pasien ini diberikan obat antibiotik dan dilakukan tindakan operatif miringotomi.
32

BAB V
KESIMPULAN

Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.2 Otitis media
berdasarkan durasi terdiri atas akut (< 3minggu), subakut (3-12 minggu) dan kronis
(>12 minggu). Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah dengan gejala
dan tanda yang bersifat cepat dan singkat yang berlangsung selama 3 minggu atau
kurang. Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien.
Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam
telinga, keluhan disamping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk
pilek sebelumnya.2
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri
terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh ditelinga atau rasa kurang
dengar. Pada bayi dan ank kecil geala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat
sampai 39,5 C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak
menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang
telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke
liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.2
33

DAFTAR PUSTAKA

1. Van den Broek, Feenstra. Buku saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung,
dan Telinga. Edisi ke-12. Jakarta : EGC, 2010
2. Efiaty Arsyad Soepardi, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan. Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2012. hal. 57-69.
3. Boies R. Lawrence, Adam L. George. Penyakit Telinga Tengah dan
Mastoid. Alih bahasa : Wijaya Caroline. BOIES Buku Ajar Penyakit THT.
Edisi ke-6. Jakarta : EGC, 1997.
4. Snell, Richard S. Anatomi Klinik Edisi 6. Jakarta: EGC, 2006
5. Dhingra, PL. Otitis Media With Effusion in Disease of Ear, Nose, and
Throat 6th Edition. New Delhi: Churchill Livingstone, 2014
6. Soepardi E A, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti R. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012.
7. Healy GB. Rosbe KW. Otitis Media and Middle Ear Effusions. In:
Ballengers Otorhinolarygology Head and Neck Surgery. Sixteenth edition.
BC Decker Inc. Ontario, 2003, 249-59
8. Canter RJ. Acute suppurative otitis media. In : Kerr AG, ed. Scott Browns
Otolaryngology. Sixth edition. Vol. 3. Butterworth-Heinemann, London,
1997, 3/9/1-7.
9. Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson
Textbook of Pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elsevier, 2632-46.
10. World Health Organization. Burden of Illnessand Management Options
Child and Adolescent Health and DevelopmentPrevention of Blindness
and Deafness (serial online). Geneva, Switzerland, 2004. Available
https://www.who.org/
11. Donaldson JD. Acute Otitis Media. Updated Oct 28, 2011. Available from:
http://www.emedicine.medscape.com.
12. Ghanie A. Penatalaksanaan otitis media akut pada anak. Tinjauan pustaka.
Palembang: Departemen THT-KL FK Unsri/RSUP M.Hoesin;2010
34

13. Titisari, H., 2005. Prevalensi dan Sensitivitas Haemophilus Influenzae pada
Otitis Media Akut di PSCM dan RSAB Harapan Kita. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
14. Rubin, M.A., Gonzales, R., Sande, M.A., 2008. Pharyngitis, Sinusitis,
Otitis, and Other Upper Respiratory Tract Infections. In: Fauci, A.S., ed.
Harrysonss Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: McGraw-Hill
Companies, Inc., 205-214.
15. Helmi. Diagnosis dan penatalaksanaan otitis media. Dalam: Satelit
symposium. Penanganan mutakhir kasus telinga hidung tenggorok, Jakarta,
2003.
16. Jacky Munilson, Yan Edward, Yolazenia. Penatalaksanaan Otitis Media
Akut. Universitas andalas. Hal.1-9.
17. Dr.Tengku Budiansyah,MHA. Ask The Master UKDI. Jakarta: Binarupa
Aksara, 2013

Anda mungkin juga menyukai