Anda di halaman 1dari 31

FAKTOR TENAGA KERJA & LUAS LAHAN

TERHADAP PRODUKSI MELON

Oleh :

AL IMAMMUL HAFIZH.A.SY
15.822.0068

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MEDAN AREA
BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis sehingga


berpotensi dalam pengembangan pertanian. Pertanian merupakan salah satu sektor
ekonomi yang penting kedudukannya di Indonesia. Oleh karena itu, pertanian
Indonesia dengan segala sumberdaya yang dimiliki merupakan potensi yang
sudah selayaknya dikembangkan. Pengembangan sektor pertanian lebih
diarahkan kepada pembangunan pertanian yang dapat meningkatkan pendapatan,
taraf hidup petani, penyedia lapangan kerja baik sebagai petani maupun
memperluas pasar dan pelaku pasar. Sektor pertanian yang dapat dikembangkan
salah satunya adalah hortikultura, upaya peningkatan kontribusi hortikultura
tersebut salah satunya adalah usaha peningkatan produksi dan peningkatan
teknologi pascapanen tanaman hortikultura khususnya buah-buahan.
Buah-buahan merupakan salah satu produk hortikultura yang sangat
potensial untuk memasuki perdagangan baik perdagangan dipasar domestik
maupun internasional. Indonesia memiliki potensi pasar yang luas sehingga
kegiatan ekspor buah dapat dilakukan terus menerus tetapi dengan volume ekspor
yang fluktuatif. Buah-buahan tropis Indonesia sangat banyak ragamnya seperti
alpukat, pisang, jambu biji, mangga, manggis, jeruk, pepaya, markisa,
nenas, melon dan belimbing. Indonesia memiliki keunggulan sumberdaya alam
seperti tanah yang subur dengan wilayah daratan yang luas.
Tabel 1 Ekspor buah-buahan di Indonesia tahun 2008-2011

Volume Ekspor (ton)


Komoditas 2008 2009 2010 2011
Nanas 269 664 179 310 159 009 189 223
Manggis 9 466 11 319 11 388 12 603
Pisang 1 970 701 14 1 735
Mangga 1 908 1 616 999 1 485
Jeruk 1 402 1 108 1 339 1 005
Anggur 103 97 148 555
Rambutan 725 666 533 496
Melon 39 148 229 256
Semangka 1 144 483 42 169
Apel 171 143 86 112
Strawberi 211 403 374 82
Nangka 2 16 28 4
Sumber : PKBT, 2014
Nilai ekspor buah-buahan yang berfluktuatif disebabkan oleh kualitas
produk buah-buahan Indonesia yang belum sesuai dengan standar mutu negara
importir, baik secara kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Hal ini disebabkan oleh
teknik budidaya masih dilakukan secara tradisional dan musiman.
Buah-buahan merupakan salah satu komoditas yang mempunyai peranan
besar dalam pemenuhan gizi dan kesehatan tubuh karena mengandung vitamin
dan mineral. Kebutuhan akan produk pertanian menjadi semakin meningkat
sebagai akibat dari pertambahan jumlah penduduk di Indonesia. Konsumsi buah-
buahan penduduk Indonesia menunjukkan data yang berfluktuatif dari tahun
2009-2013. Konsumsi pada tahun 2013 jika dibandingkan dengan tahun 2012
beberapa jenis buah seperti melon, pepaya dan nenas memiliki peningkatan
konsumsi.
Tabel 2 Konsumsi kelompok buah per kapita di Indonesia tahun 2009-2013
Konsumsi (kg)
Buah-buahan
2009 2010 2011 2012 2013
Melon 0.21 0.16 0.42 0.21 0.42
Jeruk 4.64 4.17 3.49 2.76 2.24
Mangga 0,16 0.21 0.63 0.16 0.16
Pepaya 1.88 1.77 2.76 1.62 1.83
Nenas 0.21 0.16 0.37 0.16 0.21
Sumber : BPS, 2014
Data konsumsi yang ditunjukkan pada Tabel 2 khususnya buah melon dari
tahun ketahunnya berfluktuasi, hal disebabkan oleh rendahnya tingkat produksi
yang dapat dilihat pada Tabel 3. Peningkatan produksi melon terus diupayakan
pemerintah agar dapat memenuhi permintaan, dan mengurangi fluktuasi produksi.
Produksi melon berasal dari beberapa wilayah di Indonesia mulai dari pulau
Sumatra hingga pulau Papua.
Tabel 3 Produksi buah-buahan di Indonesia, 2009-2013 (ton)

Produksi (ton)
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013
Nenas 1 558 196 1 406 445 1 540 626 1 781 894 1 133 100
Jeruk Besar 105 928 91 131 97 069 113 375 102 907
Mangga 2 243 440 1 287 287 2 131 139 2 376 333 2 058 607
Melon 85 861 85 161 103 840 125 447 112 439
Pepaya 772 844 675 801 958 251 906 305 871 275
Sumber : BPS, 2014
Budidaya melon tersebar di beberapa wilayah Indonesia. Data
statistik menunjukkan bahwa pulau Jawa merupakan sentra produksi buah melon
dengan pusat terbesar terdapat di Jawa Timur dengan total produksi pada tahun
2013 sebesar 48 100 ton. Selain Jawa Timur, diperoleh informasi bahwa Banten
merupakan daerah yang produksinya mengalami peningkatan dari tahun 2010
hingga tahun 2013. Jenis melon yang dibudidayakan di Banten sebagian besar
adalah melon apollo atau biasa disebut dengan golden melon atau melon kuning.
Pemilihan pada melon apollo karena jika dibandingkan dengan melon
varietas yang lain yaitu tanaman melon berbuah hijau maka melon apollo
memiliki harga jual yang tinggi baik yang diterima oleh petani maupun yang
diterima oleh pasar, selain itu melon apollo memiliki tekstur daging yang renyah
dengan cita rasa yang sangat manis.
Tabel 4 Perkembangan produksi buah melon Indonesia tahun 2010-2013
Produksi Tanaman (Ton)
Provinsi
2010 2011 2012 2013
Sumatera utara 1 890 2 060 1 890 1
Jawa Barat 330 657 144 548
13
Jawa Tengah 22 012 27 839 29 315 35 6
DI Yogyakarta 12 202 23 368 27 823 742
30
Jawa timur 42 678 41 319 55 673 776
48
Banten 750 802 944 100
1
Bali 678 547 687 146
73
Nusa Tenggara Barat 1 107 2 718 1 387 17
Kalimantan Timur 424 118 132 002
16
Sulawesi Selatan 404 611 827 99
0
Papua 557 1 041 1 276 15
Sumber : BPS, 2014 274
Berdasarkan informasi pada Tabel 4 yang diperoleh dari BPS bahwa
provinsi Banten memiliki produksi melon yang meningkat yang sebagian besar
produksinya berasal dari Kota Cilegon. Peningkatan produksi di Banten
terus diupayakan dalam rangka memenuhi permintaan. Peningkatan produksi
diiringi pula dengan produktivitas pada tahun 2012 yang meningkat
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tetapi secara umum perkembangan
luas panen, produksi, dan produktivitas di Kota Cilegon berfluktuatif.
Tabel 5 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan jumlah produksi melon apollo di Kota
Cilegon tahun 2008-2012.
Luas Panen Produksi Produktivitas
Tahun (Ha) (Ton) (Ku/Ha)

2008 11.00 94 85 454


2009 55.00 457 83 090
2010 63.00 750 119 047
2011 50.86 435 85 528
2012 23.35 437 187 152
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten, 2014
Pada Tabel 5 terlihat bahwa produktivitas melon di Kota Cilegon pada tahun
2008-2010 mengalami peningkatan tetapi pada tahun 2011 produktivitas
mengalami penurunan hal ini disebabkan oleh penurunan produksi dari
tahun 2010 ke tahun 2011. Nilai produtivitas di Kota Cilegon cenderung
mengalami kenaikan hal tersebut menunjukkan bahwa usahatani melon di Kota
Cilegon memiliki prospek yang cukup baik. Wilayah Cilegon memiliki kondisi
alam yang sesuai bagi pertumbuhan melon apollo. Hal tersebut menjadi faktor
pendorong utama bagi usahatani melon apollo. Kehadiran usahatani melon apollo
diharapkan mampu meningkatkan pendapatan melalui pemanfaatan sumberdaya
yang sebelumnya yang kurang produktif baik dari segi bahan baku maupun
tenaga kerja. Dari segi tenaga kerja, usaha budidaya melon apollo ini mampu
menyerap tenaga kerja setempat yang berkemampuan rendah karena teknologi
yang digunakan relatif sederhana dan mudah untuk diadopsi, sehingga untuk
jangka panjang pengembangan usahatani melon apollo diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan asli daerah.
Berdasarkan informasi bahwa masih terdapat peluang permintaan pasar
yang besar akibat fluktuasi konsumsi terkait ketersediaan produksi. Fluktuasi
produksi melon apollo mendorong Pemerintah Kota Cilegon untuk
mengembangkan usahatani melon apollo yang telah ada. Pengembangan ini selain
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani melon, juga untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Cilegon. Pada saat ini,
pengembangan melon apollo di Kota Cilegon tidak lagi bersifat ekstensifikasi
tetapi lebih difokuskan pada pola intensifikasi. Hal ini dikarenakan makin
berkurangnya lahan-lahan pertanian sebagai akibat dari meningkatnya jumlah
penduduk dan pemukiman. Pola intensifikasi ini lebih menekankan pada
perbaikan teknis produksi berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan
Good Agriculture Practices (GAP).

Rumusan Masalah
Salah satu komoditas potensial yang terdapat di Kota Cilegon adalah melon
apollo (Tabel 6), karena memiliki produksi terbesar ketiga setelah mangga dan
dan pisang. Potensi melon apollo cukup bagus untuk dikembangkan, terlebih lagi
kecocokan agroklimat Kota Cilegon sangat mendukung untuk melakukan
budidaya melon apollo. Selain itu, peluang pasar yang masih terbuka membuat
Pemerintah Kota Cilegon berusaha untuk mengembangkan komoditas ini dan
menjadikan melon apollo sebagai komoditas unggulan1.
Pemilihan komoditas melon apollo tentunya dilandasi oleh adanya keinginan
memperoleh keuntungan yang tinggi pada saat panen. Dibanding dengan tanaman
hortikultura lain, tanaman melon memerlukan perawatan yang intensif
dikarenakan sifat tanaman yang sangat rentan terhadap hama dan penyakit. Selain
itu, semakin mahalnya harga sarana produksi maupun upah tenaga kerja juga akan
mempengaruhi keuntungan yang akan diterima. Dengan berbagai kondisi tersebut,
petani harus dapat mengalokasi faktor produksi yang digunakan agar dapat
mengelola usahatani melon secara efisien. Perilaku harga input yang berfluktuasi
dan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki petani menyebabkan petani dalam
memaksimalkan keuntungan maupun pendapatannya lebih banyak memilih
dengan menekan biaya serendah mungkin.
Jumlah produksi total melon apollo di Kota Cilegon pada tahun 2013 sebesar
1 129.48 kwintal yang berasal dari 6 kecamatan, antara lain Citangkil, Pulomerak,
Purwakarta, Grogol, Jombang, dan Cibeber. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6
yang memuat data jumlah produksi melon apollo dari beberapa kecamatan di Kota
Cilegon. Diperoleh informasi bahwa melon merupakan salah satu komoditas
dengan produksi terbesar jika dibandingkan dengan mangga dan pisang. Melon
apollo yang merupakan jenis tanaman musiman yang jika dibudidayakan dengan
benar akan menghasilkan produksi tinggi dan kualitas baik sehingga akan
berpengaruh pada harga yang tinggi.
Tabel 6 Jumlah produksi melon apollo di Kota Cilegon 2013
Jumlah Produksi (kwintal)
Kecamatan Jambu Pisang
Mangga Pepaya Nangka Sawo Melon
Biji (rumpun)
Ciwandan 50.00 11.00 30.00 45.00 70.00 25.00 -
Citangkil 3.20 - 15.00 1.11 7.30 - 92.00
Pulomerak - 9.00 - 42.00 35.00 - 228.00
Purwakarta 10 336.80 25.51 50.85 849.80 25.60 32.40 226.48
Grogol 480.00 - 16.00 25.00 - - 228.00
Cilegon 16.00 23.00 16.00 150.00 30.00 3.00 -
Jombang 341.00 39.00 34.00 24.00 - 6.00 161.00
Cibeber 525.00 14.00 225.00 34.00 2.00 98.00 194.00
Jumlah 11 752.00 122.61 386.85 1 170.91 170.90 164,40 1 129.48
Sumber : BPS Kota Cilegon 2014
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas Pertanian, jumlah kelompok
tani SOP melon kuning sebanyak 22 kelompok tani pada tahun 2013 (Lampiran
1). Sedangkan pada tahun 2014 jumlah petani yang mengusahatanikan melon
sebanyak 14 orang, hanya sebanyak 6 orang SOP dan sebanyak 8 orang petani non
SOP. Penurunan jumlah petani yang mengusahatanikan melon diduga
berimplikasi pada produksi melon apollo yang menurun.
Berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa penurunan jumlah petani
merupakan akibat dari petani yang mengalami kegagalan dalam panen. Kegagalan
panen tersebut berasal dari petani yang tidak mengikuti anjuran untuk menerapkan
SOP. Tujuan dari penerapan SOP oleh Dinas Pertanian Kota Cilegon agar aktivitas
usahatani diarahkan pada peningkatan kualitas dan produktivitas buah melon
apollo. Melalui rangkaian aktivitas usahatani dari proses pembenihan, pemupukan
hingga pemanenan, maka akan terjadi peningkatan kualitas dan kuantitas pada
hasil buah. Peningkatan pada kualitas (mutu buah) dan hasil produksi akan
berimplikasi pada harga yang diterima petani. Perbedaan yang paling terlihat
antara kegiatan budidaya SOP dan dengan cara non SOP yaitu dalam hal kegiatan
pemupukan, pengairan dan penggunaan pestisida.
Anjuran yang terdapat dalam SOP sudah diumumkan oleh pihak penyuluh
pertanian kepada para petani melon, tetapi tidak semua petani melalukan hal
tersebut. Sehingga harus dilakukan pengkajian penerapan SOP kepada petani
melon mengenai SOP, produksi dan pendapatan pada tiap petani dan rata-rata dari
keseluruhan petani (Lampiran 1). Berdasarkan data Dinas Pertanian Kota Cilegon
(2014) menunjukkan bahwa produksi melon apollo di Kota Cilegon pada tahun
2011 sebesar 435 ton sedangkan pada tahun 2012 jumlah produksi sebesar 437
ton. Peningkatan produksi diharapkan selalu bertambah setiap tahunnya, sehingga
analisis perbandingan penerapan SOP dan non Sop dapat dilakukan untuk
membuat keputusan usahatani dalam hal budidaya, sehingga petani dapat
merencanakan tingkat keuntungan yang dikehendaki dan sebagai pedoman dalam
mengendalikan usaha yang sedang berjalan. Melihat besarnya fungsi tentang
informasi tersebut, maka penelitian ini mencoba untuk menganalisis beberapa
permasalahan yang terkait dengan pendapatan dan keuntungan, yaitu :
1. Bagaimana keragaan usahatani melon apollo SOP dan non SOP di Kota
Cilegon ?
2. Apakah terdapat perbedaan pendapatan dan R/C rasio pada petani melon
apollo SOP dan non SOP di Kota Cilegon ?

Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan
penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi dan menganalisis keragaan usahatani melon apollo di
Kota Cilegon SOP dan non SOP.
2. Menganalisis pendapatan dan R/C ratio baik setiap petani maupun secara
rata-rata petani melon apollo.

Kegunaan Penelitian
1. Bagi pemerintah dapat dijadikan sebagai bahan informasi dalam
pengambilan kebijakan guna terwujudnya peningkatan produktivitas
melon apollo
3. Bagi masyarakat akademik dapat digunakan sebagai sumber inspirasi dan
bahan referensi bagi penelitian selanjutnya

Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini terbatas pada tujuh Kecamatan di Kota Cilegon, antara lain :
Grogol, Citangkil, Cibeber, Pulomerak, Purwakarta, Jombang, dan Cilegon.
Aktivitas yang diamati adalah aktivitas yang dilakukan petani dalam usahatani
melon apollo. Penelitian ini fokus pada aktivitas usahatani melon apollo yang
dilakukan secara langsung oleh petani. Analisis yang akan dilakukan yaitu
mengenai pendapatan petani, keuntungan usahatani, dan rasio penerimaan dan
biaya usahatani melon apollo.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Golden Melon atau Melon Apollo


Menurut Setiadi (1985) nama golden diambil dari kulit buahnya yang
berwarna kuning keemasan memiliki daging buah yang berwarna putih dan
digolongkan ke dalam melon tipe kulit halus. Ada dua jenis golden melon yang
dibudidayakan, yaitu golden light melon dengan bentuk bulat dan golden
langkawi melon dengan bentuk lonjong. Jenis golden light lebih digemari karena
ukurannya yang lebih kecil dibandingkan bentuk yang lonjong. Selain itu,
teksturnya lebih renyah dan rasanya lebih manis.

Gambar 1 Melon apollo2

Penggunaan Input Produksi Melon


Faktor keberhasilan dalam usahatani melon dipengeruhi oleh input-input
produksi. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa tenaga kerja, benih,
pupuk, obat-obatan dan luasan lahan berpengaruh signifikan terhadap produksi
melon (Arumningtyas 2006; Asmara dan Sulistyaningrum 2008;
Kusumasari
2013; Verryca 2011; Simatupang 2005; Yekti 2005)
Penelitian-penelitian yang dilakukan memiliki hasil yang berbeda-beda
mengenai penggunaan input dalam produksi melon, namun beberapa peneliti
membuktikan bahwa tenaga kerja, pupuk, luas lahan dan obat-obatan memiliki
pengaruh yang signifikan pada produksi melon. Sehingga diperoleh
informasi bahwa input produksi yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu
tersebut penting untuk diperhatikan dalam budidaya melon. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, penulis akan
melakukan analisis untuk mengkaji pengaruh SOP yang mencakup penggunaan
input produksi sebagai pengaruh keberhasilan produksi melon apollo di Kota
Cilegon.

Pengaruh Standar Operasional Prosedur terhadap Struktur Biaya dan


Pendapatan Petani
Aktivitas usahatani yang melibatkan manusia dengan alam memerlukan
standar operasional prosedur (SOP) yang tepat karena diharapkan memberikan
banyak manfaat bagi petani. Beberapa penelitian terdahulu mengatakan bahwa
pendapatan tunai petani SOP lebih besar dibanding pendapatan tunai petani non
SOP (Dalimunthe 2008; Widyaningsih 2008; Zamani 2008 ; Hartanti 2010,
Lisanti 2014). Sebagian besar penerimaan yang besar tersebut dikarenakan
tingkat gagal panen yang dialami petani sangat kecil sehinggi produksi dan
kualitas buah sangat baik maka harga jual semakin tinggi, hal ini yang menjadi
penyebab pendapatan tunai petani SOP lebih tinggi. Menurut peneliti terdahulu
pengaruh SOP terhadap pendapatan dapat dilakukan dengan uji beda,
yaitu uji-t. Perhitungan pendapatan juga dilakukan dengan uji statistic uji-t
(Asmara dan Sulistyaningrum 2008, Hartanti 2010)
Hasil analisis mengenai strutur biaya yang meliputi biaya total dan biaya
tunai pada petani SOP dan non SOP menyatakan bahwa biaya tunai dan
biaya total yang keluarkan oleh petani SOP lebih besar dari pada biaya total dan
biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani non SOP (Dalimunthe 2008;
Widyaningsih2008; Zamani 2008 ; Hartanti 2010, Lisanti 2014). Biaya tunai
terbesar adalah biaya tenaga kerja (Hartanti 2010, Widyaningsih 2008), biaya
terbesar yang dikeluarkan petani berasal dari biaya pupuk dan biaya benih
(Zamani 2008). Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh setiap input
bermacam-macam hal ini dikarenakan setiap tanaman memiliki penangan yang
berbeda-beda.
Dalam analisis efisiensi yang menggunakan analisis R/C yaitu perbandingan
antara nilai penerimaan dengan nilai biaya. Nilai R/C yang dihitung antara lain
R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Hasil penelitian terdahulu
menunjukkan jika hasil analisis perbandingan penerimaan dan biaya (R/C)
usahatani untuk petani SOP dan petani non SOP, menunjukkan bahwa nilai R/C
rasio yang lebih besar dari satu maka usahatani memiliki penerimaan yang lebih
besar dibandingkan dengan biaya usahatani, hasil studi tersebut dilakukan oleh
(Zamani 2008; Dalimunthe 2008; Hartanti 2010; Lisanti 2014). Nilai R/C yang
diperoleh peneliti pada petani SOP memiliki nilai R/C lebih besar dari nilai R/C
petani non SOP, walaupun keduanya memiliki nilai R/C di atas satu. Hal ini
menunjukkan bahwa usahatani yang menerpakan SOP lebih menguntungkan
dibandingkan usahatani non SOP
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa pengaruh
SOP terhadap strukur biaya dan pendapatan menunjukkan hasil yang positif.
Penelitian tentang analisis perbandingan usahatani melon apollo di Kota Cilegon
belum pernah dilakukan. Berdasarkan referensi penelitian sebelumnya, penulis
mencoba untuk menganalisis pendapatan usahatani melon apollo di Kota Cilegon
untuk mengetahui pendapatan, keuntungan, dan efisiensi usahataninya.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Analisis Pendapatan Usahatani
Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total
usaha tani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani
mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor
produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang
diinvestasikan ke dalam usahatani yang dapat digunakan untuk membandingkan
beberapa penampilan usahatani. Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai
nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual
maupun yang tidak terjual yang dinilai berdasarkan harga pasar. Menurut
Soekartawi et al (1986), pendapatan bersih usahatani digunakan untuk mengukur
imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan factor-faktor produksi
kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau pinjaman yang diinvestasikan
dalam usahatani.
Pendapatan petani ini terdiri dari sebagian pendapatan kotor yang karena
tenaga keluarga dan kecakapannya memimpin usaha dan sebagian bunga
dari
kekayaan yang dipergunakan dalam usahatani. Pendapatan petani dapat
diperhitungkan dengan mengurangi pendapatan kotor dengan biaya alat-alat dan
dengan bunga modal diluar (Hadisapoetro, 1973). Selisih antara pendapatan kotor
usahatani dengan total pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih
usahatani. Pendapatan bersih usahatani ini mengukur imbalan yang diperoleh
keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi atau pendapatan
bersih usahatani ini merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat
digunakan untuk menilai dan membandingkan beberapa usahatani lainnya, maka
ukuran yang digunakan untuk menilai usahatani ialah dengan penghasilan
bersih usahatani yangmerupakan pengurangan antara pendapatan bersih
usahatani dengan bunga pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan.

Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya


Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga
petani dari penggunaan faktor-faktor produksi. Oleh karena itu, pendapatan
usahatani merupakan keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk
membandingkan keragaan beberapa usahatani. Pendapatan selain diukur dengan
nilai mutlak, juga dinilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi
pendapatan adalah penerimaan (R) untuk setiap biaya (C) yang dikeluarkan
(R/C). Rasio ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk
setiap rupiah yang dikeluarkan untuk produksi. Analisis rasio ini dapat
digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif terhadap kegiatan usahatani
sehingga dapat dijadikan penelitian terhadap keputusan petani untuk menjalankan
usahatani tertentu. Usahatani efisien apabila R/C lebih besar dari 1 (R/C > 1)
artinya untuk setiap Rp.
1.00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih dari Rp. 1.00.
Sebaliknya jika rasio R/C lebih kecil satu (R/C < 1) maka dikatakan bahwa setiap
Rp. 1.00 biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan kurang dari
Rp.
1.00 sehingga usahatani dinilai tidak efisien. Semakin tinggi nilai R/C semakin
menguntungkan usahatani tersebut.

Imbalan Kepada Pemilik Modal


Jika keuntungan merupakan keberhasilan pengelolaan usahatani secara
integral maka untuk mengukur keberhasilan pengelolaan usahatani secara parsial
perlu dilihat imbalan bagi faktor-faktor produksi yaitu imbalan bagi lahan (return
to land), imbalan bagi tenaga kerja (return to labor) dan imbalan bagi modal
(return to capital). Untuk keperluan analisis bagi faktor-faktor produksi ini maka
biaya manajemen petani harus terlebih dahulu ditetapkan. Biaya manajemen ini
diperhitungkan sebagai gaji bagi petani dan keluarganya dalam mengelola
usahataninya. Pendapatan usahatani sesungguhnya sama dengan jumlah semua
imbalan yang diterima petani sebagai pemilik faktor-faktor produksi yang
dipergunakan dalam usahatani. Imbalan bagi faktor-faktor produksi tersebut
diperhitungkan berdasarkan prinsip biaya imbangan (Opportunity Cost)
(Rifiana
2012).

Imbalan Kepada Tenaga Kerja Keluarga


Pendapatan tenaga kerja keluarga adalah pendapatan petani dikurangi
bunga modal dibagi dengan jumlah hari kerja dalam satu tahun (HKSP)
atau merupakan pendapatan tenaga keluarga yang biasanya dinyatakan dalam
jumlah untuk satu hari kerja (Hadisapoetra, 1973).

Kerangka Pemikiran Operasional


Cilegon merupakan salah satu daerah penghasil melon apollo di Banten.
Lokasi usahatani melon apollo di Cilegon terdapat pada tujuh kecamatan
antara lain : Grogol, Citangkil, Cibeber, Pulomerak, Purwakarta, Jombang, dan
Cilegon. Walaupun usahatani melon terbagi menjadi beberapa kecamatan tersebut
belum banyak petani yang mengusahakan melon secara terus menerus
sehingga atas pertimbangan tersebut maka analisis usahatani melon sangat
diperlukan. Cilegon memiliki banyak potensi dan peluang untuk kegiatan
usahatani melon yaitu kondisi sumber daya alam yang cocok, permintaan pasar
domestik, berperan dalam meningkatkan pendapatan daerah (harga jual tinggi),
meningkatkan pendapatan petani, memfungsikan sebagian lahan yang tersedia
dan berguna untuk konservasi tanah dan air.
Adanya permintaan yang fluktuatif dari tahun ke tahun yang memunculkan
gap antara permintaan dan produksi membuat usahatani melon menjadi sangat
potensial bila dikelola secara terus menerus dan benar. Adanya flutuasi
permintaan melon apollo dianggap sebagai faktor untuk meningkatkan produksi
melon. Petani melon apollo di Kota Cilegon belum sepenuhnya menerapkan SOP,
walaupun pemerintah sudah menjelaskan mengenai pentingnya menerapkan SOP
dalam program penyuluhan untuk meningkatkan pendapatan dan keuntungan dari
kegiatan usahatani melon apollo.
Dalam budidaya melon apollo umumnya sama seperti budidaya pertanian
lain yang banyak menghadapi resiko, terutama resiko cuaca dan gangguan hama,
hal ini dapat mempengaruhi besar kecilnya hasil produksi melon yang
diusahakan, sehingga seringkali petani belum mampu memenuhi permintaan
konsumen terhadap melon apollo.
Teknik budidaya melon apollo berdasarkan SOP, memungkinkan adanya
ketentuan penggunaan faktor-faktor produksi pada kegiatan budidaya melon
apollo. Faktor-faktor produksi dalam usahatani melon apollo yang menjadi
ketentuan SOP adalah dosis pemupukan, penyemprotan pestisida dan teknis
budidaya lainnya. Pengaturan dan ketentuan penggunaan faktor-faktor produksi
tersebut, menyebabkan terjadinya perbedaan biaya input usahatani antara petani
SOP dan petani non SOP. Terlebih lagi dengan semakin mahalnya biaya input
produksi pupuk dan insektisida, menyebabkan biaya input semakin tinggi. Pada
budidaya melon apollo SOP yang mengharuskan menggunakan input lebih
banyak serta semakin tingginya biaya input yang harus dikeluarkan, diduga dapat
menyebabkan semakin menurunnya pendapatan yang akan diterima petani.
Selama ini petani belum melakukan perhitungan ekonomi secara rinci terkait
dengan pembukuan usahatani melon apollo, sehingga petani belum dapat menilai
keuntungan dari kegiatan usahatani tersebut. Dalam menentukan keputusan
untuk mendukung peningkatan produksi, maka diperlukan adanya penilaian
analisis usahatani yaitu terdiri dari biaya tunai, biaya diperhitungkan dan biaya
total. Biaya tunai terdiri dari sarana produksi, pupuk, dan pestisida. Biaya yang
diperhitungkan terdiri dari biaya penyusutan. Biaya total merupakan hasil
penjumlahan dari total biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan.
Identifikasi
biaya dan penerimaan diperlukan dalam analisis pendapatan usahatani dari kedua
jenis petani tersebut. Identifikasi biaya dilakukan agar biaya produksi yang
dikeluarkan dalam usahatani dapat diketahui. Harga jual juga diperlukan karena
merupakan komponen penerimaan dari kegiatan usahatani. Keuntungan diperoleh
dari total penerimaan dikurangi biaya yang dikeluarkan. Penerimaan yang
diterima untuk setiap satuan unit biaya yang dikeluarkan dapat dihitung dengan
pendekatan rasio R/C.
Hasil dari analisis diatas, bertujuan untuk mengetahui keadaan usahatani
melon petani SOP maupun petani non SOP. Selain itu, hasil analisis ini
diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Kota
Cilegon khususnya Dinas Pertanian dalam menentukan kebijakan yang akan
diambil untuk pengembangan usahatani. Kerangka pemikiran terkait dengan
permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dirumusan sebelumnya
digambarkan dalam suatu bagan alur kerangka pemikiran pada Gambar 1.
METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Kota Cilegon pada tujuh kecamatan yaitu
Grogol, Citangkil, Cibeber, Pulomerak, Purwakarta, Jombang, dan Cilegon.
pemilihan lokasi ditentukan berdasarkan metode purposive sampling dengan
pertimbangan bahwa Cilegon merupakan daerah yang berpotensi memproduksi
melon apollo. Pengumpulan data dilakukan bulan September 2014 hingga
Oktober 2014.

Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder, baik data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer
diperoleh melalui wawancara, pengisian kuesioner serta pengamatan langsung di
lapangan. Wawancara akan dilakukan kepada petani melon apollo. Data sekunder
akan dikumpulkan dari literatur-literatur yang relevan. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Banten dan BPS Pusat dalam informasi data mengenai luas
lahan, produktivitas, jumlah pohon, kondisi ekspor dan impor,dan lainnya.

Metode Penentuan Sampel


Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan kepada petani melon
apollo yang terdapat di Kota Cilegon. Jumlah sampel petani responden adalah 14
orang yang terdiri dari 6 orang petani SOP dan 8 orang petani non SOP.
Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan survey karena jumlah nama yang
didapat dari Dinas Pertanian saat ini hanya 5 orang yang masih
mengusahatanikan melon apollo dan 9 responden lainnya didapat dengan metode
snowball. Pengambilan sampel dilakukan dengan survey kriteria-kriteria yang
dipertimbangkan dan rekomendasi pihak terkait. Kriteria sampel petani responden
untuk petani SOP dan tidak menerapkan SOP adalah petani yang mengusahakan
melon apollo dengan periode agustus 2013 - oktober 2014 dengan masa panen
terakhir dalam satu kali musim tanam.
Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui
gambaran umum serta menjelaskan biaya dan penerimaan petani melon apollo di
lokasi penelitian yang diuraikan secara deskriptif. Analisis kuantitatif digunakan
untuk mengetahui biaya-biaya dan pendapatan petani, analisis rasio
penerimaan dan biaya, dan analisis titik impas pada usahatani melon apollo.

Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan


Dalam melakukan usahatani melon apollo luas lahan yang digunakan para
petani antara 1 500 - 5 000 m dengan status kepemilikan lahan sewa. Berdasarkan
informasi diketahui bahwa petani sengaja tidak berupaya untuk memiliki lahan
karena pola tanam yang digunakan untuk menanam melon apollo hanya dapat
digunakan maksimal dua kali, apabila lahan yang sudah selesai digunakan dan
digunakan kembali maka hasil yang didapan tidak optimal cenderung gagal
panen. Hal ini yang menyebabkan petani tidak memiliki lahan pribadi untuk
ditanami melon apollo. Status penguasaan lahan dan luasan lahan dapat dilihat
pada Tabel 16.
Tabel 16 Karakteristik responden berdasarkan luas lahan, di Kota Cilegon tahun 2014

Petani non SOP Petani SOP


NO Luas Lahan (Ha) Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(orang) (%) (Orang) (%)
1 < 2000 2 25 1 16.67
2 2000 - 4000 5 62.5 4 66.67
3 4000 <n 5000 1 12.5 1 16.67
Jumlah 8 100 6 100
Sumber : Data Primer, 2014
Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Jumlah Keluarga
Jumlah anggota keluarga tiap petani responden berbeda-beda.
Anggotakeluarga yang dimiliki oleh petani, terutama yang berusia produktif dapat
ikut membantu dalam usahatani. Persentase anggota keluarga petani responden
baik petani SOP dan tidak menerapkan SOP dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Persentase jumlah petani responden berdasarkan jumlah keluarga petani
Jumlah Keluarga Petani non SOP Petani SOP
(Orang) (%) (%)
<1 25.00 0.00
1-2 12.50 16.67
<3 62.50 83.33
Sumber : Data Primer
Berdasarkan Tabel 17, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden baik
petani SOP maupun non SOP memilki anggota keluarga lebih dari 3 orang.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah anggota keluarga petani yang menjadi
tanggungan petani jumlah sama. Berdasarkan jumlah anggota keluarga, diketahui
bahwa jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi keadaan perekonomian
rumah tangga petani. Rumah tangga petani yang memiliki jumlah anggota
keluarga yang relatif banyak, sehingga dituntut agar dapat memiliki pendapatan
yang lebih besar.
BAB III
HASIL & PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas hasil-hasil penelitian meliputi keragaan usahatani


melon di Kota Cilegon dan pengaruh SOP terhadap produksi dan pendapatan
usahatani melon. Pandangan petani terhadap SOP akan mendeskripsikan
mengenai perbedaan penerapan antara anjuran SOP dan petani responden terkait
pada usahatani melon.

Perbandingan Penerapan SOP Usahatani Melon Menurut Anjuran SOP


dengan Petani Responden
Kota Cilegon merupakan salah satu kota yang berpotensi memproduksi
melon. Salah satu upaya untuk melakukan kegiatan budidaya berkelanjutan maka
pihak BPTP menetapkan SOP sebagai metode budidaya yang tepat. Pelaksanan
SOP di Kota Cilegon berdasarkan arahan antara penyuluh dan petani melon. Pada
penerapan dalam kegiatan nyata, pelaksanaan SOP terjadi penyesuaian dengan
permasalahan lahan dan kebiasaan yang telah dilakukan petani melon di Kota
Cilegon. Secara ringkas SOP yang diterapkan di Kota Cilegon pada tahun 2014
sebagai berikut :
a. Menentukan lokasi / lahan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman.
b. Penyediaan benih bermutu dari varietas unggul (bersertifikat), benih melon
hibrida F1 varietas apollo, sebanyak 18000 20000 biji/ha.
c. Penyemaian benih hingga benih menjadi bibit.
d. Penggunaan pupuk organik baik dari pupuk kandang ataupun dari pupuk
organik komersial dengan dosis 800 kg/ha.
e. Pengolahan tanah dengan pemberian kapur yang disesuaikan dengan pH
tanah, penggunanaan pupuk kandang yang matang / siap pakai 10 12
ton/ha. Pupuk Anorganik NPK (tunggal / majemuk) sebanyak 1 ton/ha.
Pasak penjepit mulsa dari bambu ukuran 20 30 cm secukupnya.
f. Jarak tanam dengan tinggi bedengan 30 cm, lebar bedengan 100-110 cm,
lebar parit 50-60 cm. Panjang bedengan maksimal disesuaikan dengan
bentuk tanah.
g. Pengairan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman pada daerah perakaran
tanaman dengan air yang memenuhi standar pada waktu, cara dan jumlah
yang tepat.
h. Pengikatan dilakukan pada daun dengan jumlah 5, dan pemangkasan atau
perompesan dilakukan diatas ruas ke-10. Tunas pada ruas ke 11 dibiarkan
tumbuh calon buah yang akan dibesarkan.
i. Menjaga kebersihan kebun dengan cara membersihkan areal pertanaman
dari gulma, daun-daun, ranting bekas pangkasan dan buah-buah yang
busuk/rontok maupun sampah.
j. Pemberian pupuk tanaman yang dilakukan pada waktu tanaman berusia satu
minggu dengan jarak setiap 4 hari untuk diberikan pupuk (susulan) yang
berisi Pupuk anorganik NPK, KCL, KNO3 dan Pospat, Pupuk daun dengan
dosis yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan tanaman.
k. Pengendalian OPT yang dilakukan secara rutin bersamaan dengan
pemberian pupuk dan jenis obat (fungisida, insektisida).
l. Panen tepat waktu.
Penerapan SOP tersebut hanya dilaksanakan pada 6 orang petani melon
sementara 8 orang petani lainnya melaksanakan kegiatan sesuai dengan
pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki. Perbandingan lebih banyak
jumlah petani non SOP dikarenakan kurangnya ketegasan dari pihak
penyuluh lapang sehingga petani yang datang hanya mendengarkan tanpa
mau menerapkan SOP yang sesuai. Bagian yang paling penting terhadap
pelaksanaan penerapkan SOP adalah pada bagian pengolahan lahan,
penggunaan pupuk dasar, penggunaan pupuk tanaman, dan pengendalian
hama dan penyakit. Petani yang memilik pengetahuan terbatas mengenai
OPT seringkali melakukan pengobatan setelah tanaman sedang timbul
penyakit, sedangkan menurut anjuran dalam pengendalian OPT yaitu
pemberian obat dilakukan sebelum tanaman terkena penyakit. Sebagian
besar petani yang memiliki keyakinan akan pengalamannya seringkali
menggunakan pupuk dengan tidak sesuai dosis sehingga menyebabkan
tanaman mengalami pertumbuhan buah yang tidak maksimal. Secara umum,
perbedaan penerapan SOP pada usahatani melon pada petani SOP, tidak
menerapkan SOP dirumuskan pada anjuran budidaya yang sudah ditetapkan
BPTP dapat dijelaskan pada paragraf-paragraf di bawah ini.

Pengaruh penerapan SOP terhadap Rerata Produktivitas dan Struktur


Biaya Usahatani Melon Apollo

Produksi Melon

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa usahatani melon SOP


100 persen memiliki produktivitas melon di atas 14 ton/ha, sehingga disimpulkan
bahwa tidak ada petani SOP yang hasil produktivitas melon apollo dibawah 14
ton/ha. Usahatani melon apollo yang tidak menerapkan SOP 50 persen memiliki
produktivitas melon di atas 14 ton. Usahatani melon apollo non SOP memiliki
produktivitas melon di atas 10 ton sebesar 37.5 persen dan sebanyak 12.5 persen
memiliki produktivitas lebih dari 6 ton.

Gambar 3 Persentase hasil produksi melon petani responden, Kota Cilegon 2014
Sumber : Data Primer, 2014

Dari Gambar 3 menjelaskan bahwa tidak terdapat petani SOP memiliki


produktivitas dibawah 14 ton, hal ini karena petani menjalankan kegiatan
budidaya menggunakan input yang sesuai dengan anjuran dalam SOP. Input yang
digunakan seperti benih, kebutuhan pupuk dasar, pupuk daun, obat-obatan sesuai
dengan kebutuhan tanaman. Contohnya petani yang memiliki luasan lahan 5 000
m2 menggunakan benih sebanyak 18 kantung. Isi dari tiap kantung sebanyak 500-
560 biji benih. Pada luasan lahan 5 000 m2 kebutuhan benih menjadi dua kali
lipatnya, dan lagi apabila beberapa benih yang sudah disemaikan jika ditanam di
lahan tidak dapat tumbuh seperti benih lainnya maka penyulaman harus dilakukan
maka kebutuahn benih sangat disesuaikan dengan luas lahan petani.
Tanaman melon merupakan jenis tanaman yang perlakuan dalam
pemberian pupuk dan obat-obatannya harus sangat sesuai dengan dosis karena
menurut petani melon yang memiliki bobot besar dan rasa yang manis
memerlukan pupuk yang sesuai tetapi harus diperhatikan pula hama yang akan
menyerang. Kebutuhan pupuk pada budidaya melon apollo dibagi menjadi dua
yaitu kebutuhan pupuk dasar pada lahan dan kebutuhan pupuk daun. Pupuk dasar
pada lahan berfungsi sebagai penggembur tanah dan sekaligus penyedia makanan
bagi akar tanaman. Pupuk dasar berupa pupuk organik cair (POC), SP-36, Kapur,
NPK ponska dan humustar. Dosis dan jenis-jenis pupuk yang digunakanlah yang
membedakan petani SOP dengan petani non SOP. Sama halnya dengan pupuk
tanaman yang diberikan yaitu berupa KNO3 merah, KNO3 putih, NPK mutiara,
KCl, SP-36, Za, dan DI grow. Jenis jenis pupuk tersebut harus digunakan dalam
budidaya melon
Selain jenis jenis pupuk adapun penggunaan obat-obatan yang dianjurkan
dalam SOP mengharuskan petani memberikan obat-obatan secara rutin.
Penggunaan obat-obatan tidak berdasarkan kondisi tanaman. Menurut petani SOP
apabila penggunaan obat-obatan diberikan ketika tanaman sedang terkena hama
atau penyakit tumbuhan, maka tingkat penyembuhannya sangat kecil dan
cenderung tanaman akan tetap layu bahkan mati, kehawatiran lainnya adalah
penyakit tersebut akan tertular pada tanaman melon di sekitarnya. Lain halnya jika
tanaman sebelum terkena penyakit atau hama sudah dicegah maka kemungkinan
tanaman akan tetap bertahan hidup tinggi sehingga dapat menghasilkan buah.
Obat-obatan yang digunakan untuk budidaya melon adalah Vondosep, Antrakol,
Delsen, Cronus, Curacron, Prevaton, Besvid, Agrimex/Abamectin, Resasol,
Topsin, Daconil, Tridamek, dan Kocide.
Penggunaan jenis pupuk dan obat-obatan oleh petani SOP, tidak dilakukan
oleh petani non SOP sehingga hasil produksi yang diperoleh hanya empat orang
petani yang memiliki produksi di atas 14 ton dari total delapan orang petani. Jenis
pupuk baik pada pupuk dasar maupun pupuk tanaman digunakan tidak mengikuti
anjuran dari SOP. Dosis pupuk yang digunakan berdasarkan pengalaman petani.
Sebagai contoh, pada penggunaan pupuk dasar petani hanya menggunakan SP-36,
kapur, dan NPK Ponska dengan dosis 100 kg SP-36 untuk lahan 3 300 m2,
sedangkan menurut anjuran SOP dosis SP-36 yang digunakan 100 kg hanya cukup
untuk lahan 2 000 m2. Hal yang serupa juga terjadi pada penggunaan pupuk
tanaman dan obat-obatan. Hal inilah yang menjadi penyebab produksi yang
dihasilkan oleh petani tidak optimum karena kebutuhan gizi atau makanan pada
tanaman tidak terpenuhi sehingga ketika terserang hama atau penyakit maka
tanaman akan mati dan tidak menghasilkan buah.
Menurut data turun lapang, diperoleh informasi bahwa rata-rata produksi
melon total perhektar untuk petani SOP lebih tinggi dari rata-rata hasil produksi
total perhektar usahatani melon non SOP. Rata-rata produktivitas pada usahatani
melon SOP adalah 24 145.87 kg/ha sedangkan usahatani melon non SOP memiliki
rata-rata produktivitas melon 14 283.02 kg/ha. Selisih nilai hasil produktivitas
antara usahatani melon SOP dan usahatani melon non SOP adalah 8879.45 kg/ha.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan


sebagai berikut:
1. Faktor luas lahan, pupuk, tenaga kerja dan pengalaman petani secara simultan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan usaha tani melon.
2. Faktor luas lahan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap
usaha tani melon.
3. Dari penelitian dapat dilihat terdapat beberapa perbedaan pada keragaan
usahatani melon apollo di Kota Cilegon antara petani SOP dan petani non SOP.
Aktivitas pemupukan, petani SOP menggunakan pupuk, baik organik maupun
an-organik dalam jumlah yang sesuai dengan anjuran dalam SOP dibandingkan
petani non SOP. Aktivitas penanganan hama dan penyakit, petani SOP
seluruhnya menggunakan fungisida, insektisida sesuai dengan dosis dan jadwal
yang dianjurkan dalam SOP atau lebih intensif dan petani non SOP
menggunakan fungsida dan herbisida tidak sesuai dosis dan jadwal . Aktivitas
pengairan antara petani SOP dan Petani non SOP sama, yaitu menyesuaikan
dengan lokasi dan keadaan tanaman. Lahan yang digunakan oleh petani SOP
adalah lahan yang baru digunakan pertamakali untuk usahatani melon
sedangkan beberapa petani non SOP menggunakan lahan yang sudah lebih dari
satu kali untuk usahatani melon.
4. Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan tunai maupun
pendapatan total usahatani melon apollo dengan SOP lebih besar dibandingkan
dengan usahatani melon apollo non SOP. Nilai R/C rasio atas biaya tunai yang
diperoleh dalam usahatani melon apolllo dengan SOP lebih besar dibandingkan
dengan usahatani non SOP. Hal ini disebabkan hasil produksi melon apollo
dengan SOP lebih besar sedangkan petani yang tidak menerapkan SOP
memiliki produksi yang lebih kecil karena panen yang dialami kurang baik.
Biaya yang dikeluarkan usahatani melon apollo dengan SOP juga lebih besar
dibandingkan dengan biaya usahatani non SOP karena input yang digunakan
usahatani SOP lebih banyak dibandingkan dengan usahatani non SOP.
Berdasarkan hasil pengujian secara statistik, diketahui terdapat perbedaan
usahatani yang tidak menerapkan SOP dan non SOP pada produksi, biaya
tunai, biaya non tunai, penerimaan dan pendapatan atas biaya tunai.

Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini maka saran yang
diberikan adalah:
1. Perlu dilakukan pemberian informasi yang lengkap mengenai penerapan dan
manfaat Standar Operasional Prosedur (SOP) kepada seluruh petani melon
apollo karena banyak petani yang belum menyadari manfaat penerapan SOP.
2. Penyuluhan dari dinas terkait terhadap penerapan SOP dilakukan secara
konsisten agar petani dapat lebih terarah dalam menjalankan usahataninya.
DAFTAR PUSTAKA

Arumnigtyas M. 2006. Analisis Pendapatan Cabang Usahatani dan Pemasaran


Melon (Kasus : desa Mateseh Kecamatan Kaliori Kabupaten Rembang
Provinsi Jawa Tengah). [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Asmara R dan Sulistya A. 2008.Efisiensi Usahatani Melon (Cucumis melo L).
Studi Kasus di Desa Kori Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo.
[Jurnal]. Vol III. No.1
[BPS]. Badan Pusat Statistik. Produksi Sayuran dan Buah-Buahan Semusim di
Indonesia. 2008-2012 2013.Jakarta.
[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2014. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan
Indonesia. Jakarta
Chaerningrum R. 2010. Analisis Usahatani Pepaya California (Kasus Desa
Cikopo Mayak, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat). [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi Manajemen.
Institut Pertanian Bogor.
[Deptan]. Departemen Pertanian. 2012. Panduan Budidaya Buah yang Benar
(Good Agriculture Practices) Sistem Sertifikasi Pertanian Indonesia.
Direktorat Jenderal Bina Hortikultura. Jakarta.
Dillon JL, Hardaker JB , Soekartawi, Soehardjo A. 1986. Ilmu Usahatani
dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Dalimunthe SF. 2008. Analisis Usahatani Nenas Dengan Standar
ProsedurOperasional (SPO) (Kasus : Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk
KabupatenBogor). [Skripsi]. Bogor : Program Sarjana Ekstensi
Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
[Direktorat Jenderal Hortikultura]. 2004. Direktorat Tanaman Buah. Departemen
Pertanian. Melon.
[Direktorat Pasca Panen]. 2012. Standar Prosedur Operasional Melon Bogor.
Bogor.
Hadisapoetro S. 1973. Biaya dan Pendapatan di dalam Usahatani. Departemen
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta. [dalam Handayani M, dkk. 2005. Pendapatan Tenaga Kerja
Keluarga pada Usaha Ternak Sapi Potong di Kecamatan Toroh Kabupaten
Grobogan. Jurnal. Vol 1. No 2].
Hartanti DS. 2010. Implikasi Penerapan Standar Operasional Prosedur (Sop)
terhadap Pendapatan Petani Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong,
Kabupaten Cirebon Jawa Barat. [Skripsi]. Departemen Agribisnis.
Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Penerbit Swadaya. Jakarta
Kusumasari WT. 2013. Analisis Efisiensi Faktor-faktor Produksi pada Usahatani
Melon (Cucumis melo L) di Kabupaten Sragen. [Skripsi]. Fakultas
Pertanian UNS
Lisanti Y.2014. Analisis Usahatani Tomat Berbasis Standar Operasional Prosedur
(SOP) di Kecamatan Lembang, Bandung Barat. [Skripsi]. IPB
Maya D. 2006. Analisis Efesiensi Harga Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan
Usahatani Salak Bongkok (kasus di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang,
Sumedang). [Skripsi]. Program Studi Manajemen Agribisnis. Departemen
Sosial-Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Musyarofah A. 2014. FAktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) oleh Petani Padi di Desa Ciherang, Kecamatan
Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Departemen
Agribisnis. Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
[PKBT]. Pusat Kajian Buah Tropika. Ekspor buah-buahan Indonesia. Bogor
Setiadi. 1985. Bertanam Melon Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta
Simatupang JT. 2005. Analisis Ekonomi Usahatani dan Tingkat Efisiensi
Pencurahan Tenaga Kerja pada Usahatani Melon. [Jurnal]. Ilmu Pertanian
Vol 3 No 2 (9-13).
Soeharjo A, Patong D. 1973. Sendi - Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor:
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Sundari MT. 2011. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Wortel di
Kabupaten Karang Anyar. [Jurnal]. SEPA : Vol. 7 No.2
Rifiana. 2012. Analisis Imbalan Faktor Produksi Usahatani Padi Sawah di
Kabupaten Banjar. [Jurnal] Vol 2 No.1.
Widianingsih, A. 2008. Analisis Usahatani dan Pemasaran Pepaya California
Berdasarkan Standar Prosedur Operasional (Kasus di Desa Pasirgaok,
Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor : Program
Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Verryca S. 2011. Analisis Break even point (BEP) benih melon dalam Usaha
Pembenihan di CV. Multi Global Agrondo (MGA) Kabupaten
Karanganyar. [Skripsi]. UNS
Yekti A. 2005. Efisiensi Ekonomi Usahatani Melon di Kecamatan Wedi,
Kabupaten Klaten. Jurnal Ilmu Pertanian Vol 1 No1
Zamani A. 2008. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor
Produksi Usahatani Belimbing Depok Varietas Dewa-Dewi (Averrhoa
Carambola L). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
LAMPIRAN

Lampiran 1
Lampiran 1 Daftar nama kelompok tani melon apollo, di Kota Cilegon 2013

Alamat
NO Nama Kelompok Ketua Kelompok Varietas
Kecamatan

1 Ipik Holani Grogol Golden Apollo

2 Majawangi Ahmad Juhri Grogol Golden Apollo

3 Temiang Sejati Satiri Citangkil Golden Apollo

4 Sondol Jaya Hasbunah Citangkil Golden Apollo

5 Makmur Jaya Haerudin Cibeber Golden Apollo


6 Sangkan Makmur Jahisan Cibeber Golden Apollo
7 Combrang Ali Musa Cibeber Golden Apollo
8 Kepindis Sahlani Pulomerak Golden Apollo

9 Harapan Tani Marjii Purwakarta Golden Apollo

10 Suka Tani Rohmani Jombang Golden Apollo


Melon Mas
11 Mashadi Masdik Jombang Golden Apollo
Gemilang

12 Taruna Karya H.Ahmad Mahmud Jombang Golden Apollo

13 Harapan Tani I Edi Sutarwan Cilegon Golden Apollo

14 Terate I Arbain Grogol Golden Apollo

15 Blok Bayur Syarifudin Citangkil Golden Apollo

16 Mutiara Hartono Purwakarta Golden Apollo

17 Kali Tegal Badri Abd. Hak Citangkil Golden Apollo

18 Kaltim H. Sunhaji Cibeber Golden Apollo

19 Jaya Muda Tani A. Arifin Cibeber Golden Apollo

20 Jama Makmur Rahmat Jombang Golden Apollo


21 Perintis Nasrudin Pulomerak Golden Apollo

22 Alam Mamur Iwan IrwanSyah Pulomerak Golden Apollo

Anda mungkin juga menyukai