Anda di halaman 1dari 16

RENI WAHYU NOVIANTI

04011181520069
LEARNING ISSUE
I. Kejang Demam
a. Definisi

Berdasarkan ILAE (International League Against Epilepsy)


Kejang demam merupakan kejang selama masa kanak-kanak setelah usia 1 bulan,
yang berhubungan dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi sistem saraf
pusat tanpa riwayat kejang neonatus dan tidak berhubungan dengan kejang
simptomatik lainnya.

Berdasarkan Konsensus Tatalaksana Kejang Demam dari Ikatan Dokter Anak


Indonesia
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 380C, dengan
metode pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.
b. Epidemiologi

Berdasarkan studi populasi, didapatkan data sebagai berikut,

Angka kejadian kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa mencapai 27%.
Angka kejadian kejang demam di Jepang mencapai 910%.
Sekitar 30% pasien akan mengalami kejang demam berulang dan kemudian
meningkat menjadi 50%, jika kejang pertama terjadi pada usia kurang dari 1
tahun.
Sekitar 935% kejang demam pertama kali adalah kompleks, lalu 25% kejang
demam kompleks tersebut berkembang ke arah epilepsi.
Sekitar 20%-30% kejang demam sederhana akan berkembang menjadi kejang
demam kompleks.

c. Etiologi
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak dengan kenaikan suhu tubuh
(>38,5oC). Penyebab dari kejang demam ini lebih berkaitan pada etiologi yang
menyebabkan suhu anak tersebut meningkat. Hal paling sering yang menyebabkan
peningkatan suhu tubuh seorang anak adalah infeksi dan proses inflamasi, seperti

1
RENI WAHYU NOVIANTI
04011181520069
tonsilitis, infeksi saluran napas atas, otitis media dan infeksi yang disebabkan oleh
Herpes Simplex Virus 6.

d. Klasifikasi Kejang Demam

KLASIFIKAFI KEJANG DEMAM

Klasifikasi Kejang Demam


Simple Complex
Gejala Kejang Umum Kejang Focal
Durasi <15 menit >15 menit
Berulang dalam 24 jam Tidak berulang Berulang
Tabel 1. Klasifikasi Kejang Demam
Sumber : Konsensus Tatalaksana Kejang Demam IDAI 2016

e. Faktor risiko
Genetik
Pada 25%-40% kasus kejang demam, riwayat kejang demam pada keluarga positif
ditemukan. Kejang demam dapat berlanjut menjadi epilepsy pada pasien dengan
mutasi gen SCN1A, SCN1B, dan GABGR2.
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan selama intrauterine
Apabila terdapat pertumbuhan yang lambat selama masa intrauterine akan
meningkatkan risiko terjadinya kejang demam pada anak tersebut. Berat badan
lahir rendah dan umur kehamilan yang kurang dari cukup juga akan meningkatkan
terjadinya kejang demam.
Vaksinasi
Vaksinasi dapat meningkatkan risiko terjadinya kejang demam pada anak yang
megalami mutasi genetik sodium channel. Kejang demam pada anak yang
memang sudah mengalami mutasi genetik sodium channel lalu dipicu oleh
vaksinasi dinamakan Dravet Syndrome. Vaksin yang dapat memicu terjadinya
kejang demam adalah vaksin berupa whole cell diphtheria/tetanus/pertussis
(DTwP) dan measles containing vaccines. Untuk menghindari kejang demam
pada anak dengan mutasi genetik sodium channel adalah pemberian vaksin less
reactogenic diphtheria, tetanus, and a cellular pertussis (DTaP) vaccine.

2
RENI WAHYU NOVIANTI
04011181520069
Metabolisme abnormal dan defisiensi
Beberapa studi mengatakan bahwa pasien dengan alkalosis respiratorius sistemik
dan pasien dengan defisiensi zinc akan meningkatkan risiko terjadinya kejang
demam.
Suhu tubuh yang tinggi
Suhu tubuh yang tinggi dapat disebabkan oleh infeksi dan proses inflamasi.

f. Patofisiologi

PATOFISIOLOGI KEJANG DEMAM

Menstimulasi sel Katalisis Asam Menstimulasi Pusat


Stimulasi
Infeksi Sitokin endothelial Arakidonat Termoregulasi di
COX-2
circumventricular PGE 2 hipotalamus

Menghasilkan :
LPS menstimulasi
IL-6, TNF-, IL-1ra, Suhu tubuh
makrofag
PGE-2
Metabolisme basal , kebutuhan O2
Inflamasi
Ekstabilitas neuronal glutamergic
Perubahan keseimbangan membrane sel neuron
IL-1

Menghambat GABA Kejang Lepasnya muatan listrik


Bagan 1. Patofisiologi Kejang Demam
Sumber: https://www.google.co.id/url?Penatalaksanaan%2520Kejang%2520Demam.pdf&usg=AFQj
CNF_Mn O8XvZAShTIobZAU9zulmFg5Q

g. Manifestasi klinis

Demam dengan suhu lebih dari 380C


Kejang yang dapat berupa kejang umum atau kejang seluruh tubuh dan kejang
fokal atau parsial pada saat berlangsungnya demam

3
RENI WAHYU NOVIANTI
04011181520069

h. Algoritma penegakan diagnosis

ALGORITMA PENEGAKAN DIAGNOSIS KEJANG DEMAM

Kejang pada anak

Anamnesis : Riwayat Kejang dan Pemeriksaan Fisik

Tatalaksana yang
Bangkitan Akut Ya
cepat dan tepat

Neurological red flags mis : trauma, penurunan GCS, dll Ya Segera rujuk ke
dokter saraf anak
Tidak

Tentukan tipe kejang

Neonatal Seizures Kejang Demam Kejang umum Kejang Parsial Intractable Seizures

USG kepala Tentukan jenis Defisit Defisit MRI


kejang demam neurologik neurologik
Rujuk (-) (+)

Kejang Kejang
demam demam
sederhana kompleks

Tidak Imaging
perlu
imaging

CT Scan MRI Rujuk dan lanjutkan MRI

4
RENI WAHYU NOVIANTI
04011181520069
Bagan 2. Algoritma Diagnosis Kejang Demam
Sumber : http://www.imagingpathways.health.wa.gov.au/index.php/imaging-
pathways/paediatrics/child-with-seizure?tmpl=component&amp;format=pdf

i. Diagnosis banding

DIAGNOSIS BANDING KEJANG DEMAM

Penyakit yang menyerupai Penyakit yang menyerupai


Overlapping
kejang demam sederhana kejang demam kompleks
Viral meningitis Hemiplegic migraine Occult closed head injury
Shigellosis Moya-moya disease Acute demyelinating disease
Salicylism Abses otak Perlateritis nodosa
Intoksikasi Viral ensefalitis SLE
Overdosis antidepresan Acute bacterial meningitis CNS tumor dengan
perdarahan

Gambar 1. Diagnosis Banding Kejang Demam


Sumber : https://www.ahcmedia.com/articles/8759-evidence-based-management-of-children-with-
febrile-seizures

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai etiologi. Berdasarkan etiologinya kejang


diklasifikasikan menjadi kejang intrakranial dan ekstrakranial. Kejang intrakranial
yaitu kejang yang disebabkan karena trauma kepala (perdarahan subdural, perdarahan
sub-hematom), infeksi virus, bakteri seperti meningitis, dan kongenital seperti
kelainan serebri. Kejang ekstrakranial yaitu kejang yang disebabkan karena gangguan
metabolik (ketidakseimbangan elektrolit, hipoglikemi, hiperglikemi), dan toksik.

5
RENI WAHYU NOVIANTI
04011181520069

j. Tatalaksana

Bagan 3. Tatalaksana Kejang Demam


Sumber :https://www.google.co.id/url?Penatalaksanaan%2520Kejang%2520Demam.pdf&usg=AFQj
CNF_Mn O8XvZAShTIobZAU9zulmFg5Q

6
RENI WAHYU NOVIANTI
04011181520069
Menurut Konsensus Tatalaksana Kejang Demam IDAI 2016, tatalaksana kejang
demam pada anak dibagi menjadi dua bagian yaitu, tatalaksana pada saat kejang, dan
tatalaksana setelah kejang.
Tatalaksana saat kejang
a. Diazepam rectal 0,5-0,75 mg/kgBB atau,
5 mg untuk anak dengan berat badan < 12 kg,
10 mg untuk anak dengan berat badan >12 kg.
Apabila kejang belum berhenti, ulangi dengan cara dan dosis yang sama
dengan interval 5 menit. Bila masih belum berhenti, segera ke rumah sakit
untuk diberikan diazepam intravena.
b. Diazepam intravena 0,2-0,5 mg/kgBB dengan kecepatan 2 mg/menit atau
selama 3-5 menit dengan dosis maksimal 10 mg.
Tatalaksana setelah kejang
a. Profilaksis intermiten hanya diberikan pada saat anak demam
Diazepam oral : 0,3 mg/kgBB/hari
Diazepam rectal : 0,5 mg/kgBB/hari
Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor
risiko di bawah ini:
o Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
o Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
o Usia <6 bulan
o Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
o Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat.
b. Profilaksis rumatan
Indikasi pengobatan rumat:
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Asam valproat : 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis,
Fenobarbital : 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.
c. Tidak perlu profilaksis
7
RENI WAHYU NOVIANTI
04011181520069

k. Edukasi dan pencegahan

Berdasarkan Konsensus Tatalaksana Kejang Demam IDAI 2016, edukasi yang dapat
diberikan kepada orang tua pasien adalah sebagai berikut,
1. Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang.
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
4. Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif,
tetapi harus diingat adanya efek samping obat.

- Pencegahan kejang demam yang pertama tentu dengan usaha menurunkan suhu
tubuh apabila anak demam. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan obat
penurun panas, misalnya parasetamol atau ibuprofen. Hindari obat dengan bahan
aktif asam asetilsalisilat, karena obat tersebut dapat menyebabkan efek samping
serius pada anak. Pemberian kompres air hangat (bukan dingin) pada dahi, ketiak,
dan lipatan siku juga dapat membantu.
- Sebaiknya orangtua memiliki termometer di rumah dan mengukur suhu anak saat
sedang demam. Pengukuran suhu berguna untuk menentukan apakah anak benar
mengalami demam dan pada suhu berapa kejang demam timbul.
- Pengobatan jangka panjang hanya diberikan pada sebagian kecil kejang demam
dengan kondisi tertentu. (www.idai.or.id)

l. Komplikasi

Epilepsi
Peluang anak dengan riwayat kejang demam untuk menderita epilepsy adalah
sebesar 1,5%. Peluang tersebut dapat meningkat menjadi 2,5% apabila anak
tersebut berusia kurang dari 12 bulan pada saat bangkitan pertama.
Anak dengan riwayat kejang demam tidak berisiko tinggi untuk mengalami
kerusakan otak permanen, kecuali kejang tersebut berlangsung selama 30 menit
atau lebih. Tetapi, salah satu studi menyatakan bahwa, anak dengan riwayat
kejang demam sebelumnya, tidak sebaik anak yang tidak ada riwayat kejang
demam sebelumnya dalam hal prestasi, kepribadian, kebiasaan, dan memori.

8
RENI WAHYU NOVIANTI
04011181520069
m. Prognosis
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Umumnya, prognosis
dari kejang demam adalah baik, tidak menganggu kognitif, sebagian besar tidak
berkembang menjadi epilepsy, terutama saat kejang demam tersebut dapat diatasi
dengan cepat.
Pada kejang demam, apabila kejang tersebut tidak ditatalaksana dengan baik, akan
meningkatkan risiko gangguan kognitif seperti,
- Kelainan neurologi atau perkembangan
- Kejang tanpa demam setelah episode kejang demam

n. SKDI

4A

Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri


dan tuntas

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan


penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.

4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter

DAFTAR PUSTAKA

Fadly, Rifqi. 2015. Penatalaksanaan Kejang Demam [Internet]. [cited 4 Sepetember


2017] Available from : https://www.google.co.id/url?Penatalaksanaan%2520
Kejang%2520Demam.pdf&usg=AFQj CNF_MnO8XvZAShTIobZAU9zul
mFg5Q

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016. Konsensus Tatalaksana Kejang Demam 2016.
[Internet]. [cited 4 Sepetember 2017] Available from :
http://www.idai.or.id/professional-resources/guideline-consensus/konsensus-
penatalaksanaan-kejang-demam

Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta:


Konsil Kedokteran Indonesia

9
RENI WAHYU NOVIANTI
04011181520069
Seinfeld, Syndi dkk. 2013. Recent Research on Febrile Seizures: A Review.
Richmond: Virginia Commonwealth University

ANALISIS MASALAH

a) Apa penyebab dan mekanisme mendelik ke atas? Reni alfa


Jawab :

b) Apa hubungan pilek dengan kejang? Sap reni


Jawab : Tidak ada hubungan
Mekanisme Pilek
Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan
dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen
presenting cells (APC).
Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen
dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1)

10
RENI WAHYU NOVIANTI
04011181520069
mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang
diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma
dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan
basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel
tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag
dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah.
Bila seseorang yang sudah rentan terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen
yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada
permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke
dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses
degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah
terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai
sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A),
Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat
oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Histamin menyebabkan Vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler & permeabilitas,
dan sekresi mukus. Sekresi mukus yang berlebihan menyebabkan pilek

11
RENI WAHYU NOVIANTI
04011181520069
c) Bagaimana algoritma penegakan diagnosis Kejang demam? Reni dimas
Jawab :

ALGORITMA PENEGAKAN DIAGNOSIS KEJANG DEMAM

Kejang pada anak

Anamnesis : Riwayat Kejang dan Pemeriksaan Fisik

Tatalaksana yang
Bangkitan Akut Ya
cepat dan tepat

Neurological red flags mis : trauma, penurunan GCS, dll Ya Segera rujuk ke
dokter saraf anak
Tidak

Tentukan tipe kejang

Neonatal Seizures Kejang Demam Kejang umum Kejang Parsial Intractable Seizures

USG kepala Tentukan jenis Defisit Defisit MRI


kejang demam neurologik neurologik
Rujuk (-) (+)

Kejang Kejang
demam demam
sederhana kompleks

Tidak Imaging
perlu
imaging

CT Scan MRI Rujuk dan lanjutkan MRI

Bagan 2. Algoritma Diagnosis Kejang Demam


Sumber : http://www.imagingpathways.health.wa.gov.au/index.php/imaging-
pathways/paediatrics/child-with-seizure?tmpl=component&amp;format=pdf

12
RENI WAHYU NOVIANTI
04011181520069

d) Bagaimana cara melakukan pemeriksaan neurologis terkait kasus? Reni vepy


Jawab :

1) Rigiditas nuchae: (Kaku kuduk)


Istilah nuchae merujuk pada bagian belakang leher. Rigiditas nuchae
berarti bahwa baik pasien maupun pemeriksa tidak mampu melakukan fleksi
kepala pasien karena spasme refleks otot nuchae (ekstensor). Iritasi ruang
subarakhnoid, paling sering oleh inflamasi (ensefalitis atau meningitis) atau
karena darah subaraknoid, menyebabkan rigiditas nuchae.
Teknik untuk menguji rigiditas nuchae
Pasien dalam posisi berbaring telentang dan relaks, tempatkan tangan
anda di bawah bagian belakang kepala pasien dan dengan hati-hati
coba lakukan fleksi leher. Pada keadaan normal, ia akan menekuk
dengan bebas. Jika pasien memiliki rigiditas nuchae, leher melawan
fleksi dan pasien merasa kesakitan. Jika rigiditas nuchae berat, anda
dapat menaikkan kepala pasien dan badan dengan tulang belakang
seperti batang lurus atau pasien seperti patung.

13
RENI WAHYU NOVIANTI
04011181520069
Karena rigiditas nuchae yang nyata mengindikasikan iritasi meningeal,
pemeriksa harus membedakannya dari bentuk rigiditas servikal
lainnya. Dengan rigiditas nuchae yang nyata, leher hanya melawan
fleksi. Leher bergerak bebas melalui rotasi dan ekstensi, karena
gerakan ini tidak meregangkan meninges, medula spinalis, dan nerve
root. Untuk menunjukkan rigiditas hanya mempengaruhi otot nuchae,
lakukan dua hal berikut ini:
o Tempatkan tangan anda pada dahi pasien. Secara pasief gulingkan
kepala pasien dari satu sisi ke sisi lainnya untuk menunjukkan
rotasi kepala yang bebas meski ada resistensi terhadap fleksi
o Kemudian angkat bahu pasien untuk membiarkan kepala jatuh ke
arah belakang, menguji kebebasan ekstensi
o Rigiditas servikal berrarti ada resistensi apapun terhadap gerakan
leher ke segala arah. Sebaliknya, rigiditas nuchae secara khusus
berarti resistensi terhadap fleksi leher, yaitu rigiditas bagian
belakang leher

2) Brudzinski neck sign


Cara pemeriksaan
o Pasien dalam posis tidur telentang, kepala difleksikan oleh
pemeriksa sehingga dagu menyentuh dada
Reaksi abnormal: fleksi pangkal paha dan lutut sebagai respon
terhadap fleksi leher

14
RENI WAHYU NOVIANTI
04011181520069

3) Brudzinski kontralateral
Cara pemeriksaan
o Salah satu tungkai pasien diangkat dengan sikap lurus di sendi
lutut dan fleksi di sendi panggul, lutut kemudian difleksikan
Reaksi abnormal: tungkai kontralateral timbul gerakan fleksi di sendi
lutut
4) Kernig sign
Cara pemeriksaan
o Pasien berbaring lurus di tempat tidur
o Kaki fleksi pada pangkal paha dengan lutut dalam keadaan fleksi
o Kemudian usahakan ekstensi lutut
o Ulangi untuk sisi yang lain
Interpretasi hasil :
o Lutut lurus tanpa kesulitan: normal
o Resistensi terhadap pelurusan lutut: Kernigs signbilateral
mengindikasikan iritasi meningeal; jika unilateral, mungkin terjadi
pada radikulopati (bandingkan dengan straight leg raising)

Pemeriksaan Tonus Otot


- Untuk memeriksa tonus otot, lakukan palpasi dan pergerakan pasif ekstremitas.
- Apabila ditemukan tahanan lebih tinggi dari normal pada pergerakan pasif, berarti
terdapat hipertonia. Sebaliknya apabila ditemukan tahanan lebih rendah dari
normal, berarti terdapat hipotonia.

15
RENI WAHYU NOVIANTI
04011181520069
Refleks Tendon Dalam

- Refleks fisiologis paling mudah ditentukan dengan pemeriksaan refleks tendon


dalam.
- Refleks biceps, dilakukan dengan memukulkan palu refleks pada tendon otot
biceps brachii pada posisi lengan atas menggantung bebas. Akan terjadi
kontraksi otot biceps dan fleksi lengan bawah.
- Refleks triceps, dilakukan dengan memukulkan palu refleks pada tendon otot
triceps brachii pada posisi lengan atas menggantung bebas. Akan terjadi
kontraksi otot triceps dan ekstensi lengan bawah.
- Refleks patella, dilakukan dengan memukulkan palu refleks pada ligamentum
patella yang terletak sedikit di bawah patella, pada posisi tungkai bawah bebas.
Akan terjadi kontraksi otot quadiceps femoris dan ekstensi patella
- Refleks achiles, dilakukan dengan memukulkan palu refleks pada tendon
achilles saat telapak kaki pada posisi dorsofleksi. Akan terjadi kontraksi otot
gastrocnemius dan soleus menyebabkan plantar fleksi kaki.
Klonus

- Klonus adalah kontraksi-relaksasi otot yang ritmik, cepat dan involunter. Klonus
merupakan tanda kelainan neurologis, terutama lesi upper motor neuron
- Klonus pergelangan kaki dapat diperiksa dengan melakukan dorsofleksi cepat
pada pergelangan kaki. Akan terjadi klonus otot-otot betis.
- Klonus patella dapat diperiksa dengan mendorong patella ke arah kaki dengan
cepat.

16

Anda mungkin juga menyukai