Anda di halaman 1dari 56

KEBIJAKAN MONETER DALAM EKONOMI ISLAM

KEBIJAKAN MONETER DALAM EKONOMI ISLAM

PENDAHULUAN
Keadilan sosio ekonomi, salah satu sisi yang paling menonjol dari suatu masyarakat
Islam yang diharapkan menjadi suatu jalan hidup (way of life) dan bukan sebagai fenomena
yang terisolasi, semangat ini harus menembus seluruh interaksi manusia, sosial, ekonomi, dan
politik.
Ketidakadilan di suatu daerah telah tersebar ke daerah, satu lembaga yang salah tidak
mungkin bisa mempengaruhi yang lain, bahkan dibidang bisnis dan ekonomi, semua nilai
harus bergerak kearah keadilan sehingga secara keseluruhan mendukung bukan melemahkan
apalagi menghilangkan, keadilan sosio ekonomi.
Di antara ajaran Islam yang paling penting untuk menegakkan keadilan dan
membatasi eksploitasi dalam transaksi bisnis adalah pelarangan semua bentuk upaya
memperkaya diri secara tidak sah (aql amwal al-nas bi al-batil) Al-quran dengan tegas
memerintahkan kaum muslimin untuk tidak saling berebut harta secara batil atau dengan cara
yang tidak dapat dibenarkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat
188 yang berbunyi:

}188 : {
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.

Oleh karena itu, pemakalah tertarik untuk mengupas lebih dalam mengenai
pandangan Islam mengenai kebijakan moneter dalam rangka menjaga keadilan, ketentraman,
dan keharmonisan sosio-ekonomi masyarakat.

BAB II
PEMBHASAN

1. Pengertian Kebijakan Moneter


Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan
perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Untuk mengatasi krisis ekonomi
yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping harus menata sektor riil, yang tidak
kalah penting adalah meluruskan kembali sejumlah kekeliruan pandangan di seputar masalah
uang. Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain,
sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah uang.

a. Pertama, persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti terikat
dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada dirinya sendiri
sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata uang tertentu
bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut.
b. Kedua, kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja, tapi juga sebagai
komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan (interest)
alias bunga atau riba dari setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.1[1]
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah
atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu:
Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini
dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat
(permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan
ini disebut juga kebijakan moneter longgar (easy money policy)

Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)


Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini
dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga dengan kebijakan uang
ketat (tight money policy). 2[2]
Berkenaan dengan mata uang, Islam memiliki pandangan yang khas. Abdul Qodim
Zallum mengatakan bahwa sistem moneter atau keuangan adalah sekumpulan kaidah
pengadaan dan pengaturan keuangan dalam suatu negara. Yang paling penting dalam setiap
sistem keuangan adalah penentuan satuan dasar keuangan (al-wahdatu al-naqdiyatu
alasasiyah) dimana kepada satuan itu dinisbahkan seluruh nilai-nilai berbagai mata uang lain.
Apabila satuan dasar keuangan itu adalah emas, maka sistem keuangan/moneternya
dinamakan sistem uang emas. Apabila satuan dasarnya perak, dinamakan sistem uang perak.
Bila satuan dasarnya terdiri dari dua satuan mata uang (emas dan perak), dinamakan sistem
dua logam. Dan bila nilai satuan mata uang tidak dihubungkan secara tetap dengan emas atau
perak (baik terbuat dari logam lain seperti tembaga atau dibuat dari kertas), sistem
keuangannya disebut sistem fiat money. Dalam sistem dua logam, harus ditentukan suatu
perbadingan yang sifatnya tetap dalam berat maupun kemurnian antara satuan mata uang
emas dengan perak. Sehingga bisa diukur masing-masing nilai antara satu dengan lainnya,
dan bisa diketahui nilai tukarnya. Misalnya, 1 dinar emas syar'i bertanya 4,25 gram emas dan
1 dirham perak syar'iy beratnya 2,975 gram perak.

Sistem uang dua logam inilah yang diadopsi oleh Rasulullah SAW. Ketika itu kendati
menggunakan sistem uang dua logam, Rasulullah SAW memang tidak mencetak dinar dan
dirham emas sendiri, tapi menggunakan dinar Romawi dan dirham Persia (ini juga
menunjukkan bahwa sistem uang dua logam tidak eksklusif hanya dilakukan oleh ummat
Islam). Demikian seterusnya, sistem dua logam itu diterapkan oleh para khalifah hingga masa
Khalifah Abdul Malik bin Marwan (79H). Baru di masa itulah dicetak dinar dan dirham
khusus dengan corak Islam yang khas. Dengan cara itu, nilai nominal dan nilai intrinsik dari
mata uang dinar dan dirham akan menyatu. Artinya, nilai nominal mata uang yang berlaku
akan dijaga oleh nilai instrinsiknya (nilai uang itu sebagai barang, yaitu emas atau perak itu
sendiri), bukan oleh daya tukar terhadap mata uang lain. Maka, seberapapun misalnya dollar
Amerika naik nilainya, mata uang dinar akan mengikuti senilai dollar menghargai 4,25 gram
emas yang terkandung dalam 1 dinar. Depresiasi (sekalipun semua faktor ekonomi dan non
ekonomi yang memicunya ada) tidak akan terjadi. Sehingga gejolak ekonomi seperti
sekarang ini Insya Allah juga tidak akan terjadi. Penurunan nilai dinar atau dirham memang
masih mungkin terjadi. Yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu,
mengalami penurunan (biasa disebut inflasi emas). Diantaranya akibat ditemukannya emas
dalam jumlah besar. Tapi keadaan ini kecil sekali kemungkinannya, oleh karena penemuan
emas besar-besaran biasanya memerlukan usaha eksplorasi dan eksploitasi yang disamping
memakan investasi besar, juga waktu yang lama. Tapi, andaipun hal ini terjadi, emas temuan
itu akan segera disimpan menjadi cadangan devisa negara, tidak langsung dilempar ke
pasaran. Secara demikian pengaruh penemuan emas terhadap penurunan nilai emas di
pasaran bisa ditekan seminimal mungkin.Disinilah pentingnya ketentuan emas sebagai milik
umum harus dikuasai oleh negara.

Secara syar'i pemanfaatan sistem mata uang dua logam juga selaras dengan sejumlah
perkara dalam Islam yang menyangkut uang. Diantaranya tentang nisab zakat harta yang 20
dinar emas dan 200 dirham perak, larangan menimbun harta (kanzu al-mal, bukan idzkar atau
saving) dimana harta yang dimaksud disitu adalah emas dan perak, sebagaimanan disebut
dalam Surah At Taubah 34. Juga berkaitan dengan ketetapan besarnya diyat dalam perkara
pembunuhan (sebesar 1000 dinar) atau batas minimal pencurian (1/4 dinar) untuk dapat
dijatuhi hukuman potong tangan. Itu semua menunjukkan bahwa standar keuangan (monetary
standard) dalam sistem keuangan Islam adalah uang emas dan perak.

Untuk menuju sistem uang dua logam, Abdul Qodim Zallum menyarankan sejumlah
hal. Diantaranya, menghentikan pencetakan uang kertas dan menggantinya dengan uang dua
logam dan menghilangkan hambatan dalam ekspor dan impor emas3[3]. Pemanfaatan emas
sebagai mata uang tentu akan mendorong eksplorasi dan eksploitasi emas (mungkin secara
besar-besaran) untuk mencukupi kebutuhan transaksi yang semakin meningkat.

2. Sejarah Kebijakan Moneter


Sistem moneter sepanjang zaman telah mengalami banyak perkembangan, sistem
keuangan inilah yang paling banyak di lakukan studi empiris maupun historis bila di
bandingkan dengan disiplin ilmu ekonomi lainnya.sistem keuangan pada zaman Rosulullah di
gunakan bimatalic standard yaitu emas dan perak (dirham dan dinar) karena keduanya
merupakan alat pembayaran yang sah dan beredar di masyarakat. Nilai tukar emas dan perak
pada masa Rosulallah ini relative stabil dengan nilai kurs dirham-dinar 1:10, namun
demikian, setabilitas nilai kurs pernah mengalami gangguan karena adanya disequilibrium
antara supply dan demand. Misalkan pada masa bani umayyah (41/662-132/750) rasio kurs
antara dinar-dirham 1:12, sedangkan pada masa abbasiyah (132/750-656/1258) berada pada
kisaran 1:15.
Pada masa yang lain nilai tukar dirham-dinar mengalami fluktuasi dengan nilai oaling
rendah pada level 1:35-1:50. Instabilitas dalam nilai tukar yang ini akan mengakibatkan
terjadinya bad coins out of circulations atau kualitas buruk akan menggantikan uang kualitas
baik, dalam literature konvensional peristiwa ini di sebut hukum Gresham. Seperi yang
pernah terjadi pada masa pemerintahan bany mamluk (1263-1328), dimana mata uang yang
beredar tersebut dari fulus (tembaga) mendesak keberadaan uang logam emas dan perak .
oleh ibnu taimiyah di katakana bahwa uang dengan kualitas rendah akan menendang keluar
uang kualitas baik.
Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali evolusi yaitu:
a. The gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang yang aktif dalam
peredaran
b. The gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para meter dalam menentukan nilai
tukar uang yang beredar.
c. The gold exchange standard (bretton woods system): di mana otoritas moneter menentukan
nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di back-up secara penuh
oleh cadangan emas yang di miliki. Dengan perkembangan sistem keuangan yang demikian
pesat telah memunculkan uang fiducier (kredit money) yaitu uang yang keberadaannya tidak
diback-up oleh emas dan perak
3. Tujuan
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank
Indonesia.

Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan
terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan
tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan
inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan
menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar
sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank
Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar
yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan
kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau
suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh
Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut
menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik
rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib
minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan
cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah. 4[4]

4. Instrumen-instrumen Kebijakan Moneter dalam Konvensional dan Syariah.


Ada tiga instrument utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang yang
beredar:
a. Operasi pasar terbuka (Open Market Operation)
Adalah pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara menjual atau membeli
surat-surat berharga milik pemerintah (government security)
b. Fasilitas diskonto (Discounto Rate)
Yadyang dimaksud dengan tingkat bunga diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan
pemerintah atas bank-bak umum yang menjamin ke bank sentral.
c. Rasio cadangan wajib (Reserve Requirement Ratio)
Penetapan rasoio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang yang beredar. Jika rasio
cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil
disbanding sebelumnya.
d. Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Dengan imbauan moral, otoritas moneter mencoba mengarahkan atau mengendalikan jumlah
uang beredar. 5[5]
Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan kebijakan
moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik secara internal maupun
eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang diharapkan dapat tercapai.
Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam
berhubungan dengan manusia. Hal ini disebutkan AL Quran dalam QS.Al.Anam:152
.

. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.
Mengenai stabilitas nilai uang juga ditegaskan oleh M. Umar Chapra (Al Quran
Menuju Sistem Moneter yang Adil), kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam
adalah stok uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak
berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas
perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan sosial umum.
Walaupun pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam pelaksanaannya
secara prinsip, moneter syariah berbeda dengan yang konvensional terutama dalam
pemilihan target dan instrumennya. Perbedaan yang mendasar antara kedua jenis instrumen
tersebut adalah prinsip syariah tidak membolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal
maupun rate return (suku bunga). Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan target
pelaksanaan kebijakan moneter maka secara otomatis pelaksanaan kebijakan moneter
berbasis syariah tidak memungkinkan menetapkan suku bunga sebagai target/sasaran
operasionalnya. 6[6]
Adapun instrumen moneter syariah adalah hukum syariah. Hampir semua instrumen
moneter pelaksanaan kebijakan moneter konvensional maupun surat berharga yang menjadi
underlying-nya mengandung unsur bunga. Oleh karena itu instrumen-instrumen konvensional
yang mengandung unsur bunga (bank rates, discount rate, open market operation dengan
sekuritas bunga yang ditetapkan didepan) tidak dapat digunakan pada pelaksanaan kebijakan
moneter berbasis Islam. Tetapi sejumlah instrument kebijakan moneter konvensional menurut
sejumlah pakar ekonomi Islam masih dapat digunakan untuk mengontrol uang dan kredit,
seperti Reserve Requirement, overall and selecting credit ceiling, moral suasion and change
in monetary base.
Dalam ekonomi Islam, tidak ada sistem bunga sehingga bank sentral tidak dapat
menerapkan kebijakan discount rate tersebut. Bank Sentral Islam memerlukan instrumen
yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan ekonomi moneter dalam ekonomi Islam.
Dalam hal ini, terdapat beberapa instrumen bebas bunga yang dapat digunakan oleh bank
sentral untuk meningkatkan atau menurunkan uang beredar. Penghapusan sistem bunga, tidak
menghambat untuk mengontrol jumlah uang beredar dalam ekonomi.
Secara mendasar, terdapat beberapa instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi
Islam, antara lain :7[7]
a. Reserve Ratio
Adalah suatu presentase tertentu dari simpanan bank yang harus dipegang oleh bank
sentral, misalnya 5 %. Jika bank sentral ingin mengontrol jumlah uang beredar, dapat
menaikkan RR misalnya dari 5 persen menjadi 20 %, yang dampaknya sisa uang yang ada
pada komersial bank menjadi lebih sedikit, begitu sebaliknya.
b. Moral Suassion
Bank sentral dapat membujuk bank-bank untuk meningkatkan permintaan kredit
sebagai tanggung jawab mereka ketika ekonomi berada dalam keadaan depresi. Dampaknya,
kredit dikucurkan maka uang dapat dipompa ke dalam ekonomi.
c. Lending Ratio
Dalam ekonomi Islam, tidak ada istilah Lending (meminjamkan), lending ratio dalam
hal ini berarti Qardhul Hasan (pinjaman kebaikan).
d. Refinance Ratio
Adalah sejumlah proporsi dari pinjaman bebas bunga. Ketika refinance ratio
meningkat, pembiayaan yang diberikan meningkat, dan ketika refinance
ratio turun, bank komersial harus hati-hati karena mereka tidak di dorong untuk memberikan
pinjaman.
e. Profit Sharing Ratio
Ratio bagi keuntungan (profit sharing ratio) harus ditentukan sebelum memulai suatu
bisnis. Bank sentral dapat menggunakan profit sharing ratio sebagai instrumen moneter,
dimana ketika bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar, maka ratio keuntungan
untuk nasabah akan ditingkatkan.
f. Islamic Sukuk
Adalah obligasi pemerintah, di mana ketika terjadi inflasi, pemerintah akan
mengeluarkan sukuk lebih banyak sehingga uang akan mengalir ke bank sentral dan jumlah
uang beredar akan tereduksi. Jadi sukuk memiliki kapasitas untuk menaikkan atau
menurunkan jumlah uang beredar.
g. Government Investment Certificate
Penjualan atau pembelian sertifikat bank sentral dalam kerangka komersial, disebut
sebagai Treasury Bills. Instrumen ini dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan dijual oleh
bank sentral kepada broker dalam jumlah besar, dalam jangka pendek dan berbunga
meskipun kecil. Treasury Bills ini tidak bisa di terima dalam Islam, maka sebagai
penggantinya diterbitkan pemerintah dengan sistem bebas bunga, yang disebut GIC:
Government Instrument Certificate.
Beberapa mazhab instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, antara lain :
1. Mazhab pertama (Iqtishaduna)
Pada masa awal islam tidak diperlukan suatu kebijakan moneter karena system
perbankan hampir tidak ada dan penggunaan uang sangat minim. Jadi, tidak ada alasan yang
memadai untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap penawaran akan uang melalui
diskresioner. Tambahan pula, kredit tidak memiliki peran dalam penciptaan uang karena
kredit hanya digunakan diantara para pedagang. Selain itu, peraturan pemerintah tentang
surat peminjaman (promissory notes) dan instrument negosiasi (negotiable instruments)
dirancang sedemikin sehingga tidak memungkinkan penciptaan uang.
Promissory notes atau bill exchange dapat diterbitkan untuk membeli barang dan jasa atau
mendapatkan sejumlah dana segar, namun tidak dapat dimanfaatkan untuk tujuan kredit.
Aturan-aturan tersebut mempengaruhi keseimbangan antara pasar barang dan pasar uang
berdasarkan transaksi tunai. Dalam nasia atau aturan transaksi lainnya, uang yang
dibayarkan atau diterima bertujuan mendapatkan komoditas atau jasa.
Instrument lain yang pada saat ini digunakan untuk mengatur jumlah peredaran uang serta
mengatur tingkat suku bunga jangka pendek adalah OMO (jual-beli surat berharga
pemerintah) yang belum dikenal pada masa awal pemerintahan islam. Selain itu, tindakan
menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga bertentangan dengan ajaran islam yang
melarang praktek riba.
2. Mazhab Kedua (Mainstream)
Tujuan kebijakan moneter pemerintah adalah maksimisasi alokasi sumber daya untuk
kegiatan ekonomi produktif. Alquran melarang praktek penumpukan uang (money hoarding)
karena membuat uang tersebut tidak memberikan manfaat terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, mazhab ini merancang sebuah instrument
kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar kecilnya permintaan akan uang (MD)
agar dapat dialikasikan pada peningkatan produktivitas perekonomian secara keseluruhan.
Permintaan dalam islam dikelompokkan dalam dua motif yaitu motif transaksi
(transaction motive) dan motif berjaga-jaga (precautionary motive). Semakin banyak uang
yang menganggur (iddle) berarti permintaan akan uang untuk berjaga-jaga (MDprec) semakin
besar, sedangkan semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap uang yang menganggur
berbanding terbalik dengan permintaaan akan uang untuk berjaga-jaga. Dues of iddle fund
adalah instrument kebijakan yang dikenakan pada semua asset produktif yang menganggur.
3. Mazhab ketiga (alternative)
System kebijakan moneter yang dianjurkan oleh mazhab ini adalah syuratiq process yaitu
kebijakan yang diambil berdasarkan musyawarah bersama otoritas sector riil. Menurut
pemikiran mazhab ini, kebijakan moneter adalah repeated games in game theory. Dalam hal
ini, bentuk kurva penawaran dan permintaan akan uang mirip tambang yang melilit dengan
kemiringan (slope) positif akibat knowledge induced processI dan informant sharing yang
baik. Agar lebih jelas, cermati grafik berikut:
Menurut mazhab ini, keseimbangan di sector moneter adalah derivasi keseimbangan di
sector riil, sedangkan kebijakan sector moneter adalah harmonisasi dengan kebijakan sector
riil. Perhatikan ilustrasi grafis sebagai berikut:

Menurut Dr M.A. Choudhury, harmonisasi antara sector riil dan sector moneter
menghasilkan kurva jangka panjang dari MS dan MD yang berbentuk jalinan tambang, yang
mendukung pertumbuhan nasional (Y).8[8]
PENUTUP
Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan
perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Kebijakan moneter dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu: Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy)
dan Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)
Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali evolusi yaitu:
a. The gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang yang aktif dalam
peredaran
b. The gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para meter dalam menentukan nilai
tukar uang yang beredar.
The gold exchange standard (bretton woods system): di mana otoritas moneter
menentukan nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di back-up
secara penuh oleh cadangan emas yang di miliki. Dengan perkembangan sistem keuangan
yang demikian pesat telah memunculkan uang fiducier (kredit money) yaitu uang yang
keberadaannya tidak diback-up oleh emas dan perak.
Ada tiga instrument utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang yang
beredar: Operasi pasar terbuka (Open Market Operation), Fasilitas diskonto (Discounto
Rate), Rasio cadangan wajib (Reserve Requirement Ratio), Imbauan Moral (Moral
Persuasion)
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank
Indonesia.
Secara mendasar, terdapat beberapa instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi
Islam, antara lain : Reserve Ratio. Moral Suassion, Lending Ratio, Refinance Ratio, Profit
Sharing Ratio, Islamic Sukuk, Government Investment Certificate
REFERENSI

1. Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam


2. Anita Rahmawati, Ekonomi Makro Islam
3. Muhammad M.Ag., Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islami
4. Paul A. Samuelson & William D.Nordhaus, Ekonomi edisi 12
5. http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_moneter

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu
negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda
dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol
tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran
dan pajak.

Selama ini kita mengenal tiga sistem perekonomian yang berlaku di dunia yaitu sistem kapitalis,
sistem sosialis dan sistem campuran. Salah satu dari tiga sistem tersebut diterapkan di Indonesia yaitu
sistem campuran, dimana sistem campuran adalah sebuah sistem perekonomian dengan adanya peran
pemerintah yang ikut serta menentukan cara-cara mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi
masyarakat. Tetapi campur tangan ini tidak sampai menghapuskan sama sekali kegiatan-kegiatan
ekonomi yang dilakukan pihak swasta yang diatur menurut prinsip-prinsip cara penentuan kegiatan
ekonomi yang terdapat dalam perekonomian pasar.

Bentuk-bentuk campur tangan pemerintah antara lain :

1. Membuat peraturan-peraturan, dengan maksud untuk menghindari praktek sehat dalam

perekonomian pasar.

2. Secara langsung ikut serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Ikut serta pemerintah

dilakukan dengan mendirikan perusahaan-perusahaan yang menyediakan barang atau jasa

jasa dalam kehidupan masyarakat. Contoh: Perusahaan Air Minum

Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah merupakan kebijakan didalam bidang perpajakan
(penerimaan) dan pengeluarannya,

Kedua kebijakan ini merupakan wahana utama bagi peran aktif pemerintah dibidang ekonomi. Pada
dasarnya sebagian besar upaya stabilisasi makro ekonomi berfokus pada pengendalian atau
pemotongan anggaran belanja pemerintah dalam rangka mencapai keseimbangan neraca anggaran.
Oleh karena itu, setiap upaya mobilisasi sumber daya untuk membiayai pembangunan publik yang
penting hendaknya tidak hanya difokuskan pada sisi pengeluaran saja, tetapi juga pada sisi
penerimaan pemerintah. Pinjaman dalam dan luar negeri dapat digunakan untuk menutupi
kesenjangan tabungan. Dalam jangka panjang, salah satu potensi pendapatan yang tersedia bagi
pemerintahan untuk membiayai segala usaha pembangunan adalah penggalakan pajak. Selain itu,
sebagai akibat ketiadaan pasar-pasar uang domestik yang terorganisir dan terkontrol dengan baik,
sebagian besar pemerintahan Negara- Negara Dunia Ketiga memang harus mengandalkan langkah-
langkah fiskal dalam rangka mengupayakan stabilisasi perekonomian nasional dan memobilisasikan
sumber-sumber daya ( keuangan) domestic.

Dari berbagai sistem ekonomi yang ada, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki,
sistem ekonomi Islam dianggap sebagai smart solution dari berbagai sistem ekonomi yang ada karena
secara etimologi maupun secara empiris, terbukti sistem ekonomi Islam menjadi sistem ekonomi yang
mampu memberikan kemakmuran dan kesejahteraan yang nyata dalam penerapannya pada saat zaman
Rasullah Muhammad SAW dan pada masa Khalifah Islamiyah karena sistem ekonomi Islam adalah
sistem ekonomi yang berdasarkan pada nilai keadilan dan kejujuran yang merupakan refleksi dari
hubungan vertikal antara manusia dengan Allah SWT.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengertian dari kebijakan fiskal ?

2. Bagaimanakah peranan kebijakan fiskal dalam perekonomian ?

3. Apa saja macam-macam kebijakan fiskal ?

4. Apa saja dampak kebijakan fiskal terhadap keseimbangan pasar barang-jasa?

5. Apa saja tujuan kebijakan fiskal ?

6. Bagaimanakah pengaruh kebijakan fiskal terhadap perekonomian ?


7. Bagaimanakah Kebijakan Fiskal dalam Islam?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-
dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut
dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan fiscal adalah kebjakan
pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran Negara.
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara
melalui pengeluaran dan pendapatan pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara.

Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara
melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.Kebijakan Fiskal berbeda dengan
kebijaka moneter, yang bertujuan menstabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga
dan jumlah uang yang beredar.Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.

Kebijakan Fiskal yang sering disebut politik fiskal atau fiscal policy biasa diartikan sebagai
tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja Negara dengan maksud untuk
mempengaruhi jalannya perekonomia. Anggran belanja Negara terdiri dari penerimaan berupa haasil
pungutan pajak dan pengeluaran yang dapat berupa government expenditure dan government
transfer, maka sering pula dikatakan bahwa kebijakan fiskal meliputi semua tindakan pemerintah
yang berupa tindakan memperbesar atau memperkecil jumlah pungutan pajak memperbesar atau
memperkecil government expenditure dan atau memperbesar atau memperkecil government
transfer yang bertujuan untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. [1]

Sadono Sukirno, 2003 Kebijakan Fiskal adalah langkah-langkah pemerintah untuk membuat
perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam perbelanjaannya dengan maksud untuk
mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi.

Menurut Tulus TH Tambunan, kebijakan memiliki dua prioritas, yang pertama adalah mengatasi
defisit anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) dan masalah-masalah APBN lainnya. Defisit
APBN terjadi apabila penerimaan pemerintah lebih kecil dari pengeluarannya. Dan yang kedua adalah
mengatasi stabilitas ekonomi makro, yang terkait dengan antara lain ; pertumbuhan ekonomi, tingkat
inflasi, kesempatan kerja dan neraca pembayaran.

Sedangkaan menurut Nopirin, Ph. D. 1987, kebijakan fiskal terdiri dari perubahan pengeluaran
pemerintah atau perpajakkan dengan tujuan untuk mempengaruhi besar serta susunan permintaan
agregat. Indicator yang biasa dipakai adalah budget defisit yakni selisih antara pengeluaran
pemerintah (dan juga pembayaran transfer) dengan penerimaan terutama dari pajak.

Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu
negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.

Berdasarkan dari beberapa teori dan pendapat yang dijelaskan diatas dapat kita simpulkan bahwa
kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan
keuangan negara untuk mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik yang terbatas pada
sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN.

B. Peranan kebijakan fiskal dalam perekonomian

Peranan kebijakan fiskal dalam perekonomian dalam kenyataannya menunjukkan bahwa volume
transaksi yang diadakan oleh pemerintah di kebanyakan Negara dari tahun ke tahun bertendensi untuk
meningkat lebih cepat daripada meningkatnya pendapatan Nasional. ini berarti bahwa peranan dari
tindakan fiskal pemerintah dalam turut menentukan tingkat pendapatan nasional lebih besar. Untuk
Negara-negara yang sudah maju perekonomiannya, peranan tindakan fiskal pemerintah semakin besar
dalam mekanisme pembentukan tingkat pendapatan nasional terutama dimaksudkan agar supaya
pemerintah dapat lebih mampu dalam mempengaruhi jalannya perekonomian. Dengan demikian
diharapkan bahwa dengan adanya kebijakan fiskal, pemerintah dapat mengusahakan terhindarnya
perekonomian dari keadaan-keadaan yang tidak diinginkan seperti misalnya keadaan dimana banyak
pengangguran, inflasi, neraca pembayaran internasional yang terus menerus deficit, dan sebagainya.

Bagi Negara-negara yamg sedang berkembang, pemerintah pada umumnya menyadari akan
rendahnya investasi yang timbul atas inisiatif dari masyarakat sendiri. Dari bagian 1 kita telah
mengetahui bahwa untuk meningkatnya tingkat hidup suatu masyarakat, kapasitas produksi nasional
perlu ditingkatkan. Untuk memperbesar kapasitas produksi nasional dibutuhkan adanya capital
formation. Dengan demikian berarti masyarakat perlu mengadakan investasi yang cukup besar untuk
terwujudnya capital formation yang dibutuhkan tersebut.

C. Bentuk-bentuk kebijakan fiskal

Kebijakan fiskal dapat dibedakan kepada dua golongan : penstabil otomatik (bentuk-bentuk sistem
fiskal yang sedang berlaku yang secara otomatik cenderung untuk menimbulkan kestabilan dalam
kegiatan ekonomi) dan kebijakan fiskal diskresioner (langkah-langkah dalam bidang pengeluaran
pemerintah dan perpajakan yang secara khusus membuat perubahan ke atas sistem yang ada, yang
bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi).

Penstabil otomatik adalah sistem perpajakan yang progresif dan proporsional, kebijakan harga
minimum, dan sistem asuransi pengangguran. Pajak progresif dan pajak proporsional, pajak ini
biasanya digunakan dalam memungut pajak pendapatan individu dan praktekkan hampir disemua
negara. Pada pendapatan yang sangat rendah pendapatan seseorang tidak perlu membayar pajak. Akan
tetapi semakin tinggi pendapatan, semakin besar pajak dikenakan ke atas tambahan pendapatan yang
diperoleh. Dibeberapa negara sistem pajak proporsional biasanya digunakan untuk memungut pajak
ke atas keuntungan perusahaan-perusahaan korporat, yaitu pajak yang harus dibayar adalah
proporsional dengan keuntungan yang diperoleh.

Jika ditinjau dari sisi teori, ada tiga macam kebijakan anggaran yaitu:

a. Kebijakan anggaran pembiayaan fungsional (functional finance) kebijakan yang mengatur


pengeluaran pemerintah dengan melihat berbagai akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional
dan bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja.

b. Kebijakan pengelolaan anggaran (the finance budget approach) kebijakan untuk mengatur
pengeluaran pemerintah, perpajakan, dan pinjaman untuk mencapai ekonomi yang mantap.

c. Kebijakan stabilisasi anggaran otomatis (the stabilizing budget) kebijakan yang mengatur
pengeluaran pemerintah dengan melihat besarnya biaya dan manfaat dari berbagai program.

Jika dilihat dari perbandingan jumlah penerimaan dengan jumlah pengeluaran, kebijakan fiskal dapat
dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :

d. Kebijakan Anggaran Seimbang

Kebijakan anggaran seimbang, adalah kebijakan anggaran yang menyusun pengeluaran sama besar
dengan penerimaan.

e. Kebijakan Anggaran Defisit


Kebijakan anggaran defisit yaitu kebijakan anggaran dengan cara menyusun pengeluaran lebih besar
daripada penerimaan.

f. Kebijakan Anggaran Surplus

Kebijakan anggaran surplus, yaitu kebijakan anggaran dengan cara menyusun pengeluaran lebih kecil
dari penerimaan.

g. Kebijakan Anggaran Dinamis

Kebijakan anggaran dinamis, yaitu kebijakan anggaran dengan cara terus menambah jumlah
penerimaan dan pengeluaran sehingga semakin lama semakin besar (tidak statis).

D. Dampak kebijakan fiskal terhadap keseimbangan pasar barang-jasa

Kebijakan fiscal dapat menggerakkan perekonomian, karena peningkatan pengeluaran pemerintah


atau pemotongan pajak mempunyai efek multiplier dengan cara menstimulasi tambahan permintaan
untuk barang konsumsi rumah tangga. Begitu pula halnya apabila pemerintah melakukan pemotongan
pajak sebagai stimulus perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan disposable income dan
akhirnya mempengaruhi permintaan..[2]

E. Tujuan kebijakan fiskal

Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan
dengan jalannya memperkecil pengeluaran konsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerintah
(Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat
pendapatan nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N).

Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mencegah pengangguran dan menstabilkan harga,
implementasinya untuk menggerakkan pos penerimaan dan pengeluaran dalam anggran pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Dengan semakin kompleknya struktur ekonomi perdagangan dan
keungan. Maka semakin rumit pula cara penanggulangan infalsi. Kombinasi beragam harus digunakan
secara tepat seperti kebijakan fiskal, kebijakan moneter, perdagangan dan penentuan harga.[3]

Adapun kebijakan fiskal sebagai sarana menggalakan pembangunan ekonomi bermaksud mencapai
tujuan sebagai berikut :

a. Untuk meningkatkan laju investasi.

Kebijakan fiskal bertujuan meningkatkan dan memacu laju investasi disektor swasta dan sektor
Negara. Selain itu, kebijakan fiskal juga dapat dipergunakan untuk mendorong dan menghambat
bentuk investasi tertuntu. Dalam rangka itu pemerintah harus menerapkan kebijaan investasi
berencana di sektor public, namun pada kenyataannya dibeberapa Negara berkembang dan tertinggal
terjadi suatu problem yaitu dimana langkanya tabungan sukarela, tingkat konsumsi yang tinggi dan
terjadi investasi dijalur yang tidak produktif dari masyarakat dinegara tersbut. Hal ini disebabkan
tidak tersedianya modal asing yang cukup, baik swasta maupun pemerintha. Oleh karena itu kebijakan
fiskal memberikan solusi yaitu kebijakan fiskal dapat meningkatkan rasio tabungan inkremental yang
dapat dipergunakan untuk meningkatkan, memacu, mendorong dan menghambat laju investasi.
Menurut Dr. R. N. Tripathy terdapaat 6 metode yang diterapkan oleh pemerintah dalam rangka
menaikkan rasio tabungan incremental bagi mobilisasi volume keuangan pembangunan yang
diperlukan diantaranya; control fisik langsung, peningkatan tariff pajak yang ada,penerapan pajak
baru, surplus dari perusahaan Negara, pinjaman pemerintah yang tidak bersifat inflationer dan
keuangan deficit.

b. Untuk mendorong investasi optimal secara sosial.

Kebijakan fiskal bertujuan untuk mendorong investasi optimal secara sosial, dikarenakan investasi
jenis ini memerlukan dana yang besar dan cepat yang menjadi tangunggan Negara secara serentak
berupaya memacu laju pembentukkan modal. Nantinya invesati optimal secara sosial bermanfaat
dalam pembentukkan pasar yang lebih luas, peningkatan produktivitas dan pengurangan biaya
produksi.

c. Untuk meningkatkan kesempatan kerja.

Untuk merealisasikan tujuan ini, kebijakan fiskal berperan dalam hal pengelolan pengeluaran seperti
dengan membentuk anggaran belanja untuk mendirikan perusahaan Negara dan mendorong
perusahaan swasta melalui pemberian subsidi, keringanan dan lain-lainnya sehingga dari pengupayaan
langkah ini tercipta tambahan lapangan pekerjaan. Namun, langkah ini harus juga diiringi dengan
pelaksanaan program pengendalian jumlah penduduk.

d. Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidak stabilan internasional

Kebijaksanaan fiskal memegang peranan kunci dalam mempertahankan stabilitas ekonomi


menghadapi kekuatan-kekuatan internal dan eksternal. Dalam rangka mengurangi dampak
internasional fluktuasi siklis pada masa boom, harus diterapkan pajak ekspor dan impor. Pajak ekspor
dapat menyedot rejeki nomplok yang timbul dari kenaikkan harga pasar. Sedangkan bea impor yang
tinggi pada impor barang konsumsi dan barang mewah juga perlu untuk menghambat penggunaan
daya beli tambahan.

e. Untuk menanggulangi inflasi.

Kebijakan fiskal bertujuan untuk menanggulangi inflasi salah satunya adalah dengan cara penetapan
pajak langsung progresif yang dilengkapi dengan pajak komoditi, karena pajak seperti ini cendrung
menyedot sebagian besar tambahan pendapatan uang yang tercipta dalam proses inflasi.

f. Untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional

Kebijakan fiskal yang bertujuan untuk mendistribusikan pendapatan nasional terdiri dari upaya
meningkatkan pendapatan nyata masyarakat dan mengurangi tingkat pendapatan yang lebih tinggi,
upaya ini dapat tercipta apabila adanya investasi dari pemerintah seperti pelancaran program
pembangunan regional yang berimbang pada berbagai sektor perekonomian.

F. Pengaruh kebijakan Fiskal terhadap Perekonomian

Pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang berurutan,
yaitu :

a. Bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal diterjemahkan menjadi suatu APBN


b. Bagaimana APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.

APBN mempunyai dua kategori, kategori yang pertama yaitu, mencatat pengeluaran dan penerimaan
yang terdiri dari beberapa pos utama diantaranya :

PENERIMAAN

o Pajak (berbagai macam)

o Pinjaman dari Bank Sentral

o pinjaman dari masyarakat dalam negeri

o Pinjaman dari luar negeri

PENGELUARAN

o Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang/jasa

o Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai

o Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment

Kebijakan anggaran pemerintah dahulu selalu mengharuskan kebijakan anggaran berimbang.


Kebijakan anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan
pemasukan. Namun pada saat ini kebijakan anggran dapat menjadi kebijakan anggaran defisit (defisit
budget), anggaran surplus (surplus budget).

Kebijakan anggaran emplisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar
dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Dalam hal ini, peningkatan
pengeluaran yaitu pembelian pemerintah atas barang dan jasa. Peningkatan pembelian atau belanja
pemeritah berdampak terhadap peningkatan pendapatan nasional. Contohnya pemerintah mengadakan
proyek membangun jalan raya. dalam proyek ini pemerintah membutuhkan buruh dan pekerja lain
untuk menyelesaikannya. dengan kata lain proyek ini menyerap SDM sebagai tenaga kerja. hal ini
membuat pendapatan orang yang bekerja di situ bertambah. Anggaran defisit memiliki keunggulan
maupun kelemahan, salah satu keunggulannya adalah terdapat penertiban pada angka defisit dan nilai
tambahan utang yang jelas dan lebih transparan serta bisa diawasi masyarakat. Menurut Menkeu Agus
DW Martowardojo penerapan kebijakan anggaran defisit tujuannya untuk menciptakan ekspansi
fiskal dan menguatkan pertumbuhan ekonomi agar tetap terjaga pada level yang tinggi. Umumnya
sangat baik digunakan jika keadaan ekonomi sedang resesif. . Anggaran defisit salah satunya dengan
melakukan peminjaman/hutang, dahulu pemerintahan Bung Karno pernah menerapkannya dengan
cara memperbanyak utang dengan meminjam dari Bank Indonesia, yang terjadi kemudian adalah
inflasi besar-besaran (hyper inflation) karena uang yang beredar di masyarakat sangat banyak. Untuk
menutup anggaran yang defisit dipinjamlah uang dari rakyat, sayangnya rakyat tidak mempunyai
cukup uang untuk memberi pinjaman pada pemerintah. akhirnya, pemerintah terpaksa meminjam
uang dari luar negeri. Ini merupakan salah satu kasus yang menggambarkan kelemahan dari anggaran
defisit.
Sedangkan, anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar
daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada
kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.

Anggaran surplus (Surplus Budget)/ Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan pemerintah untuk
membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus
dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating)
untuk menurunkan tekanan permintaan. Cara kerja anggara surplus adalah kebalikan dari anggaran
defisit, uang yang didapat pemerintah dari pendapatan pajak lebih banyak dari yang dibelanjakan,
pemerintah memenfaatkan selisihnya untuk melunasi beberapa hutang pemerintah yang masih ada.
Surplus anggaran akan menaikkan dana pinjaman, mengurangi suku bunga dan meningkatkan
investasi. Investasi yang lebih tinggi seterusnya dapat meningkatkan akumulasi modal dan
mempercepat pertumbuhan ekonomi.

G. Kebijakan Fiskal Dalam Islam


Kebijakan fiskal dalam Islam bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang didasarkan pada
keseimbangan distribusi kekayaan dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual secara
seimbang. Kebijakan fiskal lebih banyak peranannya dalam ekonomi Islam dibanding dengan
ekonomi konvensional. Hal ini disebabkan antara lain sebagai berikut:

a. Peranan moneter relatif lebih terbatas dalam ekonomi Islam dibanding dalam ekonomi
konvensioanal yang tidak bebas bunga.

b. Dalam ekonomi Islam, pemerintah harus memungut zakat dari setiap muslim yang memiliki
kekayaan melebihi jumlah tertentu (nisab) dan digunakan untuk tujuan-tujuan sebagaimana tercantum
dalam QS Al-Taubah: 60.

c. Ada perbedaaan substansial antara ekonomi Islam dan non-Islam dalam peranan pengelolaan utang
publik. Hal ini karena utang dalam Islam adalah bebas bunga, sebagian besar pengeluaran pemerintah
dibiayai dari pajak atau berdasarkan atas bagi hasil. Dengan demikian, ukuran utang publik jauh lebih
sedikit dalam ekonomi Islam dibanding ekonomi konvensioanal (Istanto, 2013: 1).

Menurut Metwally, setidaknya ada 3 tujuan yang hendak dicapai kebijakan fiskal dalam ekonomi
islam.

a. Islam mendirikan tingkat kesetaraan ekonomi dan demokrasi yang lebih tinggi, ada prinsip bahwa
kekayaan seharusnya tidak boleh hanya beredar di antara orang-orang kaya saja. Prinsip ini
menegaskan bahwa setiap anggota masyarakat seharusnya dapat memperoleh akses yang sama
terhadap kekayaan melalui kerja keras dan usaha yang jujur.

b. Islam melarang pembayaran bunga dalam berbagai bentuk pinjaman. Hal ini berarti bahwa
ekonomi Islam tidak dapat memanipulasi tingkat suku bunga untuk mencapai keseimbangan
(equiblirium) dalam pasar uang (yaitu anatara penawaran dan permintaan terhadap uang). Dengan
demikian, pemerintahan harus menemukan alat alternatif untuk mencapai equilibrium ini.

c. Ekonomi Islam mempunyai komitmen untuk membantu ekonomi masyarakat yang kurang
berkembang dan untuk menyebarkan pesan dan ajaran Islam seluas mungkin. Oleh karena itu,
sebagaian dari pengeluaran pemerintah seharusnya digunakan untuk berbagai aktivitas yang
mempromosikan Islam dan meningkatkan kesejahtaraan muslim di negara-negara yang kurang
berkembang (Istanto, 2013: 1).

Jika melihat praktek kebijakan fiskal yang pernah diterapakn oleh Rasulullahndan Khulafaurrasyidin,
maka kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam dapat dibagi dalam 3 hal, yaitu:

a. Kebijakan pemasukan dari kaum Muslimin, yaitu:

1) Zakat, yaitu salah satu dari dasar ketetapan Islam yang menjadi sumber utama pendapatan di dalam
suatu pemerintahan Islam pada periode klasik.

2) Ushr, yaitu bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang dimana pembayarannya hanya
sekali dalam satu tahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Yang
menarik dari kebijakan Rasulullah adalah dengan menghapuskan semua bea impor dengan tujuan agar
perdagangan lancar dan arus ekonomi dalam perdangan cepat mengalir sehingga perekonomian di
negara yang beliau pimpin menjadi lancar. Beliau mengatakan bahwa barang-barang milik utusan
dibebaskan dari bea impor di wilayah muslim, bila sebelumya telah terjadi tukar menukar barang.

3) Wakaf adalah harta benda yang didedikasikan kepada umat Islam yang disebabkan karena Allah
SWT dan pendapatannya akan didepositokan di baitul maal.

4) Amwal Fadhla berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris, atau
berasal dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negerinya.

5) Nawaib yaitu pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan kepada kaum muslimin yang
kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada
masa perang tabuk.

6) Khumus adalah harta karun/temuan. Khumus sudah berlaku pada periode sebelum Islam.

7) Kafarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan seorang muslim pada acara keagamaan seperti
berburu di musim haji. Kafarat juga biasa terjadi pada orang-orang muslim yang tidak sanggup
melaksanakan kewajiban seperti seorang yang sedang hamil dan tidak memungkin jika melaksanakan
puasa maka dikenai kafarat sebagai penggantinya (Sirojuddin, 2013: 1).

b. Kebijakan pemasukan dari kaum non muslim, yaitu:

1) Jizyah (tribute capitis/ pajak kekayaan) adalah pajak yang dibayarkan oleh orang non muslim
khususnya ahli kitab sebagai jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadah, bebas dari nilai-nilai dan
tidak wajib militer.

2) Kharaj (tribute soil/pajak, upeti atas tanah) adalah pajak tanah yang dipungut dari kaum nonmuslim
ketika khaibar ditaklukkan. Tanahnya diambil alih oleh orang muslim dan pemilik lamanya
menawarkan untuk mengolah tanah tersebut sebagai pengganti sewa tanah dan bersedia memberikan
sebagian hasil produksi kepada negara. Prosedur yang sama juga diterapkan di daerah lain. Kharaj ini
menjadi sumber pendapatan yang penting.

3) Ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam
setahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham (Sirojuddin, 2013: 1).

c. Kebijakan Pengeluaran
Kebijakan Pengeluaran pendapatan negara didistrubusikan langsung kepada orang-orang yang berhak
menerimanya. Di antara golongan yang berhak menerima pendapatan (distribusi pendapatan) adalah
berdasarkan atas kreteria langsung dari Allah S.W.T yang tergambar di dalam al-Quran QS. At-
Taubah Ayat 90:

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-
pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu
ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana. (QS. 9:60)

Orang-orang yang berhak menerima harta zakat ini terkenal dengan sebutan delapan ashnaf. Delapan
asnab ini langsung mendapat rekomendasi dari Allah S.W.T sehingga tidak ada yang bisa
membatahnya. Ini artinya kreteria dalam al-Qur;an terhadap orang-orang yang berhak mendapatkan
atas kekayaan negara lebih rinci dibandingkan dengan kreteria yang tetapkan oleh pemerintah kita
yang secara umum di-inklud-kan kepada orang-orang miskin saja (Sirojuddin, 2013: 1).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara
melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.Kebijakan fiskal dapat dibedakan
kepada dua golongan : penstabil otomatik dan kebijakan fiskal diskresioner. Jika dilihat dari
perbandingan jumlah penerimaan dengan jumlah pengeluaran, kebijakan fiskal dapat dibedakan
menjadi empat jenis, yaitu :Kebijakan Anggaran Seimbang, Kebijakan Anggaran Defisit, Kebijakan
Anggaran Surplus, Kebijakan Anggaran Dinamis.

Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mencegah pengangguran dan menstabilkan harga,
implementasinya untuk menggerakkan pos penerimaan dan pengeluaran dalam anggran pendapatan
dan Belanja Negara (APBN).

Pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang berurutan,
yaitu : bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal diterjemahkan menjadi suatu APBN dan bagaimana
APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.
Kebijakan fiskal dalam Islam bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang didasarkan pada
keseimbangan distribusi kekayaan dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual secara
seimbang. Kebijakan fiskal lebih banyak peranannya dalam ekonomi Islam dibanding dengan
ekonomi konvensional
DAFTAR PUSTAKA

Soediyono Reksoprayitno, Pengantar Ekonomi Makro edisi 6, BPFE-Yogyakarta.2000

http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/05/makalah-kebijakan-fiskal.html

Prathama rahardja dan Mandala manurung, Teori Ekonomi Makro dan Suatu Pengantar edisi 3,
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.2005

Boediono, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.2 Ekonomi Makro edisi 4BPFE-
Yogyakarta.1982.

http://pustakamediasyariah.blogspot.co.id/2015/05/makalah-pes-kebijakan-fiskal-dalam-
islam.html#.VlwvVV5b_K8
PERBANDINGAN SISTEM EKONOMI MONETER ISLAM
DENGAN SISTEM EKONOMI MONETER KONVENSIONAL

PENDAHULUAN

Keadilan sosio-ekonomi, salah satu sisi yang paling menonjol dari suatu masyarakat
Islam yang diharapkan menjadi suatu jalan hidup (way of life) dan bukan sebagai fenomena
yang terisolasi, semangat ini harus menembus seluruh interaksi manusia, sosial, ekonomi, dan
politik.

Ketidakadilan di suatu daerah telah tersebar, satu lembaga yang salah mungkin bisa
mempengaruhi yang lain, bahkan dibidang bisnis dan ekonomi, semua nilai harus bergerak
kearah keadilan sehingga secara keseluruhan mendukung bukan melemahkan apalagi
menghilangkan keadilan sosio ekonomi.

Di antara ajaran Islam yang paling penting untuk menegakkan keadilan dan
membatasi eksploitasi dalam transaksi bisnis adalah pelarangan semua bentuk upaya
memperkaya diri secara tidak sah (aql amwal al-nas bi al-batil). Al-quran dengan tegas
memerintahkan kaum muslimin untuk tidak saling berebut harta secara batil atau dengan cara
yang tidak dapat dibenarkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat
188 yang berbunyi :



}188 : {
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.

Oleh karena itu, makalah ini mengupas mengenai pandangan Islam dan
perbandingannya dengan moneter konvensional mengenai dalam rangka menjaga keadilan,
ketentraman, dan keharmonisan sosio-ekonomi masyarakat.
Dimana Ekonomi Moneter merupakan salah satu instrumen penting dalam
perekonomian modern, dimana dalam perekonomian modern terdapat dua kebijakan
perekonomian yang dijadikan instrumen oleh pemerintah dalam menstabilkan perekonomian
suatu negara, yang pertama adalah Kebijakan Fiskal, yaitu kebijakan yang diambil
pemerintah untuk membelanjakan pendapatannya dalam merealisasi tujuan-tujuan ekonomi.
Yang kedua adalah kebijakan moneter. Kebijakan Moneter adalah langkah pemerintah
untuk mengatur penawaran uang dan tingkat bunga. Pada makalah ini saya sebagai penulis,
akan mencoba menyajikan konsep-konsep dasar dan perbandingan antara sistem ekonomi
moneter konvensional dengan sistem ekonomi moneter islam.

Dalam beberapa pemikiran masih terkungkungi cara berfikir ekonomi


konvensional, yaitu cara berfikir ribawi, sehingga ada kalanya tidak pas dengan konsep
ekonomi islam sesungguhnya, namun ekonomi konvensional dapat jadikan bahan komparasi
untuk melihat sempurnanya agama islam sebagai sebuah ajaran sekaligus sebagai sistem.

Hal ini sekaligus diharapkan memberikan jawaban atas keruwetan yang dimiliki
konsep-konsep ekonomi konvensional bahwa ada satu sistem ekonomi yang menguntungkan,
adil dan menentramkan, yaitu konsep Ekonomi Islam.

ISI

A. KONSEP EKONOMI MONETER KONVENSIONAL


Ekonomi Moneter merupakan suatu cabang ilmu ekonomi yang membahas tentang
peranan uang dalam mempengaruhi tingkat harga-harga dan tingkat kegiatan ekonomi dalam
suatu negara.
B. UANG DALAM EKONOMI KONVENSIONAL

a) Peranan Uang Dalam Ekonomi Konvensional


Dalam ekonomi, uang di definisikan sebagai anything that is generally accepted as a
medium of exchange atau segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam
pertukaran. Secara hukum, uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-undang
sebagai uang. Jadi segala sesuatu dapat diterima sebagai uang jika ada aturan atau hukum
yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagai alat tukar.

b) Fungsi Uang
Uang pada dasarnya berfungsi sebagai alat transaksi yang berguna sebagai refleksi
dari nilai sebuah barang atau jasa. Berikut ini adalah fungsi uang berdasarkan pandangan
konvensional:
Fungsi utama uang dalam teori ekonomi konvensional adalah :
1) Sebagai alat tukar (medium of exchange) uang dapat digunakan sebagai alat untuk
mempermudah pertukaran.
2) Sebagai alat kesatuan hitung (unit of Account) untuk menentukan nilai/ harga sejenis barang
dan sebagai perbandingan harga satu barang dengan barang lain.
3) Sebagai alat penyimpan/penimbun kekayaan (Store of Value) dapat dalam bentuk uang atau
barang.

c) Tujuan Memegang Uang


Tujuan transaksi. Dalam rangka membayar pembelian-pembelian yang akan mereka
lakukan.
Tujuan Berjaga-jaga. Sebagai alat untuk menghadapi kesusahan yang mungkin timbul di
masa yang akan datang.
Tujuan Spekulasi. Dalam masyarakat yang menganunt sistem ekonomi konvensional ini,
maka fungsi uang yang tak kalah pentingnya adalah untuk spekulasi, dimana pelaku ekonomi
dengan cermat mengamati tingkat bunga yang berlaku saat itu, jika menguntungkan bila
dibandingkan investasi, maka masyarakat cendrung mendepositokan saja uang, dengan
harapan mendapat imbalan bunga.
d) Teori Perilaku Uang
Ada beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan prilaku uang dalam ekonomi
konvensional, antara lain:
Teori Moneter Klasik. Teori permintaan uang klasik tercermin dalam teori kuantitas uang
(MV = PT). Keberadaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga, tetapi ditentukan oleh
kecepatan perputaran uang tersebut.
Teori Keynes. Menurut Keynes, motif seseorang untuk memegang uang ada tiga tujuan yaitu:
Transaction motive, Precautionary motive (keperluan berjaga-jaga) dan Speculative motive.
Motif transaksi dan berjaga-jaga ditentukan oleh tingkat pendapatan, sedangkan motif
spekulasi ditentukan oleh tingkat suku bunga.
Konsep Time Value of Money. Dua hal yang menjadi alasan munculnya konsep ini adalah :
presence of inflation dan preference present consumption to future consumption.

e) Teori Economic Value Of Time Vs Time Value Of Money


Teori konvensional meyakini bahwa uang saat ini lebih bernilai dibanding uang di
masa depan (time value of money). Teori ini berangkat dari pemahaman bahwa uang adalah
sesuatu yang sangat berharga dan dapat berkembang dalam suatu waktu tertentu. Dengan
memegang uang orang dihadapkan pada risiko berkurangnya nilai uang akibat inflasi.
Sedangkan jika menyimpan uang dalam bentuk surat berharga, pemilik uang akan
mendapatkan bunga yang diperkirakan diatas inflasi yang terjadi. Teori time value of money
ini tampak tidak akurat, karena setiap investasi selalu mempunyai kemungkinan mendapat
hasil positif, negatif bahkan tidak mendapat apa-apa. Dalam teori keuangan hal ini dikenal
dengan istilah risk-return relation. Disamping itu kondisi ekonomi tidak selalu menghadapi
masalah inflasi, keberadaan deflasi yang seharusnya menjadi alasan munculnya negative time
value of money ini diabaikan oleh teori konvensional.
Sedangkan dalam Ekonomi Islam memandang waktulah yang memiliki nilai
ekonomis (penting). Pentingnya waktu disebutkan Allah dalam QS.Al Ashr:1-3, yaitu:


) (
) (
)(


Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Selanjutnya terkait dengan konsep ekonomi Moneter Konvensional maka tidak bisa
dipisahkan dengan Kebijakan Moneter.

Kebijakan Moneter adalah Kebijakan pemerintah dalam mengatur penawaran uang


dan tingkat bunga yang dilaksanakan oleh Bank sentral. Bentuk Kebijakan Moneter ini terdiri
dari Kebijakan Moneter Kuantitatif dan Kebijakan Moneter Kualitatif.

Kebijakan Moneter Kuantitatif adalah merupakan suatu kebijakan umum yang


bertujuan untuk mempengaruhi jumlah penawaran uang dan tingkat bunga dalam
perekonomian. terdiri dari:

1. Operasi pasar terbuka

Pada masa inflasi maka Bang Sentral akan mengadakan operasi pasar terbuka dengan
melempar surat-surat berharga ke Bank umum, sehingga kelebihan uang di Bank Umum
tidak menyebabkan inflasi, dan sebaliknya pada masa deflasi.

2. Mengubah Tingkat Bunga dan Tingkat Disconto

Tingkat bunga dan tingkat disconto merupakan instrumen pemerintah dalam stabilisasi
moneter, ketika inflasi maka pemerintah melalui bank sentral dapat melakukan kebijakan
menaikkan suku bungga sehingga jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang,
dan kestabilan moneter akan tercapai, dan begitu pula sebaliknya pada masa deflasi.

3. Mengubah Tingkat Cadangan Minimum

Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengubah
cadangan minimun bank-bank umum ketika inflasi maka pemerintah mengambil kebijakan
untuk menaikkan cadangan minimum yang harus dimiliki oleh bank umum, dengan demikian
jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang, dan sebaliknya pada masa deflasi.

Sedangkan Kebijakan Moneter kualitatif dapat berupa :

1. Pengawasan pinjaman secara selektif

Melalui kebijakan ini maka pmerintah melalui bank sentral mengendalikan dan
mengawasi peminjaman dan investasi-investasi yang dilakukan oleh bank-bank umum.

2. Pembujukan Moral

Bank sentral melakukan pertemuan dengan bank-bank umum, melalui forum ini maka
bank sentral menjelaskan kebijakan-kebijakan yang sedang dijalankan pemerintah dan
bantuan-bantuan apa yang diinginkan oleh bank sentral dari bank-bank umum untuk
mensukseskan kebijakan tersebut.

3. Mengambil asumsi

Bahwa berbicara tentang ekonomi moneter terkait tentang dua hal :

(1). Tentang uang dan aspek yang terpengaruh olehnya dan

(2). adalah tentang tingkat bunga dan semua aspeknya.

C. Konsep Ekonomi Moneter Syariah

Kebijakan moneter sebenarnya bukan hanya mengutamakan suku bunga. Bahkan


sejak zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin, kebijakan moneter dilaksanakan tanpa
mengunakan instrumen bunga sama sekali.

Perekonomian Jazirah Arabia ketika itu adalah perekonomian dagang, bukan ekonomi
yang berbasis sumber daya alam; Minyak bumi belum ditemukan dan sumber daya alam
lainnya terbatas.

Lalu lintas perdagangan antara Romawi dan India yang melalui Arab dikenal sebagai
Jalur Dagang Selatan. Sedangkan antara Romawi dan Persia disebut Jalur Dagang Utara.
Sedangkan antara Syam dan Yaman disebut Jalur Dagang Utara-Selatan.

Perekonomian Arab di zaman Rasulullah SAW, bukanlah ekonomi terbelakang yang


hanya mengenal barter, bahkan jauh dari gambaran seperti itu. Valuta asing dari Persia dan
Romawi dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Arab.

Dinar dan Dirham juga dijadikan alat pembayaran resmi. Sistem devisa bebas
diterapkan, tidak ada halangan sedikit pun untuk mengimpor dinar dan dirham.

Transaksi tidak tunai diterima luas dikalangan pedagang. Cek dan promissory notes
lazim digunakan. Misalnya Umar Ibnu-Khaththab ra. Beliau menggunakan instrumen ini
untuk mempercepat distribusi barang-barang yang baru diimpor dari Mesir ke Madinah.

Instrumen factoring (anjak piutang) yang baru populer tahun 1980-an, telah dikenal
pula pada masa itu dengan nama al-hiwalah, tapi tentunya bebas dari unsur bunga.

Apabila para pedagang mengekspor barang, berarti dinar/dirham diimpor.


Sebalikanya, bila mereka mengimpor barang. Berarti dinar/dirham diekspor. Jadi dapat
dikatakan bahwa keseimbangan supply dan demand di pasar uang adalah derived market dari
keseimbangan aggregate supply dan aggregate demand di pasar barang dan jasa.
Nilai emas dan perak yang terkandung di dalam dinar dan dirham, sama dengan nilai
nominalnya. Sehingga dapat dikatakan penawaran uang elastis sempurna terhadap tingkat
pendapatan. Tidak ada larangan impor dirham dan dinar berarti penawaran uang elastis.

Sistem moneter mengunakan bimetallic standar, dengan emas dan perak (dalam
bentuk uang dirham dan dinar) sebagai alat pembayaran yang syah. Nilai tukar emas dan
perak pada masa ini relatif stabil dengan nilai kurs dinar dirham 1 : 10. Permintaan akan
uang dilandasi hanya oleh dua motif, yaitu untuk transaksi dan berjaga-jaga. Modelnya
sebagai berikut :Md = Mdtr + Md pr ; apabila Md pr maka Mdtr. Mata uang dimpor, dinar
dari romawi, dirham dari parsia dan disesuaikan dengan volume ekspor dan impor. Nilai
emas dan perak pada kepingan dinar dan atau dirham sama dengan nilai nominal (face value)
uangnya. Penawaran uang terhadap pendapatan sangat elastis. Tinggi rendahnya permintaan
uang bergantung kepada frekuensi transaksi perdagangan dan jasa. Permintaan uang untuk
transaksi dan berjaga-jaga Kanz (larangan menimbun uang). Demand money, elastis, karena
tidak adanya hambatan terhadap impor ketika demand meningkat.

A. PERSPEKTIF UANG DALAM EKONOMI ISLAM

1. Pengertian Uang Menurut Ekonomi Islam

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat tidak dapat melakukan semuanya


secara seorang diri. Ada kebutuhan yang dihasilkan oleh pihak lain, dan untuk
mendapatkannnya seorang individu harus menukarnya dengan barang atau jasa yang
dihasilkannya. Namun, dengan kemajuan zaman, merupakan suatu hal yang tidak praktis jika
untuk memenuhi suatu kebutuhan, setiap individu harus menunggu atau mencari orang yang
mempunyai barang atau jasa yang dibutuhkannya dan secara bersamaan membutuhkan
barang atau jasa yang dimilikinya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sarana lain yang
berfungsi sebagai media pertukaran dan satuan pengukur nilai untuk melakukan sebuah
transaksi. Jauh sebelum bangsa Barat menggunakan uang dalam setiap transaksinya, dunia
Islam telah mengenal alat pertukaran dan pengukur nilai tersebut, bahkan Al Quran secara
eksplisit menyatakan alat pengukur nilai tersebut berupa emas dan perak dalam berbagai ayat.
Para fuqaha menafsirkan emas dan perak tersebut sebagai dinar dan dirham.
Uang dalam bahasa Arab disebut Maal, asal katanya berarti condong, yang berarti
menyondongkan mereka kearah yang menarik, dimana uang sendiri mempunyai daya
penarik, yang terbuat dari logam misalnya-tembaga, emas, dan perak. Menurut fiqh ekonomi
Umar RA diriwayatkan9[1], uang adalah segala sesuatu yang dikenal dan dijadikan sebagai
alat pembayaran dalam muamalah manusia. Berdasarkan sejarah Islam, pada masa Rasulullah
SAW. mata uang menggunakan sistem bimetallic standard (emas dan perak) demikian juga
pada masa Bani Umayyah dan Bani Abassiyah. Dalam pandangan Islam mata uang yang
dibuat dengan emas (dinar) dan perak (dirham) merupakan mata uang yang paling stabil dan
tidak mungkin terjadi krisis moneter karena nilai intrinsik sama dengan nilai riil. Mata uang
ini dipergunakan bangsa arab sebelum datangnya Islam.
Dalam al-Quran ada beberapa ayat yang menunjukkan pengertian uang dan
keabsahan penggunaan uang sebagai pengganti sistem barter. Kata-kata yang menunjukkan
pengertian uang dalam al-Quran ada beberapa macam, yaitu :
a. Dinar ( ) , yaitu QS. Ali Imran : 75
b. Dirham ( / ) , yaitu QS. Yusuf : 20
c. Emas dan perak ( / ), penggunaan kata-kata emas dan perak ini banyak terdapat
dalam al-Quran antara lain pada QS. At-Taubah : 34.
d. Waraq atau uang tempahan perak ( ) , yaitu pada QS al-Kahfi ayat 19
e. Barang-barang niaga yang biasa dijadikan alat tukar ( ) , tersebut antara lain pada QS.
Yusuf ayat 88.

Ekonomi Islam secara jelas telah membedakan antara money dan capital. Dalam
Islam, Uang adalah adalah public good/milik masyarakat, dan oleh karenanya penimbunan
uang (atau dibiarkan tidak produktif) berarti mengurangi jumlah uang beredar. Implikasinya,
proses pertukaran dalam perekonomian terhambat. Disamping itu penumpukan uang/harta
juga dapat mendorong manusia cenderung pada sifat-sifat tidak baik seperti tamak, rakus dan
malas beramal (zakat, infak dan sadaqah). Sifat-sifat tidak baik ini juga mempunyai imbas
yang tidak baik terhadap kelangsungan perekonomian. Oleh karenanya Islam melarang
penumpukan / penimbunan harta, memonopoli kekayaan, al kanzu sebagaimana telah
disebutkan dalam QS. At Taubah 34-35 berikut:








)(
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang
alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil
dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.



)(
Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka:
Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang
(akibat dari) apa yang kamu simpan itu.

Uang Dalam Pandangan al-Ghazali & Ibnu Khaldun, Jauh sebelum Adam Smith
menulis buku The Wealth of Nations pada tahun 1766 di Eropa., Abu Hamid al-Ghazali
dalam kitabnya Ihya Ulumuddin telah membahas fungsi uang dalam perekonomian. Beliau
menjelaskan, uang berfungsi sebagai media penukaran, namun uang tidak dibutuhkan untuk
uang itu sendiri. Maksudnya, adalah uang diciptakan untuk memperlancar pertukaran dan
menetapkan nilai yang wajar dari pertukaran tersebut, dan uang bukan merupakan sebuah
komoditi. Menurut al-Ghazali, uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi
dapat merefleksikan semua warna.10[2] Maknanya adalah uang tidak mempunyai harga,
tetapi merefleksikan harga semua barang. Dalam istilah ekonomi klasik disebutkan bahwa
uang tidak memberikan kegunaan langsung (direct utility function), yang artinya adalah jika
uang digunakan untuk membeli barang, maka barang itu yang akan memberikan kegunaan.
Pembahasan mengenai uang juga terdapat dalam kitab Muqaddimah yang ditulis
oleh Ibnu Khaldun. Beliau menjelaskan bahwa kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh
banyaknya uang di negara tersebut, tetapi ditentukan oleh tingkat produksi negara tersebut
dan neraca pembayaran yang positif. Apabila suatu negara mencetak uang sebanyak-
banyaknya, tetapi bukan merupakan refleksi pesatnya pertumbuhan sektor produksi, maka
uang yang melimpah tersebut tidak ada nilainya.11[3] Sektor produksi merupakan motor
penggerak pembangunan suatu negara karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan
pendapatan pekerja, dan menimbulkan permintaan (pasar) terhadap produksi lainnya.
Menurut Ibnu Khaldun, jika nilai uang tidak diubah melalui kebijaksanaan pemerintah, maka
kenaikan atau penurunan harga barang semata-mata akan ditentukan oleh kekuatan
penawaran (supply) dan permintaan (demand), sehingga setiap barang akan memiliki harga
keseimbangan. Misalnya, jika di suatu kota makanan yang tersedia lebih banyak daripada
kebutuhan, maka harga makanan akan murah, demikian pula sebaliknya. Inflasi (kenaikan)
harga semua atau sebagian besar jenis barang tidak akan terjadi karena pasar akan mencari
harga keseimbangan setiap jenis barang. Apabila satu barang harganya naik, namun karena
tidak terjangkau oleh daya beli, maka harga akan turun kembali.
Merujuk kepada Al-Quran, al-Ghazali berpendapat bahwa orang yang menimbun
uang adalah seorang penjahat, karena menimbun uang berarti menarik uang secara sementara
dari peredaran. Dalam teori moneter modern, penimbunan uang berarti memperlambat
perputaran uang. Hal ini berarti memperkecil terjadinya transaksi, sehingga perekonomian
menjadi lesu. Selain itu, al-Ghazali juga menyatakan bahwa mencetak atau mengedarkan
uang palsu lebih berbahaya daripada mencuri seribu dirham. Mencuri adalah suatu perbuatan
dosa, sedangkan mencetak dan mengedarkan uang palsu dosanya akan terus berulang setiap
kali uang palsu itu dipergunakan dan akan merugikan siapapun yang menerimanya dalam
jangka waktu yang lebih panjang.

2. Fungsi Uang dalam Ekonomi Syariah vs Konvensional


Menurut konsep Ekonomi Syariah, uang adalah uang, bukan capital, sementara dalam
konsep ekonomi konvensional, konsep uang tidak begitu jelas. Misalnya dalam buku Money,
Interest and Capital karya Colin Rogers, uang diartikan sebagai uang dan capital secara
bergantian12[4]. Sedangkan dalam konsep ekonomi Syariah uang adalah sesuatu yang
bersifat flow concept dan merupakan public goods. Capital bersifat stock concept dan
merupakan private goods. Uang yang mengalir adalah public goods, sedangkan yang
mengendap merupakan milik seseorang dan menjadi milik pribadi (private good).
Islam, telah lebih dahulu mengenal konsep public goods, sedangkan dalam ekonomi
konvensional konsep tersebut baru dikenal pada tahun 1980-an seiring dengan
berkembangnya ilmu ekonomi lingkungan yang banyak membicarakan masalah externalities,
public goods dan sebagainya. Konsep publics goods tercermin dalam sabda Rasulullah
Shalallahu alaihiwasalam, yakni Tidaklah kalian berserikat dalam tiga hal, kecuali air, api,
dan rumput.
Berikut ini merupakan fungsi uang berdasarkan pandangan Ekonomi Islam:
a. Dalam penggunaannya sebagai alat pembayaran atau media untuk pertukaran dalam
melaksanakan transaksi ekonomi, maka penggunaan uang sejalan dengan konsep ekonomi
syariah. Dimana manfaat uang mencapai nilai optimum bila peredarannya berlaku optimal.
Akibatnya segala kegiatan yang mengganggu pemakaian uang dalam transaksi ekonomi tidak
sesuai dengan Syariah Islam. Sehingga pada saat emas dipakai sebagai uang, maka
penyimpanan emas yang mengakibatkan peredaran uang terganggu (kanzul maal) dilarang
oleh Syariah Islam.
b. Dalam penggunaannya sebagai sarana untuk menyimpan nilai maka penggunaan uang tidak
bertentangan dengan konsep ekonomi syariah, selama uang tersebut masih bisa dipergunakan
dalam kegiatan transaksi perniagaan. Oleh karena itu diperlukan adanya pihak ketiga (dalam
hal ini adalah lembaga keuangan) yang menerima simpanan uang dari pihak yang ingin
menyimpan nilai dan kemudian menyalurkannya kepada pihak-pihak yang ingin melakukan
transaksi sehingga uang tersebut masih dapat dipergunakan dalam transaksi walaupun nilai
yang disimpan oleh pemilik asal tidak berkurang.
c. Namun penggunaan uang untuk spekulasi sama sekali bertentangan dengan Syariah Islam,
baik karena spekulasi tersebut tidak disukai maupun karena spekulasi umumnya berkaitan
dengan menghalangi terjadinya mekanisme pasar yang wajar guna mendapatkan fluktuasi
harga yang abnormal. Spekulasi juga mengakibatkan ketidak stabilan nilai dari mata uang itu
sendiri karena fluktuasi harga pada hakekatnya adalah fluktuasi nilai (daya beli) dari uang itu
sendiri.

Persamaan fungsi uang dalam sistem Ekonomi Syariah dan Konvensional adalah uang
sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dan satuan nilai (unit of account).
Perbedaannya adalah ekonomi konvensional menambah satu fungsi lagi sebagai penyimpan
nilai (store of value) yang kemudian berkembang menjadi motif money demand for
speculation, yang merubah fungsi uang sebagai salah satu komoditi perdagangan. Jauh
sebelumnya, Imam al-Ghazali telah memperingatkan bahwa Memperdagangkan uang ibarat
memenjarakan fungsi uang, jika banyak uang yang diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit
uang yang dapat berfungsi sebagai uang.
Dengan demikian, dalam konsep Islam, uang tidak termasuk dalam fungsi utilitas
karena manfaat yang didapatkan bukan dari uang itu secara langsung, melainkan dari
fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang menjadi barang yang lain.
Dampak berubahnya fungsi uang dari sebagai alat tukar dan satuan nilai mejadi komoditi
dapat dirasakan saat ini, yang dikenal dengan teori Bubble Gum Economic.

B. KEBIJAKAN MONETER DALAM PANDANGAN SISTEM EKONOMI ISLAM

1. Pengertian Kebijakan Moneter

Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan


perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar.13[5] Untuk mengatasi krisis
ekonomi yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping harus menata sektor riil, yang
tidak kalah penting adalah meluruskan kembali sejumlah kekeliruan pandangan di seputar
masalah uang. Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia
lain, sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah
uang.
a. Pertama, persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti terikat
dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada dirinya sendiri
sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata uang tertentu
bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut.
b. Kedua, kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja, tapi juga sebagai
komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan (interest)
alias bunga atau riba dari setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.
Persoalan kedua relatif bisa selesai andai saja semua bentuk transaksi yang di
dalamnya terdapat unsur riba dinyatakan dilarang. Lembaga keuangan syariah, termasuk bank
syariah, menjadi satu-satunya anak tunggal yang sah beroperasi di negeri ini menggantikan
bank-bank konvensional. Dengan melarang semua transaksi ribawi, berarti telah
menghilangkan factor utama penyebab labilitas moneter. Sebaliknya, tetap membiarkan
bank-bank konvensional berjalan (sekalipun pada saat yang sama juga beroperasi bank-bank
syariah) sama saja memelihara penyakit yang sewaktu-waktu akan memporak-porandakan
kembali bangunan ubuh ekonomi Indonesia.
Sementara itu, persoalan pertama diatasi dengan cara mengkaji ulang mata uang
kertas yng selama beberapa puluh tahun terakhir diterima begitu saja tanpa reserve (taken for
granted), seolah tidak ada persoalan di dalamnya. Berapa banyak diantara kita yang
menyangka bahwa uang kertas yang setiap hari ada di kantong kita menyimpan sebuah
persoalan begitu mendasar?
Berkenaan dengan mata uang, Islam memiliki pandangan yang khas. Abdul Qodim
Zallum mengatakan bahwa sistem moneter atau keuangan adalah sekumpulan kaidah
pengadaan dan pengaturan keuangan dalam suatu negara14[6]. Yang paling penting dalam
setiap sistem keuangan adalah penentuan satuan dasar keuangan (al-wahdatu al-naqdiyatu
alasasiyah) dimana kepada satuan itu dinisbahkan seluruh nilai-nilai berbagai mata uang lain.
Apabila satuan dasar keuangan itu adalah emas, maka sistem keuangan/moneternya
dinamakan sistem uang emas. Apabila satuan dasarnya perak, dinamakan sistem uang perak.
Bila satuan dasarnya terdiri dari dua satuan mata uang (emas dan perak), dinamakan sistem
dua logam. Dan bila nilai satuan mata uang tidak dihubungkan secara tetap dengan emas atau
perak (baik terbuat dari logam lain seperti tembaga atau dibuat dari kertas), sistem
keuangannya disebut sistem fiat money. Dalam sistem dua logam, harus ditentukan suatu
perbadingan yang sifatnya tetap dalam berat maupun kemurnian antara satuan mata uang
emas dengan perak. Sehingga bisa diukur masing-masing nilai antara satu dengan lainnya,
dan bisa diketahui nilai tukarnya. Misalnya, 1 dinar emas syar'i bertanya 4,25 gram emas dan
1 dirham perak syar'iy beratnya 2,975 gram perak.
Sistem uang dua logam inilah yang diadopsi oleh Rasulullah SAW. Ketika itu kendati
menggunakan sistem uang dua logam, Rasulullah SAW memang tidak mencetak dinar dan
dirham emas sendiri, tapi menggunakan dinar Romawi dan dirham Persia (ini juga
menunjukkan bahwa sistem uang dua logam tidak eksklusif hanya dilakukan oleh ummat
Islam). Demikian seterusnya, sistem dua logam itu diterapkan oleh para khalifah hingga masa
Khalifah Abdul Malik bin Marwan (79H). Baru di masa itulah dicetak dinar dan dirham
khusus dengan corak Islam yang khas. Dengan cara itu, nilai nominal dan nilai intrinsik dari
mata uang dinar dan dirham akan menyatu. Artinya, nilai nominal mata uang yang berlaku
akan dijaga oleh nilai instrinsiknya (nilai uang itu sebagai barang, yaitu emas atau perak itu
sendiri), bukan oleh daya tukar terhadap mata uang lain. Maka, seberapapun misalnya dollar
Amerika naik nilainya, mata uang dinar akan mengikuti senilai dollar menghargai 4,25 gram
emas yang terkandung dalam 1 dinar. Depresiasi (sekalipun semua faktor ekonomi dan non
ekonomi yang memicunya ada) tidak akan terjadi. Sehingga gejolak ekonomi seperti
sekarang ini Insya Allah juga tidak akan terjadi. Penurunan nilai dinar atau dirham memang
masih mungkin terjadi. Yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu,
mengalami penurunan (biasa disebut inflasi emas). Diantaranya akibat ditemukannya emas
dalam jumlah besar. Tapi keadaan ini kecil sekali kemungkinannya, oleh karena penemuan
emas besar-besaran biasanya memerlukan usaha eksplorasi dan eksploitasi yang disamping
memakan investasi besar, juga waktu yang lama. Tapi, andaipun hal ini terjadi, emas temuan
itu akan segera disimpan menjadi cadangan devisa negara, tidak langsung dilempar ke
pasaran. Secara demikian pengaruh penemuan emas terhadap penurunan nilai emas di
pasaran bisa ditekan seminimal mungkin. Disinilah pentingnya ketentuan emas sebagai milik
umum harus dikuasai oleh negara.
Secara syar'i pemanfaatan sistem mata uang dua logam juga selaras dengan sejumlah
perkara dalam Islam yang menyangkut uang. Diantaranya tentang nisab zakat harta yang 20
dinar emas dan 200 dirham perak, larangan menimbun harta (kanzu al-mal, bukan idzkar atau
saving) dimana harta yang dimaksud disitu adalah emas dan perak, sebagaimanan disebut
dalam Surah At Taubah 34. Juga berkaitan dengan ketetapan besarnya diyat dalam perkara
pembunuhan (sebesar 1000 dinar) atau batas minimal pencurian (1/4 dinar) untuk dapat
dijatuhi hukuman potong tangan. Itu semua menunjukkan bahwa standar keuangan (monetary
standard) dalam sistem keuangan Islam adalah uang emas dan perak.
Untuk menuju sistem uang dua logam, Abdul Qodim Zallum menyarankan sejumlah
hal. Diantaranya, menghentikan pencetakan uang kertas dan menggantinya dengan uang dua
logam dan menghilangkan hambatan dalam ekspor dan impor emas15[7]. Pemanfaatan emas
sebagai mata uang tentu akan mendorong eksplorasi dan eksploitasi emas (mungkin secara
besar-besaran) untuk mencukupi kebutuhan transaksi yang semakin meningkat.

2. Instrumen-instrumen Kebijakan Moneter dalam Konvensional dan Syariah.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kebijakan moneter adalah proses
mengatur persediaan uang sebuah Negara. Biasanya otoritas moneter dipegang oleh Bank
Sentral suatu negara. Dengan kata lain, kebijakan moneter merupakan instrumen Bank
Sentral yang sengaja dirancang sedemikian rupa untuk mempengaruhi variable-variabel
finansial seperti suku bunga dan tingkat penawaran uang. Sasaran yang ingin dicapai adalah
memelihara kestabilan nilai uang baik terhadap faktor internal maupun eksternal. Stabilitas
nilai uang mencerminkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan mempengaruhi realisasi
pencapaian tujuan pembangunan suatu negara, seperti pemenuhan kebutuhan dasar,
pemerataan distribusi, perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang optimum
dan stabilitas ekonomi.
Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan
kebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik
secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang
diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari
tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal ini
disebutkan AL Quran dalam QS.Al.Anam:152

.

. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.
Mengenai stabilitas nilai uang juga ditegaskan oleh M. Umar Chapra (Al Quran
Menuju Sistem Moneter yang Adil), kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam
adalah stok uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak
berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas
perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan sosial umum.
Pelaksanaan kebijakan moneter (operasi moneter) yang dilakukan otoritas moneter
sebagai pemegang kendali money supply untuk mencapai tujuan kebijakan moneter
dilakukan dengan menetapkan target yang akan dicapai dan dengan instrumen apa target
tersebut akan dicapai. Instrumen-instrumen pokok dari kebijakan moneter dalam teori
konvensional16[8] antara lain adalah:
a. Kebijakan Pasar terbuka. (Open Market Operation). Kebijakan membeli atau menjual surat
berharga atau obligasi di pasar terbuka. Jika bank sentral ingin menambah suplai uang maka
bank sentral akan membeli obligasi, dan sebaliknya bila akan menurunkan jumlah uang
beredar maka bank sentral akan menjual obligasi.
b. Penentuan Cadangan Wajib Minimum. (Reserve Requirement). Bank sentral umumnya
menentukan angka rasio minimum antara uang tunai (reserve) dengan kewajiban giral bank
(demand deposits), yang biasa disebut minimum legal reserve ratio. Apabila bank sentral
menurunkan angka tersebut maka dengan uang tunai yang sama, bank dapat menciptakan
uang dengan jumlah yang lebih banyak daripada sebelumnya.
c. Penentuan Discount Rate. Bank sentral merupakan sumber dana bagi bank-bank umum atau
komersial dan sebagai sumber dana yang terakhir (the last lender resort). Bank komersial
dapat meminjam dari bank sentral dengan tingkat suku bunga sedikit di bawah tingkat suku
bunga kredit jangka pendek yang berlaku di pasar bebas. Discount rate yang bank sentral
kenakan terhadap pinjaman ke bank komersial mempengaruhi tingkat keuntungan bank
komersial tersebut dan keinginan meminjam dari bank sentral. Ketika discount rate relatif
rendah terhadap tingkat bunga pinjaman, maka bank komersial akan mempunyai
kecendrungan untuk meminjam dari bank sentral.
d. Moral Suasion atau Kebijakan Bank Sentral yang bersifat persuasif berupa
himbauan/bujukan moral kepada bank.
Walaupun pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam pelaksanaannya
secara prinsip, moneter syariah berbeda dengan yang konvensional terutama dalam
pemilihan target dan instrumennya. Perbedaan yang mendasar antara kedua jenis instrumen
tersebut adalah prinsip syariah tidak membolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal
maupun rate return (suku bunga). Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan target
pelaksanaan kebijakan moneter maka secara otomatis pelaksanaan kebijakan moneter
berbasis syariah tidak memungkinkan menetapkan suku bunga sebagai target/sasaran
operasionalnya.
Adapun instrumen moneter syariah adalah hukum syariah. Hampir semua instrumen
moneter pelaksanaan kebijakan moneter konvensional maupun surat berharga yang menjadi
underlying-nya mengandung unsur bunga. Oleh karena itu instrumen-instrumen konvensional
yang mengandung unsur bunga (bank rates, discount rate, open market operation dengan
sekuritas bunga yang ditetapkan didepan) tidak dapat digunakan pada pelaksanaan kebijakan
moneter berbasis Islam. Tetapi sejumlah instrument kebijakan moneter konvensional menurut
sejumlah pakar ekonomi Islam masih dapat digunakan untuk mengontrol uang dan kredit,
seperti Reserve Requirement, overall and selecting credit ceiling, moral suasion and change
in monetary base.
Dalam ekonomi Islam, tidak ada sistem bunga sehingga bank sentral tidak dapat
menerapkan kebijakan discount rate tersebut. Bank Sentral Islam memerlukan instrumen
yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan ekonomi moneter dalam ekonomi Islam.
Dalam hal ini, terdapat beberapa instrumen bebas bunga yang dapat digunakan oleh bank
sentral untuk meningkatkan atau menurunkan uang beredar. Penghapusan sistem bunga, tidak
menghambat untuk mengontrol jumlah uang beredar dalam ekonomi.
Secara mendasar, terdapat beberapa instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi
Islam17[9], antara lain :
a. Reserve Ratio
Adalah suatu presentase tertentu dari simpanan bank yang harus dipegang oleh bank sentral,
misalnya 5 %. Jika bank sentral ingin mengontrol jumlah uang beredar, dapat menaikkan RR
misalnya dari 5 persen menjadi 20 %, yang dampaknya sisa uang yang ada pada komersial
bank menjadi lebih sedikit, begitu sebaliknya.
b. Moral Suassion
Bank sentral dapat membujuk bank-bank untuk meningkatkan permintaan kredit sebagai
tanggung jawab mereka ketika ekonomi berada dalam keadaan depresi. Dampaknya, kredit
dikucurkan maka uang dapat dipompa ke dalam ekonomi.
c. Lending Ratio
Dalam ekonomi Islam, tidak ada istilah Lending (meminjamkan), lending ratio dalam hal ini
berarti Qardhul Hasan (pinjaman kebaikan).
d. Refinance Ratio
Adalah sejumlah proporsi dari pinjaman bebas bunga. Ketika refinance ratio
meningkat, pembiayaan yang diberikan meningkat, dan ketika refinance
ratio turun, bank komersial harus hati-hati karena mereka tidak di dorong untuk memberikan
pinjaman.
e. Profit Sharing Ratio
Ratio bagi keuntungan (profit sharing ratio) harus ditentukan sebelum memulai suatu bisnis.
Bank sentral dapat menggunakan profit sharing ratio sebagai instrumen moneter, dimana
ketika bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar, maka ratio keuntungan untuk
nasabah akan ditingkatkan.
f. Islamic Sukuk
Adalah obligasi pemerintah, di mana ketika terjadi inflasi, pemerintah akan
mengeluarkan sukuk lebih banyak sehingga uang akan mengalir ke bank sentral dan jumlah
uang beredar akan tereduksi. Jadi sukuk memiliki kapasitas untuk menaikkan atau
menurunkan jumlah uang beredar. Government Investment Certificate
Penjualan atau pembelian sertifikat bank sentral dalam kerangka komersial, disebut
sebagai Treasury Bills. Instrumen ini dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan dijual oleh
bank sentral kepada broker dalam jumlah besar, dalam jangka pendek dan berbunga
meskipun kecil. Treasury Bills ini tidak bisa di terima dalam Islam, maka sebagai
penggantinya diterbitkan pemerintah dengan system bebas bunga, yang disebut GIC:
Government Instrument Certificate.
Saat ini terdapat beberapa bank sentral, baik yang menggunakan single banking (bank
Islam saja) maupun dual banking system yang telah menciptakan dan menggunakan
instrumen pengendalian moneter ataupun menggunakan surat berharga dengan underlying
pada transaksi-transaksi syariah. Prinsip transaksi syariah18[10] yang digunakan antara lain
adalah Wadiah, Musyarakah, Mudharabah, Ar-Rahn, maupun Al-Ijarah
a. Prinsip Wadiah
Digunakan di Indonesia berupa Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan Malaysia
berupa Wadiah Interbank Acceptance (WIA).
b. Prinsip Musyarakah
Negara yang menggunakan mekanisme ini adalah Sudan yang dikenal sebagai Government
Musharakah Certificate (GMC) dan Central Bank Musharakah Certificate (CMC).
c. Prinsip Mudharabah
Negara yang menggunakan adalah Republik Iran dikenal dengan National Participation
Paper (NPP), dan Negara Malaysia dengan Mudharabah Money Market Operations
d. Prinsip Al Ijarah
Instrumen pengendalian moneter yang digunakan antara lain
Sukuk Al Ijarah. Negara-negara yang sudah menerbitkan Sukuk dan menggunakannya
sebagai instrumen pengendalian moneter antara lain adalah Malaysia dan Bahrain.

3. Strategi Kebijakan Ekonomi Islam


Dalam sebuah perekonomian Islam, permintaan terhadap uang akan lahir terutama
dari motif transaksi dan tindakan berjaga-jaga yang ditentukan pada umumnya oleh tingkatan
pendapatan uang dan distribusinya. Permintaan terhadap uang karena motif spekulatif pada
dasarnya didorong oleh fluktuasi suku bunga pada perekonomian kapitalis. Suatu penurunan
dalam suku bunga dibarengi dengan harapan tentang kenaikannya akan mendorong individu
dan perusahaan untuk meningkatkan jumlah uang yang dipegang. Karena suku bunga
seringkali berfluktuasi pada perekonomian kapitalis, terjadilah perubahan terus-menerus
dalam jumlah uang yang dipegang oleh publik. Penghapusan bunga dan kewajiban membayar
zakat dengan laju 2,5 persen per tahun tidak saja akan meminimalkan permintaan spekulatif
terhadap uang dan mengurangi efek suku bunga terkunci, tetapi juga akan memberikan
stabilitas yang lebih besar bagi permintaan total terhadap uang. Hal ini lebih jauh akan
diperkuat oleh sejumlah faktor antara lain sebagai berikut19[11] :
a. Aset pembawa bunga tidak akan tersedia dalam sebuah perekonomian Islam, sehingga orang
yang hanya memegang dana likuid menghadapi pilihan apakah tidak mau terlibat dengan
resiko dan tetap memegang uangnya dalam bentuk cash tanpa memperolah keuntungan, atau
turut berbagi resiko dan menginvestasikan uangnya pada aset bagi hasil sehingga
mendapatkan keuntungan.
b. Peluang investasi jangka pendek dan panjang dengan berbagai tingkatan resiko akan tersedia
bagi para investor tanpa memandang apakah mereka adalah pengambil resiko tinggi atau
rendah, sejauh mana resiko yang dapat diperkirakan akan diganti dengan laju keuntungan
yang diharapkan.
c. Barangkali dapat diasumsikan bahwa --kecuali dalam keadaan resesi-- tak akan ada
pemegang dana yang cukup irasional untuk menyimpan sisa uangnya setelah dikurangi oleh
keperluan-keperluan transaksi dan berjaga-jaga selama ia dapat menggunakan sisanya yang
menganggur untuk melakukan investasi pada aset bagi hasil untuk menggantikan paling tidak
sebagian efek erosif zakat dan inflasi, sejauh dimungkinkan dalam sebuah perekonomian
Islam.
d. Laju keuntungan --bebeda dari laju suku bunga-- tidak akan ditentukan di depan. Satu-
satunya yang akan ditentukan di depan adalah rasio bagi hasil, ini tidak akan mengalami
fluktuasi, seperti halnya suku bunga karena ia akan didasarkan pada konvensi ekonomi dan
sosial, dan setiap ada perubahan didalamnya akan terjadi lewat tekanan kekuatan-kekuatan
pasar sesudah terjadi negosiasi yang cukup lama. Jika prospek ekonomi cerah, keuntungan
secara otomatis akan meningkat. Karena itu, tidak ada apa pun yang didapat dengan
menunggu.

4. Kebijakan Moneter Pada Masa Rasulullah.


Seperti yang telah kita ketahui bahwa mata uang yang digunakan bangsa arab, baik
sebelum atau sesudahnya, adalah dinar dan dirham. Kedua mata uang tersebut memiliki nilai
uang yang tetap dan karenanya tidak ada masalah dalam perputaran uang. Walaupun
demikian, dalam perkembangan berikutnya, dirham lebih umum digunakan daripada dinar.
Hal ini sangat berkaitan erat dengan penaklukan tentara Islam terhadap hampir seluruh
wilayah kekaisaran Persia. Sementara itu, tidak semua wilayah kekaisaran Romawi berhasil
dikuasai oleh tentara Islam.
Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW ini, kedua mata uang tersebut
diimpor, dinar dari Romawi dan dirham dari Persia. Besarnya volume dinar dan dirham yang
diimpor dan juga barang-barang komoditas bergantung kepada volume komoditas yang
diekspor ke dua negara tersebut dan wilayah-wilayah lain yang berada dibawah pengaruhnya.
Lazimnya, uang akan diimpor jika permintaan uang (money demand) pada pasar internal
mengalami kenaikan. Dan sebaliknya, komoditas akan diimpor apabila permintaan uang
mengalami penurunan.
Karena tidak adanya pemberlakuan tarif dan bea masuk pada barang impor, uang
diimpor dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi permintaan internal. Pada sisi lain, nilai
emas dan perak pada kepingan dinar dan dirham sama dengan nilai nominal (face value)
uangnya, sehingga keduanya dapat dibuat perhiasan atau ornamen. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pada awal periode Islam, penawaran uang (money suply) terhadap
pendapatan , sangat elastis.
Frekuensi transaksi perdagangan dan jasa, menciptakan permintaan uang. Karena itu
motif utama permintaan terhadap uang pada masa ini adalah permintaan transaksi
(transaction demand). Sementara itu adanya peperangan antara kaum Quraisyi dan kaum
muslimin (sedikitnya terjadi 26 ghozwah dan 32 sariyah yang berarti rata-rata 5 kali perang
dalam setiap tahunnya), telah menimbulkan permintaan uang untuk berjaga-jaga
(precautionary demand) terhadap kebutuhan yang tidak terduga. Akibatnya, permintaan
terhadap uang selama periode ini secara umum bersifat permintaan transaksi dan pencegahan.
Larangan penimbunan, baik uang maupun komoditas, dan talqqi rukhban tidak memberikan
kesempatan kepada penggunaan uang dengan selain kedua motif tersebut.
Ketika penduduk arab banyak yang memeluk agama islam, jumlah populasi kaum
muslimin berkembang dengan pesat. Disamping itu, harta rampasan perang (ghonimah)
dibagikan kepada seluruh kaum muslimin, sehingga standar hidup dan pendapatan mereka
meningkat. Berdasarkan semua ini, Nabi Muhammad SAW, melalui kebijakan khususnya,
meningkatkan kemampuan produksi dan ketenaga kerjaan kaum muslimin
secara terus menerus. Keseluruhan faktor ini meningkatkan permintaan transaksi
terhadap uang dalam perekonomian periode awal islam.
Disamping itu, penawaran uang tetap elastis karena tidak ada hambatan terhadap
impor uang ketika permintaan terhadapnya mengalami kenaikan. Disisi lain, ketika
penawaran akan naik, penawaran berlebih (exces supply) akan diubah secara mudah menjadi
ornament emas atau perak. Akibatnya, tidak ada penawaran atau permintaan berlebih
terhadap mata uang emas dan perak sehinga pasar akan selalu tetap pada keseimbangan
(equilibrium). Oleh karena itu, nilai uang tetap stabil.

DAFTAR PUSTAKA
1. Artikel, Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Syariah, http//www.imz.or.id
2. Sadono Sukirno, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Edisi kedua, Rajawali Pers Desember
1994.
3. Adi Warman Karim, Ekonomi Islam Suatu kajian Ekonomi Makro, IIIT Indonesia, Mei 2002.
4. Quthb Ibrahim Muhammad, Kebijakan-Kebijakan Ekonomi Umar Bin Khattab, Azzam,
Jakarta, 2003.
5. Al-Quran

6. A. Karim, Adiwarman, 2007, Ekonomi Makro Islami, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

7. Chapra, M. Umer, 2000, Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani.


Kajian Pengembangan Instrumen OPT Dalam Rangka Pelaksanaan Pengendalian Moneter
Melalui Perbankan Syariah, Direktorat Pengembangan Moneter Bank Indonesia, 2006

http://dwiajisapto.blogspot.co.id/2013/05/perbandingan-sistem-ekonomi-moneter.html

BAB I

1. Latar Belakang
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi
suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal
berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara
mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah
pengeluaran dan pajak.
Selama ini kita mengenal tiga sistem perekonomian yang berlaku di dunia yaitu sistem kapitalis,
sistem sosialis dan sistem campuran. Salah satu dari tiga sistem tersebut diterapkan di Indonesia
yaitu sistem campuran, dimana sistem campuran adalah sebuah sistem perekonomian dengan
adanya peran pemerintah yang ikut serta menentukan cara-cara mengatasi masalah ekonomi yang
dihadapi masyarakat. Tetapi campur tangan ini tidak sampai menghapuskan sama sekali kegiatan-
kegiatan ekonomi yang dilakukan pihak swasta yang diatur menurut prinsip-prinsip cara penentuan
kegiatan ekonomi yang terdapat dalam perekonomian pasar.
Bentuk-bentuk campur tangan pemerintah antara lain :
1. Membuat peraturan-peraturan, dengan maksud untuk menghindari praktek sehat dalam
perekonomian pasar.
2. Secara langsung ikut serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Ikut serta pemerintah
dilakukan dengan mendirikan perusahaan-perusahaan yang menyediakan barang atau jasa
jasa dalam kehidupan masyarakat. Contoh: Perusahaan Air Minum
Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah merupakan kebijakan didalam bidang perpajakan
(penerimaan) dan pengeluarannya,
Kedua kebijakan ini merupakan wahana utama bagi peran aktif pemerintah dibidang ekonomi. Pada
dasarnya sebagian besar upaya stabilisasi makro ekonomi berfokus pada pengendalian atau
pemotongan anggaran belanja pemerintah dalam rangka mencapai keseimbangan neraca anggaran.
Oleh karena itu, setiap upaya mobilisasi sumber daya untuk membiayai pembangunan publik yang
penting hendaknya tidak hanya difokuskan pada sisi pengeluaran saja, tetapi juga pada sisi
penerimaan pemerintah. Pinjaman dalam dan luar negeri dapat digunakan untuk menutupi
kesenjangan tabungan. Dalam jangka panjang, salah satu potensi pendapatan yang tersedia bagi
pemerintahan untuk membiayai segala usaha pembangunan adalah penggalakan pajak. Selain itu,
sebagai akibat ketiadaan pasar-pasar uang domestik yang terorganisir dan terkontrol dengan baik,
sebagian besar pemerintahan Negara- Negara Dunia Ketiga memang harus mengandalkan langkah-
langkah fiskal dalam rangka mengupayakan stabilisasi perekonomian nasional dan memobilisasikan
sumber-sumber daya ( keuangan) domestic.
Dari berbagai sistem ekonomi yang ada, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki,
sistem ekonomi Islam dianggap sebagai smart solution dari berbagai sistem ekonomi yang ada
karena secara etimologi maupun secara empiris, terbukti sistem ekonomi Islam menjadi sistem
ekonomi yang mampu memberikan kemakmuran dan kesejahteraan yang nyata dalam
penerapannya pada saat zaman Rasullah Muhammad SAW dan pada masa Khalifah Islamiyah karena
sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berdasarkan pada nilai keadilan dan kejujuran
yang merupakan refleksi dari hubungan vertikal antara manusia dengan Allah SWT.

2. Rumusan Masalah
1. Apa tujuan kebijakan fiskal terhadap sistem ekonomi ?
a).sistem ekonomi islam
b).sistem ekonomi kapitalis
2. Apa fungsi dan bentuk-bentuk dari kebijakan fiskal terhadap system ekonomi ?

3. TUJUAN
1) Untuk mengetahui apa tujuan kebijakan fiskal terhadap system ekonomi baik islam maupun
kapitalis
2). Untuk mengetahui apa fungsi dan bentuk-bentuk dari kebijakan fiskal terhadap system ekonomi

KEBIJAKAN FISKAL DALAM SISTEM EKONOMI

I. LANDASAN TEORI
Beberapa pandangan kebijakan fiskal menurut pandangan ahli ;
Kebijakan Fiskal adalah langkah-langkah pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam
sistem pajak atau dalam perbelanjaannya dengan maksud untuk mengatasi masalah-masalah
ekonomi yang dihadapi.( Sadono Sukirno, 2003)
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah uantuk mengelolah/
mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau yang diinginkan dengan cara
mengubah- ubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. ( Prathama Rahardja Mandala
Manurung, pengantar ilmu ekonomi )
Sedangkan dalam ekonomi islam, kebijakan fiskal merupakan salah satu perangkat untuk
mencapai tujuan syariah yang di jelaskan oleh Imam Al-Ghazali, termasuk meningkatkan
kesejahteraan dengan tetap menjaga keimanan, kehidupan, intelektualitas, kekayaan, dan
kepemilikan. Jadi, bukan hanya untuk mencapai keberlangsungan (pembagian) ekonomi untuk
masyarakat yang paling besar jumlahnya, tapi juga membantu meningkatkan spiritual dan
menyebarkan pesan dan ajaran islam seluas mungkin.
kebijakan memiliki dua prioritas, yang pertama adalah mengatasi defisit anggaran
pendapatan dan belanja Negara (APBN) dan masalah-masalah APBN lainnya. Defisit APBN terjadi
apabila penerimaan pemerintah lebih kecil dari pengeluarannya. Dan yang kedua adalah mengatasi
stabilitas ekonomi makro, yang terkait dengan antara lain ; pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi,
kesempatan kerja dan neraca pembayaran. ( Tulus TH Tambunan , 2006 )

Sedangkaan, kebijakan fiskal terdiri dari perubahan pengeluaran pemerintah atau perpajakkan
dengan tujuan untuk mempengaruhi besar serta susunan permintaan agregat. Indicator yang biasa
dipakai adalah budget defisit yakni selisih antara pengeluaran pemerintah (dan juga pembayaran
transfer) dengan penerimaan terutama dari pajak. ( Norpin, Ph. D. 1987 )

Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu
negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.
Berdasarkan dari beberapa teori dan pendapat yang dijelaskan diatas dapat kita simpulkan bahwa
kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan
keuangan negara untuk mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik yang terbatas pada
sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN.
BAB II
PEMBAHASAN
A.TUJUAN KEBIJAKAN FISKAL
1). DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM
Tujuan kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam berbeda dari ekonomi konvensional, namun ada
kesamaan yaitu dari segi sama-sama menganalisis dan membuat kebijakan ekonomi. Tujuan dari
semua aktivitas ekonomi bagi semua manusia adalah untuk memaksimumkan kesejahteraan
hidup manusia, dan kebijakan publik adalah suatu alat untuk mencapai tujuan tersebut.

Pada sistem konvensional, konsep kesejahteraan hidup adalah untuk mendapatkan


keuntungan maksimum bagi individu di dunia ini. Namun dalam Islam, konsep kesejahteraannya
sangat luas, meliputi kehidupan di dunia dan di akhirat serta peningkatan spiritual lebih ditekankan
daripada pemilikan material.
Jadi tujuan kebijakan fiskal dalam ekonomi islam adalah untuk menganalisis dan membuat kebijakan
ekonomi untuk memaksimumkan kesejahteraan hidup manusia mencakup baik di dunia dan akhirat.
Ada beberapa hal penting dalam ekonomi islam yang berimplikasi bagi penentuan kebijakan fiskal
adalah sebagai berikut:
a) Mengabaikan keadaan ekonomi dalam ekonomi islam, pemerintah muslim harus menjamin
bahwa zakat dikumpulkan dari orang-orang muslim yang memiliki harta melebihi nisab dan yang
digunakan untuk maksud yang dikhususkan dalam kitab suci Al-Quran.
b) Tingkat bunga tidak berperan dalam system ekonomi islam.
c) Ketika semua pinjaman dalam islam adalah bebas bunga, pengeluaran pemerintah akan dibiayai
dari pengumpulan pajak atau dari bagi hasil.
d) Ekonomi islam diupayakan untuk membantu ekonomi masyarakat muslim terbelakang dan
menyebarkan pesan-pesan ajaran islam.
e) Negara islam adalah Negara yang sejahtera, kesejahteraan meliputi aspek material dan spiritual.
f) Pada saat perang, islam berharap orang-orang itu memberikan tidak hanya kehidupannya, tapi
juga hartanya untuk menjaga agama.
g) Hak perpajakan dalam islam tidak tak terbatas.

Instrumen kebijakan Fiskal


Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang diambil pemerintah untuk membelanjakan pendapatanya
dalam merealisasikan tujuan-tujuan ekonomi. Dan kebijakan fiskal ini tersebut memiliki dua
instrumen, pertama: kebijakan pendapatan, kedua: kebijakan belanja.
1. Kebijakan Pendapatan
a) Kebijakan Fiskal Pada masa Nabi Muhammad SAW. Rasulullah menanamkan prinsip saling
membantu terhadap kebutuhan saudaranya selama memimpin di mekah. Setelah Rasulullah
dimadinah, dalam waktu yang singkat Madinah mengalami pertumbuhan yang cepat. Dengan
menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan dan organisasi, membangun intitusi-intitusi,
mengarahkan urusan luar negeri, membimbing para sahabatnya dalam memimpin dan pada
akhirnya melepaskan jabatanya secara penuh. Sebagai kepala Negara yang baru terbentuk, ada
beberapa hal yang segera mendapat perhatian beliau, seperti (1) membangun masjid utama sebagai
tempat untuk mengadakan forum bagi para pengikutnya; (2) merehabilitasi Muhajirin Mekkah di
Madinah; (3) menciptakan kedamaian dalam Negara; (4) mengeluarkan hak dan kewajiban bagi
warga negaranya; (5) membuat konstitusi Negara; (6) menyusun system pertahanan madinah; (7)
meletakan dasar-dasar sistem keuangan Negara. Bersamaan dengan persyariatan zakat, pemasukan
lainpun mulai terlembagakan, mulai dari ghonimah perang Badar, kemudian perang-perang
berikutnya. Pemasukan lainya yang dilembagakan adalah jizyah, dalam satu riwayat disebutkan
terkumpul sebanyak dua ribu hullah.
Rasulullahpun mengkhususkan area untuk kemaslahatan umum, seperti tempat penggembalaan
kuda-kuda perang, bahkan mementukan beberapa orang petugas untuk menjaga harta kekayaan
negara seperti kekayaan hasil bumi khaibar yang dipercayakan kepada Abdullah bin Rawahah,
sedangkan tugas penjagaan baitul maal dan pendistribusiaanya di amanahkan kepada Abi Rafi dan
bilal, sementara ternak
pembayaran zakat diamanahkan kepada salah seorang dari Bani Giffar.
(b) Kebijakan Fiskal Pada masa Khulafaur Rasyidin
Seiring dengan perluasan kekusaan pemerintahan islam, maka pemasukan Ghonimah, fai,
dan pemasukan lainnya semakin meningkat. Kemudian penetapan pos pemasukan kharaj terhadap
tanah iraq dengan bersandar pada apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap Khaibar, dan
atas keputusan ijma sahabat. Hal tersebut terjadi pada masa pemerintahan umar bin khatab. Untuk
pertama kalinya pemasukan zakat ditransfer ke pemerintahan pusat, hal tersebut terjadi ketika
Muadz Bin Jabal mengirim sepertiga hasil zakat dearah Yaman ke Madinah dan Umar menolaknya.
Ditahun berikutnya Muadz mengirim setengah hasil zakat Yaman. Dan kembali Umar menolaknya
sehingga pada tahun berikutnya Muadz mengirim seluruh hasil zakat dan berkata kepada Umar,
bahwa di Yaman sudah tidak ada lagi Mustahiq zakat, kemudian Umarpun menerima hal tersebut
dan selanjutnya Umar mensuplai hasil surplus zakat suatu dearah ke daerah yang mengalami defisit.
Sumber lainnya yang ditetapkan pada zaman Umar adalah al usyur dari perdagangan import yang
di kelola oleh kaum kafir Harbi (orang non- Muslim yang tinggal di negara yang memerangi Islam).
2. Kebijakan Belanja
Kaidah-kaidah umum yang didasarkan dari Al-Quran dan Assunnah dalam memandu kebijakan
belanja pemerintah. Kaidah-kaidah tersebut, antara lain sebagai berikut:
1. Timbangan kebijakan pengeluaran atau belanja pemerintah harus senantiasa mengikuti kaidah
maslahah.
2. Menghindari Masyaqqah kesulitan dan madhorot harus didahulukan ketimbang melakukan
pembenahan.
3. Madhorot individu dapat dijadikan alasan demi menghindari madhorot dalam skala umum.
4. Pengorbanan individu dapat dikorbankan demi menghindarkan kerugian dan pengorbanan
dalam skala umum
5. Kaidah Algiurmu bil gunmi yaitu kaidah yang menyatakan bahwa yang mendapatkan manfaat
harus siap menanggung beban.
6. Kaidah ma la yatimmu Al waajibu illa bihifahua wajib yaitu kaidah yang menyatakan bahwa
sesuatu hal yang wajib ditegakan, tanpa ditunjang oleh faktor penunjang lainnya tidak dapat
dibangun, maka mengambil faktor penunjang tersebut menjadi wajib hukumnya.
Dan adapun tujuan pembelanjaan pemerintah dalam islam adalah sebagai berikut:
1. Pengeluaran demi memenuhi kebutuhan hajat masyarakat.
2. Pengeluaran sebagai alat Redistribusi kekayaan.
3. Pengeluaran yang mengarah pada semakin bertambahnya permintaan efektif.
4. Pengeluaran yang berkaitan dengan investasi dan produksi.
5. Pengeluaran yang bertujuan menekan tingkat inflasi dengan kebijakan intervensi pasar.
Secara lebih rinci Pembelanjaan Negara harus didasarkan pada hal-hal berikut ini:
1. Kebijakan belanja rutin harus sesuai dengan asas maslahat umum, tidak boleh dikaitkan dengan
kemaslahatan seseorang atau kelompok masyarakat tertentu, apalagi kemaslahatan pejabat
pemerintah.
2. Kaidah atau prinsip efisiensi dalam belanja rutin, yaitu mendapatkan sebanyak mungkin manfaat
dengan biaya yang semurah-murahnya, dengan sendirinya jauh dari sifat mubazir dan kikir
disamping alokasinya pada sektor-sektor yang tidak bertentangan dengan syariah.
3. Kaidah yang tidak berpihak pada kelompok kaya dalam pembelanjaan, walaupun dibolehkan
berpihak pada kelompok miskin.
4. Kaidah atau prinsip komitmen dengan aturan syariah, maka alokasi belanja Negara hanya boleh
pada hal-hal yang mubah, dan menjauhi yang haram.
5. Kaidah atau prinsip komitmen dengan skala prioritas syariah, dimulai dari yang wajib, sunnah
dan mubah, atau dhoruroh, hajiyyat dan
kamaliyyah.(ekonomsyariah.wordpress.com/2011/12/09/pengertian-kebijakan-fiskal)
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat
dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada
ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri
akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli
masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.

Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :


1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari
pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan
jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada
pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi
yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan
pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta
meningkatkan disiplin.

Prinsip pokok kebijakan ekonomi Islam dalam al-Quran


Allah Swt. adalah penguasa tertinggi sekaligus pemilik absolut seluruh alam semesta
Manusia hanyalah khalifah Allah di muka bumi, bukan pemilik yang sebenarnya
Semua yang dimiliki dan didapatkan manusia adalah atas rahmat Allah. Oleh karena itu, manusia
yang kurang beruntung mempunyai hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki saudaranya
Kekayaan harus berputar dan tidak boleh ditimbun
Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya, termasuk riba harus dihilangkan
Menerapkan sistem warisan sebagai media redistribusi kekayaan yang dapat mengeleminasi
berbagai konflik individu
Menetapkan berbagai bentuk sedekahwajib/sunahterhadap individu yang memiliki harta
kekayaan yang banyak untuk membantu mereka yang tidak mampu.(sejarah pemikiran ekonomi
islam,adiwarman karim).

B. DALAM SISTEM EKONOMI KAPITALIS


Dalam system ekonomi kapitalis tujuan kebijakan fiskal jelas berbeda dengan system ekonomi
islam,karna pada system ekonomi kapitaliss yang diutamakan hanya urusan selama hidup di dunia
semata tanpa menyangkut nantinya bagaimana kehidupan diakhirat slanjutnya.
Kebijakan fiskal dalam ekonomi kapitalis bertujuan untuk
(1) pengalokasian sumber daya secara efisien;
(2) pencapaian stabilitas ekonomi;
(3) mendorong pertumbuhan ekonomi; dan
(4) pencapaian distribusi pendapatan yang sesuai.

Semakin jelas diatas bahwa tujuan kebijakan fiskal terhadap system ekonomi kapitalis lebih kepada
material tanpa mengutamakan aspek spiritualnya.

Adapun kebijakan fiskal sebagai sarana menggalakan pembangunan ekonomi bermaksud


mencapai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan laju investasi.
Kebijakan fiskal bertujuan meningkatkan dan memacu laju investasi disektor swasta dan sektor
Negara. Selain itu, kebijakan fiskal juga dapat dipergunakan untuk mendorong dan menghambat
bentuk investasi tertuntu. Dalam rangka itu pemerintah harus menerapkan kebijaan investasi
berencana di sektor public, namun pada kenyataannya dibeberapa Negara berkembang dan
tertinggal terjadi suatu problem yaitu dimana langkanya tabungan sukarela, tingkat konsumsi yang
tinggi dan terjadi investasi dijalur yang tidak produktif dari masyarakat dinegara tersbut. Hal ini
disebabkan tidak tersedianya modal asing yang cukup, baik swasta maupun pemerintha. Oleh karena
itu kebijakan fiskal memberikan solusi yaitu kebijakan fiskal dapat meningkatkan rasio tabungan
inkremental yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan, memacu, mendorong dan menghambat
laju investasi. Menurut Dr. R. N. Tripathy terdapaat 6 metode yang diterapkan oleh pemerintah
dalam rangka menaikkan rasio tabungan incremental bagi mobilisasi volume keuangan
pembangunan yang diperlukan diantaranya :
a. control fisik langsung
b. peningkatan tariff pajak yang ada
c. penerapan pajak baru,
d. surplus dari perusahaan Negara
e. pinjaman pemerintah yang tidak bersifat inflationer dan
f. keuangan deficit.

2. Untuk mendorong investasi optimal secara sosial.


Kebijakan fiskal bertujuan untuk mendorong investasi optimal secara sosial, dikarenakan investasi
jenis ini memerlukan dana yang besar dan cepat yang menjadi tangunggan Negara secara serentak
berupaya memacu laju pembentukkan modal. Nantinya invesati optimal secara sosial bermanfaat
dalam pembentukkan pasar yang lebih luas, peningkatan produktivitas dan pengurangan biaya
produksi.

3. Untuk meningkatkan kesempatan kerja.


Untuk merealisasikan tujuan ini, kebijakan fiskal berperan dalam hal pengelolan pengeluaran seperti
dengan membentuk anggaran belanja untuk mendirikan perusahaan Negara dan mendorong
perusahaan swasta melalui pemberian subsidi, keringanan dan lain-lainnya sehingga dari
pengupayaan langkah ini tercipta tambahan lapangan pekerjaan. Namun, langkah ini harus juga
diiringi dengan pelaksanaan program pengendalian jumlah penduduk.
4. Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidak stabilan internasional
Kebijaksanaan fiskal memegang peranan kunci dalam mempertahankan stabilitas ekonomi
menghadapi kekuatan-kekuatan internal dan eksternal. Dalam rangka mengurangi dampak
internasional fluktuasi siklis pada masa boom, harus diterapkan pajak ekspor dan impor. Pajak
ekspor dapat menyedot rejeki nomplok yang timbul dari kenaikkan harga pasar. Sedangkan bea
impor yang tinggi pada impor barang konsumsi dan barang mewah juga perlu untuk menghambat
penggunaan daya beli tambahan.

5. Untuk menanggulangi inflasi


Kebijakan fiskal bertujuan untuk menanggulangi inflasi salah satunya adalah dengan cara penetapan
pajak langsung progresif yang dilengkapi dengan pajak komoditi, karena pajak seperti ini cendrung
menyedot sebagian besar tambahan pendapatan uang yang tercipta dalam proses inflasi.

6. Untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional


Kebijakan fiskal yang bertujuan untuk mendistribusikan pendapatan nasional terdiri dari upaya
meningkatkan pendapatan nyata masyarakat dan mengurangi tingkat pendapatan yang lebih tinggi,
upaya ini dapat tercipta apabila adanya investasi dari pemerintah seperti pelancaran program
pembangunan regional yang berimbang pada berbagai sektor perekonomian

C. FUNGSI KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP SISTEM EKONOMI


Fungsi Utama Kebijakan Fiskal
1. Fungsi Alokasi, yaitu untuk mengalokasikan faktor-faktor produksi yang tersedia dalam
masyarakat sedemikian rupa sehingga kebutuhan masyarakat berupa Public goods seperti jalan,
jembatan, pendidikan dan tempat ibadah dapat terpenuhi secara layak dan dapat dinikmati oleh
seluruhn masyarakat.
2. Fungsi Distribusi, yaitu fungsi yang mempunyai tujuan agar pembagian pendapatan nasional
dapat lebih merata untuk semua kalangan dan tingkat kehidupan.
3. Fungsi Stabilisasi, agar terpeliharanya keseimbangan ekonomi terutama berupa kesempatan
kerja yang tinggi, tingkat harga-harga umum yang relatif stabil dan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang memadai. ( Soediyono,R,1992,h.89 )
C. BENTUK-BENTUK DARI KEBIJAKAN FISKAL
. Bentuk Bentuk Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal umumnya dibagi atas tiga kategori, yaitu:
1. Kebijakan yang menyangkut pembelian pemerintah atas barang dan jasa.
Pembelian pemerintah atau belanja negara merupakan unsur di dalam pendapatan nasional yang
dilambangkan dengan huruf G. Pembelian atas barang dan jasa pemerintah ini mencakup
pemerintah daerah, dan pusat. Belanja pemerintah ini meliputi pembangunan untuk jalan raya, jalan
tol, bangunan sekolah, gedung pemerintahan, peralatan kemiliteran, dan gaji guru sekolah.
2. Kebijakan yang menyangkut perpajakan
Pajak merupakan pendapatan yang paling besar di samping pendapatan yang berasal dari migas.
Baik perusahaan maupun rumah tangga mempunyai kewajiban melakukan pembayaran pajak atas
beberapa bahkan seluruh kegiatan yang dilakukan. Pajak yang dibayarkan digunakan semata-mata
untuk pembangunan negara tersebut. Kebijakan pemerintah atas perpajakan mengalami
pembaharuan dari waktu ke waktu, hal ini disebut tax reform (pembaharuan pajak). Tax reform yang
dilakukan pemerintah mengikuti adanya perubahan di dalam masyarakat, seperti meningkatnya
pendapatan.
3. Kebijakan yang menyangkut pembayaran transfer.
Pembayaran transfer meliputi kompensasi pengangguran, tunjangan keamanan sosial, dan
tunjangan pensiun. Jika dilihat pembayaran transfer merupakan bagian belanja pemerintah tetapi
sebenarnya pembayaran tansfer tidak masuk dalam komponen G di dalam perhitungan pendapatan
nasional. Alasannya yaitu karena transfer bukan merupakan pembelian sesuatu barang yang baru
diproduksi dan pembayaran tersebut bukan karena jual beli barang dan jasa. Pembayaran transfer
mempengaruhi pendapatan rumah tangga, namun tidak mencerminkan produksi perekonomian.
Karena PDB dimaksudkan untuk mengukur pendapatan dari produksi barang dan jasa serta
pengeluaran atas produksi barang dan jasa, pembayaran transfer tidak dihitung sebagai bagian dari
belanja pemerintah.
Salah satu gagasan utama Keynes pada tahun 1930-an adalah kebijakan fiskal dapat dan
hendaknya digunakan untuk menstabilkan tingkat keluaran dan peluang kerja. Secara spesifik
menurut Keynes, terdapat dua hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam kebijakan fiskal
yaitu:
1). Kebijakan fiskal ekspansioner yaitu memotong pajak dan/atau menaikkan pengeluaran untuk
mengeluarkan perekonomian dari penurunan.
2). Kebijakan fiskal kontraksioner yaitu menaikkan pajak dan/atau memangkas pengeluaran untuk
mengeluarkan perekonomian dari inflasi.
Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika
pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat
meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli
masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan fiskal mempunyai pengaruh baik jangka panjang maupun jangka pendek. Kebijakan fiskal
mempengaruhi tabungan, investasi, dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang , sedangkan
dalam jangka pendek mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat barang dan jasa.
BAB III
KESIMPULAN
Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang yang merujuk pada kebijakan pemerintah melalui
pengeluaran dan pendapatan.kebijakan fiskal berbda dengan kebijakan moneter,instrument utama
kebijakan fiskal adalah menstabilkan pengeluaran dan pendapatan ekonomi suatu Negara.
Kebijakan fiskal mempunyai tujuan terhadap sistem ekonomi biaik ekonomi islam ataupun ekonomi
kapitalius kebijaka fiskal mempunyai tujuan yang amat sangat berbeda begitu pula
definisinya.namun definisi dan tujuan kebijakan fiskal dari sistem ekonomi islam lebih luas definisi
dan tujuanya dibandingkan dengan ekonomi kapitalis yang hanya mengutamaka aspek material saja
tanpa menyangkut aspeik spiritualnya.sangat berbeda dengan ekonomi islam yang menyangkut
semua aspek kehidupan dari mulai sebelum kita lahir sampai kehidupan kita setelah kita hidup
semua dibshas dalam sistem ekonomi islam.
Selain tujuan kebijakan fiskal juga mempunyai fungsi dan bentuk-bentuk dalam sistem ekonomi.
Fungsi tersebut meliputi fungsi alokasi , distribusi dan stabilisasi.sedangkan bentuk bentuknya
secara umum dibagi menjadi tiga.

http://nuzaimatuz-s.blogspot.co.id/2013/06/kebijakan-fiskal-dalam-sistem-ekonomi.html

Anda mungkin juga menyukai