Anda di halaman 1dari 11

Thalasemia Alfa

Elike Oktorindah Pamilangan


102013412
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen KridaWacana
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
Email: elikeoktorindah@gmail.com

Pendahuluan
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk ke dalam
kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin
akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Mutasi gen globin ini dapat menimbulkan dua
perubahan rantai globin uakni perubahan struktur rangkaian asam amino (amino acid sequence)
rantai globin tertentu, disebut hemoglobinopati structural, aau perubahan kecepatan sintesis (rate
of synthesis) atau kemampuan produksi rantai globin tertentu, disebut thalasemia.
Hemoglobinopati yang ditemukan secara klinis, baik pada anak-anak atau orang dewasa,
disebabkan oleh mutasi gen globin atau .1

Skenario 3
Seorang ibu hamil, 29 tahun, G3P1A1, gestasi 29 minggu + 4 hari, dengan janin tunggal
hidup, ditemukan kelainan pada USG: Hydrops Fetalis. Keadaan umum ibu baik, sedikit anemis.
Riwayat kehamilan sebagai berikut: Kehamilan pertama berlangsung dengan baik, anak pertama
berusia 4 tahun, perempuan, sehat. Kehamilan kedua mengalami IUFD pada usia kehamilan 24
minggu dengan Hydrops Fetalis. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan Hb 8g/dl, hipokrom,
mikrositer. Tidak didapatkan defisiensi zat besi (Serum Iron dan TIBC normal). Kadar retikulosit
tinggi. Lain-lain normal.

Anamnesis
Pada anamnesis, selain data-data pribadi seperti jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan
keluhan utama, perlu ditanyakan riwayat penyakit dulu dan sekarang. Riwayat penyakit dulu
meliputi pertanyaan yang menanyakan apakah pasien dulu pernah mengalami penyakit-penyakit
tertentu yang memungkinkan adanya hubungan dengan penyakit yang dialami sekarang.
Sedangkan riwayat penyakit sekarang biasanya merupakan cerita yang kronologis, terinci, dan
jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang
berobat. Kemudian ditanyakan riwayat pengobatan, apakah sudah pernah berobat atau atau apakah
sedang menggunakan obat-obatan tertentu. 2
Riwayat penderita dan riwayat keluarga dalam tiga generasi sangat penting dalam
mendiagnosis thalasemia, karena pada populasi dengan ras dan etnik tertentu terdapat frekuensi
yang tinggi jenis gen abnormal thalasemia yang spesifik. Perlu ditanyakan juga riwayat persalinan
jika pasien sudah menikah.1
Perlu ditanyakan pula apakah ada keluhan anemia seperti pucat, nafsu makan berkurang,
lemah, lesu, pusing, berdebar-debar, apakah penderita mudah mengalami infeksi atau infeksi
berulang, apakah terjadi penurunan mendadak kadar Hb, dan apakah ada perut yang membesar
akibat hepatosplenomegali.
Berdasarkan hasil anamnesis, pada kasus ditemukan :
1. Pasien ibu hamil, 29 tahun, G3P1A1, gestasi 29 minggu + 4 hari, dengan janin tunggal
hidup, ditemukan kelainan pada USG: Hydrops Fetalis.
2. Kehamilan pertama berlangsung dengan baik, anak pertama berusia 4 tahun, perempuan,
sehat.
3. Kehamilan kedua mengalami IUFD pada usia kehamilan 24 minggu dengan Hydrops
Fetalis.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah keadaan umum dan tanda-tanda vital seperti suhu,
nadi, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan. Selain itu pemeriksaan fisik yang mengarahkan ke
diagnosis thalasemia bila dijumpai gejala dan tanda pucat yang menunjukkan anemia, ikterus yang
menunjukkan hemolitik, splenomegali yang menunjukkan adanya penumpukan (pooling) sel
abnormal, dan deformitas skeletal, terutama pada thalasemia beta.1,3

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap,
elektroforesis hemoglobin, tes rantai globin dan analisa DNA.
Berdasarkan hasil pemeriksaan darah lengkap, didapatkan: Hb 8g/dl, hipokrom, mikrositer.
Tidak didapatkan defisiensi zat besi (Serum Iron dan TIBC normal). Kadar retikulosit tinggi. Pada
HbH disease, eritrosit mikrositik dengan poikilositosis ringan sampai dengan menengah. Pada
thalasemia-0 heterozigot terdapat mikrositik dan hipokrom ringan, tetapi kurang poikilositosis.
Untuk menunjukkan simpanan besi berkurang atau tidak, maka dilakukan pemeriksaan feritin
serum. Dilakukan pula pemeriksaan bilirubin total, bilirubin dirak dan bilirubin indirek untuk
membantu menegakkan diagnosa.1,4
Meskipun elektroforesis hb kurang sensitive untuk mendiagnosis thalasemia alfa, namun
elektroforesis hb dapat membantu menghitung jumlah dan mengidentifikasi tipe hemoglobin yang
tidak normal. Elektroforesis hemoglobin pada selulosa asetat atau elektroforesis gel kanji pada pH
basa merupakan uji laboratorium paling mudah untuk membuktikan adanya hemoglobin abnormal.
Pada thalasemia alfa, penurunan sintesis rantai alfa menyebabkan rantai beta menjadi berlebihan.
Rantai-rantai beta ini dapat membentuk tetramer yang mudah dibuktikan dengan pemeriksaan
elektroforesis hemoglobin.4
Tes rantai globin dan analisis DNA dilakukan untuk mengidentifikasi genotip spesifik. Uji
ini dapat dilakukan untuk tujuan penelitian, untuk membedakan thalasemia alfa carrier dari
thalasemia lainnya, untuk mengidentifikasi gen pembawa sifat tersembunyi, atau melihat pola
pewarisan keluarga dengan gen yang banyak. Harus ditentukan apakah keuntungan uji lengkap ini
melebihi biayanya.1
Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang, ditemukan:
1. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan Hb 8g/dl, hipokrom, mikrositer. Tidak
didapatkan defisiensi zat besi (Serum Iron dan TIBC normal). Kadar retikulosit tinggi.
Lain-lain normal.

Diagnosis Kerja
Dari hasil anamsesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang serta menyesuaikan
dengan gejala-gejala yang ada, maka pasien diduga menderita thalasemia alfa minor.
Penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi satu atau lebih rantai globin
atau , ataupun rantai globin yang lainnya, dapat menimbulkan defisiensi produksi sebagian atau
menyeluruh rantai globin tersebut. Akibatnya, terjadi talasemia yang jenisnya sesuai dengan rantai
globin yang terganggu produksinya. Dua tipe paling umum talasemia yaitu talasemia , terjadi
akibat berkurangnya atau tidak di produksi sama sekali rantai globin dan talasemia terjadi
akibat berkurangnya atau tidak di produksi sama sekali rantai globin .1

Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk kasus thalasemia alfa minor adalah inkompatibilitas rhesus,
defisiensi G6PD, dan sickle cell anemia.
Inkompatibilitas Rh adalah suatu kondisi yang terjadi ketika seorang wanita hamil
memiliki darah Rh-negatif dan bayi dalam rahimnya memiliki darah Rh-positif. Selama
kehamilan, sel darah merah dari bayi yang belum lahir dapat menyeberang ke aliran darah ibu
melalui plasenta. Jika ibu memiliki Rh-negatif, sistem kekebalan tubuhnya memperlakukan sel-
sel Rh-positif janin seolah-olah mereka adalah substansi asing dan membuat antibodi terhadap sel-
sel darah janin. Antibodi anti-Rh ini dapat menyeberang kembali melalui plasenta ke bayi yang
sedang berkembang dan menghancurkan sel-sel darah merah bayi. Sel-sel darah merah yang
dipecah menghasilkan bilirubin. Hal ini menyebabkan bayi menjadi kuning (ikterus). Selain itu
bayi bisa juga mengalami anemia dan hipotonia. Tingkat bilirubin dalam aliran darah bayi bisa
berkisar dari ringan sampai sangat tinggi. Karena butuh waktu bagi ibu untuk mengembangkan
antibodi, maka bayi pertama jarang mengalami kondisi ini, kecuali ibu mengalami keguguran di
masa lalu atau aborsi yang membuat peka sistem kekebalan tubuhnya. Namun, semua anak-
anaknya telah setelah itu yang memiliki Rh-positif dapat terpengaruh.5,6
Defisiensi G6PD merupakan penyakit dengan gangguan herediter pada aktivitas eritrosit
(sel darah merah), di mana terdapat kekurangan enzim glukosa-6-fosfat-dehidrogenase (G6PD).
Enzim G6PD ini berperan pada perlindungan eritrosit dari reaksi oksidatif. Karena kurangnya
enzim ini, eritrosit jadi lebih mudah mengalami penghancuran (hemolisis). Terjadinya hemolisis
ditandai dengan demam yang disertai jaundice (kuning) dan pucat di seluruh tubuh dan mukosa.
Urin juga berubah warna menjadi jingga-kecoklatan; ditemukan tanda syok (nadi cepat dan lemah,
frekuensi pernapasan meningkat), dan tanda kelelahan umum.7
Penyakit sel sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai
dengan adanya sel darah merah yang berbentuk sabit. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat
melewati pembuluh darah, sehingga bisa menyebabkan terjadinya anemia berat, sumbatan aliran
darah, kerusakan organ, dan mungkin kematian. Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki
hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang abnormal (hemoglobin S), sehingga mengurangi
jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Kondisi ini
disebabkan oleh adanya mutasi pada gen yang berperan dalam pembentukan hemoglobin. Gen
yang abnormal ini bersifat diturunkan dalam keluarga. Tanda dan gejala anemia sel sabit biasanya
muncul setelah seseorang berusia 4 bulan, antara lain berupa anemia, episode nyeri berulang,
pembengkakan pada tangan dan kaki, sering mengalami infeksi, terhambatnya pertumbuhan pada
bayi dan anak, gangguan penglihatan.7,8

Etiologi
Penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi satu atau lebih rantai globin atau
, ataupun rantai globin lainnya, dapat menimbulkan defisiensi produksi sebagian (parsial) atau
menyeluruh (komplit) rantai globin tersebut. Akibatnya, terjadi thalasemia yang jenisnya sesuai
dengan rantai globin yang terganggu produksinya. Thalasemia alfa terjadi akibat berkurangnya
(defisiensi parsial seperti thalasemia-+) atau tidak diproduksi sama sekali (defisiensi total seperti
thalasemia-0) produksi rantai globin-.1

Epidemiologi
Thalasemia 0 ditemukan terutama di Asia tenggara dan kepulauan Mediterania,
thalasemia + tersebar di Afrika, Mediterania, Timur Tengah, India dan Asia tenggara. Angka
kariernya mencapai 40-80%. Secara luas epidemiologi thalasemia alfa terentang dari Afrika ke
Mediteranian, Timur Tengah, Asia Timur dan tenggara Hb Barts hydrops syndrome dan HbH
disease sebagian besar terbatas di populasi Asia tenggara dan Mediteranian.1,9

Genotip dan Fenotip Sindrom Thalasemia Alfa


Thalasemia alfa dikelompokkan ke dalam empat bentuk genotip klasik dengan fenotip yang
berbeda, seperti berikut1 :
1. Thalasemia-2- trait (- / )
Pada penderita hanya dijumpai delesi satu rantai (-), yang diwarisi dari salah satu orang
tuanya. Sedangkan rantai- lainnya yang lengkap (), diwarisi dari pasangan orang tuanya
dengan rantai- normal. Penderita kelainan ini merupakan pembawa sifat yang fenotipnya
tidak memberikan gejala dan tanda (an asymptomatic, silent carrier state). Kelainan ini
ditemukan pada 15-20% populasi keturunan Afrika.
2. Thalasemia-1- trait (- / - atau / - -)
Pada penderita ditemukan delesi dua loki. Delesi ini dapat berbentuk thalasemia-2a-
homozigot (- / -) dan thalasemia-1a- heterozigot ( / - -). Fenotip thalasemia-1- trait
menyerupai fenotip thalasemia alfa minor.
3. Hemoglobin H disease (- - / -)
Pada penderita ditemukan delesi tiga loki, berbentuk heterozigot ganda untuk thalasemia-
2- dan thalasemia-1- (- -/-). Pada fetus terjadi akumulasi beberapa rantai yang tidak
ada pasangannya (unpaired -chains). Sedangkan pda orang dewasa akumulasi unpaired-
chains yang mudah larut ini membentuk tetramer 4, yang disebut HbH. HbH membentuk
sejumlah kecil inklusi di dalam eritroblast, tetapi tidak berpresipitasi dalam eritrosit yang
beredar. Delesi tiga loki ini memberikan fenotip yang lebih berat. Bentuk kelainan ini
disebut HbH disease. Fenotip HbH disease berupa thalasemia intermedia, ditandai dengan
anemia hemolitik sedang-berat, namun dengan inefektivitas eritropoiesis yang lebih
ringan.
4. Hydrops fetalis dengan Hb barts (- - / - -)
Pada fetus ditemukan delesi 4 loki. Pada keadaan embrional ini sama sekali tidak
diproduksi rantai globin . Akibatnya, produksi rantai gamma globulin berlebihan dan
membentuk gamma 4-tetramer, yang disebut Hb Barts. Hb barts ini memiliki afinitas
oksigen yang mencapai jaringan fetus, sehingga terjadi asfiksia jaringan, edema (hydrops
fetalis), gagal jantung kongesif, dan meninggal dalam uterus.

Patogenesis Thalasemia
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis
hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Pada thalasemia mutasi gen globin ini
dapat menimbulkan perubahan rantai globin atau , berupa perubahan kecepatan sintesis (rate
of synthesis) atau kemampuan produksi rantai globin tertentu, dengan akibat menurunnya atau
tidak diproduksinya rantai globin tersebut. Perubahan ini diakibatkan oleh adanya mutasi gen
globin pada clusters gen atau berupa bentuk delesi atau non delesi.1
Patofisiologi Thalasemia Alfa
Patofisiologi thalasemia- umumnya sama dengan yang dijumpai pada thalasemia-
kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi (-) atau mutasi (T) rantai globin-. Hilangnya gen
globin- tunggal (- / atau T / ) tidak berdampak pada fenotip. Sedangkan thalasemia-2a-
homozigot (-/-) atau thalasemia-1a- heterozigot (/- -) memberi fenotip seperti thalasemia-
carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen globin- memberikan fenotip tingkat penyakit berat menengah
(moderat), yang dikatakan sebagai HbH disease. Sedangkan thalasemia-0 homozigot (- - / - -)
tidak dapat bertahan hidup, disebut sebagai Hb-Barts hydrops syndrome.1,8
Kelainan dasar thalasemia alfa sama dengan thalasemia beta, yakni ketidakseimbangan
sintesis rantai globin. Namun ada perbedaan besar dalam hal patofisiologi kedua jenis thalasemia
ini, yaitu karena rantai- dimiliki bersama oleh hemoglobin fetus ataupun dewasa (tidak seperti
thalasemia beta), maka thalasemia alfa bermanifestasi pada masa fetus.1

Manifestasi Klinis Thalasemia Alfa


Empat sindrom klinik yang terjadi pada thalasemia alfa bergantung pada nomor gen dan
pasangan cis atau trans dan jumlah rantai- yang diproduksi. Keempat sindrom tersebut adalah
pembawa sifat tersembunyi thalasemia- (silent carrier), thalasemia- trait (thalasemia- minor),
HbH disease, dan thalasemia- homozigot (hydrops fetalis).1
Pembawa sifat tersembunyi thalasemia-. Delesi satu gen globin- menyisakan tiga gen
globin- fungsional (- / ), menyebabkan sindrom silent carrier. Rasio rantai globin-- hampir
normal. Gambaran klinis normal. Tidak ditemukan kelainan hematologis. Saat melahirkan, Hb
Barts dalam rentangan 1-2%. Tidak ada cara yang pasti untuk mendiagnosis silent carrier dengan
kriteria hematologis. Bila diperlukan, dapat dilakukan studi gen.1
Thalasemia- trait (minor). Thalasemia- trait dapat berupa bentuk homozigot-+ (-/-)
atau heterozigot-0 (- -/). Sindrom ini menunjukkan tampilan klinis normal, anemia ringan
dengan peningkatan eritrosit yang mikrositik hipokrom. Pada saat melahirkan, Hb Barts dalam
rentangan 2-10%. Biasanya pada penderita dewasa tidak ditemukan HbH.1
HbH disease. HbH disease biasanya disebabkan oleh hanya adanya satu gen yang
memproduksi rantai globin- (- -/- ) . penderita mengalami anemia hemolitik ringan sampai
dengan sedang, dengan kadar Hb terentang antara 7-10 g% dan retikulosit antara 5-10%. Limpa
biasanya membesar. Sumsum tulang menunjukkan hyperplasia eritroid. Retardasi mental yang
terkait dengan thalasemia- dapat terjadi terjadi bila lokus atau loki dekat cluster gen- pada
kromosom 16, bermutasi atau ko-delesi dengan cluster gen-. Krisis hemolitik dapat terjadi bila
penderita mengalami infeksi, hamil, atau terpapar dengan obat-obatan oksidatif. Krisis hemolitik
dapat menjadi penyebab terdeteksinya kelainan ini, karena penderita HbH disease ini biasanya
menunjukkan gambaran klinik normal. Eritrosit menunjukkan mikrositik hipokrom dengan
poikilositosis yang nyata, termasuk sel target dan gambaran beraneka-ragam. HbH mudah
teroksidasi dan in vivo secara perlahan berubah ke bentuk Heinz-like bodies dari hemoglobin yang
terdenaturasi. Inclusion bodies mengubah bentuk dan sifat viskoelastik eritrosit, menyebabkan
umur eritrosit menurun. Splenektomi sering memberikan perbaikan.1
Hydrops fetalis. Thalasemia- homozigot (- -/- -) tidak dapat bertahan hidup karena
sintesis rantai globin- tidak terjadi. Bayi lahir dengan hydrops fetalis, yakni edema disebabkan
penumpukan caisan serosa dalam jaringan fetus akibat anemia berat. Hemoglobin didominasi oleh
Hb Barts. bersama dengan Hb Portland 5-20% dan sedikit HbH. Hb barts mempunyai afinitas
oksigen yang tinggi, sehingga tidak dapat membawa oksigen ke jaringan. Fetus dapat bertahan
hidup karena adanya Hb Portland, tetapi Hb jenis ini tidak dapat mendukung tahap berikutnya
pertumbuhan fetus, dan akhirnya fetus meninggal karena anoksia (gangguan fungsi plasenta).
Kehamilan dengan hydrops fetalis berbahaya bagi sang ibu, karena dapat menyebabkan toksemia
dan perdarahan berat pasca partus. Adanya hydrops fetalis ini dapat diketahui pada pertengahan
umur kehamilan dengan ultrasonografi. Terminasi awal dapat menghindarkan kejadian berbahaya
ini pada sang ibu.1

Penatalaksanaan
Penderita thalasemia alfa minor tanpa atau dengan gejala ringan tidak memerlukan
pengobatan spesifik kecuali jika kadar hemoglobin rendah. Pada beberapa penderita, suplementasi
zat besi atau asam folat dapat bermanfaat bagi penderita. Namun pada pasien dengan anemia berat
kemungkinan membutuhkan terapi transfusi seumur hidup.10
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine) diberikan jika kadar feritin serum sudah
mencapai lebih dari 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi
darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam
waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah. Vitamin C
100-250 mg/hari selama pemberian khelasi besi, untuk meningkatkan efek khelasi besi.10
Transfusi darah yang berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam
darah tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung,
dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromotosis).10

Pencegahan
Program pencegahan berdasarkan penapisan pembawa sifat thalasemia dan diagnosis
prenatal telah dapat menurunkan secara bermakna kejadian thalasemia mayor pada anak-anak.
Diagnosis prenatal pada kedua pasangan orang tua yang membawa sifat gen thalasemia minor,
diagnosis prenatal thalasemia alfa homozigot pada bayi yang dikandung dapat dibuat dengan
analisis endonuklease restriksi DNA, yang diperoleh dari villus korionik atau cairan amniosentesis.
Tidak adanya gen- memastikan diagnosis. Terminasi awal akan dapat mencegah akibat berbahaya
bagi sang ibu, yakni toksemia dan perdarahan hebat pasca partus.1
Selain itu konseling genetik dapat dilakukan untuk mencegah thalasemia/ konseling
genetika adalah suatu prosedur dimana pasien atau keluarga pasien yang beresiko tinggi suatu
kelainan genetik yang mungkin diturunkan diberikan saran dan nasehat tentang konsekuensi-
konsekuensi kelainan tertentu, probabilitas perkembangan dan bagaimana penyakit tersebut
diteruskan ke anggota keluarga yang lain serta bagaimana upaya pencegahan dan penanganannya.
Fasilitas konseling genetik terdiri dari beberapa bentuk yaitu konseling genetik pra-nikah,
konseling genetik pra-konsepsi, konseling genetik untuk cacat bawaan.1
Sesuai dengan kasus, karena pasangan sudah menikah, maka konseling genetik pra-
konsepsi dapat menjadi pemecahan masalah keguguran dua kali yang dialami sang ibu. Konseling
genetik pra-konsepsi diperuntukkan bagi pasangan-pasangan yang beresiko kelainan genetik atau
penyakit keturunan tertentu namun sudah "terlanjur" menikah, tetapi belum dikaruniai anak.
Konseling genetik ini akan menolong para pasangan untuk lebih siap dan berwawasan lebih
terhadap resiko-resiko yang mungkin terjadi. Namun demikian, kegiatan konseling genetik ini juga
diperuntukkan bagi mereka yang :

1. Berusia 34 tahun atau lebih(wanita) dan pria berusia 55 tahun lebih.


2. Mempunyai riwayat keguguran berulang (2 kali berturut-turut).
3. Pernah melahirkan janin mati (stillbirth)
4. Mengalami infertilitas/kemandulan.
5. Pernah melahirkan anak yang cacat fisik ataupun mental.1

Prognosis
Prognosis bergantung kepada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Kondisi klinis
penderita sangat bervariasi dari ringan bahkan asimptomatik hingga berat dan mengancam jiwa.
Bayi dengan thalassemia mayor kebanyakan lahir mati atau lahir hidup dan meninggal dalam
beberapa jam. Anak dengan thalassemia dengan transfusi darah biasanya hanya bertahan sampai
usia 20 tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi.11

Penutup
Thalasemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif menurut
hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit thalasemia meliputi suatu keadaan
penyakit dari gelaja klinis yang paling ringan yang disebut thalasemia minor atau halasemia trait
hingga yang paling berat yang disebut thalasemia mayor.
Thalasemia alfa sendiri dibagi menjadi empat jenis dengan manifestasi klinis berbeda di
tiap jenisnya. Keempat jenis thalasemia alfa tersebut adalah thalasemia-2- trait (- / ),
thalasemia-1- trait (- / - atau / - -), hemoglobin H disease (- -/-), dan hydrops fetalis dengan
Hb barts (- -/- -). Dalam kasus ini bimbingan konseling genetik dan bantuan silsilah riwayat
keluarga dalam tiga generasi membantu menegakkan diagnosis serta diharapkan dapat
menyelasikan masalah thalasemia alfa.

Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1379-93.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edisi 1. Surabaya: Erlangga;
2007.h.7-23.
3. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan bates. Edisi 8. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.453-69.
4. Sacher RA, McPherson RA. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. Edisi 11.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.h.98-9.
5. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2007.h.421-3.
6. Hull D, Johnston DI. Dasar dasar pediatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2008.h.62-3.
7. Mitchell RN, et al. Buku saku dasar patologis penyakit. Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2006.h.364-6.
8. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi pemeriksaan dan manajemen. Edisi 1. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.h.173-5.
9. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku ajar
hematologi-onkologi anak. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia;
2012.h.64-84.
10. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR Current Diagnosis & Treatment in
Pediatrics. 18 edition. United States: Mc Graw Hill; 2007.h.842-9.
11. Meredante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. Edisi 6. Singapore: Saunders Elsevier; 2011.h.601-24.

Anda mungkin juga menyukai