Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris learning disability yang
memiliki arti ketidakmampuan belajar. Kata disability diterjemahkan kesulitan untuk
memberikan kesan optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk belajar. Kesulitan
belajar merupakan beragam gangguan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan
berhitung karena faktor internal individu itu sendiri, yaitu disfungsi minimal otak atau DMO
(Prasetya, 2011).
1. Gangguan internal
Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam anak itu
sendiri.
Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak memiliki gangguan fisik dan/atau
mental.
Secara garis besar, kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu: (1)
Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning
disabilities) dan (2) kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities).
Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup gangguan motorik dan
persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan kesulitan belajar dalam penyesuaian
perilaku sosial.
a. Kesulitan Berbahasa (Disphasia)
Kesulitan dalam berbicara atau berbahasa ini, sering menjadi indikasi awal bagi kesulitan
belajar yang dialami anak.Tanda kesulitan ini, lebih banyak dipengaruhi oleh
ketidakseimbangan kognitif. Membedakan bunyi wicara, pembentukan konsep, memahami
dan transformasi semantik, mengklarifikasi kata, kemampuan menilai, produksi bahasa,
sampai pada proses pragmatik dan memori.Berdasarkan definisi gangguan ini, maka kita
dapat meringkas ciri-ciri spesifiknya, sebagai berikut:
Keterlambatan dalam hal pengucapan bunyi bahasa
Anak atau siswa yang mengalami gangguan ini biasanya mengalami masalah dalam hal
pengucapan sesuatu dengan tepat. Sebagai contoh, pada umur 6 tahun Atik masih
mengucapkan kata lakus yang seharusnya berbunyi rakus dan lesah untuk resah.
Keterlambatan perkembangan pengucapan, sebenarnya sesuatu yang umum terjadi. 10% anak
di bawah usia 8 tahun mengalami kesulitan ini. Untungnya, kesulitan pengucapan dapat
diatasi sepenuhnya dengan mengikuti terapi bicara (wicara).
Keterlambatan dalam hal mengekspresikan pikiran atau gagasannya melalui bahasa yang
baik dan benar
Sebagian anak yang menderita kesulitan berbahasa (disphasia), biasanya juga mengalami
kesulitan dalam mengekspresikan dirinya saat bicara.Kesulitan semacam ini disebut juga
keterlambatan kemampuan untuk berbahasa dengan baik dan benar. Tetapi tentu saja
gangguan perkembangan berbahasa ini dapat timbul dalam wujud yang lain. Sebagai contoh,
seorang anak berumur 4 tahun yang hanya dapat mengucapkan dua frase saja, dan seorang
anak lain yang telah berusia 6 tahun tetapi tidak dapat menjawab pertanyaan yang sederhana
sekalipun, dapat pula digolongkan sebagai anak yang mengalami kesulitan dalam hal
berbahasa.
Keterlambatan dalam hal pemahaman bahasa
Sebagian anak atau siswa, menemui kendala dalam mencerna apa yang diucapkan orang lain
(baik gurunya sendiri, teman atau orang tuanya). Kendala ini terjadi ketika otak mereka
berada pada frekuensi yang berbeda, dan sistem penerimaannya sedang tidak berfungsi atau
lemah.Sebagai contoh, seorang anak yang tidak mampu merespon ketika namanya dipanggil,
atau seorang siswa ketika di kelas yang memberikan penggaris ketika Anda meminta pensil
padanya.Hakekatnya, pendengaran mereka normal tetapi tidak dapat memberikan respon
yang baik danbenar terhadap suara, kata-kata, atau kalimat yang didengar. Mereka tampaknya
tidak memperhatikan apa yang orang lain katakan pada mereka. Hal ini terjadi, karena
mengucapkan atau mengekspresikan sesuatu dan memahami apa yang dikatakan orang lain
memiliki keterkaitan yang sangat erat. Karenanya, orang yang mengalami masalah dalam
memahami bahasa juga mengalami masalah dalam mengekspresikannya.
Terlepas dari apapun, bahasa adalah produk mekanisme saraf dalam otak, terutama kulit otak
manusia.Bahasa memungkinkan manusia keluar dari tahap insting ke tahap refleksi dan
makna.Ia tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, bahasa juga menjadi alat berpikir.
Selanjutnya, pada 1860 Paul Broca menemukan bahwa adanya kerusakan pada daerah
tertentu diotak (dikemudian hari lokasi ini disebut area broca) menimbulkan kesulitan
berbicara, yang disebutnya afasia ekspresif atau afasia motorik.Betul si pembicara dapat
berbicara, tetapi kata-katanya hampir tanpa makna. Kurang dari lima belas tahun kemudian,
pada 1874, Carl Wernicke seorang peneliti bangsa Jerman, menemukan adanya kerusakan
pada daerah tertentu di otak (di kemudian hari lokasi itu di kenal sebagai daerah wernicke)
yang dapat membuat seseorang kesulitan untuk berbahasa. Jika daerah ini rusak, ucapan
orang lain masih dapat di dengar, demikian juga huruf-huruf masih dapat dibaca, tetapi
semua informasi itu tidak dapat dimengerti. Manusia ini juga dapat berkata-kata, bahkan
dengan artikulasi yang baik. Namun, kata-kata yang diucapkan tidak bermakna sama sekali,
kata-kata yang dipakainya pun sering salah. Kerusakan pada daerah ini disebut afasia reseptif
atau afasia sensoris.
B. FAKTOR-FAKTOR
Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono dalam bukunya menjelaskan bahwa faktor
penyebab kesulitan belajar meliputi:
1. Faktor Intern (faktor dari dalam diri manusia itu sendiri ) yang meliputi:
a. Faktor fisiologi
Karena Sakit
Seorang yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya, sehingga sarafsensoris dan
motorisnya lemah. Akibatnya rangsangan yang diterimamelalui indranya tidak dapat
diteruskan ke otak. Lebih- lebih sakitnya lama,sarafnya akan bertambah lemah.
Karena kurang sehat
Anak yang kurang sehat dapat mengalami kesulitan belajar, sebab ia mudahcapek,
mengantuk, pusing, daya konsentrasinya hilang kurang semangat,pikiran terganggu. Karena
hal- hal tersebut maka dalam penerimaanpelajaran pun kurang karena saraf otak tidak mampu
bekerja secara optimalmemproses, mengelola, menginterpretasi dan mengorganisasi
bahasa pelajaran melalui indranya. Oleh karena itu, seorang guru atau petugasdiagnostik
harus meneliti kadar gizi makanan dari anak.
Karenacacat
Cacat tubuh dibedakan atas:
Cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatandan gangguan
psikomotor.
Cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, hilang tangandan kakinya.
b. Faktor psikologi
Inteligensi
Inteligensi ialah kemampuan yang dibawa sejak lahir yangmemungkinkan seseorang berbuat
sesuatu dengan cara tertentu. Dalamhubungannya dengan anak didik, hal ini sering dikaitkan
dengan berhasiltidaknya anak dalam belajar di sekolah.Anak yang IQ-nya tinggi
dapatmenyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Semakin tinggi IQseseorang akan makin
cerdas pula. Mereka yang mempunyai IQ kurangdari 90 tergolong lemah mental (mentally
defective).Anak inilah yangmengalami kesulitan belajar.
Bakat
Bakat adalah kemampua potensial yang dimiliki oleh seseorang untukmencapai keberhasilan
pada masa yang akan datang. Setiap individumempunyai bakat yang berbeda- beda. Bakat
dapat mempengaruhi tinggirendahnya prestasi belajar anak didik. Seseorang akan
mudahmempelajari sesuatu sesuai dengan bakatnya. Apabila seorang anak harusmempelajari
bahan yang lain dari bakatnya akan cepat bosan, mudahputus asa, tidak senang. Hal- hal
tersebut akan tampak pada anak yangsuka mengganggu kelas, berbuat gaduh, tidak mau
belajar sehingganilainya rendah.
Minat
Tidak adanya minat seseorang anak terhadap suatu pelajaran akan timbulkesulitan belajar.
Belajar yang tidak ada minatnya mungkin tidak sesuaidengan bakat nya, tidak sesuai dengan
kebutuhannya, tidak sesuai dengankecakapan, tidak sesuai dengan tipe-tipe khusus anak
banyakmenimbulkan problem pada dirinya. Karena itu pelajaran pun tidakpernah terjadi
proses dalam otak, akibatnya timbul kesulitan belajar.
Motivasi
Motivasi sebagai faktor inner (batin) berfungsi menimbulkan, mendasari,mengarahkan
perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baiktidaknya dalam mencapai tujuan sehingga
semakin besar motivasinyaakan semakin besar kesuksesan belajarnya. Seorang yang
besarmotivasinya akan giat berusaha, tampak gigih, tidak menyerah, giatmembaca buku
untuk meningkatkan prestasinya. Sebaliknya merekayang motivasinya lemah, tampak acuh
tak acuh, mudah putus asa,perhatiannya tidak tertuju pada pelajaran, suka mengganggu kelas,
seringmeninggalkan pelajaran akibatnya banyak mengalami kesulitan belajar.
2. Faktor ekstern
a. Faktor keluarga
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama dan pertama.Keluargajuga merupakan
salah satu penyebab kesulitan belajar. Yang termasukdalam faktor keluarga ini adalah:
Orang tua
Kewajiban dari orang tua adalah mendidik anaknya.Orang tua yangkurang/ tidak
memperhatikan pendidikan anaknya, mungkin acuh takacuh, tidak memperhatikan kemajuan
belajar anak- anaknya akanmenjadi penyebab kesulitan belajarnya.Hubungan antara orang
tuadengan anak juga harus harmonis.Karena hal ini juga membantukeberhasilan dalam
belajar mereka.
b. Sekolah
Sekolah merupakan salah satu tempat anak- anak dalam menuntut ilmu.Unsur- unsur yang
ada didalamnya pun juga berpengaruh dalamkeberhasilan belajar siswa.Diantaranya guru,
sarana/ prasarana, kondisigedung sekolah, kurikulum yang digunakan, waktu yang
kurangdisiplin.
c. Media massa dan lingkungan sosial
Media Massa
Media massa seperti TV, bioskop, tabloid, komik sangatmempengaruhi proses belajar anak.
Semakin seringnya anakmenonton TV/ bioskop, membaca komik dan lain
sebagainya, membuat anak akan semakin malas untk belajar.
Lingkungan sosial
Lingkungan sosial seperti teman bergaul, keadaan masyarakat,pengaruhnya sangat besar dan
lebih cepat masuk dalam jiwa anak. Halini juga merupakan penyebab anak mengalami
kesulitan belajar sertaakan menghambat proses hasil belajar anak.
C. CIRI-CIRI
Menurut Valett (dalam Sukadji, 2000) terdapat tujuh ciri-ciri yang ditemui pada anak dengan
kesulitan belajar.
3. Kelainan motivasional
Kegagalan berulang, penolakan guru dan teman-teman sebaya, tidak adanya reinforcement.
Semua ini ataupun sendiri-sendiri cenderung merendahkan mutu tindakan, mengurangi minat
untuk belajar, dan umumnya merendahkan motivasi atau memindahkan motivasi ke kegiatan
lain.
D. GEJALA
Siswa yang mengalami kesulitan belajarakan tampak dari berbagai gejala yang
dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, konatif maupun
afektif. Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain:
1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa
yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah.
3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-
kawannya dari waktu yang disediakan.
4. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-
pura, dusta dan sebagainya.
5. Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak
mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau
mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung,
pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam
menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.
E. MASALAH
1. Bidang Pendidikan
Misalnya ditemukan bahwa secara akademik masing-masing siswa memiliki dua ciri-ciri
yang menonjol sekaligus. Pertama, ciri-ciri sebagai siswa yang memiliki keunggulan
intelektual, dan kedua ciri-ciri sebagai siswa yang mengalami kegagalan dalam belajar
akademik. Masing-masing kasus dikenal sebagai anak yang sebenarnya pandai, memiliki
pengetahuan umum yang luas, mudah dalam menangkap pelajaran, dan cepat dalam
menyelesaikan tugas-tugas akademik yang diberikan, namun di sisi lain disamping dikenal
memiliki kegagalan-kegagalan khusus dalam dalam membaca dan atau menulis, juga
cenderung memiliki sikap-sikap belajar yang kurang mendukung upaya pencapaian prestasi
yang baik. Seperti, malas, menyepelekan, cepat bosan, kurang memperhatikan pelajaran,
semaunya, bahkan sikap penolakan.Akibatnya secara umum prestasinya rendah dibandingkan
dengan potensi yang dimilikinya.
Hal di atas mengandung makna bahwa akumulasi dari keunggulan intelektual dan gangguan-
gangguan yang dihadapinya, secara nyata juga berpengaruh negatif terhadap munculnya
sikap-sikap belajar yang kurang menguntungkan.Sehingga prestasi belajarnya rendah
dibandingkan dengan potensi yang dimilikinya.
2. Bidang Sosial
Anak yang mengalami LD terkadang memiliki keunggulan-keunggulan tertentu sebagai
pengaruh dari keunggulan intelektualnya, namun secara umum juga dihadapkan pada
berbagai masalah antara lain: (1) kurang mampu menyesuaikan diri; (2) hiperaktif,
ditunjukkan dengan perilakunya yang tidak bisa diam, sulit diatur, dan kurang pengendalian
diri; (3) Kurang matang dalam mengambil keputusan yang ditunjukkan dengan sikapnya
yang ingin menang sendiri, terburu-buru, kurang perhitungan, dan tidak sabaran, (4) kurang
mampu memusatkan perhatian dalam jangka waktu yang relatif lama.(5) Dalam rutinitas
sehari-hari mereka kurang mampu berinteraksi dengan lingkungan, keluarga, maupun orang-
orang disekitarnya.
3. Bidang Emosional
Anak-anak yang sering tidak dipahami oleh lingkungannya, termasuk orang tuanya sendiri.
Akibatnya, mereka yang mengalami learning disabilities cenderung dianggap bodoh dan
lamban dalam belajar karena tidak bisa berkembang dengan benar seperti kebanyakan anak-
anak lain. Oleh karena itu mereka sering dilecehkan, diejek atau pun mendapatkan perlakuan
negatif, sementara kesulitan itu bukan disebabkan kemalasan. Kehidupan emosinya labil,
ditunjukkan dengan kondisi perasaannya yang cenderung sensitif, mudah tersinggung,
emosional, dan mudah frustrasi. Anak yang mengalami gangguan belajar rentan untuk
memilki masalah psikologis, seperti depresi, kecemasan, kesepian, konsep diri yang buruk
dan mungkin akan berdampak pada kenakalan remaja.
4. Bidang Ekonomi
Seseorang yang mengalami LD kemungkinan tidak dapat mengikuti perkembangan ekonomi
sehingga menyebabkan hajat hidupnya tidak bisa meningkat, bahkan bisa mengalami
penurunan.
F. METODE
Jangan pernah membandingkan antara satu anak dengan yang lainnya, setiap anak berbeda,
baik dari segi kecepatan belajar, gaya belajar, maupun pencapaian hasil atau lain-lain yang
berhubungan dengan proses anak menyerap ilmu atau pelajaran yang diberikan. \
Rangsang, bukan "ajarkan", anak untuk mengembangkan berbagai aspek kemampuan,
terutama kreativitasnya. Persepsikan bahwa sekecil apa pun kreativitasnya adalah hal yang
sangat positif, baik buat dirinya maupun lingkungan di sekitarnya.
Tularkan tentang pemahaman-pemahaman moral dan indahnya bersosialisasi di luar lingkup
sehari-hari si anak. Ingat, Anda hanya "menularkan", bukan mengajarinya bersosialisasi,
saling menghargai, atau menghormati sesama individu.Alhasil, aksi nyata berupa contoh-
contoh sikap dan perilaku sangat diperlukan, dan itu semua harus dimulai dari diri Anda
sebagai orangtua atau pendidik.
Fokuskan pada proses dan penugasan ketimbang perolehan hasil. Perlu diingat, bahwa hasil
yang optimal akan dicapai oleh si anak saat mereka menguasai kemampuan yang memang
dibutuhkannya.
Kenali berbagai kebutuhan mereka tersebut lewat aktivitas, hobi, atau kegemarannya. Dari
sinilah orangtua atau pendidik mudah mengenali potensi yang dimiliki guna melihat
perkembangan yang lebih optimal.
Kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan intelegensi rata-rata atau di
atas rata-rata, namun memiliki ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan
dengan hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, serta
pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori motorik (Clement, dalam
Weiner, 2003). Berdasarkan pandangan Clement tersebut maka pengertian kesulitan belajar
adalah kondisi yang merupakan sindrom multidimensional yang bermanifestasi sebagai
kesulitan belajar spesifik (spesific learning disabilities), hiperaktivitasdan/atau distraktibilitas
dan masalah emosional. Kelompok anak dengan Learning Dissability (LD) dicirikan dengan
adanya gangguan-gangguan tertentu yang menyertainya.Menurut Cruickshank (1980)
gangguan-gangguan tersebut adalah gangguan latar-figure, visual-motor, visual-perceptual,
pendengaran, intersensory, berpikir konseptual dan abstrak, bahasa, sosio-emosional, body
image, dan konsep diri.
Tidak seperti cacat fisik, kesulitan belajar tidak terlihat dengan jelas dan sering disebut
hidden handicap. Terkadang kesulitan ini tidak disadari oleh orangtua dan guru, akibatnya
anak yang mengalami kesulitan belajar sering diidentifikasi sebagai anak yang underachiever,
pemalas, atau aneh.Anak-anak ini mungkin mengalami perasaan frustrasi, marah, depresi,
cemas, dan merasa tidak diperlukan (Harwell, 2001).
Ada beberapa penyebab kesulitan belajar yang terdapat pada literatur dan hasil riset (Harwell,
2001), yaitu :
1.Faktor keturunan/bawaan
3.Kondisi janin yang tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibu yang merokok,
menggunakan obat-obatan (drugs), atau meminum alkohol selama masa kehamilan.
4.Trauma pasca kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi, trauma kepala, atau pernah
tenggelam.
5.infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan balita. Anak dengan kesulitan belajar
biasanya mempunyai sistem imun yang lemah.
Riset menunjukkan bahwa apa yang terjadi selama tahun-tahun awal kelahiran sampai umur 4
tahun adalah masa-masa kritis yang penting terhadap pembelajaran ke depannya. Stimulasi
pada masa bayi dan kondisi budaya juga mempengaruhi belajar anak. Pada masa awal
kelahiran samapi usia 3 tahun misalnya, anak mempelajari bahasa dengan cara mendengar
lagu, berbicara kepadanya, atau membacakannya cerita. Pada beberpa kondisi, interaksi ini
kurang dilakuan, yang bisa saja berkontribusi terhadap kurangnya kemampuan fonologi anak
yang dapat membuat anak sulit membaca (Harwell, 2001)
Sementara Kirk & Ghallager (1986) menyebutkan faktor penyebab kesulitan belajar sebagai
berikut:
Penelitian mengenai disfungsi otak dimulai oleh Alfred Strauss di Amerika Serikat pada akhir
tahun 1930-an, yang menjelaskan hubungan kerusakan otak dengan bahasa, hiperaktivitas
dan kerusakan perceptual.Penelitian berlanjut ke area neuropsychology yang menekankan
adanya perbedaan pada hemisfer otak.Menurut Wittrock dan Gordon, hemisfer kiri otak
berhubungan dengan kemampuan sequential linguistic atau kemampuan verbal; hemisfer
kanan otak berhubungan dengan tugas-tugas yang berhubungan dengan auditori termasuk
melodi, suara yang tidak berarti, tugas visual-spasial dan aktivitas non verbal. Temuan
Harness, Epstein, dan Gordon mendukung penemuan sebelumnya bahwa anak-anak dengan
kesulitan belajar (learning difficulty) menampilkan kinerja yang lebih baik daripada
kelompoknya ketika kegiatan yang mereka lakukan berhubungan dengan otak kanan, dan
buruk ketika melakukan kegiatan yang berhubungan dengan otak kiri. Gaddes mengatakan
bahwa 15% dari anak yang termasuk underachiever, memiliki disfungsi system syaraf pusat
(dalam Kirk & Ghallager, 1986).
2. Faktor Genetik
Hallgren melakukan penelitian di Swedia dan menemukan bahwa, yang faktor herediter
menentukan ketidakmampuan dalam membaca, menulis dan mengeja diantara orang-orang
yang didiagnosa disleksia. Penelitian lain dilakukan oleh Hermann (dalam Kirk & Ghallager,
1986) yang meneliti disleksia pada kembar identik dan kembar tidak identik yang
menemukan bahwa frekwensi disleksia pada kembar identik lebih banyak daripada kembar
tidak identik sehingga ia menyimpulkan bahwa ketidakmampuan membaca, mengeja dan
menulis adalah sesuatu yang diturunkan.
Kurangnya stimulasi dari lingkungan dan malnutrisi yang terjadi di usia awal kehidupan
merupakan dua hal yang saling berkaitan yang dapat menyebabkan munculnya kesulitan
belajar pada anak. Cruickshank dan Hallahan (dalam Kirk & Ghallager, 1986) menemukan
bahwa meskipun tidak ada hubungan yang jelas antara malnutrisi dan kesulitan belajar,
malnutrisi berat pada usia awal akan mempengaruhi sistem syaraf pusat dan kemampuan
belajar serta berkembang anak.
4. Faktor Biokimia
Pengaruh penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap kesulitan belajar masih menjadi
kontroversi. Penelitian yang dilakukan oleh Adelman dan Comfers (dalam Kirk & Ghallager,
1986) menemukan bahwa obat stimulan dalam jangka pendek dapat mengurangi
hiperaktivitas.Namun beberapa tahun kemudian penelitian Levy (dalam Kirk & Ghallager,
1986) membuktikan hal yang sebaliknya. Penemuan kontroversial oleh Feingold
menyebutkan bahwa alergi, perasa dan pewarna buatan hiperkinesis pada anak yang
kemudian akan menyebabkan kesulitan belajar. Ia lalu merekomendasikan diet salisilat dan
bahan makanan buatan kepada anak-anak yang mengalami kesulitan belajar. Pada sebagian
anak, diet ini berhasil namun ada juga yang tidak cukup berhasil.Beberapa ahli kemudian
menyebutkan bahwa memang ada beberapa anak yang tidak cocok dengan bahan makanan.
Menurut Valett (dalam Sukadji, 2000) terdapat tujuh karakteristik yang ditemui pada anak
dengan kesulitan belajar.Kesulitan belajar disini diartikan sebagai hambatan dalam belajar,
bukan kesulitan belajar khusus.
Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau pendengaran yang
terganggu berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik
awal.
3.Kelainan motivasional
Kegagalan berulang, penolakan guru dan teman-teman sebaya, tidak adanya reinforcement.
Semua ini ataupun sendiri-sendiri cenderung merendahkan mutu tindakan, mengurangi minat
untuk belajar, dan umumnya merendahkan motivasi atau memindahkan motivasi ke kegiatan
lain.
Kegagalan yang berulang kali, yang mengembangkan harapan akan gagal dalam bidang
akademik dapat menular ke bidang-bidang pengalaman lain. Adanya antisipasi terhadap
kegagalan yang segera datang, yang tidak pasti dalam hal apa, menimbulkan kegelisahan,
ketidaknyamanan, dan semacam keinginan untuk mengundurkan diri. Misalnya dalam bentuk
melamun atau tidak memperhatikan.
Rapor hasil belajar anak dengan kesulitan belajar cenderung tidak konstan. Tidak jarang
perbedaan angkanya menyolok dibandingkan dengan anak lain. Ini disebabkan karena naik
turunnya minat dan perhatian mereka terhadap pelajaran.Ketidakstabilan dan perubahan yang
tidak dapat diduga ini lebih merupakan isyarat penting dari rendahnya prestasi itu sendiri.
Kesulitan belajar dapat timbul karena pemberian label kepada seorang anak berdasarkan
informasi yang tidak lengkap. Misalnya tanpa data yang lengkap seorang anak digolongkan
keterbelakangan mental tetapi terlihat perilaku akademiknya tinggi, yang tidak sesuai dengan
anak yang keterbelakangan mental.
Terdapat anak-anak yang tipe, mutu, penguasaan, dan urutan pengalaman belajarnya tidak
mendukung proses belajar. Kadang-kadang kesalahan tidak terdapat pada sistem pendidikan
itu sendiri, tetapi pada ketidakcocokan antara kegiatan kelas dengan kebutuhan anak.Kadang-
kadang pengalaman yang didapat dalam keluarga juga tidak mendukung kegiatan belajar.
Menurut Kirk & Gallagher (1986), kesulitan belajar dapat dikelompokan menjadi dua
kelompok besar yaitu developmental learning disabilities dan kesulitan belajar akademis.
Komponen utama pada developmental learning disabilities antara lain perhatian, memori,
gangguan persepsi visual dan motorik, berpikir dan gangguan bahasa. Sedangkan kesulitan
belajar akademis termasuk ketidakmampuan pada membaca, mengeja, menulis, dan
aritmatik.Pembagian tersebut dapat dilihat pada bagan berikut.
PSIKOLOGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
TUGAS LEARNING DISABILITIES
Disusun Oleh :
Ilham Dzulfikri (1511505366)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
SURABAYA