Anda di halaman 1dari 78

KEGAWAT-DARURATAN MEDIK

1. SYOK

DEFINISI : Syok ialah suatu sindroma klinik yang disebabkan oleh perfusi jaringan yang
tidak adekuat. Ditandai dengan adanya hipotensi dengan mean arterial pressure < 60 mmHg
pada pasien yang sebelumnya normotensi.

PROTOKOL PERAWATAN

PERAWATAN UMUM
Pasang infus : dekstrosa 5 %, NS atau RL
Ambil darah untuk pemeriksaan : darah rutin, gula darah.
Cek tekanan darah, infus dipercepat.
Pasang kateter Foley, ukur produksi urine setiap jam (normal lebih dari 20 ml per jam).
Berikan O2 lewat kateter hidung, bila syok tampak berat (T-N tak terukur, penderita
tampak sesak dan sianosis)

PERAWATAN KHUSUS

1. Syok hipovolemik

Letakkan penderita dalam posisi datar, kalau perlu kaki lebih tinggi daripada kepala.
Mintakan darah kalau penyebab adalah perdarahan akut
Sementara menunggu darah, dapat dilakukan fluid replacement dengan infus RL, NS
atau D5% tetesan cepat, sampai perfusi jaringan perifer tampak membaik. Biasanya
diperlukan 1-2 liter cairan dalam 1 jam pertama.
Bila tekanan, darah tetap belum membaik dalam waktu 1 jam, dapat ditambahkan
cairan koloid (Haemacel atau Dextran 40) tetesan cepat.
Pemberian cairan ini tidak boleh melebihi 1 liter dalam 24 jam.
Fluid replacement dapat diberikan sampai 2 - 4 x jumlah darah yang diperkirakan
hilang.
Kalau perlu dengan 2 infus terpisah, untuk mengejar defisit cairan.
Pada syok hipovolemik bukan karena perdarahan. (GEA, luka bakar, koma
hiperglikemik dan lain-lain, pemberian cairan kristaloid )

2. Syok Septik

Sepsis : sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) yang disebabkan oleh infeksi.
Diagnosis sepsis :
1. SIRS : ditandai dengan 2 atau lebih gejala berikut :
Suhu badan > 38oC atau < 36oC
Frekuensi denyut jantung > 90 X/menit
Frekuensi pernapasan > 24X/menit atau PaCO2 < 32
Hitung lekosit > 12.000/mm3 atau < 4000/mm3, atau adanya > 10% sel batang
2. Adanya fokus infeksi yang bermakna.

1
Syok septik : sepsis dengan hipotensi ditandai dengan penurunan TDS < 90 mmHg atau
penurunan > 40 mmHg dari TD awal, tanpa adanya obat-obatan yang menurunkan tekanan
darah.
Sepsis berat : gangguan fungsi organ atau kegagalan fungsi organ termasuk penurunan
kesadaran, gangguan fungsi hati, ginjal, paru-paru dan asidosis metabolik.

Penatalaksanaan :
Observasi suhu aksila dan rektal, monitoring jantung, produksi urine tiap jam, analisa gas
darah secara berkala, karena sering dibutuhkan pemakaian respirator.
Oksigenasi sesuai kebutuhan. Ventilator diindikasikan pada hipoksemia yang progresif
hiperkapnia, gangguan neurologis, atau kegagalan otot pernapasan.
Rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi

3. Syok kardiogenik

Cari penyebab syok, bila mungkin terapi kausal.


Bila tekanan darah tetap tidak bereaksi, dapat ditambahkan obat-obat vasopresor
Rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi

4. Syok anafilaktik

Adrenalin 0,5 mL subkutan pada tempat suntikan dan 0,5 mL subkutan pada daerah
kontralateral, dapat diulang setiap 10 15 ml menit kalau perlu
Pasang tourniquet pada daerah proksimal tempat suntikan atau sengatan serangga.
Antihistamin, Diphenhydramine (Delladryl) 50 - 100 mg intramuskuler, diulang setiap 6
jam bila perlu.
Pasang infus D-5 bila tensi tampak menurun.
Steroid, Dexamethazone 5 10 mg atau Hydrocortisone 100 - 200 mg intravena, dapat
diulang setiap 4-6 jam kalau perlu.
Bila syok tetap bertahan, penderita diletakkan dalam posisi datar dengan kaki lebih tinggi,
kemudian dapat ditambahkan obat-obat vasopresor.
Dopamine (lihat syok septik), dan kalau perlu ditambahkan :
Dobutamine (lihat syok kardiogenik)
Jangan lupa mempertahankan jalan napas dan pernapasan sebaik mungkin, kalau perlu
dengan:
orapharyngeal-airway dan aspirasi lendir
obat-obat bronkodilator (aminofilin)
oksigen lewat kateter hidung atau masker
trakheostomi dan respirator
Jika kondisi tidak membaik, rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi

2. GAGAL NAPAS AKUT

DEFINISI : adalah ketidakmampuan mempertahankan nilai Ph ( keasaman), oksigen (O2),


dan karbondioksida (CO2) darah arteri supaya tetap dalam batas normal.

DIAGNOSIS
Sesak napas barat, batuk, sianosis, pulsus paradoksus, stridor, aritmia, takikardi, konstriksi
pupil.

2
Gagal Napas tipe 1
PCO2 normal atau meningkat
PO2 turun
Umumnya kurus
Warna kulit : pink puffer
Hiperventilasi
Pernapasan : purse lips

Gagal Napas tipe 2


PCO2 meningkat
PO2 menurun
Sianosis
Umumnya gemuk
Hipoventilasi
Tremor CO2
Edema

PEMERIKSAAN
Oxymeter :
PENATALAKSANAAN
Perbaiki gangguan hipoksemia dengan terapi O2
Jika saturasi < 90 pasang masker sungkup dan evalusai 15-30 menit
Jika tidak membaik lakukan begging dengan ambu bag dan sungkup disesuaikan
dengan penderita
Lakukan pemasangan infus segera dengan cairan fisiologis
Injeks bronkodilator secara iv
Evaluasi setelah pemberian bronkodilator
Jika tidak membaik rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi dengan ketersediaan
alat bantu nafas mekanik
Selama diperjalanan wajib didampingi tenaga kesehatan dengan tetap melakukan
begging sampai lokasi fasilitas kesehatan yang menjadi tempat rujuka.

3. KERACUNAN OBAT

Setiap keracunan akut bahan kimia obat yang dapat atau diperkirakan dapat menimbulkan
kerusakan pada salah satu organ tubuh atau lebih (penurunan kesadaran, kerusakan esofagus,
ganggguan ginjal, dan lain-lain). Bila terdapat keragu-raguan mengenai dosis obat yang
terminum, dapat dilakukan observasi sampai dengan 24 jam di ruangan.

PENATALAKSANAAN
A. UMUM

1. Resusitasi (ABC)
A (airway= jalan napas), usahakan jalan napas tetap terbuka, bebas dari sumbatan
bahan muntahan, darah, lendir, pangkal lidah, gigi palsu dan lain-lain, kalau perlu
gunakan oropharyngeal airway, dan aspirator (suction).
B (breathing= pernapasan), usahakan agar penderita dapat dan terus bernapas

3
dcngan baik, bila perlu dengan bantuan Ambubag, respirator, atau pernapasan dari
mulut ke mulut (mouth-to-mouth breathing)
C (circulation= peredaran darah) pertahankan agar tensi dan nadi penderita tetap
terjaga baik, bilamana perlu segera pasang infus Dextrose 5%, PZ atau RL; bila
hipotensi tetap bertahan, dapat ditambahkan cairan koloid (Haemaccel).
2. Eliminasi
a. Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang masih sadar
b. Katarsis, dengan pemberian laksans MgS04, bila diduga racun telah sampai di usus
halus/ tebal.
c. Kumbah lambung (KL) pada penderita yang kesadarannya mulai menurun atau
tidak kooperatif.
KL dilakukan dengan NG tube atau pipa
Ewald; jangan lupa menyebutkan jumlah air yang dipakai untuk KL.
d. Diuresis paksa (forced diuresis= FD), pada dugaan racun telah berada dalam darah
dan dapat dikeluarkan melalui ginjal; diuresis paksa ada 2 macam
diuresis paksa alkali (FDA) dan
diuresis paksa netral (FDN)
e. Dialisis (hemo/peritoneal dialisis), terutama pada keracunan bahan-bahan yang
dapat didialisis

Emesis, katarsis dan KL tidak boleh dikerjakan bila


keracunan lebih dari 6 jam
pada keracunan bahan korosif
keracunan minyak tanah/ bensin
pada koma derajat sedang sampai berat (Tk.III-IV).
Pada dua yang terakhir ini, KL dapat dikerjakan dengan bantuan pipa endotrakheal
berbalon.
3. "Supportive"
Dikerjakan dengan memperhitungkan keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa, dan
kalori

4. Antidotum
Baru diberikan bila ini ada (atropin sulfat untuk keracunan insektisida fosfat organik,
atau nalorphine untuk keracunan morphine)

B. KHUSUS

a. Keracunan Insektisida fosfat organik (IFO)


1. Infus Dextrose 5 %, hisap lendir, oksigenisasi yang baik
2. Sulfas atropin 2,5 mg bolus intravena, diteruskan 0,5 - 1 mg setiap 5-10-15 menit
tergantung beratnya keracunan.
3. KL seefektif mungkin, katarsis, keramas rambut dengan sabun, juga mandikan seluruh
tubuh dengan sabun, ganti pakaian baru yang bersih.
4. Rujuk fasilitas kesehatang yang lebih tinggi

b. Keracunan sedativa-hipnotika. analgetika


1. Penderita sadar : emesis, pemberian norit dan laksans MgSO4.
Kalau pasti dosis rendah, dapat langsung pulang.
Bila ragu akan jumlah yang minum atau digunakan stabilisasi kondisi pasien
2. Pasang Infus RL atau NS, kemudian rujuk ke fasilitas kesehtan yang lebih tinggi.

4
c. Keracunan Peptisida lain (DDT, endrin, racun tikus, dll)
1. Infus Dextrose 5%, 02 kalau perlu
2. Emesis, Katarsis, KL bila penderita sadar atau sedikit apati (somnolens)
3. Diazepam 5-10 mg bila penderita gelisah/ konvulsi
4. Terapi "supportive" sampai efek racun menghilang
5. Rujuk fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.

d. Keracunan bahan korosif (air acu, asam keras, soda kaustik)


1. Jangan lakukan emesis, katarsis maupun KL.
2. Segera penderita disuruh minum air/susu sebanyak mungkin untuk mengencerkan
bahan tersebut.
3. Pengenceran terus dilakukan walaupun penderita muntah-muntah.
4. Infus Dextrose 5 %, kalau perlu dengan cairan koloid atau transfusi darah bila
terdapat tanda-tanda perdarahan (hematemesis melena) atau penderita syok/ pre-syok.
5. tindakan selanjutnya tergantung bahan yang diminum, bila
asam kuat (H2S04, HCl) berikan susu tiap 1- 2 jam sebanyak 100 200 mL sampai
secukupnya
basa kuat (KOH, NaOH) dengan air buah atau HCl encer: (Yulapium) sebanyak
kira-kira 2 liter untuk setiap 30 gram alkali yang diminum
6. Rujuk fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.

e. Keracunan antiseptik luar (Lysol, Creolin dll )


1. pada konsentrasi yang pekat dapat dianggap bahan korosif ringan, karena itu penderita
disuruh minum air hangat sebanyak mungkin untuk mengencerkan bahan.
2. bila kesadaran pendenta agak menurun, stabilisasi dan siapkan untuk di rujuk ke
fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.

f. Keracunan isoniazide (INH)


1. Vitamin B6 intravena, 1500 mg sehari selama 5 hari
2. Diazepam 10 mg intravena bila timbul konvulsi
3. Dapat dicoba FDN dalam 12 jam

5
KARDIOVASKULER

1. NYERI DADA

Diagnosa
- Sifat nyeri dada : bagaimana kualitas nyeri, distribusi dan beratnya ?
- Gejala penyerta : diaforesis (keringat dingin), sesak napas, (pre)sinkope, batuk,
sputum/hemoptisis atau nyeri superfisial.
- Bentuk penampilan nyeri : faktor memberat dan mengurangi rasa nyeri, hubungannya
dengan gerakan, stres emosi, makan dan pernapasan.
- Perubahan dalam frekuensi atau intensitas nyeri.
- Riwayat dari keadaan patologis kardiak, resiparasi atau gastrointestinal bagian atas.
- Medikasi, faktor resiko kardiak, riwayat merokok.

Presentasi
Angina pektoris yang tipikal seperti rasa tercekik, rasa berat atau kompresif dalam
kualitas dengan lokasi retrosternal dan radiasi ke lengan kiri atau leher dan sering menjalar ke
punggung atau epigastrium. Beratnya sangat variabel dan tergantung dari rasa ketakutan
pasien.
- Angina Pektoris Stabil Kronis diprovokasi oleh aktivitas fisik, dingin (akibat
vasokonstriksi periver) dan stres emosi dan biasanya menghilang pada istrirahat.
Pemberian glyceryl trinitrate sublingual biasanya sangat efektif dan umumnya akan
menghilang dalam beberapa menit.
- Angina Pektoris Tidak Stabil biasanya timbul pada saat istirahat atau saat aktivitas
fisik ringan dan sifat nyeri biasanya lebih berat dan menetap. Sering disertai dengan
gambaran otonomik seperti berkeringat dan mual / muntah. (Lihat APS / APTS)
Nyeri dada dapat ditimbulkan oleh Diseksi Aorta Toraks, Emboli Paru, Perikarditis atau
Nyeri Esofagus.

2. ANGINA PEKTORIS STABIL (APS)

Angina pektoris stabil adalah rasa nyeri dada iskemik yang khas yang dicetuskan oleh
aktifitas dimana tidak terdapat perubahan dalam frekuensi , intensitas dan lamanya angina
maupun faktor-faktor pencetusnya dalam 30 hari terakhir. Pada usia lanjut, penderita diabetes
melitus dapat terjadi nyeri dada iskemik yang tidak khas.

Kriteria diagnosis.
1. Riwayat nyeri dada (angina) yang khas.

Gradasi beratnya Angina Pektoris (Canadian Cardiovascular Society)


1. Aktivitas sehari-hari tidak menimbulkan angina, angina baru timbul pada aktifitas
berat, tergesa-gesa, cepat atau berkepanjangan.
2. Aktivitas sehari-hari terganggu sedikit. Angina timbul waktu jalan atau naik tangga
dengan cepat, jalan mendaki, jalan atau naik tangga setelah makan atau di hawa
dingin, jalan melawan angin atau stres/emosi, berjalan lebih dari dua blok (kira-kira
400 m) dan naik tangga satu tingkat pada kecepatan dan kondisi normal.

6
3. Aktivitas sehari-hari sangat terganggu. Angina dapat timbul setelah jalan satu atau dua
blok naik tangga satu tingkat pada kecepatan dan kondisi normal.
4. Tidak mampu melakukan aktivitas apapun tanpa angina, angina dapat timbul sewaktu
istirahat.

Diagnosa banding.
1. Sakit muskuloskeletal
2. Gangguan gastro intestinal seperti: spasme esofagus, esofagitis, refluks esofagus,
tukak lambung, pankreatitis, kolesistitis.
3. Emboli paru , pneumonia, pleuritis, prolaps katup mitral, psikogen.

Pemeriksaan yang diperlukan / diagnosa.


1. Pemeriksaan dasar : Anamnesis disertai pemeriksaan fisik.
2. Pemeriksaan penunjang :
1. Laboratorium : Darah rutin, panel lipid, gula darah,
3. Pemeriksaan yang mungkin diperlukan.

Terapi.
1. Umum : Pengendalian faktor-faktor resiko dan menghindari faktor pencetus.
2. Khusus : Pemberian obat-obatan dengan dosis dititrasi sesuai kebutuhan yaitu :
1. Aspirin
2. Nitrat
3. Penyekat beta
4. Antagonis kalsium
3. Pasang infus RL atau NS
4. Persiapkan untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi
5. Selama diperjalanan didampingi minimal 2 tenaga kesehatan yang bersetifikat dan
membawa obat-obatan emergensi.

3. ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL (APTS)

Angina pektoris tidak stabil adalah suatu sindrom klinik rasa sakit dada iskemik dalam 30
hari terakhir yang mencakup spektrum yang luas dari berbagai presentasi klinik dimana ada
perburukan pola angina tanpa bukti adanya nekrosis miokard.

Ciri-ciri :
1. Adanya peningkatan frekuensi intensitas dan lama angina dengan/berkurangnya
respons terhadap nitrat, dan atau
2. Timbul sewaktu istirahat atau sewaktu melakukan aktivitas ringan

Kelompok klinis yang digolongkan dalam AP tidak stabil yaitu :


1. Riwayat nyeri dada (angina) yang khas sesuai dengan ciri-ciri diatas.
2. Ada gambaran iskemia pada EKG sewaktu angina.

Diagnosis Banding
Infark miokard akut

7
Pemeriksaan yang diperlukan
1. Pemeriksaan dasar : anamnesis disertai pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan penunjang :
EKG istirahat
Laboratorium : darah rutin, enzim jantung, panel lipid, gula darah, kreatinin
Foto rontgen dada
Ekokardiografi
Pencitraan radionuklir
Angiografi koroner

Terapi
1. Umum : Pengendalian faktor-faktor dan menghidari / mengatasi faktor
pencetus.
2. Khusus :
Tirah baring di ruang rawat intensif kardiovaskuler.
Berikan oksigen 2-4 liter/menit.
Pasang akses vena (Dektrose 5 % atau NaCL 0,9 %)
Pemberian obat-obatan dengan dosis dititrasi sesuai kebutuhan yaitu :
1. Aspirin
2. Nitrat
3. Penyekat beta
4. Antagonis kalsium
Persiapkan untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi
Selama diperjalanan didampingi minimal 2 tenaga kesehatan yang bersitifikat dan
membawa obat-obatan emergensi.

8
ALGORITME TATALAKSANA ANGINA
PEKTORIS STABIL ATAU TIDAK STABIL
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik

Angina Pektoris
Stabil atau Tidak Stabil

Oksigenasi
Pasang infus

Obat-obatan :
- Aspirin
- Nitrat
- Penyekat beta
- Antagonis kalsium

Persiapkan rujuk ke fasilitas


kesehatan yang lebih tinggi

5 HIPERTENSI URGENSI

Tujuan

9
Menurunkan tekanan darah dalam beberapa jam.

Indikasi
- Hipertensi akselerasi / hipertensi maligna
- Infark otak aterotrombotik
- Pembedahan :
- Luka bakar luas
- Rebound hypertension.

Persiapan
- Hipertensi urgensi umumnya cukup diberikan pengobatan secara oral kecuali bila
penderita tidak dapat menelan.
- Penderita dirawat di ruang perawatan.
- Dijelaskan tindakan yang akan dilakukan pada penderita dan keluarganya.
- Pengobatan dapat dilakukan secara berhati-hati satu atau lebih obat antihipertensi secara
oral dan kemudian dievaluasi hasil pengobatan tersebut dari waktu ke waktu dalam waktu
24 jam.
- Pilihan obat-obat untuk hipertensi adalah sebagai berikut :

Jenis Obat Dosis Saat Mulai Lama Kerja


Nifedipin 5-10 mg sub lingual 5 - 15 menit 3 - 5 jam
Kaptropil 6,5 50 mg sub lingual 15 menit 4 - 6 jam
Klonidin 0,2 mg permulaan dilanjutkan - 2 jam 6 8 jam
dengan 0,1 mg/jam sampai total
0,8 mg
Labetalol 200 400 mg - 2 jam

Pemantauan
- Awasi tekanan darah tiap jam dalam waktu 24 jam pertama.
- Hindari penurunan fungsi organ target seperti otak, jantung dan ginjal.

9. HIPERTENSI EMERGENSI

Tujuan
Keadaan yang membutuhkan pengobatan cepat untuk hipertensinya.

Indikasi
1. Serebrovaskuler :
- Hipertensi ensefalopati
- Pendarahan intra-serebral
- Pendarahan sub-arahnoid

2. Jantung :
- Diseksi aorta akut
- Kegagalan Ventrikel kiri
- Bedah pintas koroner akut

10
3. Ekses katekolamin :
- Interaksi MAO inhibitor dengan obat / makanan
- Penyalahgunaan simatomimetik (kokain)
- Eklamsi
- Trauma kepala
- Perdarahan pasca bedah vaskuler
- Epistaksis berat

Persiapan
1. Fisik :
Tekanan darah :
- Pemeriksaan TIO dengan digiti
- Keadaan paru jantung
- Pemeriksaan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Evaluasi laboratorium :
- Hematokrit
- Gula darah.
3. Gambaran klinik yang khas :
- Tekanan darah : diastolik > 140 mmHg.
- Syaraf : nyeri kepala, gelisah, mengantuk, mata kabur,
kejang-kejang dan koma.
- Jantung : bendungan jantung dan jantung membesar
- Ginjal : Oliguria dan asotemia
- Saluran makanan : mual & muntah

Pelaksanaan
- Penderita haruslah segera ditangani awal kemudian di rujuk ke fasilitas kesehatan yang
lebih tinggi.
- Jelaskan pada keluarga dan penderita tindakan-tindakan yang akan diambil.
- Perhatikan adanya stroke, iskemia miokard dan pendarahan.
- Segera pasang jalur intravena

ALERGI IMUNOLOGI

11
1. RENJATAN ANAFILAKSIS
1. Definisi : Renjatan anafilaksis adalah keadaan gawat darurat yang ditandai
dengan penurunan tekanan darah sistolik < 90 mmhg (hipotensi)
akibat respons hipersensitifitas tipe I
2. Diagnosis : Hipotensi, takikardi, akral dingin, oliguri, dapat disertai dengan
gejala lain:
Reaksi sistemik ringan: rasa geli, gatal serta hangat, rasa penuh di
mulut dan tenggorokan, hidung tersumbat dan terjadi edema di
sekitaer mata, kulit gatal, mata berair, bersin-bersin, onset
biasanya 2 jam setelah paparan antigen.

Reaksi sistemik sedang: seperti reaksi sistemik ringan, ditambah


spasme bronchus dan atau edema saluran napas, sesak, batuk,
mengi, angioedema, urtikaria menyeluruh, mual, muntah, gatal,
badan terasa hangat, gelisah, onset seperti reaksi anafilaktik
ringan.

Reaksi sistemik berat: terjadi mendadak, seperti reaksi sistemik


ringan dan sedang yang bertambah berat. Spasme bronchus,
edema laring, suara serak, stridor, sesak napas, sianosis, henti
napas. Edema dan hipermotilitas saluran cerna sehingga sakit
menelan, kejang perut, diare dan muntah. Kejang uterus, kejang
umum. Gangguan kardiovaskuler, aritmia jantung, koma.
3. Diagn. banding : Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik.
4. P. Penunjang : Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, analisa gas darah, EKG
5. Penanganan :
A. Untuk renjatan:
1. Adrenalin larutan 1: 1000. 0,3-0,5ml subkutan/ intramuscular pada lengan atas
atau paha. Bila renjatan anafilaksis disebabkan sengatan serangga berikan
suntikan adrenalin kedua 0,1-0,3 ml pada tempat sengatan kecuali bila sengatan
di kepala, leher, tangan atau kaki. Terapi dapat dilanjutkan dengan infuse
adrenalin 1 ml ( 1 mg) dalam dekstrosa 50% 250 cc dimulai dengan kecepatan 1
ug/mnt dapat ditingkatkan sampai 4 ug/mnt sesuai dengan tekanan darah. Hati-
hati pada orang tua dengan kelainan jnatung atau gnaguan kardiovaskuler
lainnya.
2. Pasang tourniquet proksimal dari suntikan atau sengatan serangga, dilonggarkan
1-2mnt setiap 10 menit.
3. Oksigen 3-5 l/mnt dengan sungkup atau kanul nasal, bila sesak, mengi dan
sianosis.
4. Antihistamin intravena, intramuskuler, atau oral.
Rujuk pasien ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi dan didampingi minimal 1
tenaga kesehatan yang bersertifikasi.

2. ASMA BRONKIAL
1. Definisi : Asma bronchial adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang

12
ditandai dengan obstruksi jalan napas yang dapat hilang dengan atau
tanpa pengobatan akibat hiperreaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang melibatkan sel-sel dan elemen selular terutama
mastosit, eosinofil T, makrofag, neutrofil dan epitel.
2. Diagnosis : Episode berulang sesak napas, dengan atau tanpa mengi dan rasa
berat di dada akibat factor pencetus. Asma bronchial dibagi menjadi:
1. Asma intermiten, gejala asma < 1 kali/minggu, asimptomatik,
APE di antara serangan normal, asma malam < 2 kali/bulan, APE
> 80%, variabilitas < 20%

2. Asma persisten ringan, gejala asma > 1 kali/minggu, < 1


kali/hari, asma malam > 2 kali/bulan, APE > 80%, variabilitas
20-30%

3. Asma persisten sedang, gejala asma tiap hari, tiap hari


menggunakan beta 2 agonis kerja singgkat, aktivitas terganggu
saat serangan, asma malam > 1 kali/minggu, APE >60% dan <
80% prediksi atau variabilitas > 30%

4. Asma pesisten berat, gejala asma terus menerus, asma malam


sering, aktivitas terbatas, dan APE < 60% prediksi atau
variabilitas > 30%. Asma eksaserbasi akut dapat terjadi kpada
semua tingkatan derajat asma

3. Diagn. Banding : Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gagal jantung


4. P. penunjang : Laboratorium: jumlah eosinofil darah dan sputum, foto thoraks,
spirometri, uji tusuk kulit, uji bronchodilator atas indikasi, uji
provokasi bronchus atas indikasi, analisa gas darah atas indikasi.
5. Penanganan :
1. Asma intermiten tidak memerlukan obat pengendali.

2. Asma persisten ringan memerlukan obat pengendali kortikosteroid inhalasi atau


pilihan lainnya: teofilin lepas lambat, kromolin, anti leukotrien.

3. Asma persisten sedang memerlukan obat pengendali berupa kortikosteroid inhalasi


ditambah dengan beta-2 agonis aksi lama (LABA) atau pilihan lain kortikosteroid
inhalasi + teofilin lepas lambat atau kortikosteroid inhalasi+ LABA oral atau
kortikosteroid inhalasi dosis ditinggikan atau kortikosteroid inhalasi + antileukotrien

4. Asma persisten berat memerlukan kortikosteroid inhalasi + LABA inhalasi + satu


pilihan berikut:

Teofilin lepas lambat

Antilleukotrien

LABA oral

Sedangkan untuk penghilang sesak pada pasien diberikan inhalasi beta 2 agonis kerja

13
singkat tetapi tidak boleh lebih dari 3-4 kali sehari. Inhalasi antikolinergik, agonis
beta-2 kerja singkat oral dan teofilin lepas lambat dapat diberikan sebagai pilihan lain
selain agonis beta-2 kerja singkat inhalasi.
Bila terjadi eksaserbasi akut maka tahap pelaksanaannya sebagai berikut:
1. Oksigen

2. Inhalasi agonis beta-2 tiap 20 menit sampai 3 kali selanjutnya tergantung respon
terapi awal.

3. Inhalasi antikolinergik (ipatropium bromide) setiap 4-6 jam terutama pada obstruksi
berat ( atau dapat diberikan bersama-sama dengan agonis beta 2).

4. Kortikosteroid oral atau parenteral dengan dosis 40-60 mg / hari setara prednisone.

5. Aminofilin tidak dianjurkan. ( bila diberikan dosis awal5-6 mg / kg BB dilanjutkan


infuse aminofilin 0,5-0,6 mg/kg BB/jam.

6. Antibiotic bila ada infeksi sekunder

7. Pasien diobservasi 1-3 jam kemudian dengan pemberian agonis beta-2 tiap 60 menit.
Bila setelah masa observasi terus membaik, pasien dapat dipulangkan dengan
pengobatan (3-5) hari: inhalasi agonis beta-2 diteruskan, steroid oral diteruskan,
penyuluhan dan pengobatan lanjutan, antibiotik diberikan jika ada indikasi, perjanjian
kontrol berobat.

8. Bila setelah observasi 1-2 jam tidak ada perbaikan atau pasien termasuk golongan
resiko tinggi : persiapkan jalur intravena dan persiapkan rujuk ke fasilitas kesehatan
yang lebih tinggi dan didampingi 1 tenaga kesehatan yang bersertifikasi.

3. URTIKARIA KARENA OBAT


1. Definisi : Urtikaria karena obat adalah kelainan kulit dan mukosa yang
diinduksi obat berupa papul kemerahan yang cepat berubah menjadi
lepuhan.
2. Diagnosis : Riwayat minum obat sebelumnya yang dapat menginduksi penyakit,
misalnya:OAINS, sulfonamide, antikonvulsan, penisilin, dan
tetrasiklin
Gejala prodromal berupa gejala radang saluran napas atas: demam,
batuk, sakit kepala, malaise, nyeri menelan. Papul kemerahan yang
cepat berubah menjadi lepuhan. Dalam beberapa hari terjadi erosi
multiple pada membran mukosa, lepuhan, makula purpura. Daerah
yang terkena lepuhan dan pelepasan kulit 10%.
3. Diagn.banding : Toxic epidermal necroticans (TEN), eritema multiformis
4. P. penunjang : Hitung eosinofil, elektrolit, foto toraks, kultur pus dari kulit, kultus
sputum.
5. Penanganan :
1) Hentikan obat penyebab
3) Monitor cairan, dan monitor jumlah urin
4) Rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi dan didampingi oleh 1 tenaga
kesehatan.

14
GASTRO-ENTEROLOGI HEPATOLOGI
1. HEPATITIS VIRUS AKUT
1. Definisi : Penyakit radang hati akut karena infeksi oleh virus hepatropik dibagi
atas : Hepatitis virus A, Hepatitis Virus B, Hepatitis Non-A Non-B,
HVC, HVD, HVE.
2. Gejala : Dimulai dengan masa prodromal 3-10 hari, lesu/lemah badan panas mual
sampai muntah, anoreksia, perut kanan nyeri. Masa ikterik selama 1-2
minggu, hepatomegali ringan dan tekan. SGOT dan SGPT meningkat
10-100 kali. Diagnosa banding.
Penyakit virus lain : mononukleosis infekstisiosa, sitomegalo, herpes
simpleks. Toksoplasmosis, leptospirosis, kolesistitis akut, kolelitiasis
oba, hepatitis alkoholik akut, hepatitis iskemik.
3. Etiologi : Hepatitis Virus A, Hepatitis Virus B, Hepatitis Non-A Non B, HVC,
HVD, HVE.
4. P.Penunjang : Hb, leuko, diff.leukosit, HbsAg.
5. Penanganan : Istirahat baring, dan terapi simptomatis. jika gejala tidak membaik, rujuk
ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.
6. Tempat rawat : Ruang rawat isolasi
7. Lama rawat : 3-4 hari
8. Prognosa : Dubia

2. GASTRITIS
1. Definisi : Proses radang akut maupun kronik dari mukosa lambung.
2. Gejala : Anamnesis perlu dilakukan dengan cermat. Keluhan biasanya minimal
dan tidak khas antara lain dispepsi rasa sebab dan nyeri epigastrium,
kadang-kadang timbul perdarahan. Pemeriksaaan radiologi kurang
berguna karena lesi terlalu dangkal. Pemeriksaan endoskopi berguna
bila dilakukan dalam 24-48 jam setelah perdarahan ; analisis cairan
lambung dan pemeriksaan kadar gastrin serum dapat membantu.
Diagnosis banding : Penyakit-penyakit yang menyebabkan dispepsia,
termasuk tukak peptik dan karsinoma lambung.
3. Etiologi : obat-obatan, makanan, alkohol,imunologik,helicobacter, tak diketahui.
4. P.penunjang : Hb, leuko, diff.leukosit, endoskopi,barium meal.
5. Penanganan : Mencegah/menghindari faktor-faktor iritasi. Pemberian antasida 4-6 x 1
sm (bila tak ada obat lain) dan obat simtomatik,misalnya : tablet anti
spasmodia. Bila tak berhasil diberi cimetidine 2 x 400 mg atau ranitidine
2x150 mg atau famotidine 2x40 mg.
6. Follow up : Gejala klinis, tanda abdomen akut.
7. Komplikasi : dehidrasi, kehilangan elektrolit, perdarahan, perforasi.
8. Tempat rawat : Ruang rawat umum
9. Lama rawat : 5 7 hari
10. Masa pulih : 10 hari
11. Prognosa : baik

3. TUKAK PEPTIK
1. Definisi : Kerusakan atau hilangnya jaringan yang berbatas tajam dari mukosa,

15
submukosa, dan lapisan otot dari suatu saluran makan vagian atas, yang
langsung berhubungan dengan cairan lambung asam dan pepsin.
2. Gejala : nyeri epigastrium, dispepsia, nausea, vomitus, anoreksia, dan kembung.
3. Etiologi : kuman H. Pilori, umur, penggunaan obat NSAID
4. P. Penunjang : Darah Rutin
5. Penanganan : Suportif dengan nutrisi. Menghindari faktor risiko.Pemberian obat-
obatan : Antasida, antagonis reseptor H2, proton pump inhibitor, obat pengikat asam empedu,
prokinetik, obat eradikasi kuman H.pilori, obat untuk meningkatkan faktor defensif. Jika
tidak membaik dalam perawatan 3-4 hari atau ditemukan adanya tanda-tanda perdarahan
saluran cerna dan hemoglobin dibawah 7.
6. Follow up : adanya tanda perdarahan ulkus peptikum
7. Komplikas : perdarahan, perforasi
8. Tempat rawat : ruang umum, kecuali bila sudah ada komplikasi
9. Lama rawat : 3 4 hari.
10. Masa pulih : 10 hari
11. Prognosa : dubia

4. PANKREATITIS
1. Definisi : Proses radang akut dari pankreas, dapat berbentuk edematus, nekrotik
atau hemoragik.
2. Gejala : nyeri perut hebat dan akut, terutama di daerah epigastrium dan
periumbilikal, takikardia, hipotensi, bahkan syok. Adanya nyeri hebat
dan akut di perut perlu dipikirkan suatu pankreatitis akut. Kadang-
kadang ada ikterus, nodul kemerahan di kulit dan kelainan paru berupa
ronkhi, atelektasis dan efusi pleura. Pada proses hemoragik pankreas
yang hebat, dapat terjadi Cullens sign, yaitu warna biru agak ungu di
pinggang. Pemeriksaaan laboratorium yang dapat membantu diagnosis
adalah peningkatan amilase dan lipase serum, leukositois, hiperglikemia,
hipokalsemia, kadang-kadang hiperbilirubinemia dan
hipertrigliseridemia. Pemeriksaan radiologi perlu untuk menyingkirkan
penyakit lain. Diagnosis banding : Nyeri perut akut penyebab lain, tukak
peptik dengan perforasi, kolesistitis akut dan kolik billier, obstruksi usus
akut, oklusi pembuluh darah mesenterik, kolik ginjal, infark miokard,
aneurisma aorta pecah, penyakit kolagen dengan vaskulitis, pneumonia
dan ketoasidosis diabetik.
3. Etiologi : trauma tajam, sepsis/bakteriamia, alkoholik, dislipidemia.
4. P.penunjang :
5. Penanganan : terapi simptomatis dan pemberian antibiotik. Jika tidak membaik dalam
kurun waktu 3-4 hari rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.
6. Follow up : keadaan umum, tek.darah, fungsi ginjal
7. Komplikasi : lokal dapat timbul abses, felgmon, kista atau asites. Sistemik dapat
menimbulkan kelainan dimana-mana, seperti sistem organ pernapasan,
kardiovaskuler, darah, saraf pusat, gastrointestinal dan ginjal.
8. Tempat rawat : Ruang rawat umum
9. Lama rawat : 3 4 hari
10.Masa pulih : satu bulan
11.Konsultasi : Spesialis Bedah

16
12.Prognosa : dubia

KEDARURATAN BIDANG GASTRO ENTERO HEPATOLOGI

1. PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH


1.1. Penatalaksanaan tergantung pada penyebab atau lesi sumber perdarahan

1.2. Pastikan ada atau tidak adanya gangguan hemodinamik

1.3. Tentukan pola perdarahannya, apakah akut atau kronik

1.4. Nilai keadaan pasien, perlu tata laksana emergensi atau dapat ditangani secara
terencana

1.5. Bila keadaan akut, pada prinsipnya proses resusitasi sama dengan perdarahan
Saluran cerna bagian atas atau perdarahan akut lainnya. Yaitu dengan :
1.5.1. Koreksi defisit volume intravaskular dan stabilisasi hemodinamik
1.5.2. Perlu jalur intra vena pada pembuluh darah besar ( bukan vena kecil,
meskipun perdarahan diduga sedikit ). Jika di pembuuh darah kecil harap
pasang 2 jalur intra vena.
1.5.3. Boleh digunakan NaCl 0,9 % sebagai cairan pendahulu, sambil menunggu
darah.
1.5.4. Pasang cateter folley untuk memantau jumlah urin
1.5.5. Rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.

17
18
2. PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS PADA SIROSIS HATI

2.1. Pada prinsipnya penanganan sama dengan perdarahan saluran cerna bagian
atas (SCBA) lainnya, yaitu anamnesis adanya riwayat konsumsi obat-obatan
seperti OAINS, dan lakukan stabilisasi hemodinamik dengan penataksanaan
umum seperti di atas. Sebaiknya dipasang dua jalur Infus dengan jalur besar
(no. Jarum besar). Untuk transfusi darah, bisa diberikan PRC bila telah
terjadi pemulihan volume pembuluh darah. Ditambahkan FFP. Digunakan
Whole blood bila ada perdarahan masif.

2.2. Pemasangan NGT untuk diagnostik sebaiknya hati-hati karena pada pasien
sirosis hati pada umumnya, kondisi mukosa lambung rapuh dan mudah
berdarah.

2.3. Injeksi vitmain K dan asam traneksamat untuk memperbaiki faal hemostasis

2.4. Antasida oral, sukralfat, injeksi penyekat H2 diberikan bila ada dugaan
kerusakan mukosa yang menyertai perdarahan

2.5. Rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi. Serta didampingi tenaga
kesehatan.

19
20
PULMONOLOGI

1. HEMOPTISIS
1. Definisi : Ekspektorasi darah dan saluran napas. Darah bervariasi dari dahak
disertai bercak/lapisan darah hingga batuk berisi darah saja. Batuk
darah masif adalah batuk darah lebih dan 100 mL hingga lebih dan
600 mL darah dalam 24 jam
2. Gejala : Batuk, darah berwarna merah segar, bercampur busa, demam, sesak,
nyeri dada, riwayat penyakit paru, penurunan berat badan, anoreksia
3. Etiologi : Perdarahan saluran napas akibat infeksi, tumor, dll
4. P.Penunjang : DR, sputum: pemeriksaan BTA.
5. Penanganan : Istirahat baring, kepala direndahkan tubuh miring ke sisi sakit,
oksigen, infus, bila perlu transfusi darah, medikamentosa:
antibiotika, kodein tablet untuk supresi batuk, koreksi koagulopati:
Vitamin K intravena, jika kondisi meburuk selama perawatan rujuk
ke fasilitas kesehatan yang lebi tinggi.
6. Follow up : Gejala klinis
7.Komplikasi : Asfiksia, atelektasis, anemia
8. Tempat rawat : Ruangan isolasi TB
9. Lama rawat : 3-5 hari (tergantung kondisi pasien)
10. Masa pulih : 2 minggu
11.Prognosis : Tergantung pada penyebabnya.

2. EFUSI PLEURA
1. Definisi : Adanya cairan di rongga pleura > 15 rnL, akibat ketidakseimbangan
gaya Starling, abnormalitas struktur endotel dan mesotel, drainase
limfatik terganggu, dan abnormalitas site of entry (defek diafragma)
2. Gejala : Nyeri, sesak, batuk, demam, restriksi ipsilateral pada pergerakan
dinding dada. Bila > 300 ml cairan : redup, fremitus taktil dan fokal
menghilang, suara napas melemah-menghilang, trakea terdorong ke
kontralateral
3. Diagn. Banding : Transudat, eksudat, chylothora, empiema.
4. Etiologi : Tergantung penyakit penyakit dasar
5. P. Penunjang : (-)
6. Penanganan : Rujuk ke fasilitas kesehtan yang lebih tinggi.

3.PNEUMOTORAKS
1. Definisi : Akumulasi udara di rongga pleura disertai kolaps paru.
Menurut jenis fistulanya, dibagi atas : Pneumotoraks ventil,
pneumotoraks terbuka dan pneumotoraks tertutup
2. Gejala : Nyeri dada, akut, terlokalisir, dispnea (pada pneumotoraks ventil:
tiba-tiba), batuk, hemoptisis. Sisi terkena ( ipsilateral), pergerakan
berkurang/tertinggal, fremitus melemah-menghilang, hipersonor,
suara napas melemah-menghilang.Tanda pneumotoraks tension:
Keadaan umum sakit berat denyut jantung > 140 x/m, hipotensi,
takipneu, pernapasan berat, sianosis, diaforesis, deviasi trakea ke sisi
kontralateral, distensi vena leher.
3. Etiologi : Fistula/Bula yang pecah, traumatic.

21
4. P. Penunjang : Foto Toraks, CT Scan, AGD
5. Penanganan : Pneumotoraks kecil (<20%) observasi; Pneumotorak besar dilakukan
aspirasi atau WSD pada fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.
6. Follow up : Gejala klinis, selang WSD, foto thorak.
7.Komplikasi : Gagal napas, pneumotoraks tension, hemopneumotoraks, infeksi /
piopneumotoraks penebalan pleura, atelektasis, pneumotoraks
rekurens, emfisema mediastinum, edema paru reekspansi

4. PNEUMONIA DIDAPAT DI MASYARAKAT


1. Definisi : Inflamasi parenkim paru yang disebabkan mikroorganisme selain
Mikobakterium tuberkulosis.
2. Gejala : Panas, batuk dan sesak
3. Etiologi : Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia
pneumoniae, lnfeksi campuran (bakteri + patogen atipik atau virus),
Hemophilus influenzae, Enterik gram negatif, Respiratory viruses,
Lain: Moraxella catarrhalis, Legionella spp, aspirasi (anaerob),
Mycobacte rium tuberculosis, fungi endemik
4. P.Penunjang : Darah Rutin
5. Penanganan : Antibiotika adekuat dan terapi simptomatis, jika tidak membaik rujuk
ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.
6. Follow Up : Gejala klinis, pemeriksaan darah lengkap, hitung jenis, foto torak
7. Komplikasi : Gagal napas, Sepsis, syok sepsis, Gagal ginjal akut, Efusi
parapneumonik, Bronkiektasis
8. Tempat rawat : Ruang rawat umum
9. Lama rawat : 2-3 hari.
10. Masa pulih : 5-7 hari
12. Prognosa : Bonam

5.PNEUMONIA ATIPIK
1. Definisi : Pneumonia yang disebabkan infeksi bakterial, tapi mempunyai
gambaran klinis radiologis tersendiri yang berbeda dan pneumonia
umumnya, yakni onset yang insidious, demam ringan sampai berat,
batuk tanpa produksi sputum, dan tidak berespons dengan terapi
antibiotik B-laktam.
2. Gejala : Batuk tanpa sputum, kecuali bila penyakit memberat / infeksi
sekunder, demam dingin, dapat dengan cepat meningkat hingga
menggigil, Malaise, kelemahan seluruh anggota tubuh, Sakit kepala,
nyeri otot (sering),Nyeri dada (jarang), sesak napas (bila berat).
Suara napas bronkial, ronkhi, Efusi pleura, abses paru (bila berat)
3. Etiologi : Mycoplasma pneumoniae, chiamydia pneumoniae, legionella spp,
influenza virus tipe A dan B.
4. P.Penunjang : DR
5. Penanganan : Antibiotik dengan spektrum sesempit mungkin, makrolid,
respiratory-fluorokuinolon, rifampisin (bila curiga Legioflella), rujuk
ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.
6. Follow Up : Gejala klinik, leukosit,
7. Komplikasi : Efusi pleura, empiema, abses paru, atelektasis, gagal napas, kor
pulmonal pneumotoraks, septikemia, herpes labialis, penyakit
tromboemboli

22
8. Tempat rawat : Ruang rawat umum,
9. Lama rawat : 3-5 hari
10. Masa pulih : 5-7 hari
11. Konsultasi : -
12. Prognosis : Bonam

6. GAGAL NAFAS
1. Definisi : Ketidak mampuan. mempertahankan nilai pH (keasaman), oksigen
(O2), karbondioksida (C02) darah arteri supaya tetap dalam batas
normal
2. Gejala : Napas berat, batuk, sianosis, pulsus paradoksus, stridor, aritmia,
takikardia, konstriksi pupil
3. Etiologi : Penyakit saluran napas: bronkitis kronik, emfisema, asma bronkial,
bronkietasis, Penyakit paru parenkim: pneumonia, edema paru,
aspirasi, inhalasi asap, gas, Gangguan hipermeabilitas: edema paru,
ARDS, Penyakit pembuluh darah: emboli paru, syok kardiogenik,
fistula A. V pulmoner, Trauma: dada, leher, kepala, Gangguan
neurosmukular: poliomielitis, sindrom tetanus, Guillain Barre,
paralisis diafragma , Obat-obatan: barbiturat, narkotik, sedatif, obat-
obat relaksasi, Kelainan dinding dadab: kifoskoliosis, ankylosing
spondylitis, Lain-lain: hipotermia
4. P.Penunjang : Analisis gas darah, Foto toraks, FKG
5. Penanganan : Tahap I: Perbaiki gangguan hipoksemia dengan terapi O2,
persiapkan jalur intra vena dan berikan bronkodilator
injeksi atau anti inflamasi injeksi.
Tahap II: Rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi yang
memiliki alat ventilasi mekanik dan ICU. Selama
diperjalanan tetap dilakukan begging atau bantuan nafas
secara manual yang dilakukan oleh tenaga medis.
6. Prognosis : Malam

7. PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK


1. Definisi : Adanya perlambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel.
Perlambatan aliran udara umumnya progresif dan berkaitan dengan
respons inflamasi yang abnormal terhadap partikel atau gas iritan
(GOLD 2001).
2. Gejala : Sesak napas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor
risiko(+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala
3. Etiologi : Bronkitis kronik dan emfisema paru.
4. P.Penunjang : DR, foto toraks
5.Penanganan : Usaha mengurangi faktor risiko, Edukasi-motivasi berhenti merokok,
Farmakoterapi: Bronkodilator(agonis beta 2, antikolinergik dan metil
xantin), steroid, obat tambahan seperti mukolitik, antioksidan,
imunoregulator, antitusif, vaksinasi. Jika tidak membaik dalam
perawatan
6. Follow Up : Gejala klinik.
7.Komplikasi : Gagal napas, kor pulmonal, septikemia
8. Tempat rawat : Ruang rawat umum

23
9. Lama rawat : 5-7 hari
10. Masa pulih : 14 hari
11. Konsultasi : -
12. Prognosis : Dubia, tergantung stadium, penyakit paru komorbid lain.

8. TUBERKULOSIS PARU
1. Definisi : Infeksi paru yang menyerang jaringan parenkim paru, disebabkan
bakteri Mycobacterium tuberculosis
2. Gejala : Batuk-batuk > 3 minggu batuk berdarah, sesak napas, nyeri dada,
malaise, lemah, berat badan turun, napsu makan turun, keringat
malam, demam.
3. Etiologi : Mycobacterium tuberculosis

4. P.Penunjang : Sputum BTA, DR


5. Penanganan : Istirahat, stop merokok, hindari polusi, tangani komorbiditas, nutrisi,
vitamin, Medikamentosa obat anti TB (OAT)
6. Follow Up : Sputum BTA, foto thorax, kultur dan sensitivity test sputum, LED.
7. Komplikasi : Komplikasi paru: atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis,
pneumotoraks, gagal napas. TB eskstra paru: pleuritis, efusi pleura,
perikarditis, peritonitis, TB kelenjar limfe, kor pulmonal
8. Tempat rawat : Ruang isolasi TBC
9. Lama rawat : 5-7 hari (tergantung kondisi pasien)
10. Masa pulih : 1 minggu
11. Konsultasi : -
12. Prognosis : Tergantung derajat berat, kepatuhan pasien, sensitivitas bakteri, gizi,
status imun dan komorbiditas.

HEMATOLOGI

1. ANEMIA
1. Definisi : Anemia karena kekurangan faktor pembentukan darah
2. Gejala : Pucat, lemah,
3. Diag. Banding: thalasemia, anemia akibat penyakit kronik, anemia sideroblastik, anemia
aplastik
4. Etiologi : Ankilostomiasis, perdarahan kronik, hemoroid, hemoptisis, dll.
5. P. Penunjang : DR
6. Penanganan : Pemberian preparat besi per os Ferosulfat 3 x 200 mg/hari pada anemia
defisiensi besi. Rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi jika Hb
dibawah 7
Pemberian transfusi bila ada gejala anemia berat (angina pectoris,
hipotensi postural)
7. Folow up : Gejala klinis, Hb, retikulosit
8. Komplikasi : Gagal jantung, angina pectoris (iskemia jantung)
9. Tempat rawat : Ruang rawat umum
10. Lama rawat : 3 5 hari
11.Masa pulih : 2 bulan
12.Prognosis : Baik

24
2. POLISITEMIA VERA
1. Definisi : Kelainan sistem hemopoesis yang dihubungkan dengan peningkatan
jumlah dan volume sel darah merah di atas ambang batas nilai normal,
disebut polisitemia vera bila populasi eritrosit berasal dari suatu klon sel
induk darah abnormal.
2. Gejala : Sakit kepala, tinitus, mudah lelah, darah tinggi, gangguan penglihatan,
gatal, perdarahan, trombosis.
3. Etiologi : Tidak diketahui
4. P. Penunjang : Eritrosit, granulosit, trombosit, saturasi O2, BMP
5. Penanganan : Rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi
6. Follow up : Hematokrit, perdarahan, trombosis
7. Komplikasi : Trombosis, perdarahan, mielofibrosis
8. Tempat rawat : Ruang rawat umum
9. Lama rawat : 5-7 hari
10. Masa pulih :
11. Prognosis : Jelek

3. PURPURA TROMBOSITOPENIA IDIOPATIK


1. Definisi : Kelainan didapat yang berupa gangguan otoimun yang mengakibatkan
trombositopenia oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini
dalam sistem retikuloendotelial akibat adanya otoantibodi terhadap
trombosit
2. Gejala : Manifestasi perdarahan berupa petekie, ekimosis, purpura, perdarahan
gusi, epistaksis, hematuria, hematemesis dan melena, menoragia.
3. Etiologi : Autoimun
4. P.Penunjang : Darah Lengkap, BMP
5. Penanganan : Trombosit > 50.000/mm3 tidak diterapi
Trombosit < 50.000/mm3 diberikan prednisone 1,0-1,5 mg/kgBB/hari
Bila terdapat tanda yang meburuk rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih
tinggi.
6. Follow up : Perdarahan, hitung trombosit
7. Komplikasi : Perdarahan
8. Tempat rawat : Ruang rawat umum
9. Lama rawat : Tergantung respon terapi
10. Masa pulih :
11. Prognosis : ITP akut bonam, ITP kronik dubia ad malam

25
REUMATOLOGI

1. ARTRITIS PIRAI (Gout)


1. Definisi : Peradangan dari sendi (arthritis) oleh karena penimbunan kristal
monosodium urat di sendi.
2. Gejala : Serangan akut dapat didahului oleh trauma, tindakan bedah, infeksi,
minuman keras, atau obat. Permulaan serangan biasanya akut, nyeri
sendi yang sangat, monoartikuler dengan tanda-tanda inflamasi yang
nyata terutama pada ibu jari kaki (podagra), dan kadang-kadang disertai
demam. Pada keadaan lanjut sifat artritis menjadi poliartikuler yang
dapat disertai timbulnya tofus. Diagnosis banding: monoartritis oleh
sebab lain (pseudogout, artritis infeksiosa). Keadaan poliartikuler dapat
menyerupai artritis reumatoid atau osteoartritis generalisata. Kriteria
ACR 1977:
a. ditemukan kristal MSU dalam cairan sendi
b. ditemukan kristal MSU dalam tophus
c. ditemukannya 6 dari 12 :
1. radang akut pada hari pertama
2. serangan artritis >1 kali
3. artritis monoartikuler
4. sendi yang terkena berwarna kemerahan
5. pembengkakan dan sakit pada sendi MTP 1
6. serangan pada sendi MTP 1 unilateral
7. serangan pada sendi tarsal unilateral
8. tofus
9. hiperuricemia
10. pembengkakan sendi asimetris pada gambaran radiologis
11. kista subkortikal tanpa erosi pada gambaran radiologis
12. kultur bakteri cairan sendi negatif
3. Etiologi : Asam urat
4. P.Penunjang : DR, asam urat.
5. Penanganan : A. Stadium akut (saat serangan)
istirahat
kolkisin dimulai pada awal serangan dengan dosis 0,5 mg tiap
satu atau dua jam sampai terjadi perbaikan atau terjadi efek
samping (mual, muntah), maximum dosis 8 mg dalam 24 jam,
kemudian dosis diturunkan setelah 24 jam menjadi 3 x 0,5mg tiap
hari.
OAINS (menggunakan OAINS dosis tinggi), contoh:
- Diclofenac acid 50 mg 2x1
- Piroxicam 20 mg 1x1
Pada orang tua, penderita dengan gangguan pencernaan
menggunakan COX-2 Inhibitor, contoh:
- Meloxicam 1x1 pc
- Celecoxib 2x1

26
B. Di luar serangan:
Usahakan berat badan menjadi ideal
Diit rendah purin
Jangan minum yang beralkohol
Alupurinol Untuk penderita dengan GA kronik turunkan kadar
asam urat sampai 4-5 mg/dl
Pada hiperuricemia dengan tipe underekskresi dapat diberikan
obat urikosurik (probenesid) apabila tidak dijumpai batu di
saluran kencing dan dianjurkan penderita untuk banyak minum
6. Follow Up : Gejala klinis, nyeri sendi, keadaan komorbid yang lain contoh
dislipidemia kontrol dengan statin atau fibrat
7. Komplikasi : Ginjal: - endapan asam urat dalam jaringan ginjal nefritis interstitial
- batu ginjal
Tofus
8. Tempat rawat : Ruang rawat umum
9. Lama rawat : 3-5 hari
10. Masa pulih : 1 minggu
11. Konsultasi : -
12. Prognosa : Baik

2. OSTEOARTRITIS
1. Definisi : Peradangan sendi terutama pada usia lanjut dan mengenai sendi-sendi
menopang berat badan disebabkan oleh gangguan tulang rawan sendi
2. Gejala : Keluhan utama adalah sakit/linu dimana pada fase awal terjadi sesudah
aktivitas yang berlebihan. Kaku sendi dapat dirasakan terutama sesudah
istirahat lama biasanya pada pagi hari sesudah bangun tidur. Dapat
ditemukan gejala krepitasi, tanda-tanda inflamasi Herbedens node pada
sendi interfalang distal (+).
3. Diag. banding : Permulaan artritis reumatoid, artritis pirai, penyakit Paget, keganasan
4. Etiologi : Gangguan pada tulang rawan sendi
5. P.Penunjang : DR
6. Penanganan : Lindungi sendi dari beban yang berlebihan seperti kurang berat badan
untuk mengurangi beban sendi, pakai penyangga berat badan pada sendi
yang terkena.
Obat-obatan :
a. Analgesik antara lain paracetamol dosis biasa (3x500 mg)
b. OAINS (dosis rendah) contoh:
- Diclofenac acid 25 mg 2x1
- Pada orang tua, penderita dengan gangguan pencernaan
menggunakan anti inflamasi nonsteroid yang COX-2 inhibitor:
- Meloxicam 1x1
- Celecoxib 2x1
c. Injeksi kortikosteroid intra artikuler jika sendi yang terkena hanya
satu atau dua
d. Disease Modified Osteoarthritis Drugs (DMOAD)
- Kondroitin Sulfat
- Hialuronic Acid
- Anti Interleukin-1 (Atrodar)
e. Fisioterapi untuk mengembalikan fungsi sendi, mempertahankan tonus

27
dan kekuatan otot sekitar sendi
7. Follow Up : Gejala nyeri dan fungsi sendi
8. Komplikasi : Kontraktur
9. Tempat rawat : Ruang rawat umum
10. Lama rawat : 3-5 hari
11. Masa pulih : 7 hari
12. Prognosa : Baik

3. REMATIK NON ARTIKULER (RNA)


Terdiri dari : - Tendenitis
- Teno sinovitis
- Bursitis
- Fibromialgia
1. Definisi : Nyeri yang ditimbulkan dari jaringan di sekitar sendi
2. Gejala :
Faktor pencetus, misalnya: trauma, beban kerja yang berlebihan (olahragawan),
kelainan postur, degenerasi senilis dari jaringan lunak, dan stres psikologis,
misalnya ketegangan jiwa, depresi, frustasi
Pada usia muda biasanya: trauma, beban kerja yang berlebihan, stres pskologik
pada usia tua sering degenerasi senilis, kelainan postur
keluhan umum ialah nyeri, kekakuan, kepekaan (tenderness) dan seringkali
gerakan yang terbatas
fisik: tidak ada kelainan
3.Diag. banding : Artritis, kelainan sistemik (misalnya SLE), penyakit tulang
(osteokondritis disekans, nekrosis aseptik, tumor (osteoma)
4. Etiologi : Mekanik dan psikologik
5. P.Penunjang : --
6. Penanganan :
a. Keterangan yang jelas pada penderita tentang sifat penyakitnya tidak berbahaya,
sehingga rasa takut, gelisah, depresi hilang dan refleks spasme otot yang merupakan
bagian dari siklus nyeri spasme-nyeri hilang juga
b. Istirahat secara fisik dan mental
- Fisik : Pada stadium akut digunakan splint atau mitela
- Mental : Keadaan yang tegang dapat memperberat gejala-gejala
c. Obat-obat
1. Analgesik misalnya:
- Paracetamol 3x500 mg
- Metampiron (Antalgin) 3x500 mg
2. Anti inflamasi nonsteroid, misalnya:
- Meloxicam 1x1
- Celecoxib 2x1
3. Relaksasi otot, misalnya:
- Diazepam (Valium) 3x2-5 mg
4. Sedatif, penenang, misalnya:
- Diazepam (Valium) 3x2-5 mg
6. Follow Up : Gejala klinis
7. Komplikasi : --
8. Tempat rawat : Poliklinik rawat jalan

28
9. Lama rawat : --
10. Masa pulih : --
11. Konsultasi : Fisioterapist
12. Prognosa : Baik

4. ARTRITIS RHEUMATOID
1. Definisi : Penyakit sistemik yang mengenai sendi dan jaringan sekitarnya yang
disebabkan karena proses imunologik
2. Gejala :
Timbul mendadak atau perlahan-lahan
Nyeri sendi dan kaku pada pagi hari > 1 jam adalah keluhan utama
Pada permulaan sendi yang terkena adalah sendi interfalangs proksimal, metakarpal,
dan pergelangan tangan
Kadang-kadang ditemukan nodul sbkutan pada daerah ekstensor terutama pada siku
Dapat terjadi remisi
Dapat terjadi kerusakan sendi, subluksasi dan ankilosis
3. Diag. Banding : Artritis psoriatrik, penyakit Reiter, osteoartritis generalisata awal, SLE
4. Etiologi : Imunologik
5. P.Penunjang : Hb, leuko, diff.leukosit, LED, faktor rematoid (Rose Waaler Test),
Antinuclear Antibody (ANA) test, LED dan C-reactive protein, foto
sendi yang terkena
6. Penanganan : - Istirahat terutama pada sendi yang terkena
- Obat-obatan
a. Simptomatik
1. Analgesik, antara lain paracetamol 3x500 mg
2. Anti inflamasi non steroid antara lain:
- Meloxicam 1x1
- Celecoxib 2x1
b. Remitif : Penisilamin, klorokuin, siklofosfamid
c. Kadang-kadang diperlukan injeksi kortikosteroid intraartikuler
atau kortikosteroid oral pada keadaan berat

7. Follow Up : Gejala klinis, nyeri


8. Komplikasi : Sistemik manifestation
9. Tempat rawat : Ruang rawat umum
10. Lama rawat : 7-14 hari
11. Masa pulih : 2-3 minggu
12. Konsultasi :
13. Prognosa : malam

5. SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS


1. Definisi : Penyakit autoimun yang ditandai produksi antibodi terhadap
komponen-komponen inti sel yang mengakibatkan manifestasi klinis
yang luas.
2. Diagnosis :
Kriteria diagnosis ACR 1982 (4 dari 11)
1. Ruam malar
2. Ruam diskoid

29
3. Fotosensitivitas
4. Ulserasi di mulut atau nasofaring
5. Artritis
6. Serositis (pleuritis atau perikarditis)
7. Kelainan ginjal (proteinuria >0,5g/hari, atau silinder sel)
8. Kelainan neurologi, kejang-kejang atau psikosis.
9. Kelainan hematologi, anemia hemolitik, atau leukopenia, atau limfopenia, atau
trombopenia.
10. Kelainan imunologik, sel LE positif atau anti DNA positif, atau anti Sm positif, tes
serologis untuk sifilis positif palsu.
11. Antibodi anti nuklear (ANA) positif.
3. Diag. banding : Mixed connective tissue disease, sindrom vaskulitis
4. P.Penunjang :
LED, CRP
C3 dan C4
ANA, ENA (anti dsDNA dsb)
Coomb test, bila ada AIHA
Biopsi kulit
5. Terapi :
Rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.

30
GERIATRI

1. SINDROM DELIRIUM AKUT


1. Definisi : Sindrom delirium akut (acute confusional state/ACS) adalah sindrom
mental organic yang ditandai dengan gangguan kesadaran dan atensi
serta perubahan kognitif atau gangguan persepsi yang timbul dalam
jangka pendek dan berfluktuasi.
2. Diagnosis : Kriteria diagnosis menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM-IV-TR) meliputi gangguan kesadaran yang disertai
penurunan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan
perhatian, perubahan kognitif atau timbulnya gangguan persepsi yang
bukan akibat demensia, timbul dalam jangka pendek, dan cenderung
berfluktuasi sepanjang hari, serta terdapat bukti dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, atau pemeriksaan penunjang bahwa gangguan
tersebut disebabkan kondisi medis umum maupun akibat intoksikasi,
efek samping, atau putus zat/obat.
Harus dicari faktor pencetus dan faktor risikonya
- Pencetus yang sering : gangguan metabolik (hipoksia, hiperkarbia,
hipo atau hiperglikemia, hiponatremia, azotemia), infeksi (sepsis,
pneumonia, infeksi saluran kemih), penurunan cardiac output
(dehidrasi, kehilangan darah akut, infark miokard akut, gagal jantung
kongestif) strok (korteks kecil), obat-obatan (terutama antikolinergik),
intoksikasi (alkohol,dll), hipo atau hipertermia, lesi sistem saraf pusat,
psikosis akut, pemindahan ke lingkungan baru/tidak familiar, impaksi
fekal, dan retensi urin.
- Faktor risiko : riwayat gangguan kognitif, usia lebih dari 80 tahun,
mengalami fraktur saat masuk perawatan, infeksi simtomatik, jenis
kelamin pria, mendapat obat antipsikotik atau analgesik narkotik,
malnutrisi, penambahan 3 atau lebih obat, dan penggunaan kateter urin.
3. Etiologi : Multifaktorial
4. Diag. Banding : Demensia, psikosis fungsional, kelainan neurologis.
5. P.Penunjang : Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi defisit
neurologis fokal, adakah cerebro vascular disease atau transient
ischemic attack; lakukan brain CT scan jika ada indikasi.
Darah perifer lengkap
Elektrolit (terutama Natrium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah
Analisis gas darah
Urin lengkap dan kultur resistensi urin
Foto toraks
EKG
6. Penanganan :
1. Berikan oksigen, pasang infus dan monitor.
2. Segera dapatkan hasil pemeriksaan penunjang untuk memandu langkah selanjutnya;
tujuan utama terapi adalah mengatasi faktor pencetus.
3. Jika khawatir aspirasi dapat dipasang pipa naso-gastrik.
4. Kateter urin dipasang terutama jika terdapat ulkus dekubitus disertai inkontinensia
urin.
5. Hindari sebisa mungkin pengikatan tubuh untuk mencegah imobilisasi. Jika memang
diperlukan, gunakan dosis terendah obat neuroleptik dan atau benzodiazepin dan

31
monitor status neurologisnya; pertimbangkan penggunaan antipsikotik atipikal. Kaji
ulang intervensi ini setiap hari; targetnya adalah penghentian obat antipsikotik dan
pembatasan penggunaan obat tidur secepatnya.
6. Kaji status hidrasi secara berkala.
7. Follow Up : Gejala klinis, laboratoris
8. Komplikasi : Fraktur, hipotensi sampai renjatan, trombosis vena dalam, emboli paru,
sepsis.
9. Prognosis : Dubia

2. INKONTINENSIA URIN
1. Definisi : Inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak terkendali
sehingga menimbulkan masalah higiene dan sosial
2. Diagnosis : Untuk menegakkan diagnosis perlu diketahui penyebab dan tipe
inkontinensia urin.Terdapat 2 masalah dalam sistem saluran kemih
yang dapat memberikan gambaran inkontinensia urin yakni masalah
saat pengosongan kandung kemih dan masalah saat pengisian
kandungan kemih.
Untuk inkontinensia urin yang akut, perlu diobati penyakit atau
masalah yang mendasari, seperti infeksi saluran kemih, obat-obatan,
gangguan kesadaran, skibala, prolaps uteri.
Inkontinensia urin yang kronik dapat dibedakan atas beberapa jenis:
inkontinensia tipe urgensi atau overactive bladder, inkontinensia tipe
stres, dan inkontinensia urin tipe overflow.
- Inkontinensia urin tipe urgensi dicirikan oleh gejala adanya
sering berkemih (frekuensi lebih dari 8 kali), keinginan berkemih
yangf tidak tertahankan (urgensi), sering berkemih di malam hari,
dan keluarnya urin yang tidak terkendali yang didahului oleh
keinginan berkemih yang tidak tertahankan.
- Inkontinensia urin tipe stres dicirikan oleh keluarnya urin yang
tidak terkendali pada saat tekanan intraabdomen meningkat
seperti bersin, batuk dan tertawa.
- Inkontinensia urin tipe overflow dicirikan oleh
menggelembungnya kandung kemih melebihi volume yang
seharusnya dimiliki kandung kemih, post-void reside (PVR) >
100cc.
3. Etiologi : Multifaktorial

4. P.Penunjang : -
5. Penanganan : Terapi tergantung pada penyebab inkontinensia urin.
Untuk inkontinensia urin tipe urgensi dan overactive bladder,
diberikan latihan otot dasar panggul, bladder training, schedule
toiletting, dan obat yang bersifat antimuskarinik (antikolinergik)
seperti tolterodin atau oksibutinin. Obat antimuskarinik yang
dipilih seyogianya yang bersifat uroselektif.
Untuk inkontinensia urin tipe stres, latihan otot dasar panggul
merupakan pilihan utama, dapat dicoba bladder training dan obat
agonis alfa (hati-hati pemberian agonis alfa pada orang usia lanjut).
Untuk inkontinensia tipe overflow, perlu diatasi penyebabnya. Bila
ada sumbatan, perlu diatasi sumbatannya.

32
6. Follow Up : Gejala klinis
7. Komplikasi : Infeksi saluran kemih, lecet pada area bokong sampai dengan ulkus
dekubitus, serta jatuh dan fraktur.
8. Konsultasi : -
9. Prognosis : Inkontinensia urin tipe stres biasanya dapat diatasi dengan
latihan otot dasar panggul, prognosis cukup baik.
Inkontinensia urin tipe urgensi atau overactive bladder umumnya
dapat diperbaiki dengan obat-obatan golongan antimuskarinik,
prognosis cukup baik.
Inkontinensia urin tipe overflow, tergantung pada penyebabnya
(misalnya dengan mengatasi sumbatan/retensi urin).

3. DEHIDRASI
1. Definisi : Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa
hilangnya air lebih banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau
hilangnya natrium yang lebih banyak daripada air (dihidrasi
hipotonik).
2. Diagnosis : Gejala dan tanda klinis dehidrasi pada usia lanjut tak jelas, bahkan bisa
tidak ada sama sekali. Gejala klasik dehidrasi seperti rasa haus, lidah
kering, penurunan turgor dan mata cekung sering tidak jelas. Gejala
klinis paling spesifik yang dapat dievaluasi adalah penurunan berat
badan akut lebih dari 3%. Tanda klinis obyektif lainnya yang dapat
membantu mengidentifikasi kondisi dehidrasi adalah hipotensi
ortostatik. Bila ditemukan aksila lembab/basah, suhu tubuh meningkat
dari suhu basal, diuresis berkurang, berat jenis (BJ) urin lebih dari atau
sama dengan 1,019 (tanpa adanya glukosuria dan proteinuria), serta
rasio Blood Urea Nitrogen/Kreatinin lebih dari atau sama dengan 1,69
(tanpa adanya perdarahan aktif saluran cerna) maka kemungkinan
terdapat dehidrasi pada usia lanjut adalah 81%. Kriteria ini dapat
dipakai dengan syarat: tidak menggunakan obat-obat sitostatik, tidak
ada perdarahan saluran cerna, dan tidak ada kondisi overload (gagal
jantung kongestif, sirosis hepatis dengan hipertensi portal, penyakit
ginjal kronik stadium terminal, sindrom nefrotik).
3. Etiologi : Hilangnya cairan tubuh
4. P. Penunjang : -
5. Penanganan : Lakukan pengukuran keseimbangan cairan yang masuk dan keluar
secara berkala sesuai kebutuhan.
Pada dehidrasi ringan, terapi cairan dapat diberikan secara oral
sebanyak 1500-2500 ml/24 jam (30 ml/kg BB/ 24 jam) untuk
kebutuhan dasar, ditambah dengan penggantian defisit cairan dan
kehilangan cairan yang masih berlangsung. Menghitung kebutuhan
cairan sehari, termasuk jumlah insensible water loss sangat perlu
dilakukan setiap hari. Perhatikan tanda-tanda kelebihan cairan seperti
ortopnea, sesak napas, perubahan pola tidur, atau confusion. Cairan
yang diberikan secara oral tergantung jenis dehidrasi.
Dehidrasi hipertonik: cairan yang dianjurkan adalah air atau
minuman dengan kandungan sodium rendah, jus buah seperti apel,
jeruk, dan anggur.

33
Dehidrasi isotonik: cairan yang dianjurkan selain air dan suplemen
yang mengandung sodium (jus tomat), juga dapat diberikan larutan
isotonik yang ada di pasaran
Dehidrasi hipotonik cairan yang dianjurkan seperti di atas tetapi
dibutuhkan kadar sodium yang lebih tinggi
Pada dehidrasi sedang sampai berat dan pasien tidak dapat diminum
peroral, selain pemberian cairan enteral, dapat diberikan rehidrasi
parenteral.
6. Follow Up : Gejala klinis, laboratoris, produksi urine
7. Komplikasi : Gagal ginjal, sindrom delirium akut
8. Prognosis : Dubia ad bonam

4. PNEUMONIA PADA GERIATRI


1. Definisi : Pneumonia adalah infeksi parenkim paru yang disebabkan
oleh berbagai jenis bakteri, virus, jamur dan parasit.
2. Diagnosis : Infiltrat baru atau perubahan infiltrat progresif pada foto
toraks, dengan disertai sekurang-kurangnya 1 gejala mayor
atau 2 gejala minor berikut:
Gejala Mayor :
1. batuk
2. sputum produktif
3. demam (suhu >37,8oC)
Gejala Minor :
1. sesak napas
2. nyeri dada
3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. jumlah leukosit >12.000/L
Pneumonia pada usia lanjut seringkali memberikan gejala
yang tidak khas. Selain batuk dan demam pasien tidak jarang
datang dengan keluhan gangguan kesadaran (delirium), tidak
mau makan, jatuh, dan inkontinensia akut.
3. Etiologi : Bakteri (Gram-positif maupun Gram-negatif, tipikal maupun
atipikal), virus, jamur dan parasit
4. Diagnosis Banding : Emboli paru, gagal jantung, tuberkulosis paru.
5. Pemeriksaan Penunjang : DR
6. Penanganan :
Suportif oksigen: oksigen, cairan, nutrisi, mukolitik-ekspektoran, bronkodilator.
Farmakologis:
Antibiotika empirik segera diberikan sejak awal sesuai dengan jenis pneumonia
yang terjadi (CAP, HAP, atau VAP). Pada CAP dapat diberikan antibiotika
golongan b-laktam/anti b-laktamase dan sefalosporin generasi II atau III yang
dikombinasi dengan makrolid atau doksisiklin, atau fluorokuinolon saluran
napas (levofloksasin, gatifloksasin, moksifloksasin) sebagai obat tunggal. Pada
HAP atau VAP dipilih antibiotika yang bekerja terhadap kuman Pseudomonas
dan kuman nosokomial lain, seperti sefalosporin generasi III anti-pseudomonas,
sefalosporin generasi IV, piperacillin-tazobaktam, kuinolon anti-pseudomonas
(ciprofloksasin), atau aminoglikosida.
Antibiotika spesifik diberikan setelah didapatkan hasil pemeriksaan biakan
kuman dan uji resistensi.

34
Pemilihan antibiotika juga harus memperhatikan penurunan fungsi organ yang
mungkin sudah terjadi pada usia lanjut dan komorbid yang ada.
Program rehabilitasi medik (fisioterapi dada dan program lain yang terkait).
7. Follow Up : Gejala klinis, laboratoris
8. Komplikasi : Empiema, efusi pleura, gagal napas, sepsis sampai syok sepsis.
9. Konsultasi : Departemen Rahabilitasi Medik
10. Prognosis : Dubia

5. INFEKSI SALURAN KEMIH


1. Definisi : Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang melibatkan struktur saluran
kemih, yaitu dari epitel glomerulus tempat mulai dibentuk urin
sampai dengan muara urin di meatus urethrae externae. ISK pada
usia lanjut dapat timbul sebagai akibat dari kondisi-kondisi yang
sering menyertai orang usia lanjut, seperti inkontinensia urin dan
hipertrofi prostat yang memerlukan pemakaian kateter menetap,
imobilisasi, dan menurunnya fungsi imunitas baik non-spesifik
maupun spesifik.
2. Gejala/Diagnosis :
Meningkatkan kecurigaan adanya ISK bila didapatkan kondisi-kondisi akut pada usia
lanjut tanpa memperhatikan gejala khas dari ISK atau mengenali faktor-faktor resiko
ISK pada usia lanjut adalah merupakan pendekatan diagnosis yang tepat. Hal tersebut
dapat dijadikan dasar untuk pemeriksaan sampel urin untuk dianalisis dan dibiak serta
melakukan pemeriksaan penunjang lain guna mengetahui adanya kelainan anatomi
maupun struktural.
Kriteria diagnosis bakteriuria berdasarkan gambaran klinis dan cara pengambilan
sampel urin:
- >102 Colony Forming Unit (CFU) coloniform/ml urin atau >105 CFU non-
coliform/ml urin, pada wanita dengan gejala ISK
- >103 CFU bakteri/ml urin, pada pria dengan gajala ISK
- >105 CFU bakteri/ml urin (2 kali pemeriksaan dengan jarak 1 minggu), pada
wanita dan pria tanpa gejala ISK
- >102 CFU bakteri/ml urin, pada pasien dengan kateter
- Berapapun jumlah CFU bakteri/ml urin, pada pasien dengan gejala ISK dengan
pengambilan sampel urin dari kateterisasi suprapubik
3. Etiologi : Bakteri
4. Diagnosis Banding :
5. Pemeriksaan Penunjang :
A. LABORATORIUM
DR
Gula darah
B. NON LABORATORIUM
BNO/IVP
USG ginjal

6. Penanganan :
Non Farmakologi
Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
Menjaga kebersihan daerah genitalia bagian luar
Farmakologi

35
Antibiotika sangat dianjurkan dan perlu segera diberikan pada ISK simtomatik,
sesuai dengan tes resistensi kuman atau pola kuman yang ada atau secara
empiris yang dapat mencakup Escherichia coli dan gram negatif lainnya.
Pada ISK asimtomatik antibiotika hanya diberikan pada pasien dengan resiko
tinggi terjadinya komplikasi yang serius (seperti transplantasi ginjal atau pasien
dengan granulositopenia) dan pasien yang akan menjalani pembedahan.
Antibiotika oral direkomendasikan untuk ISK tak berkomplikasi dengan lama
pemberian 7-10 hari pada perempuan dan 10-14 hari pada laki-laki. Antibiotika
parenteral untuk ISK berkomplikasi dengan lama pemberian tidak kurang dari
14 hari.
Antibiotika golongan fluorokuinolon masih digunakan sebagai pengobatan
pilihan pertama. Kadang pengobatan kombinasi masih digunakan pada infeksi
yang sulit dikendalikan, terutama infeksi karena Enterococcus dan
Pseudomonas. Golongan lain yang biasa digunakan adalah aminoglikosida,
sefalosporin generasi ke-3 dan ampisilin.
Keberhasilan pengobatan pada ISK simtomatik ditentukan oleh hilangnya gejala
dan bukan hilangnya bakteri.
Evaluasi ulang dengan kecurigaan adanya kelainan anatomi atau struktural dapat
mulai dipertimbangkan bila terjadi ISK berulang >2 kali dalam waktu 6 bulan.
7. Follow Up : Gejala klinis, laboratoris
8. Komplikasi : Sepsis, gagal ginjal, pielonefritis akut, inkontinensia urin, ISK
berulang.
9. Konsultasi : Departemen Rehabilitasi Medik, Bidang Keperawatan, Urologi,
Departemen Obstetri-Ginekologi
10. Prognosis : Bila tak ada komplikasi: baik

6. ULKUS DEKUBITUS
1. Definisi : Ulkus dekubitus adalah lesi yang disebabkan oleh tekanan yang
menimbulkan kerusakan jaringan di bawahnya.
2. Gejala/Diagnosis : Biasanya terdapat faktor-faktor resiko: imobilisasi, inkontinensia,
fraktur, defisiensi nutrisi (terutama vitamin C dan albumin), kulit
kering, peningkatan suhu tubuh, berkurangnya tekanan darah, usia
lanjut.
Stadium Klinis :
Stadium I: Respon inflamasi akut terbatas pada epidermis, tampak pada daerah
eritema indurasi dengan kulit masih utuh atau lecet.
Stadium II: Luka meluas ke dermis hingga lapisan lemak subkutan, tampak
sebagai ulkus dangkal dengan tepi yang jelas dan perubahan warna pigmen kulit,
biasanya sembuh dalam waktu beberapa hari sampai beberapa minggu.
Stadium III: Ulkus lebih dalam, menggaung, berbatasan dengan fasia dan otot-
otot.
Stadium IV: Perluasan ulkus menembus otot hingga tampak tulang di dasar ulkus
yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang dan sendi.
Luka tekan biasa terjadi di daerah tulang yang menonjol seperti sakrum dan
kalkaneus karena posisi terlentang, trokanter mayor dan maleolus karena posisi
miring 90o dan tuberositas iskial karena posisi duduk.
3. Etiologi : Tekanan
4. Diagnosis Banding : Pada ulkus dekubitus stadium IV, bila luka tidak membaik,
foto tulang terdapat kelainan, hitung leukosit >15.000/l, atau

36
LED 120 mm/jam kemungkinan 70% sudah ada osteomielitis
yang mendasari.
5. Pemeriksaan Penunjang : DPL, kultur plus (MOR), kadar albumin serum, foto tulang di
regio yang dengan ulkus dekubitus dalam.
6. Penanganan : rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.
7. Follow Up : Gejala klinis, laboratoris
8. Komplikasi : Sepsis
9. Konsultasi :-
10. Prognosis : Dubia ad bonam

37
TROPIK INFEKSI
1. MALARIA
1. Definisi : Penyakit infeksi oleh karena infeksi plasmodium, ada 4 macam:
- Plasmodium Falciparum
- Plasmodium Vivax
- Plasmodium Malariae (jarang)
- Plasmodium Ovale (jarang)
2. Inkubasi : 5-16 hari
3. Gejala : - menggigil/dingin, panas dan berkeringat (trias malaria:
P.Falciparum:24 jam; P.Vivax:48 jam; P.Malariae:72 jam)
4. Komplikasi : - Ikterik - Gangguan kesadaran
- Gangguan fungsi ginjal/oliguria - Hipoglikemia
- Perdarahan (trombositopenia) - Hipotensi
- Edema paru
5. P.Penunjang : - Tetes tebal dan/hapusan tipis
- Hb, leukosit, hitung jenis leuko, trombosit
- Serum bilirubin, ureum, kreatinin, gula darah
- Rapid test
6. Diag. Banding : - Demam tifoid, infeksi virus (demam dengue), ISPA
7. Penanganan : 1.Malaria dengan komplikasi/dengan kehamilan: rawat inap;
malaria tanpa komplikasi, boleh rawat jalan/rawat inap
2. Malaria dengan komplikasi: lihat S.O.P Malaria berat
3. Malaria tanpa komplikasi:
P.Falciparum: Artesunat-Amodiakuin + Primakuin 3 tab dosis
tunggal satu kali pemberian
P. Vivax: Chlorokuin + Primakuin selama 14 hari
Kina Sulfat + Primakuin selama 14 hari
Artosdiakuin + Primakuin selama 14 hari
8. Follow up : Periksa tetes tebal pada hari ke 3,7,14,28, untuk mendeteksi resistensi.
Bila hasil tetes tebal, malaria masih (+): pengobatan dengan kina sulfat
3x10 mg/kgBB + Doksisiklin 2x100 mg selama 7 hari.

3. AMUBIASIS
1. Definisi : Infeksi yang disebabkan oleh entamoeba histolitika, 90%
asimptomatik, 10% gejala disentri, abses hati
2. Inkubasi : 2-6 minggu
3. Gejala : Nyeri perut bawah, diare ringan, malaise, BB turun, tinja dengan
mucus dan darah. Keadaan berat, disertai demam, toksik megakolon,
tenesmus
4. Komplikasi : Abses hati amuba, efusi pleura, ulkus genitalis
5. P.Penunjang : DR
6. Diag.Banding : Camphylobacter, E.coli, Shigella, Salmonela, Malaria, Tifoid
7. Penanganan : Metronidazole 3x500 mg 5-10 hari
8. Follow up : Bila diperlukan/ belum merasa sembuh

38
2. ANKILOSTOMIASIS
1. Definisi : infeksi intestinal oleh ancylostoma duodenale
2. Inkubasi : 40-100 hari
3. Gejala : asimptomatik gejala awal: manifestasi local di kulit (ground itch),
local edema, eritema. Urtikaria, wheezing, nausea dan muntah, diare,
peptic ulcer like
4. Komplikasi : bronchitis, pneumonia, sindroma Loefflers, lava migrans
5. P.penunjang : -
6. Penanganan : Mebendazole 100 mg, 2x sehari selama 3 hari atau
300 mg dosis tunggal
Pyrantel pamoate 11 mg/kgBB (max 1 gr) untuk 3 hari
Untuk anemianya : Sulfas ferosus

3. ASCARIASIS
1. Definisi : infeksi intestinal karena ascaris lumbricoides
2. Inkubasi : 60-75 hari
3. Gejala : pada fase migrasi ke paru: batuk, dada panas, batuk berdarah, demam,
pneumonitis (Loeffler syndrome)
Pada fase intestinal : asimptomatik, obstruksi usus, perforasi,
intussuscepsi, volvulus. Bila masuk tractus biliaris: cholesistitis,
cholangitis, pancreatitits, jarang abses hati.
4. P.penunjang : deteksi telur ascaris, larva di sputum, darah tepi: eosinofilia.
Bila perlu dilakukan foto abdomen, USG
5. Penanganan : Mebendazole, piperazine 75 mg/kg untuk 2 hari.

4. ESCHERICHIA COLI
1. Definisi : merupakan penyebab tersering dari diare
2. Inkubasi : 1-3 hari
3. Gejala : biasanya sembuh sendiri, anoreksia, kramp perut, diare cair.
Demam, disentri, malaise, mialgia.
4. Komplikasi : hemolytic uremic syndrome, thrombotic thrombocytopenic purpura.
5. P.penunjang : DR
5. Penanganan : rehidrasi
- invasif E.coli: Trimetoprim-sulfamethazole 2x2 tablet selama 2 hari,
Ciprofloxacine 2-3 x 500 mg/hari selama 2 hari

5. CHOLERA
1. Definisi : Penyakit diare akut karena infeksi vibrio cholera pada usus halus
dengan karakteristik diare cair yang frekuent disertai vomiting
2. Gejala : - inkubasi 1-2 hari, diare akut tanpa nyeri.
- dapat simptomatik-diare berat sampai dehidrasi
- diare cair sampai 1 L/jam
- perut kembung sampai muntah
- kramp otot kaki
- haus, kelemahan, lethargy, gangguan kesadaran.

39
- hipovolemia sampai syok
- asidosis dan pre renal failure
3. Etiologi : vibrio cholera, vibrio eltor.
4. P.Penunjang : DR
5. Penanganan :
5.1. Pemberian cairan
Dalam keadaan syok, rehidrasi dilakukan dengan cairan.
R-Lactate, dihitung 10% BB, diberikan dalam 2-3 jam
Pada orang dewasa pemberian cairan secara cepat 4 liter dalam 1 jam pertama sampai
nadi dan tensi terukur
5.2. Antibiotika : tetrasiklin 4x250 mg (50 mg/kg) atau
Kloramfenikol + Co-trimoxazole atau
Doxycycline 300/1x atau Ampiciline 3x500 selama 3 hari atau
Quinolon, ciprofloxacine 3x500 mg/3 hari
6. Follow up : status dehidrasi, produksi urine, B.J.urine/plasma, ureum, kreatinin,
syok hipovolemik. Gagal ginjal akut, asidosis
7. Komplikasi : syok hipovolemik, gagal ginjal akut, asidosis
8. Tempat rawat : Ruang rawat umum
9. Lama rawat : 5-7 hari
10. Masa pulih : 10 hari
11. Konsultasi : --
12. Prognosa : baik

6. LEPTOSPIROSIS (PENYAKIT WEILS)


1. Definisi : penyakit infeksi oleh karena Leptospira intergogans dengan
karakteristik demam akut disertai mengggigil, mialgia, nyeri kepala
dan suffuse conjungtiva
2. Gejala : 1. Asimptomatik/fulminant dengan manifestasi gagal ginjal dan
Gagal hati
2. demam akut dengan panas tinggi, menggigil, nyeri kepala, mialgia,
malaise dan suffuse conjungtiva
3. anoreksia, nausea dan vomiting
4. fase leptospiremik berakhir 4-8 hari dengan ikterik
5. fase leptospiuric (fase imun) setelah minggu ke-2 dengan tanda-
tanda meningeal
6. dalam kedaaan berat disertai disfungsi hati, ginjal dan perdarahan
paru.
3. Etiologi : bakt. gram negative, leptospira interrogans icterohaemorrhagiciae.
4. P.penunjang : DR
5. Penanganan : Rujuk fasilitas kesehatan yang lebi tinggi.
6. Lama rawat : 7-10 hari
7. Masa pulih : 14 hari.
8. Konsultasi : -
9. Prognosa : dubia

7. TETANUS
1. Definisi : kejang/spasm local/ diffuse dari sistem otot oleh karena infeksi

40
clostridium tetani.
2. Inkubasi : hari minggu (3-14 hari)
3. Gejala : Trismus (m.masseter)
Disfagia, nyeri/kaku leher/bahu, kaku otot perut, kekakuan ekstremitas,
risus sardonicus (kontraksi otot muka), opistotonus (kaku otot
punggung/belakang), sianosis o.k gagal respirasi (otot pernafasan),
demam, tendon reflex meningkat.
Disfungsi autonomik: hipertensi, takikardia, aritmia, hiperpireksia,
berkeringat.
4. Komplikasi : Gagal respirasi, pneumonia, emboli paru, fraktur, dekubitus,
rhabdomiolisis.
5. P. Penunjang : Bila ada luka, kultur mikrobiologik.
Darah : DR
6. Penanganan : Rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.

8. DEMAM DENGUE
1. Definisi : infeksi yang disebabkan oleh virus dengue.
Ada 2 bentuk :
Demam dengue (classic dengue fever)
Demam dengue berdarah (dengue hemorrhagic fever-dengue
shock syndrome)------- s.o.p gawat darurat tropic.
2. Inkubasi : 2-7 hari.
3. Gejala : Demam akut, nyeri kepala/belakang, mialgia, atralgia, nausea, muntah,
anoreksia, hiperestesi kulit, palmar edema. Limfadenopati flush (merah
pada kulit), bengkak pada palpebra, suffusion pada conjungtiva, rash
morbiliform, petekia, tes tourniquet positif.
4. Komplikasi : DHF/DSS, Manifestasi perdarahan, syok.
5. P.Penunjang : Hb, Ht, trombosit, diff.leukosit, serologi awal & konvalesen.
6. Penanganan : - simptomatik antipiretik : parasetamol 3x500 mg.
- pemberian cairan NaCL/Ringer Laktat & suportif
- DHF/DSS : lihat s.o.p gawat darurat.

9. RABIES
1. Definisi : infeksi virus rabies yang menyebabkan manifestasi.
2. Inkubasi : 20-90 hari (4 hari-tahun)
3. Gejala : Gatal, nyeri, semutan pada bekas gigitan.
Demam dan malaise, hidrofobia, aerofobia.
Kejang umum, exitasi, halusinasi, ganas/agresif
Hipersalivasi, lakrimasi, berkeringat
Koma, flaccid paralysis, meninggal dalam 2-3 hari
Riwayat dugaan gigitan binatang rabies.
4. Komplikasi : Kelumpuhan otot menelan, respirasi; kelelahan.
5. Penanganan : Rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.

17. GIGITAN ULAR/BINATANG BERBISA


1. Definisi : Gigitan binatang berbisa ular
- identifikasi binatang berbisa.

41
2. Gejala : - luka/bekas gigitan (ular ada 3 titik, kadang berdarah)
- nyeri daerah gigitan, bengkak, biru.
- efek sistemik :neurotoksik : paralysis mata, mulut dan pernapasan.
- efek hemolitik : bleeding, syok & aritmia, gagal ginjal akut.
3. Etiologi : ular/binatang berbisa.
4. P.Penunjang : Hb, leukosit, urin.
5. Penanganan : 1. Immobilisasi bagian gigitan
2. Anti venom (hiperimun immunoglobulin)
3. Neutralization of procoagulant venoms.
4. Suportif
6. Follow Up : Keadaan umum, kesadaran, tensi
7. Komplikasi : Hemolisis, syok
8. Tempat Rawat : ICU/ruang rawat umum
9. Lama rawat : 5-7 hari.
10. Masa pulih : 10 hari
11. Konsultasi : Spesialis bedah

42
KEGAWAT-DARURATAN TROPIK

MALARIA BERAT
1. Definisi : Infeksi P.Falsiparum bentuk aseksual (ring-form/tropozoit)
dengan gejala klinik/laboratorik :
* Malaria hiperparasitemia > 5%(++++)
* Malaria serebral
* Malaria biliosa (ikterik), bilirubin 3 mg %
* Malaria dengan gagal ginjal, kreatinin > 3 mg %
* Malaria algid
* Malaria dengan kencing hitam
* Malaria dengan asidosis, pH < 7,25 atau bicarbonat < 15
mmol/L
* Malaria dengan edema paru/ARDS
* Malaria dengan Hb < 5 gr%, Ht<15%
* Malaria dengan hiperpireksia, rectal > 40 C
* Malaria dengan perdarahan
* Malaria dengan hipoglikemi, gula darah < 40 mg%
* Malaria dengan gangguan sirkulasi, sistolik < 70 mmHg
* Malaria dengan konvulsi > 2 x 24 jam
* Malaria dengan muntah terus-menerus
# Ditemukannya p.falsiparum bentuk aseksual pada darah tepi
# Mengenyampingkan penyakit lain yang dapat memberikan
gejala menyerupai komplikasi malaria
# bila P. Vivax atau malaria negative, hanya bila penyakit lain
disingkirkan dan berespon hanya dengan obat malaria
2. Gejala : stda
3. Etiologi : malaria falsiparum, malaria campuran, kadang-kadang vivax
4. P.Penunjang : Hb, darah malaria, hitung parasit, serum bilirubin, SGOT,
SGPT, ureum, kreatinin
5. Penanganan
5.1 Pemberian OAM (obt anti malaria) secara parenteral :
5.1.1 Artesunat IV 2,4 mg/KgBB jam 0, 12, 24 lalu tiap 24 jam sampai keadaan umum
baik, dilanjutkan dengan pengobatan oral dengan artesunat amodiakuin
5.1.2 Kina HCl ( 1 ampul = 500 mg)
Dosis 10 mg/KgBB (500mg untuk BB 40-50Kg) dalam infus 5% dekstrose 500cc
selama 2-4 jam diulang tiap 8 jam sampai penderita sadar (diberikan melalui
mikro-drip)
Catatan:
- Pemberian paling cepat 2 jam/100cc cairan

43
- Dosis awal 20 mg/BB (1000mg) kina HCl hanya bila tidak memakai
kina/klorokuin/meflokuin 48 jam sebelumnya
- Bila penderita sadar, kina dilanjutkan peroral dengan dosis 3 x 400 600mg
(10-20mg/KgBB)/ hari sampai hari ke 7
5.2.1 Pemberian cairan :
Kebutuhan cairan tergantung status dehidrasi, BB dan temperatur badan
Kebutuhan dasar : Koreksi dehidrasi
BB 40-50 Kg : 1500 cc +(3-5)% (dehidrasi ringan)
51-60 Kg : 1750 cc +(6-10)% (dehidrasi sedang)
61-70 Kg : 2000 cc +(11-15)% (dehidrasi berat)
* Paling tepat cairan diberikan dengan monitoring CVP
* cairan yang dipilih ialah dektrose 5%
* Bila syok/hipotensi dipilih cairan N.Saline
5.3 Komplikasi-komplikasi :
5.3.1 Hipoglikemi (Gula darah < 50 mg%)
Sering terjadi pada : - penggunaan kina
- malaria serebral
- malaria biliosa
- malaria kehamilan
Penanganan :
Bila gula darah 30 50 mg%
* Berikan dextrose 40% 1 ml/KgBB, dilanjutkan dengan dextrose 10%
Bila gula darah < 30 mg%
* Berikan dextrose 40%, 2ml/KgBB, dilanjutkan dengan dextrose 10%
* Kontrol gula darah tiap 4 jam
5.3.2 Gagal ginjal (kreatinin > 3 mg% / oliguria)
- Takar urin , BJ urin, analisa urin
- Na & urea pada urin
Dehidrasi : BJ urin > 1,015
Na urin < 20 meq/L
Gagal ginjal : * sering pre-renal karena dehidrasi
* tubuler nekrosis akut 10% (BJ urin < 1,010)
Bila setelah pemberian cairan, urin , < 400 ml/24 jam atau < 1 ml/menit, diberikan
furosemide 40 mg iv. Furosemide dapat diulang/dinaikkan bila diuresis tidak
terjadi sampai dosis 160 mg iv. Bila hari ke 3 kreatinin tidak turun/diuresis kurang
dosis kina diturunkan setengahnya. Bila gagal dengan diuretika disiapkan untuk
dialisis.

5.3.3 Malaria Ikterik (Malaria Biliosa, bilirubin > 3mg%)


DD : * Hepatitis akut (tidak panas, SGOT/SGPT > 5x)
* Kolesistitis akut (AlkPO4 & GGT meningkat)
* Abses hati
* Leptospirosis
Penanganan :
* OAM (seperti di depan)
* Bila pada hari ke 3 bilirubin tidak menurun, kina diturunkan setengah dosis
* Hati-hati pada hipoglikemia
* Vitamin K 10 mg/hari (selama 3 hari) untuk memperbaiki faktor koagulasi
5.3.4 Anemia berat
Bila Hb < 6 gr% atau PCV < 19%

44
Penanganan :
* Transfusi Packed Red Cell sampai dengan Hb > 10gr%
5.3.5 Trombositopenia berat (trombosit < 10.000/mm3)
Penanganan :
Pemberian trombosit konsentrat
6. Follow up : Gangguan kesadaran, hipoglikemia, produksi urin, febris, hitung parasit,
serum bilirubin dan kreatinin pada hari ke 3
7. Komplikasi : hipoglikemi, gagal ginjal, edema paru
8. Tempat rawat : ICU
9. Lama rawat : 1 minggu
10. Masa pulih : 2 minggu
11. Konsultasi : --
12. Prognosa : dubious

TIFOID BERAT
1. Definisi : Penderita dengan diagnosa klinis dan/laboratoris demam
tifoid disertai dengan gejala-gejala tifoid dengan
encephalopathy, tifoid dengan peritonitis dan tifoid dengan
perdarahan/syok
2. Gejala : Secara klinis tifoid, riwayat demam > 5 hari, keluhan
abdominal (nyeri perut, diare/konstipasi), lidah kotor,
hepoto/splenomegali dan doughy abdomen
Leukopenia, serologi, tes widal positif, kultur darah/urin/tinja
3. Etiologi : Salmonella typhosa
4. P.Penunjang : Hb, leukosit, diff. Leukosit, widal, serum bilirubin, kreatinin
5. Penanganan : 5.1 Pemberian Antibiotika
5.1.1 Pefloxacin parenteral 2 x 400 mg per-infus dua hari
dilanjutkan peroral 400 mh/hari sampai hari ke 7 atau
ofloxacin 2 x 400 mg selama 10 hari
5.1.2 Ceftriaxone 2 x 1 gr atau cefoperazone 100
mg/kg/hari dalam 2 dosis sampai panas turun dilanjutkan
dengan pefloxacin oral atau chloramphenicol 3 x 500 mg
sampai hari ke 14
5.1.3 Kloramfenikol, dosis 50 mg/Kg/hari, parenteral/i.v
atau parenteral Trimethoprim-sulphamethoxazole 6,5-10
mg/kg/hari
6. Follow Up : kesadaran, tanda abdomen akut, perdarahan intestinal
7. Komplikasi : Tifoid encephalopati, peritonitis, syok/ perdarahan,
pneumonia, meningitis
7.1 Tifoid dengan encephalopathy :
- mortalitas 40 %
- gejala klinik : tifoid dengan gangguan neuro-psikiatri:disorientasidelirium,
obtundasi, stupor dan koma, kejang, meningitis, schizophrenia, depresi dan
katatonia
Penanganan
Dexamethasone 3 mg/kg i.v diberikan dalam 30 menit dilanjutkan 1 mg/kg/i.v 30
menit tiap 6 jam untuk 8 x (total pemberian selama 48 jam)
7.2 Tifoid dengan peritonitis/perforasi
7.2.1 Bila terjadi perforasi : tindakan operasi

45
7.2.2 Bila hanya peritonitis :
Antibiotik, pipa lambung, pemberian cairan, darah, oksigen, dan bila syok
diberi kortikosteroid. Steroid dapat menghambat penyembuhan luka
Mortalitas 10 - 32%
7.3 Tifoid dengan perdarahan/syok :
7.3.1 tindakan suportif : transfusi darah, jarang diperlukan transfusi trombosit, fresh
frozen plasma, ataupun tindakan reseksi usus
Bila tak ada gangguan kesadaran/syok, mortalitas < 1%
8. Tempat Rawat : ICU atau ruang rawat umum
9. Lama rawat : 10 hari
10. Masa pulih : 14 20 hari
11. Konsultasi : Bila ada perforasi perlu ahli bedah
12. Prognosa : Dubious

DEMAM BERDARAH DENGUE (DHF/DSS)


1. Definisi : Infeksi virus dengue dengan gejala klinis berupa panas tiba-
tiba, malaise, sakit kepala, batuk, anoreksia dan muntah
disertai gejala perdarahan di bawah kulit atau perdarahan
spontan, takikardia dan hipotensi
2. Gejala/Klasifikasi : Klasifikasi Demam dengue berdarah :
* DHF I : trombosit < 100.000/mm3 & Ht > +20%
* DHF II : perdarahan spontan
* DHF III : gagal sirkulasi, dingin, hipotensi, berkeringat
* DHF IV : Syok, tensi tak terukur, nadi cepat
3. Etiologi : Virus Dengue
4. P.Penunjang : Hb, hematocrit(PCV), trombosit, tes serologik : titer fase akut
4 x lipat fase penyembuhan, IgM antibodi setelah minggu ke
4
5. Penanganan :
5.1. Cairan RL atau 0,5 N Saline 10 20 ml/KgBB/Jam. Cairan oral tak dibatasi
5.2. Observasi tanda vital tiap 30 menit, hematocrit/1 jam, daftar intake dan output
serologi, isolasi, X-Match darah
5.3. Cairan diteruskan tergantung Ht, tanda vital, muntah/tidak, produksi urin/B.J, gas
darah dan elektrolit. KU stabil boleh pulang
Bila penderita masuk ke dalam syok
5.4 Cairan N Salin/RL 10 20 ml/Kg/1 jam
5.5 Monitor : Ht, produksi urin, serum elektrolit, gas darah, asidosis, elektrolit
5.6 Bila tak ada perbaikan ( Ht, tensi >100, nadi)
Infus dekstran 40 / albumin / plasma. perbaikan
5.7 Bila tak ada perbaikan hati-hati edema paru, bila perlu furosemide 2 mg/Kg per oral
5.8 Cari adanya perdarahan, bila perlu transfusi darah 10 20 ml/Kg
6. Follow up : Tanda-tanda vital, kesadaran, perdarahan
7. Komplikasi : Perdarahan, syok
8. Tempat rawat : ICU atau ruang rawat umum
9. Lama rawat : 7 hari
10. Masa pulih : 7 14 hari
11. Konsultasi :
12. Prognosa : Baik

46
PENATALAKSANAAN PENDERITA DBD & RENJATAN

pasien DHF dengan syok

Nadi teraba, kecil, lembut, Nadi tidak teraba


Tensi < 80 mmHg, tek nadi < 20 mmHg Tensi tak terukur
- Infus RL 20 ml/20 g BB jam -Infus RL guyur (max 1 jam)
- Berikan O2 2 L/menit k.p. diawali 100-200 ml i.v
- Berikan O2 2 L/menit

OBSERVASI (1 jam)

- tensi & nadi tiap 15 menit

Renjatan belum teratasi Renjatan teratasi :


- Ht cenderung turun
- Tensi > 100 mmHg
- Infus RL 20 ml/Kg/BB jam - Nadi normal

- Plasma atau plasma expander 20-30


ml/kg BB/jam - Infus RL 10 ml/kgBB/jam selanjutnya
- Berikan O2 2 L/menit sesuai kebutuhan sampai keadaan
umum baik

Observasi (1 jam) Observasi


- Tensi & nadi tiap jam sampai KU stabil
- Ht dan trombosit tiap 4-6 jam sampai KU baik

Renjatan
Teratasi Pulang
Renjatan belum teratasi
- Penjelasan tentang pencegahan DBD/PSN
ICU

Antara lain :
- Berikan O2 yang dilembabkan - Pertimbangkan darah segar, trombosit atau FFP 47
- Pasang CVP (dipertahankan 5-8 cm) - Berikan dopamine
- Tentukan jenis cairan dan kecepatan - Analisa Gas Darah
- Usahakan urin >1 ml/kgBB/jam, BD urin <1,020
MENINGITIS MENINGOCOCCAL DEWASA
1. Definisi : Penyakit infeksi oleh karena Neisseria Meningitidis yang
berasal dari koloni pada nasopharyngeal yang menyebar ke
darah/meningen
2. Gejala : 1. Ringan fulminant, akut/kronik
2. demam, kaku kuduk, mual dan muntah
3. mialgia dan kelemahan umum
4.lethargy, bingung-bingung dan penurunan kesadaran
(koma)
5. Kernigs dan brudzinkis sign positive
6. purpura dan petekia
7. aphasia, hemiparesis dan cacat lapang pandangan
8. septik syok : hipotensi, gangguan kesadaran, ARDS,
disfungsi miokardium dan DIC
9. atrhritis, perikarditis, pneumonia, infeksi genital dan anal
3. Etiologi : bakteri gram negatif, neisseria meningococcus
4. P.Penunjang : Hb, leukosit, diff. Leuko, punksi lumbal
5. Penanganan : - merupakan tindakan gawat darurat
- antibiotik secepatnya pilihan utama : penicilline 24 juta
unit/hari : pilihan kedua chloramphenicol bila alergi
terhadap penicillin : ceftriaxone sebagai pilihan berikutnya
- kontak terdekat sebaiknya mendapat profilakis rifampisin
600 mg/hari selama 2 hari
- penderita juga perlu mendapat rifampisin sebelum keluar
RS untuk memberantas bakteri pada nasopharyngeal
6. Follow up : kesadaran, tanda-tanda vital, produksi urin, kejang
7. Komplikasi : sepsis
8. Tempat rawat : ICU
9. Lama Rawat : 7 10 hari
10. Masa pulih : 21 hari
11. Konsultasi : dokter spesialis saraf
12. Prognosa : dubious

48
GINJAL HIPERTENSI

1. HIPERTENSI
Definisi:
Keadaan tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg sistolik dan/atau sama atau
melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang yang tidak sedang mendapat obat anti hipertensi

Klasifikasi Tekanan Darah (JNC VII)


TD Diastolik
KLASIFIKASI TD Sistolik (mmHg)
(mmHg)
Normal < 120 dan < 80 mmHg
Pre - hipertensi 120 139 atau 80 -89
Hipertensi stage 1 140 159 atau 90 - 99
Hipertensi stage 2 160 atau 100

Diagnosis:
Klasifikasi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran tekanan darah yang dilakukan
minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih dengan
menggunakan cuff yang meliputi minimal 80% lengan atas pada pasien dengan
posisi duduk dan telah beristirahat 5 menit.
Pengukuran pertama harus dilakukan pada kedua sisi lengan untuk menghindarkan
adanya kelainan pembuluh darah perifer.
Pengukuran tekanan darah pada posisi berdiri diindikasikan pada pasien dengan
resiko hipertensi (lanjut usia, pasien DM, dll)
Faktor Resiko Kardiovaskular:
Hipertensi Merokok
Obesitas Inaktivitas fisik
Dislipidemia Diabetes Mellitus
Mikroalbuminuria Usia ( > 55 thn; > 65 thn)
Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular dini ( < 55 thn; < 65
thn)

49
Kerusakan organ sasaran:
Jantung: Hipertrofi ventrikel kiri, Angina atau riwayat infark miokard,
riwayat revaskularisasi koroner, gagal jantung
Otak: Stroke atau Transient Ischemic Attack (TIA)
Penyakit Ginjal Kronik Penyakit Arteri Perifer
Retinopati
Penyebab hipertensi yang telah diidentifikasi:
Sleep apnea Akibat obat atau berkaitan
dengan obat
Penyakit ginjal kronik Aldosteronisme primer
Penyakit renovaskuler Terapi steroid kronik dan
Cushing Syndrome
Feokromositoma Koarktasi aorta
Penyakit tiroid atau paratiroid

Diagnosis Banding:
Peningkatan tekanan darah akibat white coat hypertension, rasa nyeri, peningkatan tekanan
intraserebral, ensefalitis, akibat obat, dll.
Pemeriksaan Penunjang:
Urinalisis Tes fungsi ginjal Gula darah
Gula darah Elektrolit Profil lipid
Foto toraks EKG
Pemeriksaan tambahan sesuai penyakit penyerta: Asam urat, Aktivitas renin plasma,
Aldosteron, Katekolamin urin, USG pembuluh darah besar, USG ginjal,
Ekokardiografi

Terapi:
1. Modifikasi gaya hidup dengan target tekanan darah <140/90 mmHg atau <130/80 pada
pasien DM atau penyakit ginjal kronis. Bila target tidak tercapai maka diberikan obat
inisial.
2. Obat inisial dipilih berdasarkan:
2.1. Hipertensi tanpa Compeling Indication
2.1.1. Pada hipertensi stage I dapat diberikan diuretic. Pertimbangkan pemberian
panghambat ACE, penyekat reseptor beta, penghambat kalsium atau
kombinasi
2.1.2. Pada hipertensi stage II, dapat diberikan kombinasi 2 obat, biasanya golongan
diuretic, tiazid dan penghambat ACE atau antagonis reseptor AII atau penyekat
reseptor Beta atau penghambat kalsium
2.2. Hipertensi dengan compelling indication.

Kondisi Obat obat yang direkomendasikan

50
Resiko
Tinggi dgn Penyekat Antagonis
Penghambat Penghambat Antagonis
compelling Diuretik Reseptor ACE
Reseptor
Kalsium Aldosteron
indication A II

Gagal

jantung
Post Infark

Myocard
Resiko
tinggi Peny.
Koroner
Diabetes

Melitus
Peny.
Ginjal
Kronik
Pencegahan
Stroke
Berulang
Bila target tekanan darah tidak tercapai, lakukan optimalisasi dosis, atau tambahkan obat lain.
Pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan spesialis hipertensi.
3. Pada Penggunaan penghambat ACE atau antagonis reseptor AII: Evaluasi kreatinin dan
kalium serum. Bila terdapat peningkatan kreatinin >35% atau timbul hiperkalemi,
pemberian harus dihentikan.
4. Kondisi khusus lain :
4.1. Obesitas dan sindrom metabolic (terdapat 3 atau lebih keadaan Berikut : lingkar
pinggang laki-laki > 102 cm atau perempuan > 89 cm, toleransi glukosa terganggu
dengan gula darah puasa 110 mg/dl, tekanan darah minimal 130/85 mmHg,
trigliserida tinggi 150 mg/dl, kolesterol HDL rendah 40 mg/dl pada laki-laki atau
50 mg/dl pada perempuan) modifikasi gaya hidup yang intensif dengan terapi
pilihan utama golongan penghambat ACE. Pilihan lain adalah antagonis resptor AII,
penghambat kalsium, dan penghambat
4.2. Hipertrofi ventrikel kiri tatalaksana tekanan darah yang agresif termasuk
penurunan berat badan, restriksi asupan natrium, dan terapi dengan semua kelas
antihipertensi kecuali vasodilator langsung, hidralazin, dan minoksidil
4.3. Penyakit arteri perifer semua kelas anti hipertensi, tatalaksana faktor resiko lain,
dan pemberian aspirin
4.4. Lanjut usia, termasuk penderita hipertensi sistolik terisolasi diuretika (tiazid)
sebagai lini pertama, dimulai dengan dosis rendah 12,5 mg/hari. Penggunaan obat
antihipertensi lain dengan mempertimbangkan penyakit penyerta.
4.5. Kehamilan pilihan terapi adalah golongan metildopa, penyekat reseptor ,
antagonis kalsium, dan vasodilator. Penghambat ACE dan antagonis reseptor AII
tidak boleh digunakan selama kehamilan.

Komplikasi:
Hipertrofi ventrikel kiri Proteinuria Gangguan fungsi ginjal

51
Aterosklerosis Retinopati Stroke atau TIA
Infark Miokard Angina Pektoris Gagal jantung

Prognosis:
Bonam
Wewenang
RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Unit Yang Menangani


RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Ginjal Hipertensi, Divisi
Kardiologi
RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Unit Terkait
RS Pendidikan : ICCU, Departemen Mata, Neurologi
RS Non Pendidikan : ICCU/ICU, Departemen Mata, Neurologi

52
2. KRISIS HIPERTENSI

Pengertian
Krisis hipertensi adalah keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan darah
segera karena akan mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya. Tingginya tekanan darah
bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan darah.
Dibagi menjadi dua :
1. Hipertensi emergency : situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang
segera dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target
akut atau progresif
2. Hipertensi urgency : situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang
bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif dan
tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam.

Diagnosis
Anamnesis : riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat pasien, tekanan
darah rata-rata, riwayat pemakaian obat-obat simpatomimetik dan steroid, kelainan
hormonal, riwayat penyakit kronik lain, gejala-gejala serebral, jantung, dan gangguan
penglihatan
Pemeriksaan fisis : Tekanan darah pada kedua ekstremitas, perabaan denyut nadi
perifer, bunyi jantung, bruit pada abdomen, adanya edema atau tanda-tanda
penumukan cairan, funduskopi, dan status neurologis.
Laboratorium : sesuai dengan penyakit dasar, penyakit penyerta dan kerusakan organ
target.

Diagnosis Banding
Penyebab Hipertensi Emergency :
Hipertensi maligna terakselerasi dan papiledema
Kondisi serebrovaskular : ensefalopati hipertensi, infark otak aterotrombotik dengan
hipertensi berat, perdarahan intraserebral. Perdarahan subarachnoid, dan trauma
kepala
Kondisi jantung : diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut, infark miokard akut,
pasca operasi bypass koroner
Kondisi ginjal : GN akut, hipertensi renovaskular, krisis renal karena penyakit
kolagen vascular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal

53
Akibat kelainan katekolamin di sirkulasi : krisis feokromositoma, interaksi makanan
atau obat dengan MAO inhibitor, Penggunaan obat simpatomimetik, mekanisme
rebound akibat penghentian mendadak obat antihipertensi, hiperrefleksi otomatis
pasca cedera korda spinalis
Eklampsia
Kondisi bedah : hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera,
hipertensi pasca operasi, perdarahan pasca operasi dari garis jahitan vascular
Luka bakar berat
Epistaksis berat
Thrombotic thrombocytopenic purpura

Pemeriksaan Penunjang
DPL, urinalisis, ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, EKG, pemeriksaan khusus sesuai
Indikasi : foto toraks, ekokardiografi, aktivitas rennin plasma, aldosteron,
metanefrin/katekolamin, USG abdomen, CT scan, MRI
Terapi
Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolic kurang lebih 110 mmHg
atau berkurangnya mean arterial blood pressure 25% (pada stroke penurunan hanya boleh
20% dan khusus pada strok iskemik, tekanan darah baru diturunkan secara bertahap bila
sangat tinggi > 220/130 mmHg) dalam waktu 2 jam. Setelah diyakinkan tidak ada tanda
hipoperfusi organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam, 12-16 jam selanjutnya sampai
mendekati normal. Penurunan tekanan darah pada hipertensi urgency dilakukan secara
bertahap dalam waktu 24 jam.
Komplikasi
Kerusakan organ target

Hipertensi Urgency
Obat Dosis Awitan Lama
Kerja
6,25 50 mg peroral atau sublingual bila tidak 15 menit 4-6 jam
Captopril
dapat menelan
Dosis awal peroral 0,15 mg, selanjutnya 0,15 mg 0,5-2 jam 6-8 jam
Klonidin tiap jam dapat diberikan sampai dengan dosis
total 0,9 mg
Labetalol 100-200 mg per oral 0,5-2 jam 8-12 jam
Furosemid 20-40 mg peroral 0,5-1 jam 6-8 jam

Hipertensi emergency
Obat Dosis Awitan Lama
Kerja
Diuretik :
20-40 mg, dapat diulang. Hanya diberikan bila
Furosemid 5-15 menit 2-3 jam
terdapat retensi cairan
Vasodilator :
Nitrogliserin Infus 5-100 mcg/menit. Dosis awal 5 2-5 menit 5-10 menit
mcg/menit, dapat ditingkatkan 5 mcg/menit tiap

54
3-5 menit
Bolus IV 10 mg (0,25 mg/kgBB), dilanjutkan
Diltiazem
infus 5-10 mg/jam
6 ampul dalam 250 ml cairan infuse, dosis
Klonidin
diberikan dengan titrasi
Nitroprusid Infus 0,25 - 10 mcg/kgBB/menit (max. 10 menit) segera 1-2 menit
Prognosis
Dubia
Wewenang
RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Unit Yang Menangani


RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Ginjal Hipertensi
RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Unit Terkait
RS Pendidikan : Medical High Care, ICU
RS Non Pendidikan : ICU

55
3. GAGAL GINJAL AKUT

Pengertian
Gagal ginjal akut (GGA) adalah sindrom yang ditandai oleh penurunan laju filtrasi
glomerulus secara mendadak dan cepat (hitungan jam minggu) yang mengakibatkan
terjadinya retensi produk sisa nitrogen seperti ureum dan kreatinin. Peningkatan kreatinin
serum 0,5 mg/dl dari nilai sebelumnya, penurunan CCT hitung sampai 50% atau penurunan
fungsi ginjal yang mengakibatkan kebutuhan akan dialysis.
Diagnosis
Terdapat kondisi yang dapat menyebabkan GGA :
1. Pre renal : akibat hipoperfusi ginjal (dehidrasi, perdarahan, penurunan curah jantung
dan hipotensi oleh sebab lain
2. Renal : akibat kerusakan akut parenkim ginjal (obat, zat kimia/toksin, iskemi ginjal,
penyakit glomerular)
3. Post renal : akibat obstruksi akut traktus urinarius (batu saluran kemih, hipertrofi
prostat, keganasan ginekologis)

Fase gagal ginjal akut adalah:


Anuria (produksi urin < 100 ml/24 jam), Oligouria (produksi urin < 400 ml/24 jam),
Poliuria (produksi urin > 3500 ml/24 jam)
Diagnosis Banding
Episode akut pada penyakit ginjal kronik
Pemeriksaan Penunjang
Tes fungsi ginjal, DPL, urinalisis, elektrolit, AGD, gula darah
Terapi
Asupan Nutrisi
o Kebutuhan kalori 30 kal/kgBB ideal/hari pada GGA tanpa komplikasi;
kebutuhan ditambah 15-20% pada GGA berat (terdapat komplikasi/stress)
o Kebutuhan protein 0,6-0,8 gram/kgBB ideal/hari pada GGA tanpa komplikasi;
1-1,5 gram/kgBB ideal/hari pada GGA berat
o Perbandingan karbohidrat dan lemak 70:30
o Suplementasi asam amino tidak dianjurkan

56
Asupan cairan tentukan status hidrasi pasien, catat cairan yang masuk dan keluar
tiap hari, pengukuran BB setiap hari bila memungkinkan, dan pengukuran tekanan
vena sentral bila ada fasilitas.
Hipovolemia : rehidrasi sesuai kebutuhan
Bila akibat perdarahan diberikan transfuse darah PRC dan cairan
isotonic, hematokrit dipertahankan sekitar 30%
Bila akibat diare, muntah, atau asupan cairan yang kurang dapat
diberikan cairan kristaloid.
Normovolemia : cairan seimbang (input = output)
Hipervolemia : restriksi cairan (input < output)
Fase anuria/oligouria : cairan seimbang; fase poliuria : 2/3 dari cairan yang
keluar
Dalam keadaan insensible water loss yang normal, pasien membutuhkan 300 500 ml
electrolyte free water perhari sebagai bagian dari total cairan yang diperlukan
Koreksi gangguan asam basa
Koreksi gangguan elektrolit
Asupan kalium dibatasi <50 mEq/hari. Hindari makanan yang banyak
mengandung kalium, obat yang mengganggu ekskresi kalium seperti
penghambat ACE dan diuretic hemat kalium, dan cairan/nutrisi parenteral
yang mengandung kalium.
Bila terdapat hipokalsemia ringan diberikan koreksi peroral 3-4 gram perhari
dalam bentuk kalsium karbonat, bila sampai timbul tetani, diberikan kalsium
glukonas 10% IV
Bila terdapat hiperfosfatemia, diberikan obat pengikat fosfat seperti
aluminium hidroksida atau kalsium karbonat yang diminum bersamaan dengan
makanan.
Pemberian furosemid bersamaan dengan dopamine dapat membantu pemeliharaan
fase non oligourik, tapi terapi harus dihentikan bila tidak memberikan hasil yang
diinginkan
Indikasi dialysis :
Oligouria Anuria
Hiperkalemia(K>6,5 mEq/L)
Asidosis berat (pH<7,1) Hipertermia Edema paru
Perikarditis uremik Ensefalopati uremikum
Neuropati/miopati uremik
Azotemia (ureum>200 mg/dl)
Disnatremia berat (Na>160 mEq/l atau <115 mEq/l)
Kelebihan dosis obat yang dapat didialisis (keracunan)

Komplikasi
Gangguan asam basa dan elektrolit, sinrom uremik, edema paru, infeksi
Prognosis
Dubia ad bonam

57
Wewenang
RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Hemodialisis : wewenang
subspesialis Ginjal Hipertensi dan internist dengan sertifikasi hemodialisis.

Unit Yang Menangani


RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Ginjal Hipertensi, Unit
Hemodialisis
RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Unit Hemodialisis

Unit Terkait
RS Pendidikan

4. PENYAKIT GINJAL KRONIK

PENGERTIAN
Kriteria penyakit ginjal kronik adalah :
1. Kerusakan ginjal yang telah terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan
struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus ( LFG
), berdasarkan :
Kelainan patologik atau
Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin, atau
kelainan pada pemeriksaan pencitraan
2. LFG < 600 ml / menit / 1,73 m 2 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal

DIAGNOSIS
Anamnesis : lemas,mual, muntah, sesak napas, pucat, BAK kurang
Pemeriksaan Fisis : anemis, kulit kering, edema tungkai atau palpebra, tanda
bendungan paru
Laboratorium : gangguan fungsi ginjal

Batasan dan Stadium Penyakit Ginjal Kronik

LFG Dengan Kerusakan Ginjal Tanpa Kerusakan Ginjal


(ml/menit/1,73m-2) Dengan Tanpa Dengan Tanpa
hipertensi hipertensi hipertensi hipertensi
90 1 1 Hipertensi Normal
60-90 2 2 Hipertensi LFG
30-59 3 3 +LFG 3
15-29 4 4 3 4
<15(atau analisis) 5 5 4 5

DIAGNOSIS BANDING
Gagal ginjal akut

PEMERIKSAAN PENUNJANG

58
DPL, ureum, kreatinin, UL, tes klirens kreatinin (TKK) ukur, elektrolit ( Na, K, Cl, Ca, P,
Mg), profil lipid, asam urat serum, gula darah, AGD, SI, TIBC, feritin serum, hormon PTH,
albumin, globulin, USG ginjal, pemeriksaan imunologi, hemostasis lengkap, foto polos
abdomen, renogram, foto toraks, EKG, ekokardiografi, biopsi ginjal, HbsAg, Anti-HCV,
Anti-HIV

TERAPI
Non farmakologis :
Pengasupan asupan protein :
Pasien non dialisis 0,6 0,75 gram / kgBB ideal / hari sesuai dengan
CCT dan toleransi pasien
Pasien hemodialisis 1-1,2 gram / kgBB ideal / hari
Pasien peritoneal dialisis 1,3 gram / kgBB ideal / hari
Pengasupan asupan kalori : 35 kal / kgBB ideal / hari
Pengaturan asam lemak : 30 - 40 % dari kalori total dan mengandung jumlah yang
sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
Pengaturan asupan karbohidrat :50 - 60 % dari kalori total
Garam : (NaCl) : 2 - 3 gram / hari
Kalium : 40 - 70 mEq / kgBB / hari
Fosfor : 5 - 10 mg / kgBB /hari. Pasien HD : 17 mg / hari
Kalsium : 1400 - 1600 mg / hari
Besi : 10 - 18 mg / hari
Magnesium : 200 - 300 mg / hari
Asam folat pasien HD : 5 mg
Air ; jumlah urin 24 + 500 ml ( insensible water loss )
Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan berat badan
di antara waktu HD / < 5 % BB kering

Farmakologis :
Kontrol tekanan darah :
Penghambat ACE atau antagonis reseptor reseptor Angiotensin II > evaluasi
kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatininn > 35 atau timbul
hiperkalemi harus dihentikan
Penghambat kalsium
Diuretik
Pada pasien DM, kontrol gula darah hindari pemakaian metformin dan obat-obat
sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe I 0,2 di atas nilai
normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6 %
Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g / dL
Kontrol hiperfosfatemi : kalsium karbonat atau kalsium asetat
Kontrol osteodistrofi renal : Kalsitriol
Koreksi asidosis metabolic dengan target HCO3 20-22 mEq/l
Koreksi hiperkalemi
Kontrol dislipidemia dengan target LDL < 100 mg/dl, dianjurkan golongan statin

59
Terapi ginjal pengganti

KOMPLIKASI
Kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan, dan elektrolit, osteodistrofi renal,
anemia

PROGNOSIS
Dubia

5. SINDROMA NEFROTIK

PENGERTIAN
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit glomerular yang
ditandai dengan proteinuria masif > 3,5 gram / 24 jam/ 1,73 m 2 disertai hipoalbuminemia,
edema anasarka, hiperlipidemia, lipiduria dan hiperkoagulabilitas

DIAGNOSIS
Anamnesis : bengkak seluruh tubuh, buang air kecil keruh
Pemeriksaan fisis : edema anasarka, asites
Laboratorium : proteinuria massif >3,5 gram / 24 jam / 1,73m2, hiperlipidemia,
hipoalbuminemia ( < 3,5 gram / dL), lipiduria, hiperkoagulabilitas. Diagnosis etiologi
berdasarkan biopsi ginjal

DIAGNOSIS BANDING
Edema dan asites akibat penyakit hati atau malnutrisi, diagnosis etilogi SN

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalisis, ureum, kreatinin, tes fungsi hati, profil lipid, DPL, elektrolit, gula darah,
hemostasis, pemeriksaan imunologi, biopsi ginjal, protein urin kuantitatif

TERAPI
Nonfarmakologis :
Istirahat
Restriksi protein dengan diet protein 0,8 gram / kgBB ideal / hari + ekskresi protein
dalam urin / 24 jam. Bila fungsi ginjal sudah menurun, diet protein disesuaikan hingga
0,6 gram / kgBB ideal / hari + ekskresi protein dalam urin / 24 jam
Diet rendah kolesterol < 600 mg / hari
Berhenti merokok
Diet rendah garam, restriksi cairan pada edema

Farmakologis :
Pengobatan edema : diuretik loop
Pengobatan proteinuria dengan penghambat ACE dan atau antagonis reseptor
Angiotensin II
Pengobatan dislipidemia dengan golongan statin
Pengobatan hipertensi dengan target tekanan darah < 125 / 75 mmHg. Penghambat ACE
dan anatagonis reseptor Angiotensin II sebagai pilihan obat utama

60
Pengobatan kausal sesuai etiologi SN ( lihat topik penyakit glomerular )

KOMPLIKASI
Penyakit ginjal kronik, tromboemboli

PROGNOSIS
Tergantung jenis kelainan glomerular

61
6. PENYAKIT GLOMERULAR

PENGERTIAN
Penyakit glomerular merupakan penyakit ginjal berupa peradangan pada glomerulus dan
dapat dibedakan menjadi penyakit glomerular primer atau sekunder

Penyakit glomerular primer :


1. Kelainan minimal
2. Glomerular sklerosis fokal segmental
3. Glomerulonefritis ( GN ) difus :
a. GN membranosa ( nefropati membranosa )
b. GN proliferatif ( terdapat sedimen aktif pada urinalisis : sedimen eritrosit ( + )
hematuri ) :
GN proliferatif mesangial
GN proliferatif endokapiler
GN membranoproliferatif ( mesangiokapiler )
GN kresentik dan necrotizing
c. GN sclerosing
4. Nefropati IgA

Penyakit glomerular sekunder :


1. Nefropati diabetic
2. Nefritis Lupus
3. GN pasca infeksi
4. GN terkait hepatitis
5. GN terkait HIV

Keterangan :
Difus : lesi mencakup > 80 % glomerulus
Fokal : lesi mencakup < 80 % glomerulus
Segmental : lesi mencakup sebagian gelung glomerulus
Global : lesi mencakup keseluruhan gelung glomerulus

DIAGNOSIS
Manifestasi klinis penyakit glomerular dapat berupa :
1. Sindrom nefrotik
2. Hematuria persisten
3. Proteinuria persisten
4. Sindrom nefritik ( hipertensi, hematuria, azotemia )
5. Rapid progressive glomerulonephritis ( RPGN )

DIAGNOSIS BANDING
Etiologi dan penyakit glomerular

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalisis, ureum, kreatinin, protein urin kuantitatif / 24 jam, pemeriksaan imunologi, biopsi
ginjal, gula darah, tes fungsi hati

62
TERAPI
Sesuai etiologi penyakit glomerular primer :
1. Kelainan minimal :
Steroid yang setara dengan prednison 60 mg / m2 ( maksimal 80 mg ) selama 4 6
minggu
Setelah 4 - 6 minggu dosis prednison diberikan 40 mg/m2 selang sehari selama 4 - 6
minggu :
Bila terjadi relaps dosis prednison kembali 60 mg / m2 ( maksimal 80 mg ) setiap
hari sampai bebas protein dalam urin, kemudian kembali selang sehari dengan
dosis 40 mg / m2 selama 4 minggu
Bila sering relaps ( 2 kali ) : prednison selang sehari ditambah dengan
siklofofamid 2 mg / kgBB atau klorambusil 0,15 mg / kgBB selama 8 minggu.
Bila gagal, diberikan siklosporin 15 mg / kgBB selama 6 - 12 bulan
Bila tergantung steroid ( relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan dalam 2
minggu pasca obat sudah dihentikan, 2 kali berturut-turut ) siklofosfamid 2 mg /
kgBB selama 8 - 12 minggu. Bila gagal, diberikan siklosporin 5 mg / kgBB
selama 6 - 12 bulan
Bila resisten terhadap steroid, diberikan siklosporin 5 mg / kgBB selama 6 - 12
bulan

2. Glomerulonefritis fokalsegmental :
Steroid yang setara dengan prednisone 60 mg / hari selama 6 bulan
Bila resisten atau tergantung steroid : siklosporin 5 mg / kgBB selama 6 bulan
Bila terjadi remisi, dosis siklosporin diturunkan 25 % setiap dua bulan, bila gagal,
siklosporin dihentikan

3. Nefropati membranosa
Metil prednisolon bolus intravena 1 gram / hari selama 3 hari
Kemudian diberikan steroid yang setara dengan prednisone 0,5 mg / kgBB selama 1
bulan lalu diganti dengan klorambusil 0,2 mg / kgBB / hari atau siklofosfamid 2 mg /
kgBB / hari selama 1 bulan
Prosedur kedua diulang kembali sampai seluruhnya dan prosedur kedua sebanyak 3
kali

4. Glomerulonefritis membranoproliferatif
Steroid tidak terbukti efektif pada pasien dewasa
Dianjurkan pemberian aspirin 325 mg / hari atau dipiridamol 3 x 75-100 mg / hari
atau kombinasi keduanya selama 12 bulan. Bila dalam 12 bulan tidak memberikan
respon, pengobatan dihentikan sama sekali

5. Nefropati IgA
Bila proteinuria < 1 gram, hanya observasi
Bila proteinuria 1 - 3 gram, dengan fungsi ginjal normal, hanya observasi. Bila
dengan gangguan fungsi ginjal, diberikan minyak ikan
Bila proteinuria > 3 gram dengan CCT > 70 ml / menit, diberikan steroid setara
dengan prednison 1 mg / kgBB selama 2 bulan lalu tappering off secara perlahan
sampai dengan 6 bulan. Bila CCT < 70 ml / menit hanya diberikan minyak ikan
Suplementasi kalsium selama terapi dengan steroid

63
KOMPLIKASI
Penyakit ginjal kronik

PROGNOSIS
Tergantung jenis kelainan glomerular

7. INFEKSI SALURAN KEMIH

PENGERTIAN
Infeksi saluran kemih ( ISK ) adalah infeksi akibat terbentuknya koloni saluran kemih.
Kuman mencapai saluran kemih melalui cara hematogen dan asending.

Faktor risiko :
Kerusakan atau kelainan anatomi saluran kemih berupa obstruksi internal oleh jaringan parut,
endapan obat intratubular, refluks, instrumentasi saluran kemih, konstriksi arteri-vena,
hipertensi, analgetik, ginjal polikistik, kehamilan, DM, atau pengaruh obat-obat estrogen

ISK sederhana / tak berkomplikasi :


ISK yang terjadi pada perempuan yang tidak hamil dan tidak terdapat disfungsi struktural
ataupun ginjal

ISK berkomplikasi :
ISK yang berlokasi selain di vesika urinaria, ISK pada anak-anak, laki-laki, atau ibu hamil

DIAGNOSIS
Anamnesis :
ISK bawah : frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapubik
ISK atas : nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah, hematuria

Pemeriksaan Fisis : febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok sudut kostovertebra

Laboratorium : lekositosis, lekosituria, kultur urin ( + ) : bakteriuria > 105/ml urin

DIAGNOSIS BANDING
ISK sederhana, ISK berkomplikasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, urinalisis, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal, gula darah, foto BNO-
IVP, USG ginjal

TERAPI
Non-farmakologis :
Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
Menjaga higiene genitalia eksterna

64
Farmakologis :
Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada ; bila hasil tes resistensi kuman sudah
ada, pemberian antimikroba disesuaikan

Tabel 1. antimikroba pada ISK bawah tak berkomplikasi

Antimikroba Dosis Lama terapi


Trimetoprim-Sulfametoksazol 2 x 160 / 800 mg 3 hari
Trimetoprim 2 x 100 mg 3 hari
Siprofloksasin 2 x 100-250 mg 3 hari
Levofloksasin 2 x 250 mg 3 hari
Sefiksim 1 x 400 mg 3 hari
Sefdoksim prosetil 2 x 100 mg 3 hari
Nitrofurantoin makrokristal 4 x 50 mg 7 hari
Nitrofurantoin monohidrat makrokristal 2 x 100 mg 7 hari
Amoksisilin/klavulanat 2 x 500 mg 7 hari

Tabel 2. Obat parenteral pada ISK bawah tak berkomplikasi

Antimikroba Dosis Interval

Sefepim 1 gram 12 jam


Siprofloksasin 400 gram 12 jam
Levofloksasin 500 gram 24 jam
Ofloksasin 400 gram 12 jam
Gentamisin ( + ampisilin ) 3 - 5mg / kgBB 24 jam
1 mg / kgBB 8 jam
Ampisilin ( + gentamisin ) 1 - 2 gram 6 jam
Tikarsilin klavulanat 3,2 gram 8 jam
Piperasilin - tazobactam 3,375 gram 2-8jam
Imipenem - silastatin 250 - 500 gram 6-8 jam

65
ISK PADA PEREMPUAN

Perempuan dengan keluhan disuria dan sering BAK

Pengobatan selama 3 hari

Follow up selama 3 hari

Bergejala
Tak bergejala

Tak perlu
intervensi lebih Keduanya negatif Piuria tanpa Piuria dengan atau tanpa
lanjut bakteriuria bakteriuria

Observasi, Pengobatan Pengobatan


pengobatan untuk kuman diperpanjang
dengan analgetik klamidia
saluran kemih

- ISK tak bergejala pada perempuan menopause tidak perlu pengobatan


- ISK pada peremupan hamil tetap diberikan pengobatan meski tidak bergejala
- Pengobatan untuk ISK pada laki-laki usia < 50 tahun harus diberikan selama 14
hari usia >50 tahun pengobatan selama 4 6 minggu
- Infeksi jamur kandida diberikan flukonasol 200 400 mg / hari selama 14 hari.
Bila infeksi terjadi pada pasien dengan kateter, kateter dicabut lalu dilakukan
irigasi kandung kemih dengan amfoterisin selama 5 hari

66
ISK Berulang
Riwayat ISK berulang

Gejala ISK baru

Pengobatan 3 hari

Follow up selama 4 7 hari

Pengobatan berhasil
Pengobatan gagal

Pasien dengan reinfeksi Infeksi kuman resisten Infeksi kuman peka


berulang antimikroba antimikroba

Calon untuk tercapai jangka Terapi 3 hari untuk kuman yang Terapi dosis tinggi selama 6
panjang dosis rendah peka minggu

Terapi jangka panjang : trimetoprim sulfametoksazol dosis rendah ( 40 200 mg ) tiga


kali seminggu setiap malam, fluorokuinolon dosis rendah, nitrofurantoin makrokristal 100
mg tiap malam. Lama pengobatan 6 bulan dan bila perlu dapat diperpanjang 1 2 tahun
lagi.

KOMPLIKASI
Batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multiresisten,
gangguan fungsi ginjal

PROGNOSIS
Bonam

67
8. BATU SALURAN KEMIH

PENGERTIAN
Batu saluran kemih adalah batu di traktus urinarius mencakup ginjal, ureter, vesika urinaria

DIAGNOSIS
Anamnesis : nyeri / kolik ginjal dan saluran kemih, pinggang pegal, gejala infeksi
saluran kemih, hematuria, riwayat keluarga
Pemeriksaan fisis : nyeri ketok sudut kostovertebra, nyeri tekan perut bagian bawah,
terdapat tanda balotemen
Laboratorium : hematuria, bayangan radio opak pada foto BNO filling defect pada
IVP atau pielografi antegrad / retrograd, gambaran batu di ginjal atau kandung kemih
serta hidronefrosis pada USG

DIAGNOSIS BANDING
Nefrokalsinosis
Lokasi batu : batu ginjal, batu ureter, batu vesika
Jenis batu : asam urat, kalsium, struvite

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalisis, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal, elektrolit darah, ( kalsium,
fosfor ), dan urin 24 jam ( kalsium, sitrat, oksalat, asam urat ), asam urat darah, hormon
paratiroid, foto BNO IVP, USG abdomen, pielografi antegrad, retrograd, renogram, analisis
batu

TERAPI
Non farmakologis :
Batu kalsium : kurangi asupan garam dan protein hewani
Batu urat : diet rendah asam urat
Minum banyak ( 2,5 l / hari ) bila fungsi ginjal masih baik

Farmakologis :
Antispasmodik bila ada kolik
Antimikroba bila ada infeksi
Batu kalsium : kalsium sitrat
Batu urat : allopurinol

Bedah :
Pielotomi
ESWL
Nefrostomi

KOMPLIKASI
Kolik, obstruksi, infeksi saluran kemih, gangguan fungsi ginjal
PROGNOSIS
Bonam

68
9. NEFRITIS LUPUS

PENGERTIAN
Lupus eritematosus sistemik ( LES ) yang disertai keterlibatan ginjal

DIAGNOSIS
Memenuhi kriteria LES menurut ACR 1982
Diagnosis klinis ditegakkan bila pada pasien LES terdapat proteinuria 1 gram / 24 jam
atau hematuria ( 8 > eritrosit / LPB ) dengan / atau penurunan fungsi sampai 30 %
Biopsi ginjal harus dilakukan bila tidak ada kontraindikasi, untuk menentukan pilihan
pengobatan berdasarkan kelas nefritis lupus

Klasifikasi Nefritis Lupus ( WHO 1995 )

Nefritis Lupus Histopatologi Gejala Klinis


Kelas I Glomeruli normal Hanya proteinuria, kelainan
sedimen urin tidak ada

Kelas II Perubahan pada mesangial Kelas IIa : hanya proteinuria,


kelainan sedimen urin tidak ada
Kelas IIb : hematuria mikroskopik
dan/atau proteinuria, tanpa
hipertensi, tidak pernah terjadi SN
atau gangguan fungsi ginjal

Kelas III Glomerulonefritis fokal segmental Hematuria dan proteinuria pada


seluruh pasien. Hipertensi, SN,
dan penurunan fungsi ginjal pada
hampir seluruh pasien

Kelas IV Glomerulonefritis difus Hematuria dan proteinuria pada


seluruh pasien. Hipertensi, SN dan
penurunan fungsi ginjal pada hampir
seluruh pasien

Kelas V Glomerulonefritis Membranosa SN pada seluruh pasien, sebagian


difus dengan hematuria atau hipertensi,
namun fungsi ginjal masih normal
atau sedikit menurun

Kelas VI Glomerulonefritis sklerotik Penurunan fungsi ginjal yang lambat


lanjut dengan kelainan urin relatif normal

DIAGNOSIS BANDING
Glomerulonefritis oleh sebab lain

69
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalisis, protein urin kuantitatif 24 jam, tes fungsi ginjal, biopsi ginjal, serum, profil lipid,
komplemen C3, C4 anti ds-DNA

TERAPI
Tujuan pengobatan untuk memperbaiki fungsi ginjal atau setidaknya mempertahankan fungsi
ginjal agar tidak bertambah buruk

Penatalaksanaan Umum :
Diet rendah garam bila terdapat hipertensi, rendah lemak bila terdapat dislipidemia atau
sindroma nefrotik, rendah protein sesuai derajat penyakit
Diuretika dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan
Tatalaksana hipertensi dengan baik
Pemeriksaan rutin periodik meliputi : sedimen urin, protein urin kuantitatif 24 jam, tes
fungsi ginjal, albumin serum, komplemen C3, C4, anti ds- DNA
Monitor efek samping steroid dan imunosupresan serta komplikasi selama pengobatan.
Suplementasi kalsium untuk mengurangi efek samping osteoporosis karena steroid
Hindari pemberian salisilat dan obat anti inflamasi nonsteroid yang akan memperberat
fungsi ginjal. Aspirin hanya diberikan selektif bila ada sindrom antifosfolipid
Hindari kehamilan bila nefritis lupus masih aktif

KOMPLIKASI
Gagal ginjal

PROGNOSIS
Tergantung kelas nefritis lupus. Kelas I dan II prognosis baik. Kelas III dan IV hampir
seluruhnya akan menimbulkan penurunan fungsi ginjal. Kelas V prognosis cukup baik.

70
ENDOKRIN DAN METABOLIK

1. DIABETES MELITUS
1. Definisi : suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia
akibat defek pada ;
1. kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi
glukosa hepatik) dan di jaringan perifer (otot dan lemak)
2. sekresi insulin oleh sel beta pankreas
3. atau keduanya
Klasifikasi : 1. DM tipe 1 ( destruksi sel B, umumnya diikuti defisiensi
insulin absolut ) : Immune-mediated dan idiopatik.
2. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari predominan resistensi
insulin dengan defisiensi insulin relative sampai
predominan defek sekretorik denagan resistensi insulin)
3. Tipe spesifik lain : defek genetik pada fungsi , defek
genetik kerja insulin, penyakit ekskorin pankreas,
endokrinopati, diinduksi obat atau zat kimia, infeksi,
bentuk tidak lazim dari immune mediated DM.
4. DM gestasional

2. Diagnosis : 1. Diagnosis terdiri dari :


Diagnosis DM

Diagnosis komplikasi DM

Diagnosis penyakit penyerta

Pemantauan penyakit DM

2. Anamnesis :
Keluhan khas DM : poliuria, pollidipsia, penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan tidak khas DM : Lemah, kesemutan, gatal, mata kabur,


disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita.

3. Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa:


1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dL, atau

2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dL, atau

3. Kadar glukosa plasma > 200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban
glukosa 75 gram TTGO

3. Etiologi : virus, genetik,lingkungan, sekunder


4. P Penunjang: Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah, glukosa darah puasa
dan 2 jam sesudah makan, urinalisis rutin, protenuria 24 jam, CCT ukur,
kreatinin, SGPT, albumin/Globulin, kolesterol total, kolesterol LDL,

71
kolesterol HDL, trigliserida, A1 C, Albuminuri mikro, EKG, foto toraks,
Fundoskopi
5. Penanganan : a. Edukasi meliputi pemahaman tentang:
Penyakit DM, makna pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM,
penyulitDM, intorvensi farmakologis dan non farmskologis,
hipoglikemia,masalah khusus yang dihadapi, gara mengembangkan system
pendukung dan mengajarkan keterampilan, cara mempergunakan fasilitas
perawatan kesehatan.
b. Perencanaan makan :
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi :
Karbohidrat 60-70 %, protein 10-15%, dan lemak 20-25%
Jumlah kandungan kolesterol yang disarankan <300 mg/hari.diusahakan
lemak berasal dari asam lemak tidak penuh(MUFA=mono Unsaturated
Fatty Acid). Dan kandungan serat +25 g/hari, diutamakan serat larut.
c. Latihan jasmani :
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4 seminggu selama
kurang lebih 30menit ). Prinsip: Cintiuous Rythmical- interval-
progressive endurance.
d. Intervensi farmakologis
Obat hipoglogikemia oral (OHO)
Pemicu sekresi( insulin secretagogue): sulfunilurea, glinid

Penambah sensivitas terhadap insulin: metformin,tiazolidindion

Penghambat absorsipsi glukosa ; pengahambat glukosidase alfa

Insulin
Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia hiperosmolatr non ketotik

Hiperglikemia dengan asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis hamper maksimal

Stress berat (infeksi sistematik, opersi besar, IMA, strok)

Kehamilan dengan DM? diabetes mellitus gestasional yang tidak


terkendali dengan perencanaan makan

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Kontra indikasi dan tau alergi terhadap OHO

6. Follow up : Pemeriksaan glukosa darah, A1C, glukosa darah mandiri, glukosa


urin,penentuan benda criteria keton pengendalian DM
7. Komplikasi : a. Akut : ketoasidosis diabetik, hiperosmolar non ketotik, hipoglikemia
b. Kronik : makroangiopati, mikroangopati, neuropati, kardiopati, rentan
infeksi, kaki diabetik, disfungsi ereksi
8. Tempat rawat : ruang rawat umum
9. Lama rawat : 7 14 hari

72
10. Masa pulih : tergantung komplikasi
11. Konsultasi : spesialis mata, paru dan saraf
12. Prognosa : dubia

2. TIROTOKSIKOSIS
1. Definisi : keadaan dimana didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini
berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang
ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.
2. Diagnosis : 1. Gejala dan tanda tiroksikosis : Hiperaktifitas, palpitasi, berat badan
turun, nafsu makan meningklat, tidak tahan panas, banyak keringat,
mudah lelah, sering buang air besar, oligomenore / amenore dan libido
turun tarkikadia, vibrilasi atrial, tremorhalus, reflex meningkat, kulit
hangat dan basah, rambut rontok, bruit.
2.Gambaran klinis penyakit graves: Struma difus, Tiroktoksikosis,
Oftalemopati / Eksoftalmus, Dermopati lokal, akropati.
3. Laboratorium : TSHS rendah, T4 atau FT4 tinggi. Pada T3
toksikosis : T3 atau FT3 meningkat.
Penderita yang dicurigai krisis tiroid adalah :
Anamnesis : riwayat penyakit hipertiroidisme dengan gejala khas, berat
badan turun, perubahan suasana hati, bingung, diare, amenorea

Pemeriksaan fisik :

Hipertiroidisme, karena penyakit graves atau penyakit lain

System saraf pusat terganggu : Delirium koma,

Demam tinggi sampai 400C

Takiradia samapai 130 200x permenit

Dapat terjadi gagal jantung kongestif, ikterus

Laboratoium : TSHS sangat rendah, T4 / FT4 / T3 tinggi,


anemianormositik normokrom, limfostosis relatif, hiperglikemia, enzim
trasaminese hati meningkat, asotemiaparerenal.

EKG : sinus terkikardia atau firbilasi atrial dengan respon ventricular


cepat
2. Anamnesis :
Keluhan khas DM : poliuria, pollidipsia, penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan tidak khas DM : Lemah, kesemutan, gatal, mata kabur,


disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita.

3. Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa:


4. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dL, atau

73
5. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dL, atau

6. Kadar glukosa plasma > 200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban
glukosa 75 gram TTGO

3. Etiologi : penyakit Graves, struma nodosa toksika, tiroiditis, Ca tiroid


4. P.Penunjang : Laboratorium : TSHS, T4 atau FT4, T3, atau FT3, TSH Rab, kadar
leukosis (bila tibul infeksi pada pemakaian obat antitiroid),sidik tiroid /
thyroid scan : terutama membedakan penyakit plumer dari penyakit
graves dengan komponen nodosa, EKG, foto toraks
5. Penanganan : a. Tata Laksana Penyakit Graves :
Obat anti tiroid
Propiltiourasi (PTU) dosis awal 300 400 mg/hari, dosis maks 2000mg/hari.

Metimosol dosis awal 20 30 mg.hari

Indikasi :

Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pesien muda
denmgan sturma ringan sedang dan tirokosiskosis

Untuk mengendalikan tiroksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah


pengobatan yodium radioaktif

Persiapan tiroidektomi

Pasien hamil, lanjut usia

Krisis tiroid

Penyakit adrenergik pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien


menjadi euritiroid setelah 6 12 minggu pemberian anti tiroid. Propanolol dosis
40 200 mg dalam 4 dosis.
Pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4 6 minggu. Setelah Eutiroid,
pemantauan setiap 3 6 bulan sekali :memantau gejala dan tanda klinis, serta lab,
FT4/T4/T3 dan TSHS. Setelah tercapai eutiroid, obat anti tiroid dikurangi
dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaaa\n
eutiroid selama 12 24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan, dan dinilai
apakah terhadi remis. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiorid
dihentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemudian hari dapat
tetap eutoroid atau terjadi relaps.
b. Tindakan bedah
Indikasi :
Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons dengan anti tiroid

Wanita hamil kedua yang memerlukan obat dosis tinggi

Alergi terhadap obat anti tiroid, dan tidak dapat menerima yodium radio aktif

Ademo toksik, struma multi donosa toksik

74
Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

c. Radioblasi
Indikasi :
Pasien berusia 36 tahun

Hipertirodisme yang kambuh setelah dioperasi

Gagal mencapai remisi setelah pemberian obat anti tiroid

Tidak mampu atau tidak mau terapi obat anti tiroid

Anemo toksik, struma multinodosa

d. Tata laksana krisis tiroiod (Terapi segera mulai bila dicurigai krisis tiroid)
1. Perawatan suportif :

Kompres dingin, anti piretik (asetominofen)

Memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : infuse destroses 5 %


dan NACL 0.9 %

Mengatasi gagal jantung : O2, diuterik, digitalis

2. Antagonis aktifitas tiroid :

Blokade produksi hormone tiroid : PTU dosis 300 mg tiap 4 - 6 jam PO.
Alternative : metimasol 20 30 mg tiap 4 jam PO. Pada keadaan sangat berat :
dapat diberikan melalui pipa nasogratik (NGP) PTU 600 100 mg atau metimasol
60 100 mg.

Blokade eskresis hormone tiroid : solitio lugol (struated solution of potassium


iodida) 8 tetes tiap 6 jam

Penyakit : hidrokortison 100 500 mg IV tiap 12 jam

Bila reflakter terhadap terapi diatas : plasmaferesis, dislis peritoneal.

3. Pengobatan terhadap faktor persipitasi : antibiotik dll.

6. Follow up : BB, nadi, gejala klinis


7.Komplikasi : a. Penyakit graves : penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati graves,
dermonapati, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan
obat anti tiroid.
b. Krisis tiroid : Mortalitas
8. Tempat rawat : ruang rawat umum
9. Lama rawat : 10 14 hari
10. Masa pulih : 2 3 bulan
11. Konsultasi : spesialis
12. Prognosa : dubia ad bonam

75
3. KETOASIDOSIS DIABETIKUM
1. Definisi : kondisi dekompensasi metabolik akibat defisiensi insulin dan
merupakankomplikasi akut diabetes mellitus yang serius. Gambaran klinis
utama ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah hiperglikemia, ketosis dan
asidosis metabolik, faktor pencetus: infeksi infark miokard akut,
pancreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, penghentian atau
pengurangan dosis insulin.
2. Diagnosis : Klinis:
Keluhan poliuri, polidipsi

Riwayat berhenti menyuntik insulin

Demem / infeksi

Muntah nyeri perut

Kesadaran : kompos mentis, delirium , koma

Pernapasan cepat dan dalam(kussmaul)

Dehindrasi (turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering)

Dapat disertai syok hipolvolemik

Kriteria diagnosis :
Kadar glukosa : > 250 mg/dL
pH : <7,35
HCO3 : rendah
Anion gap : tinggi
3. Etiologi : penyakit Graves, struma nodosa toksika, tiroiditis, Ca tiroid
4. P.Penunjang: Pemeriksaan cito : gula darah , ureum, asetom darah, urin rutin, analisis
gas darah, EKG.
Pemantauan:
Gula darah : tiap jam

Na+, K+, CL- : Tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya sesuai keadaan.

Analisis gas darah : bilah PH < 7 saat mauk diperiksa selama 6 jam
s.d. Ph. 7,1. Selanjutnya stiap hari sampai stabil

Pemantauan lain (sesuai indikasi : kultur darah, kultur urin, kultur pus.

76
5. Penanganan : Akses intravena (iv) 2 jalur, salah satunya di cabang dengan 3 way:
1. cairan

NaCl 0,9 % diberikan 1-2 L pada 1 jam pertama, lalu 1 L pada


jam kedua,lalu 0,5 L pada jam ke tiga dan keempat, dan 0,25 L
pada jam kelima dan keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan.

Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L

Jika Na+> 155 mEq/L ganti cairan dengan NaCL 0,45%.

Jika GD < 200 mg/dL ganti cairan dengan dextrose 5 %

2. Insulin ( regular insulin = RI):


Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan

RI bolus 180 mU/kgBB IV, dilanjutkan :

Jika GD < 200 mg/dL : kecepatan dikurangi RI drip 45


mU/kgBB/jam dalam NaCL 0,9 %

Jika GD stabil 200-300 mg/DL selama 12 jam RI drip 1-3


U/jamIV, disertai sliding scale setiap 6 jam :

GD RI

(mg/dL) (unit , subkutan)


<200 0
200-250 5
250-300 10
300-350 15
>350 20
Jika kadar GD ada yang < 10 mg/dL : drip RI dihentikan

Setelah sliding scale tiap 6 jam, dapat diperhitunagkankebtuhan


insulin sehari dibagi 3 dosis sehari subkutan, sebelum makan
( bilah pasien sudah makan).

3. Kalium
Kalium (KCl) drip dimulai bersamaan dengan drip RI, dengan
dosis 50 mEq/ jam. Syarat : tidak ada gagal ginjal , tidak ditemukan
gelombang T yang lancip dan tinggi pada EKG, dan jumlah urine
cukup adekuat.

Bila kadar K + pada pemeriksaan elektrolit kedua :

< 3,5 drip KCL 75 mEg/6 jam


3,0-4,5 drip KCL 50 mEq/6 jam
4,5-6,0 drip KCL 25 mEq/6jam
>6,0 drip dihentikan

77
Bila sudah sadar, diberikan K+ oral sampai seminggu.

4. Natrium bikarbonat
Drip 100mEq bila pH < 7,0 disertai KCL 26 mEq drip.
50 mEq bila 7,0-7,1, disertai KCL 13 mEq drip.
Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam.
5. Tata laksana umum
Oksigen bila PO2 < 80 mmHg

Antibiotika adekuat

Heparin : bila ada KID atau hiperosmolar (380mOsm/L) terapi


disesuaikan dengan pemantauan klinis:

Tekanan darah, frekuensi nadi,frekuensi pernapasan, temperature


setiap jam

Kesadaran setiap jam,

Keadaan hidrasi ( turgor, lidah) setiap jam

Produksi uarin setiap jam, balans cairan

Cairan infus yang masuk setiap jam

Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang).


6. Follow up :
7.Komplikasi : Syok hipovolemik, edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard
akut, hipoglikemia, hipokalemia,edema otak, hipolkasemia.
8. Tempat rawat :
9. Lama rawat :
10. Masa pulih :
11. Konsultasi :
12. Prognosa : Dubia ad malam, tergantung pada usia, komorbid, adanya infark
miokard akut, sepsis, syok.

78

Anda mungkin juga menyukai