I. PENDAHULUAN
1
II. ANATOMI ANOREKTAL DAN FISIOLOGI SALURAN ANAL
Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri.
2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3
bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini
dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior.2 (Gambar 1)
Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai
pintu
masuk
ke
bagian usus yang lebih proksimal; dus, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan
2
internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum kedunia luar. Spinkter
ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.2 (Gambar 2 )
3
Gambar 3. Pendarahan anorektal15
4
Gambar 4. Innervasi daerah perineum (laki-laki)15
Ga
mbar 5. Skema syaraf autonom intrinsik usus15
5
Kolon normalnya menerima sekitar 500 ml kimus dari usus halus perhari.
Karena sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah diselesaikan di usus
halus maka isi yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tak
tercerna (misalnya selulosa), komponen empedu yang tidak di serap dan cairan.
Kolon mengekstraksi H2O dan garam dari isi lumennya.Apa yang tertinggal dan
akan dikeluarkan disebut feses(tinja). Fungsi utama usus besar adalah untuk
menyimpan tinja sebelum defekasi.
Lapisan besar otot polos longitudinal luar yang tidak mengelilingi usus besar
secara penuh. Lapisan ini terdiri dari tiga pita otot longitudinal yang terpisah,
taenia coli, yang berjalan di sepanjang usus. Taenia coli ini lebih pendek dari pada
otot polos sirkuler dan lapisan mukosa dibawahnya jika kedua lapisan ini
dibentangkan datar. Karena itu, lapisan-lapisan dibawahnya disatukan membentuk
kantung atau haustra,Haustra bukan sekedar kumpulan permanen pasif ; haustra
secara aktif berganti lokasi akibat kontraksi lapisan otot polos sirkuler.
Tiga atau empat kali sehari, umumnya setelah makan, terjadi peningkatan
mencolok motilitas saat segmen-segmen besar kolon asendes dan traansversum
6
berkontraksi secara simultan, mendorong tinja sepertiga sampai tiga perempat
panjang kolon dalam beberapa detik. Kontraksi masif ini, yang secara tepat
dinamai gerakan massa, mendorong isi kolon ke bagian distal usus besar, tempat
bahan disimpan sampai terjadi defekasi.
Jika defekasi terjadi maka biasanya dibantu oleh gerakan mengejan volunter yang
melibatkan kontraksi otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glotis tertutup
secara bersamaan. Tindakan ini sangat meningkatkan tekanan intraabdomen, yang
membantu mendorong tinja.
Jika defekasi ditunda terlalu lama maka dapat terjadi konstipasi (sembelit).
Ketika isi kolon tertahan lebih lama daripada normal maka H2O yang diserap dari
7
tinja meningkatkan sehingga tinja menjadi kering dan keras. Variasi normal
frekuensi defekasi diantara individu berkisar dari setiap makan hingga sekali
seminggu. Ketika frekuensi berkurang melebihi apa yang normal bagi yang
bersangkutan maka dapat terjadi konstipasi. Gejalanya seperti rasa tidak nyaman
di abdomen, nyeri kepala tumpul, hilangnya nafsu makan disertai mual , dan
depresi mental. Berbeda dari anggapan umum, gejala-gejala ini tidak disebabkan
oleh toksin yang diserap dari bahan tinja yang tertahan. Meskipun metabolisme
bakteri menghasilkan bahn-bahan yang mungkin toksik di kolon namun bahan-
bahan ini normalnya mengalir melalui sistem porta dan disinkirkan oleh hati
sebelum dapat mencapai sirkulasi sistemik. Gejala-gejala yang berkaitan dengan
konstipasi disebabkan oleh distensi berkepanjang usus besar, terutama rektum;
gejala segera hilang setelah peregangan mereda.
III. EPIDEMIOLOGI
IV. ETIOLOGI
8
Etiologi dari Hirschsprung berkembang dari abnormalitas seluller dan
molekuler dari sistem nervus enteric(ENS). Ketiadaan sel-sel ganglion pada
lapisan submukosa (Meissner) dan pleksus myenteric (Auerbach) pada usus
bagian distal merupakan tanda patologis untuk Hirschsprungs disease.Hal ini
disebabkan oleh karena kegagalan migrasi dari sel-sel neural crest vagal servikal
dari esofagus ke anus pada minggu ke 5 smpai 12 kehamilan.
V. PATOFISIOLOGI
9
Absensi ganglion Meissner dan Aurbach mengakibatkan usus yang
bersangkutan tidak bekerja normal. Peristalsis tidak mempunyai daya dorong,
tidak propulsif, sehingga usus bersangkutan tidak ikut dalam proses evakuasi
feses atau pun udara. Penampilan klinis penderita sebagai gangguan pasase usus.
Tiga tanda khas: pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan
distensi abdomen.Penampilan makroskopik. Bagian usus yang tidak berganglion
terlihat spastik, lumen terlihat kecil. Usus di bagian proksimalnya, disebut daerah
transisi, terlihat mulai melebar lagi dan umumnya mengecil kembali mendekati
kaliber lumen usus normal.11
Pada penyakit Hirschprung, kolon mulai dari paling distal sampai pada bagian
usus yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion
parasimpatis intramural. Bagian kolon yang aganglionik ini tidak dapat
mengembang sehingga tetap sempit dan defekasi terganggu. Akibat gangguan
defekasi ini kolon proksimal yang normal akan melebar oleh tinja yang tertimbun,
membentuk megakolon. Hirschprung segmen pendek, daerah aganglionik
meliputi rectum sampai sigmoid merupakan kelainan terbanyak , yang disebut
hirschprung klasik. Hirschprung segmen panjang, daerah aganglionik meluas
lebih tinggi dari sigmoid Bila mengenai seluruh kolon disebut kolon aganglionik
total8
10
sel neuroblast ini dalam jalurnya menuju usus bagian distal. Migrasi neuorblas
yang normal dapat terjadi dengan adanya kegagalan neuroblas dalam bertahan,
berpoliferase, atau berdifferensiasi pada segmen aganglionik distal. Distribusi
komponen yang tidak proporsional untuk pertumbuhan dan perkembangan
neuronal telah terjadi pada usus yang aganglionik, komponen tersebut adalah
fibronektin, laminin, neural cell adhesion molecule, dan faktor neurotrophic.
Sebagai tambahan, pengamatan sel otot polos pada kolon aganglionik
menunjukkan bahwa bagian tersebut tidak aktif ketika menjalani pemeriksaan
elektrofisiologi, hal ini menunjukkan adanya kelainan myogenik pada
perkembangan penyakit Hirschspurng. Kelainan pada sel Cajal, sel pacemaker
yang menghubungkan antara saraf enterik dan otot polos usus, juga telah
dipostulat menjadi faktor penting yang berkontribusi.
Terdapat tiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus, pleksus submukosal
(Meissner), Intermuskuler (Auerbach), dan pleksus mukosal. Ketiga pleksus ini
terintegrasi dan berperan dalam seluruh aspek fungsi usus, termasuk absorbsi,
sekresi, motilitas, dan aliran darah.
11
ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltik yang tidak terkoordinasi,
dan pada akhirnya, obstruksi fugsional.13
VI. DIAGNOSIS
A. MANIFESTASI KLINIS
Penyakit hirschsprung pada penderita yang lebih tua harus dibedakan dari penyebab perut kembung lain dan konstipasi kronis dari tabel
dibawah. Riwayat seringkali menunjukkan kesukaran mengeluarkan tinja yang semakin berat yang mulai pada umur minggu-minggu pertama.
Massa tinja besar dapat diraba pada sisi kiri perut.tetapi pada pemeriksaan rektum biasanya tidak ada tinja. Tinja ini, jika keluar mungkin akan
seperti butir kecil, seperti pita atau konsistensi cair, tidak ada tinja yang besar. Pemeriksaan rektum menunjukkan tonus anus normal dan
biasanya disertai dengan semprotan tinja dan gas yang berbau busuk.Serangan intermitten obstruksi intestinum akibat tinja yang tertahan
12
mungkin disertai nyeri dan demam. 1
B. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
1. Foto polos abdomen
13
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus
dengan penumpukan udara di daerah rektum. Pemeriksaan radiologi
merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung 9,17
14
2. Foto Kolon Barium Enema
Pada pemeriksaan barium enema, segmen yang terlihat biasanya memiliki
diameter yang normal (zona transisional) namun tampak menyempit , karena
terdapat pelebaran kolon diatansnya. Retensi barium setelah pemeriksaan
merupakan gambaran yang khas.5
Segera dilakukan pada neonatus dengan gejala :
a. Keterlambatan pengeluaran mekonium
b. Disertai abdomen distensi
c. Muntah hijau
Tanda-tanda khas pada pemeriksaan barium enema PH, didapatkan
gambaran :
a) Segmen sempit dari sfinkter ani dengan panjang tertentu,
b) Segmen transisional yang spastik (terlihat sebagai saw-toothed
outline yang tidak beraturan)
c) Segmen yang berdilatasi 3
15
Gambar Hirschsprungs disease.Kelainan ini disebabkan tidak adanya sel
pleksus myenteric dalam usus distal. Barium enema menunjukkan segmen
menyempit dalam rektum dan ditandai dengan dilatasi kolon sigmoid dan colon
descending 4
16
Gambar Pemeriksaan double kontras barium enema tampak dilatasi bagian atas
dari rektum dan rectosigmoid junction yang terisi massa feses (pada anak
panah).16
3. CT Scan
Pada orang dewasa yang menderita penyakit ini, biasanya lesi hanya
terbatas pada bagian sigmoid kolon atau rektum. Pemeriksaan yang dilakukan
pada penderita dewasa itu hampir sama seperti dengan pemeriksaan yang
dilakukan ke atas bayi, iaitu dengan pemeriksaan barium enema. Dalam suatu
studi, didapatkan pemeriksaan dengan CT scan juga bermanfaat untuk
menentukan letak zona transisi dari penyakit ini. Hasil gambaran CT scan yang
didapatkan juga sesuai dengan hasil pemeriksaan histopatologis pada biopsi
rektum. 16
17
CT scan secara transversal pada wanita umur 31 tahun dengan HG usus
melebar karena feses colon ascendens (AC) dibandingkan usus dengan colon
descendens tidak dilatasi (DC) dengan zona transisi dari proksimal kolon
descendens.
Gambar Foto CT scan dengan kontras potongan transversal tampak dilatasi bagian
proksimal rektum serta bagian rektosigmoid yang terisi massa feses. 16
18
Gambar Foto CT scan kontras potongan transversal. Tampak zona transisi dan
penyempitan di bagian distal rektum.16
C. MANOMETRI ANOREKTAL
19
Gambar perbandingan manometri anorektal normal dan penyakit hirschsprung 12
D. BIOPSI-ISAP REKTUM
VIII. PENATALAKSANAAN
a. Pengobatan medis
Tujuan umum dari pengobatan ini mencakup 3 hal utama: (1) untuk
menangani komplikasi dari penyakit Hirschsprung yang tidak terdeteksi, (2)
20
sebagai penatalaksanaan sementara sebelum operasi rekonstruktif definitif
dilakukan, dan (3) untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasi rekonstruksi
1) Penatalaksanaan komplikasi diarahkan pada penyeimbangan cairan
dan elektrolit, menghindari distensi berlebihan, dan mengatasi
komplikasi sistemik, seperti sepsis. Maka dari itu, hydrasi
intravena, dekompressi nasogastrik, dan jika diindikasikan,
pemberian antibiotik intravena memiliki peranan utama dalam
penatalaksanaan medis awal.
2) Pembersihan kolon, yaitu dengan melakukan irigasi dengan rectal
tube berlubang besar dan cairan untuk irigasi.
3) Cairan untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan elektrolit.
4) Irigasi colon secara rutin dan terapi antibiotik prophylaksis telah
menjadi prosedur untuk mengurangi resiko terjadinya enterocolitis.
5) Injeksi BOTOX pada sphincter interna terbukti memicu pola
pergerakan usus yang normal pada pasien post-operatif.13
b. Penanganan operatif
Ada tiga pilihan dasar operasi. Prosedur bedah pertama yang berhasil, yang
diuraikan oleh Swenson, adalah memotong segmen yang tidak berganglion dan
melakukan anastomosis usus besar proksimal yang normal dengan rektum 1-2 cm
di atas garis batas. Operasi ini secara teknis sulit dan mengarah pada
pengembangan dua prosedur lain. Duhamel menguraikan prosedur untuk
menciptakan rektum baru, dengan menarik turun usus besar yang berinervasi
normal ke belakang rektum yang tidak berganglion. Rektum baru yang dibuat
pada prosedur ini mempunyai setengah aganglionik anterior dengan sensasi
normal dan setengah ganglionik posterior dengan propulsi normal. Prosedur
21
endorectal pullthrough yang diuraikan oleh Boley meliputi pengupasan mukosa
rektum yang tidak berganglion dan membawa kolon yang berinervasi normal ke
lapisan otot yang terkelupas tersebut., dengan demikian memintas usus yang
abnormal dari sebelah dalam.
Pada penyakit Hirschsprung segmental yang ultra pendek, segmen yang tanpa
ganglion hanya sebatas pada sfingter interna. Gejala-gejala klinisnya sama dengan
gejala-gejala pada anak konstipasi fungsional. Sel ganglion mungkin terdapat
pada biopsi isap rektum, tetapi motilitas rektum akan tidak normal. Eksisi
pengupasan mukosa otot rektum, termasuk sfingter anus interna, merupakan
tindakan diagnostik dan terapeutik.
IX. PROGNOSIS
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2.2000.
Jakarta: EGC.
2. Budi Irwan. Pengamatan Fungsi Anorektal Pada Penderita Penyakit
Hirscsprung Pasca Operasi Pull-Through . [cited 2012 3 november];
Available from: http://repository.usu.ac.id/
3. Arun Kumar Gupta and Bhuvnesh Guglani . Imaging of Congenital
Anomalies of the Gastrointestinal Tract . Indian J Pediatr. 2005; 72
(5) : 403-414]
4. Mettler,Essentials of Radiology, 2nd ed.2005 Elsevier.hal 697
5. Pradip R. Patel. Radiologi Edisi Kedua.2005.Jakarta.hal 242-243
6. M. William S. Pedoman Klinis Pediatri.2005. Jakarta
7. R. de Bruyn. Hirschsprung's disease and malrotation of the mid-gut.
An uncommon association. 1982. British Journal of Radiology.
554-557.
8. Ramanath N.Haricharan. Hirschsprung disease. Seminars in Pediatric
Surgery (2008). University of Alabama at Birmingham
9. J._Haller .Paediatric Radiology 3rd Edition .2005.Newyork.hal 144
10. Michelle Badash, MS, Hirschsprung's disease [cited 2012 3 november]
;Available from :http://www.empowher.com/media/reference/hirschspr
ung-s-disease
11. Sjamsuhidajat, R., de Jong, W.2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi
2.Jakarta: Hipokrates
12. N.E. Diamant, M.A. Kamm, A. Wald, W.E. Whitehead, AGA technical
review on anorectal testing techniques [cited 2012 3
november]; Available from: http://www.sciencedirect.com/science/arti
cle/pii/S0016508599701952
23
13. Steven L Lee. Hirschsprung Disease. [cited 2012 3 november];
Available from : http://emedicine.medscape.com/article/178493-
overview
14. Lauralee Sherwood. Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem. Jakarta:
EGC 2001;688-692.
15. Netter, Frank Henry,MD,2006.Atlas of Human Anatomy.
Sauners/Elsevier.
16. Kim H.J, Kim A.Y, Lee C.W, et al. Hirschprung disease and
hypoaganglionosis in adults: radiological findings and differentiation.
[online] May 2008 [cited 6.november.2012], Available from:
www.radiology.rsna.org.
17. Porambo,Albert, Hirschsprung disease. [cited 2012 6 november];
Available from: http://rad.usuhs.edu/medpix/include/medpix_image.ph
p3?imageid=9036
18. Skaba R. Historic milestones of Hirschsprung's disease cited 2012 6
november];Available from: http://thehealthscience.com/showthread.ph
p?169365-Hirschsprung-Disease-Imaging.
HIRSCHSPRUNG DISEASE
24
25