Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KASUS MEDIS
CHOLELITHIASIS
Oleh :
dr. Cikal Perdana Damau
Pembimbing :
dr. Bobi Prabowo, SpEM
Pendamping :
dr. Heru Dwi Cahyono
1
BAB 1
PENDAHULUAN
2
(Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography), disolusi medis
(penanggunglangan dengan non-bedah) dapat diberikan sebagai alternatif.3
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui gejala, tatalaksana dan komplikasi dari cholelithiasis.
1.4 Manfaaat
Memberikan tambahan wawasan kepada dokter internsip RSUD dr. Iskak
Tulungagung mengenai cholelithiasis.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon,
lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi
lobus kiri dan kanan, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu
dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh
hati serta saluran empedu dan kandung empedu. Pembentukan dan ekskresi
empedu merupakan fungsi utama hati.3
Empedu dihasilkan oleh sel hepatosit hepar dan disekresi oleh hepar ke
dalam canaliculi biliaris. Canaliculi biliaris adalah cabang terkecil dari sistem
duktus biliaris intrahepatik. Canaliculi ini akan bermuara pada duktus biliaris
interlobularis. Duktus-duktus ini akan membentuk duktus hepatikus dextra dan
sinistra. Duktus hepatikus sinistra berasal dari lobus sinister hepar. Sedangkan
duktus hepatikus dextra dibentuk oleh pertemuan cabang dorsokaudal dan
ventrokranial segmen intrahepatik yang berasal dari lobus dexter hepar. Duktus
hepatikus sinistra lebih panjang dan mempunyai kecenderungan untuk dilatasi
lebih besar daripada dextra, sehingga lebih mudah terjadi obstruksi distal.
Duktus hepatikus dextra dan sinistra meninggalkan hepar dan mulai
sebagai segmen extra hepatik pada daerah portal hepatik untuk kemudian bersatu
membentuk Duktus Hepatikus Komunis, panjangnya 4-6 cm, duktus ini bersatu
dengan cystikus panjangnya 3-4 cm dari vesica velea membentuk duktus
Choledochus. Duktus ini bersama duktus pankreaticus mayor (Wirsungi)
bermuara ke dalam papilla duodeni mayor (papilla Vater) d duodenum pars
decendens. Pada muara ini terdapat Sphincter Oddi. Duktus hepatikus komunis
dengan duktus choledochus disebut Common Bile Duct (CBD). Emepedu
mengandung garam empedu, pigmen empedu (bilirubin), lekitin, kolesterol,dan
elektrolit. Jumlah cairan sehari 500-1000cc/hari.3
4
Gambar 2: Anatomi duktus bilier 3
Vesica felea merupakan suatu kantong yang berfungsi memekatkan dan
menyimpan empedu. Ukuran normalnya kira-kira sebesar 2 kali jari. Vesical felea
dapat menampung empedu sebanyak 50ml. Dibagi menjadi 4 bagian; fundus,
corpus, infundibulum dan collum. Sebagian besar korpus menempel di dalam
jaringan hati. Dari collum berlanjut menjadi duktus cystikus. Tunika mukosa
duktus cystikus berbentuk lipatan yang berjalan sebagai spiral disebut valvula
spiralis Heisteri, yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam
kandung empedu dan menahan aliran keluar. Apabila terjadi distensi akibat
bendungan oleh batu maka bagian infundibulum akan menonjol seperti kantong
dan dikenal sebagai Kantong Hartmann. Vesica felea diperdarahi oleh arteri
cystica cabang arteri hepatika dextra.3
Ada sesuatu daerah yang dibentuk oleh ductus cystikus, CBD, dan cabang
arteri cystikus disebut Trigonum Calot/ Cholecystohepatik triangle, daerah ini
penting untuk identifikasi arteri cystikus dan duktus cystikus pada tindakan
Kolesistektomi.3
5
Gambar 3: anatomi gallbladder3
2.2 Definisi
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu
(koledokolitiasis), atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama
batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.1
2.3 Epidemiologi
Sedangkan di Asia, prevalensinya berkisar antara 3-15%. Di Indonesia,
Kolelitiasis baru mendapat perhatian di klinis, sementara penelitian batu empedu
masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai
keluhan. Angka kejadian penyakit batu empedu ini diduga tidak berbeda dengan
angka kejadian di Asia Tenggara. Berdasarkan penelitian di RSCM Jakarta dari 51
pasien di bagian Hepatologi ditemukan 73% pasien menderita penyakit batu
empedu pigmen dan batu kolesterol pada 27% pasien (menurut divisi Hepatologi,
FKUI/RSCM Jakarta, Mei 2009). Faktor infeksi empedu oleh kuman gram negatif
E.coli ikut berperan penting dalam timbulnya pigmen. Insiden batu primer saluran
empedu adalah 40-50% dari penyakit empedu.2
6
2.4 Etiologi
Faktor resiko terjadinya penyakit batu kandung empedu adalah;2
1. Female
Menurut penelitian penyakit batu kandung empedu lebih tinggi resikonya empat
kali terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria karena pengaruh hormon
estrogen dan progesteron yang apabila digabung akan mempengaruhi kadar
kolesterol di dalam empedu sehingga mengalami suatu proses untuk pembentukan
batu empedu.
2. Forty
Pada usia 40 tahun ke atas lebih mudah terbentuk batu empedu karena tubuh lebih
cenderung mengeluarkan kolesterol ke dalam cairan tubuh dan mudah tersaturasi.
3. Fertile
Kehamilan dan penggunaan pil KB berefek pada saturasi cairan tubuh sehingga
mudah terjadi pembentukkan batu empedu.
4. Fat
Pada obesitas resiko terkena batu empedu tiga kali lebih besar di mana kadar
kolesterol dalam cairan empedu meningkat dan menyebabkan supersaturasi
kolesterol.
2.5 Klasifikasi
Ada 3 tipe batu empedu yaitu:4
1. Batu empedu kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah
kalsium karbonat, kalsium palmitif, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih
bervariasi dibandingkan dengan batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di
dalam kandung empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya
mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei.
Batu kolesterol terjadi karena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu
tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol
dalam kandung empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan
menjadi batu. Penyebab lain adalah pengosongan cairan empedu di dalam
7
kandung empedu kurang sempurna masih adanya sisa-sisa cairan empedu di
dalam kantong setelah proses pemompaan empedu sehingga terjadi pengendapan.4
2. Batu empedu pigmen
Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu
pigmen, tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-
kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan,
sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu pigmen
terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut
dalam air), pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.4
3. Batu empedu campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai dan terdiri atas kolesterol,
pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit
mengandung kalsium sehingga bersifat radioopague.4
8
nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan
nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.4-7
Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun.
Gejalanya nyeri saluran empedu cenderung hebat, baik menetap maupun seperti
kolik bilier (nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan) jika duktus
sistikus tersumbat oleh batu, sehingga timbul rasa sakit perut yang berat dan
menjalar ke punggung atau bahu akibat kontraksi organ berongga. Ciri-ciri kolik
bilier adalah mulai mendadak dan hilang secara menetap karena duktus cystikus
berusaha mengeluarkan batu terus terjadi, nyeri dirasakan beberapa menit sampai
beberapa jam, bisa berhubungan atau tidak berhubungan dengan makanan, sering
diikuti dengan mual dan muntah dan sekali serangan kolik biliaris dimulai,
serangan ini cenderung makin meningkat frekuensi dan intensitasnya. Gejala yang
lain seperti demam, nyeri seluruh permukaan perut, perut terasa melilit, perut
terasa kembung, dan lain-lain.4-7
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu,
sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu
empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa
merambat infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan
peradangan pada saluran dan kandung empedu sehingga cairan yang berada di
kandung empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya
tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kandung empedu dapat
menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit
ataupun demam. Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu
dibanding penyebab terbentuknya batu.4-7
Ikterus biasa terjadi jika ada sumbatan pada collum vesica felea sehingga
terbentuk kantong Hartmann, yang akan mendesak CBD. Jadi, ikterus terjadi oleh
desakan batu pada vesica felea tetapi dari luar, keadaan ini dikenal sebagai
Millizys syndrome. 5-7
Pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan di kuadran kanan atas,
kadang di dapatkan seperti benjolan akibat peradangan di kandung empedu.
Murphy sign didapatkan positif dengan cara tangan dokter ditekankan di bawah
9
arcus costae pasiem, kemudian pasien disuruh inspirasi maksimal. Apabila pasien
merasa sakit (ditandai dengan terhentinya inspirasi) maka Murphy sign positif.
Jaundice jarang terjadi pada batu kandung empedu. Jika didapatkan demam tinggi,
curiga komplikasi ganggren kolesistitits, perforasi kandung empedu atau
empiema.6
2.7 Patogenesis
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan
kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai
garam empedu. Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80%
kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang
sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut
dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh. Teori
terjadinya batu ada dua yaitu (1) supersaturasi akibat empedu terlalu pekat, terjadi
pengendapan maka terbentuknya batu atau (2) nidus yang terbentuk dari epeitel
desquamasi, bakteri, benda asing yang menyelimuti endapan empedu.5
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui
agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam
empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu
(supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi
sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat.
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak
terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan
garam bilirubin kalsium. Bilirubin adalah suatu produk penguraian hemoglobin
atau sel darah merah. Batu empedu campuran adalah gabungan antara bilirubin
dan kolesterol yang akan kalsifikasi. Presipitasi bilirubin akan membentuk nidus
akibat kolesterol yang terdeposisi.5
Batu pigmen kedua yang terbentuk di saluran empedu akan menyebabkan
terjadinya obstruksi atau akumulasi di sekitar batu pigmen yang pertama. Batu
empedu juga bisa terjadi akibat infeksi bakteri yang dekonjugasi membentuk
bilirubin-glukuronid kompleks.5
10
2.8 Patofisiologi
Fungsi kandung empedu yaitu sebagai tempat menyimpan cairan empedu
dan memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi
air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh
sel hati. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak
dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari
usus.
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah
menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.
Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu makan,
empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat
segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus,
empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung
empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam
anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih
pekat dibandingkan empedu hati. tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan
puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu.
Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu
mengalir ke duodenum.
Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif
dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan.2 Pengaliran cairan
empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung
empedu, dan Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon
duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi
pengosongan kandung empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat.
Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung
empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah
konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan
elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah
garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.
11
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan
lemak, berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan
kolesterol, garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin
yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan, garam empedu
merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya,
bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah
dari sel darah merah yang dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang
dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh.
2.9 Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan
kelainan laboratorik. Leukositosis dapat ditemukan pada 85% penderita. Kenaikan
ringan bilirubin serum bisa terjadi akibat penekanan duktus koleduktus oleh batu.
Enzim fungsi hati terkadang normal dan bisa juga ditemukan kenaikan ringan
serum amilase. Peningkatan kadar bilirubin serum 80-90% total bilirubin. Alkali
fosfatase sangat meningkat di dalam darah (normalnya 40-100 IU/liter), enzim ini
adalah salah satu enzim di dalam dinding bilier.6
Pemeriksaan Ultrasonografi
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan standar, yang sangat baik untuk
menegakkan diagnosa Batu Kandung Empedu. Kebenaran dari Ultrasonografi ini
dapat mencapai 95% di tangan Ahli Radiologi. Ultrasonografi dapat mengukur
ukuran common bile duct (CBD) dengan akurat, normalnya sekitarnya 6-7 mm,
dikatakan dilatasi jika lebih dari normal. Jika pasien dengan gejala kolik bilier
atau kolesistitis, Ultrasonografi merupakan preoperasi penunjang yang diperlukan
kecuali jika terdapat jaundice. Manfaat Laparaskopik Ultrasonografi meningkat
untuk mengukur CBD pada kolesistektomi. Ultrasonografi juga bermanfaat untuk
mengidentifikasi massa dan neoplasma di kandung empedu. 4,6
12
Gambar 4: hasil USG pada cholelithiasis 4,5
Ultrasonografi dapat mendeteksi batu empedu pada minoritas pasien
dengan dispepsia yang tidak menimbulkan gejala. Nyeri pada kolik bilier
merupakan nyeri yang sangat hebat, episodik, dan konstan di daerah epigastrik
atau kuadran atas kanan sehingga beberapa jam dirasakan. Ini bisa dibedakan
dengan nyeri atau perasaan tidak nyaman pada dispepsia fungsional dengan
pemeriksaan ultrasonografi. Ada 3 kriteria mayor untuk mendiagnosa batu
kendung empedu yaitu (1) penebalan dinding kandung empedu lebih dari 3-5mm,
(2) distensi (hidrops) kandung empedu, dan (3) tampak batu echo di dalam
kandung empedu. Kriteria sekunder untuk mendiagnosa batu kandung empedu
adalah adanya subserosal edema, cairan perikolesistik dan Murphy sign positif.4,6
Computed Tomography
Apabila Ultrasonografi tidak ditemukan kelainan, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan dengan CT scan terutama jika curiga adanya batu di dalam saluran
empedu, untuk mendiagnosis derajat tumor kandung empedu atau pankreatitis
biliaris.4,6
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan MRI apabila ada komplikasi jaundice.4,6
13
2.10 Penatalaksanaan
Jika ukuran batu empedu sudah membesar, yakni sekitar 3-4 cm, sudah
selayaknya diangkat. Kalau ukuran batu besar, kandung empedu harus cepat
diangkat dan segera dibuang. Tapi, jika ukuran batu empedu masih tergolong kecil
atau berkisar 2-3 mm, langkah operasi pengangkatan kandung empedu tidak perlu
dilakukan.4
Setelah diagnosis ditegakkan, penderita diberikan obat analgesia. Jika
penderita dengan keluhan muntah, sebaiknya dipasangkan nasogastric tube.
Rehidrasi dan antibiotik diberikan intravenous. Segera setelah itu dilakukan
Laparaskopik Kolesistektomi tanpa ditunda, sebaiknya dalam waktu 24-48 jam
setelah diagnosis ditegakkan.
Penanggulangan non bedah
1.Disolusi Medis
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif
diantaranya batu kolesterol diameternya <20mm dan batu kurang dari 4 batu,
fungsi kandung empedu baik, dan duktus sistik paten.
2. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)
Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik
dengan melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang
sejak tahun 1974 hingga sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk
batu saluran empedu. Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan
dengan basket kawat atau balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut
menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu
saluran empedu sulit (batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu
yang terletak di atas saluran empedu yang sempit) diperlukan beberapa prosedur
endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan
litotripsi mekanik dan litotripsi laser.4,6
3. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu
dengan gelombang suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang
lalu, analisis biaya manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini
14
hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini. 4,6
Penanggulangan Bedah
Laparoskopik Kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penangan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Operasi dengan prosedur yang minimal ini
dapat mengurangi nyeri postoperatif, lamanya rawat inap, dan pasien dapat
beraktivitas kembali setelah operasi. Kadar mortalitas kurang dari 0,2% dan
hasilnya sama dengan open kolesistektomi. Kadar morbiditas lebih dari 7%.4
Kontraindikasi pada laparoskopik koleksistektomi adalah adanya riwayat
operasi dibagian atas abdomen, severe obesitas, hamil, kolesistitis akut.
Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan
batu kandung empedu simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan
teknik ini meliputi luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah
minimal.6
Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah
kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.4-7
2.11 Komplikasi
Adhesi- Akibat inflammasi, kandung empedu mengalami nekrosis kemudian
adhesi dengan organ sekitarnya. 5,6,9
Kolesistitis kronik- Penyebab trauma atau iritasi mukosa oleh batu di vesica felea
yang menyebabkan terjadinya pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin dalam
empedu menjadi lisolesin yang merupakan senyawa toksik sehingga peradangan
bertambah berat disertai pus (empyema vesica felea) sampai perforasi.
Gall stone ileus- batu empedu yang besar dapat menyebabkan nekrosis tekanan
yang menahun dan erosi ke usu yang berdekatan.
15
Fistula- Timbul jika vesica felea menekan ke arah duodenum. Dinding vesica
felea melekat pada duodenum, kemudian terbentuk fistula.
Keganasan- Akibat iritasi kronis mukosa vesica felea. 90% pasien cancer vesica
felea menderita kolelithiasis.
2.12 Prognosis
Kurang dari separuh pasien dengan batu empedu menjadi simptomatik.
Tingkat kematian untuk kolesistektomi elektif adalah 0,05% dengan morbiditas
kurang dari 10%. Tingkat kematian untuk kolesistektomi muncul adalah 3-5%
dengan morbiditas 30-50%. Setelah kolesistektomi, batu bisa kambuh kembali di
saluran empedu.
16
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. L
Usia : 47 tahun
Pendidikan : SMA
Status : Menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
ANAMNESIS
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut sejak 3 hari yang lalu.
Nyeri perut dirasakan di area kanan atas. Awalnya nyeri perut muncul mendadak
setelah makan. Nyeri perut terasa seperti terkena benda tumpul dan dirasa hilang
17
timbul. Durasi nyeri dirasakan kurang lebih 30 menit kemudian nyeri berkurang
sendiri. Terkadang nyeri perut menjalar hingga ke area kanan bawah.
Pasien mengeluh demam sejak 2 hari yang lalu. Awalnya demam dirasa
seperti "sumer", dan semakin hari semakin meningkat. Pasien juga mengeluh
mual, muntah sejak 9 jam yang lalu. Muntah sudah 2 kali, terutama saat setelah
makan. Riwayat BAB sering tidak lancar, terkadang 2-3 hari sekali. BAK dalam
batas normal.
- Pasien penah nyeri perut di area yang sama (kanan atas) kurang lebih 2
minggu yang lalu. Pasien tidak berobat ke dokter, hanya saja membeli obat
anti nyeri di apotek.
18
- Pasien memiliki riwayat hiperkolesterol tetapi tidak mengkonsumsi obat
anti kolesterol secara rutin.
Tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah menderita penyakit yang
sama. Tidak ada keluarga pasien yang menderita darah tinggi, kencing manis dan
riwayat penyakit lain yang berkaitan.
Riwayat Sosial:
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Berat Badan : 68 kg
Skore nyeri :4
Tanda-tanda vital
GCS : 4-5-6
19
Pernafasan : 20 kali per-menit
Suhu : 37,8o C
Inspeksi: rambut, bentuk kepala, bengkak I: Rambut dalam batas normal. Konjunctiva
konjunctiva, perdarahan konjunctiva, anemis (-), skelara ikterik (-), epitaksis (-),
konjunctiva anemis, sklera ikterik, epistaksis, gum bleeding (-)
gum bleeding, sikatrik, pembengkakan. P: Tidak terdapat pembengkakan kelenjar
Palpasi: kelenjar limfe, pembengkakan, limfe, trakea di tengah.
trakea. P: JVP flat, kaku kuduk (-)
Pemeriksaan: JVP, kaku kuduk Kesimpulan : dalam batas normal
TORAKS
PARU-PARU
Inspeksi: simetri, gerakan, respirasi, irama, I: gerakan nafas simetris
payudara, tumor
P: fremitus vocal D=S
Palpasi: gerakan, fremitus fokal
P: perkusi
Perkusi: resonansi
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
20
Auskultasi: suara nafas, rhales, rhonki, A:
wheezing, bronkofoni.
suara ronchi wheezing
nafas
v v - - - -
v v - - - -
v v - - - -
JANTUNG
Inspeksi: ictus I: Ictus tidak tampak
Palpasi: ictus, thrill P: ictus teraba di ICS V, MCL sinistra
Perkusi: batas kiri, batas kanan, pinggang P: batas kanan dan kiri jantung kesan normal
jantung A: S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-),
Auskultasi: denyut jantung (frekuensi, gallop (-)
irama) S1, S2, S3, S4, gallop, murmur, Kesimpulan : dalam batas normal
ejection click, rub
ABDOMEN
Inspeksi: kontur, striae, sikatrik, vena I: tidak terdapat kontur, striae, sikatrik, vena
Palpasi: nyeri, defans/rigiditas, massa, hati, P: soepel, terdapat nyeri tekan (+) di RUQ,
limpa, ginjal murphy sign (+) rigiditas, tidak teraba massa,
Perkusi: resonansi, shifting dullness, Organomegali (-).
undulasi P: resonansi timpani, shifting dullness (-),
Auskultasi: peristaltic usus, bruit, rub undulasi (-).
A: bising usus normal
EKSTREMITAS
21
Inspeksi: simetri, merah, pucat, sianosis, I: ekstremitas atas dektra-sinistra dalam
ptekie, purpura, ekimosis, edema, batas normal. ekstremitas bawah dextra-
deformitas, , ulkus, varises, kuku, gerak sinistra dalam batas normal.
sendi.
Palpasi: nyeri tekan, panas, edema, denyut P: akral hangat, kering, merah, CRT < 2dtk
nadi perifer, CRT
Edema:
- -
- -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap
22
WBC 103/uL 4,0 - 10,0
EO% % 0 - 4,0
BASO% % 0 - 1,0
KIMIA DARAH
URINALISA
WORKING DIAGNOSIS
Cholelithiasis
TATALAKSANA DI IGD
A Airway
B Breathing
23
Gerakan dada simetris, frekuensi nafas: 20 x/menit, teratur
C Circulation
Akral hangat kering merah, capillary refill time < 2 detik, tekanan darah 110/80
mmHg, nadi 82x/menit, reguler
D - Disability
E - Exposure
Planning Terapi:
- IVFD RL 20 tpm
- Injeksi Omeprazole 40 mg
- Injeksi Meropenem 1 gr
- Injeksi Santagesic 1 gr
- Provenit Supp. I
Planning Monitoring:
- Keluhan Pasien
- Tanda-Tanda Vital
- Pasien dirawat inapkan di ruang Widuri
24
FOLLOW UP PASIEN DI RUANGAN
Waktu S O A P
WBC: 17.58
PLT: 78.1%
Terapi:
Hasil USG: - IVFD Nacl 0.9% 21tpm
-Cholelithiasis - Inj. Meropenem 3x1 gr
-DD: - Inj. Ketorolak 3x30 mg
TU mesenterium - Inj. OMZ 1x40 mg
25
PAI - Puasa
- Rencana Laparatomy
exploratif
3x500 mg
Suhu=36,80C
-Inj. Santagesik 3x1 gr
-Puasa
Monitoring:
26/09/17 Nyeri bekas KU: cukup - Cholelithiasis -IVFD NaCl 0.9% 21tpm
operasi (+) - PAI
T=110/70mmHg -Inj. Ciprofloxacin 3x1 gr
RR=20x/mnt 3x500 mg
-Diet lunak
Hasil lab:
-posisi 1/2 duduk
WBC: 29.37
PLT: 568
Alb: 2.3 g/dl
27/09/17 Nyeri bekas KU: cukup - Cholelithiasis -IVFD NaCl 0.9% 21tpm
operasi - PAI
T=110/70mmHg -Inj. Ciprofloxacin 3x1 gr
berkurang
N=85x/mnt -Inj. Metrnidazole
26
RR=20x/mnt 3x500 mg
-Diet bebas
-Mobilisasi duduk
28/09/17 Nyeri bekas KU: cukup - Cholelithiasis -IVFD NaCl 0.9% 21tpm
operasi - PAI
T=110/70mmHg -Inj. Ciprofloxacin 3x1 gr
berkurang
N=85x/mnt -Inj. Metrnidazole
RR=20x/mnt 3x500 mg
-Diet bebas
-Mobilisasi jalan
27
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan RUQ abdomen dan murphy
sign (+). Murphy sign didapatkan positif dengan cara tangan dokter ditekankan di
bawah arcus costae pasiem, kemudian pasien disuruh inspirasi maksimal. Apabila
pasien merasa sakit (ditandai dengan terhentinya inspirasi) maka Murphy sign
positif. Pada pasien juga tidak ditemukan adanya ikterus. Ikterus jarang terjadi
28
pada batu kandung empedu. Ikterus biasa terjadi jika ada sumbatan pada collum
vesica felea sehingga terbentuk kantong Hartmann, yang akan mendesak CBD.
Jadi, ikterus terjadi oleh desakan batu pada vesica felea tetapi dari luar, keadaan
ini dikenal sebagai Millizys syndrome. 5-7
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini yaitu disolusi medis, dengan
pertimbangan batu empedu diameternya <20mm dan batu kurang dari 4 batu,
fungsi kandung empedu baik, dan duktus sistik paten. Indikasi paling umum untuk
kolesistektomi (bedah) adalah adanya keluhan bilier yang mengganggu atau
semakin sering atau berat dan adanya komplikasi. Apabila tindakan
kolesistektomi tidak dilakukan, prosedur (ESWL (Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy), ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography), disolusi
medis (penanggunglangan dengan non-bedah) dapat diberikan sebagai alternatif.3
29
DAFTAR PUSTAKA
1. R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi I. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta. 1997. Hal 700-18
2. Ginting S. A Description Characteristic Risk Factor of the Cholelithiasis Disease
in The Colombia Asia Medan Hospital. Medan. 2011. p 38-44
3. Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, Foster RS, et al. Liver. In:
Skandalakis, Surgical Anatomy. USA: McGraw-Hill;2006.
4. Debas HT. Gastrointestinal Surgery; Pathophysiology and management. New
York. 2004. p 200-19.
5. Logan RPH, Harris A, Misiewicz JJ, Baron JH. ABC of The Upper
Gastrointestinal Tract. BMJ publishing. London 2002. p 46-9.
6. Vogt DP. Gallbladder disease: An update on diagnosis and treatment. Cleavand
Clinic Journal of Medicine. December 2002. Vol;69:977-83.
7. Maieed AW, Iohnson AG. Pitfalls in Cholecystectomy In: Surgical Management
of Hepatobiliary and Pancreatic Disorders. United Kingdom. 2003. p 475-80.
8. Djamsuhidajat R, and Wie de Jong. Saluran Empedi dan Hati, Pakrease, Dalam:
Buku Ajar Imu Bedah. Edisi Revisi, Penerbit EGC, Jakarta.2008.
9. C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron, Dalam
Buku Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta.
10. Lee Sp, Selijima J, Gallstone, In : Yamanda T, Alpers DH, Owying C, Powel
DW, Silverstein FE, eds. Text book of gastro enterology. New York : J.B.
Lippincot Come; 1991 : 94 : 1996 84.
30