Anda di halaman 1dari 15

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Nicky Sanita 102014193

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Email: nicky.2014fk193@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Pada negara tropis yang curah hujannya cukup banyak seperti Indonesia, saat peralihan
dari musin hujan kemusim panas banyak terdapat genangan-genangan air. Lingkungan
genangan air ini merupakan sarana tempat berkembangnya jentik nyamuk, diantaranya nyamuk
Aedes aegypti penyebab demam berdarah dengue. Demam berdarah dengue (DBD) menjadi
masalah utama kesehatan, hal ini bukan hanya di Indonesia tetapi di juga diseluruh negara di
Asia Tenggara. Demam berdarah dengue, suatu penyakit demam berat yang sering mematikan,
disebabkan oleh virus, ditandai oleh gangguan permeabilitas kapiler, dan hemostasis tubuh,
Selama tiga sampai lima tahun terakhir jumlah kasus DBD telah meningkat sehingga Asia
Tenggara menjadi wilayah hiperendemis. Sejak tahun 1956 sampai 1980 di seluruh dunia kasus
DBD yang memerlukan rawat inap mencapai 350.000 kasus pertahun sedang yang meninggal
dilaporkan hampir mencapai 12.000 kasus. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang
merupakan anggota genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus dengue
yang disebut DEN-1, DEN-2, dan DEN-3. Oleh karena ditularkan melalui gigitan artropoda
maka virus dengue termasuk arbovirus. Vektor DBD yang utama adalah nyamuk Aedes
aegypti.1
DBD merupakan bentuk berat dari infeksi dengue yang ditandai dengan demam akut,
trombositopenia, netropenia dan perdarahan. Permeabilitas vaskular meningkat yang ditandai
dengan kebocoran plasma ke jaringan interstitiel mengakibatkan hemokonsentrasi, efusi
pleura, hipoalbuminemia dan hiponatremia yang akan menyebabkan syok hipovolemik.1

Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau
dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara
biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang
penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak
dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.2 Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan
menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut:
1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)

1
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan
pasien (diagnosis banding)
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko)
4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor
prognostik, termasuk upaya pengobatan)
6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan
diagnosisnya
Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai
kemampuan untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya
untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya
mencakup semua data yang diperlukan untuk memperkuat ketelitian diagnosis, sedangkan
akurat berhubungan dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh.2
Melalui keluhan pasien yang terdapat pada skenario didapatkan informasi bahwa pasien
anak perempuan berumur 6 tahun menderita panas sejak 5 hari yang lalu dan nyeri tekan. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran composmeti. Suhu 39oC, tekanan darah 100/70
mmHg. Denyut nadi 110 kali/menit sangat kuat dan reguler. Frekuensi napas 22x/menit. Hb =
11 g/dl, Ht = 40%, Leukosit = 4.000/ul, Trombosit = 85.000/ul, dan tes bendung/tourniquetnya
positif.
Dari keluhan-keluhan tersebut dan dasar teori dari anamnesis, maka dapat diketahui
data-data sebagai berikut:
1. Keluhan utama
Panas tinggi selama 5 hari
2. Riwayat penyakit sekarang
Tidak diketahui
3. Riwayat kesehatan lingkungan
Tidak diketahui

Pemeriksaan Fisik
Penderita yang datang dengan gejala / tanda DBD, maka dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut:3, 4
1. Anamnesis (wawancara) dengan penderita atau keluarga penderita tentang keluhan yang
dirasakan, sehubung dengan gejala DBD.
2. Observasi kulit dan konjungtiva untuk mengetahui tanda perdarahan. Observasi kulit
meliputi wajah, lengan, tungkai, dada, perut, dan paha.
3. Pemeriksaan keadaan umum dan tanda tanda vital (kesadaran, tekanan darah, nadi, dan
suhu).
4. Penekanan pada ulu hati (epigastrium). Adanya rasa sakit / nyeri pada ulu hati dapat
disebabkan karena adanya perdarahan di lambung.
5. Perabaan hati
Hati yang lunak merupakan tanda pasien DBD yang menuju fase kritis.
6. Uji Tourniquet (Rumple Leede)

2
Munculnya bintik-bitik merah lebih dari 10 pada luas 2,5x2,5 cm pada lengan bawah bagian
palmar.

Pemeriksaan Penunjang5
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan trombosit
Semi kuantitatif (tidak langsung)
Langsung (Rees Ecker)
Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi
b) Pemeriksaan hematokrit
Pemeriksaan hematokrit antara lain dengan mikro hematokrit centrifuge. Nilai normal
hematokrit:
Anak anak : 33 38 vol%
Laki laki dewasa : 40 48 vol%
Perempuan dewasa : 37 43 vol%
Untuk puskesmas misalnya yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht, dapat
dipertimbangkan estimasi nilai Ht = 3x kadar Hb.
c) Pemeriksaan kadar hemoglobin6
Pemeriksaan kadar hemoglobin antara lain dengan cara:
Pemeriksaan kadar Hb dengan menggunakan Kalorimeter foto elektrik (Klett
Summerson).
Pemeriksaan kadar hemoglobin metode Sahli
Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi
Contoh nilai normal hemoglobin (Hb):
Anak anak : 11,5 12,5 gr / 100 ml darah
Laki laki dewasa : 13 16 gr / 100 ml darah
Perempuan dewasa : 12 14 gr / 100 ml darah

Diagnosis Kerja
Diagnosis demam berdarah biasa dilakukan secara klinis. Penyakit ini ditunjukkan
melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan
otot (myalgias dan arthralgias) dan ruam. Ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah
terang dan biasanya mucul dulu pada bagian bawah badan pada beberapa pasien, ia menyebar
hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan
kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare.1
Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak
demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Gejala klinis demam berdarah
menunjukkan demam yang lebih tinggi, pendarahan, trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Sejumlah kecil kasus bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat
kematian tinggi.3
Pada bayi dan anak-anak kecil biasanya berupa demam disertai Ruam-ruam
makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam

3
ringan atau demam tinggi (>39 derajat C) yang tiba-tiba dan berlangsung selama 2 - 7 hari,
disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah dan
ruam-ruam. Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang kadang disertai bintik-
bintik perdarahan di farings dan konjungtiva.6
Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang
rusuk kanan dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41oC dan terjadi
kejang demam pada bayi. Perlu diperhatikan bahwa terjangkitnya Demam Berdarah Dengue
tidak selalu ditandai dengan munculnya bintik-bintik merah pada kulit. Mendiagnosis secara
dini dapat mengurangi resiko kematian daripada menunggu akut.3, 6
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodormal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tukang belakang, dan persaaan lelah.1
Demam berdarah dengue (DBD). Berdasarkan criteria WHO tahun 1997 diagnosis
ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:1, 3
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 dari manisvestasi pendarahan berikut:
Uji bending positif
Petekie, ekimosis, purpura.
Perdarahan mukosa (tersering epitaksis, atau pendarahan gusi), pendarahan dari tempat
lain
Hematemesis atau melena
3. Trombositoprenia (jumlah trombosit < 100.000/mikroliter)
4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan niali
hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa, perbedaan utama antara DD dan DBD adalah
pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma. Selain itu perbedaan yang paling utama
adalah pada demam dengue tidak ditemukan manifestasi perdarahan pada pasien. Pada kulit
pasien dengan demam dengue hanya tampak ruam kemerahan saja sementara pada pasien
demam berdarah dengue akan tampak bintik bintik perdarahan. Selain perdarahan pada kulit,
penderita demam berdarah dengue juga dapat mengalami perdarahan dari gusi, hidung, usus
dan lain - lain.3, 6

Diagnosis Banding
1. Demam Tifoid7
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa
dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, neri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan
epitaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifat demam
adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam

4
minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relative, lidah
yang berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa
somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. Roseole jarang terjadi pada orang
Indonesia.
2. Malaria8
Malaria mempunyai gambaran karateristik demam periodic, anemia dan splenomegali.
Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan prodromal dapat
terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang,
merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan anoreksia, perut tak
enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin.
Gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias Malaria secara berurutan: periode dingin (15-
60 menit): mulai menggigil, diikuti dengan periode panas: penderita muka merah, nadi
cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat;
kemudian periode berkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperature turun, dan
penderita merasa sehat. Anemia dan splenomegali juga merupakan gejala yang sering
dijumpai pada malaria.

Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.3
Terdapat empat serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat
serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terddapat
reaksi silang anatara serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese
encehphalitis, dan West Nile virus.6
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan
antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada antropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan
Toxorhynchites.

Patofisiologi
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.3,7
Respons imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah: a) respons
humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis
yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat
replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent
enchancement (ADE); b) limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan
dalam respon imum seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan

5
memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH-2 memproduksi IL-4, IL-
5, IL-6 dan IL-10; c) monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun, proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi
sitokin oleh makrofag; c) selain itu, aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a.1
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang
menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang
berbededa. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi sehingga mengakibatkan
konsentrasi kompleks imun yang tinggi.3
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain;
menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis
kompleks virus antibodi non netralisasi shingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya
infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga
diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating
factor), IL-6, dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi
kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi kompleks virus-antibodi
yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.3
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1) supresi sumsum
tulang dan 2) destruksi dan pemendekan massa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang
pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposelular dan supresi megakariosit.
Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk
megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru
menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai
mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui
peningkatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme
gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan
petanda degranulasi trombosit.8
Koagulapati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan
disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada
demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue
terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik *tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan
melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex).8 (Lihat gambar 1)

Gambar 1. Patogenesis
Sumber: Mansjoer Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 3. Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011

6
Manifestasi Klinik
Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang ringan, sedang seperti DD, sampai ke DBD
dengan manifestasi demam akutperdarahan, serta kecenderungan terjadi renjatan yang dapat
berakibat fatal. Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.7
Pada DD terdapat peningkatan suhu secara tiba-tiba, disertai sakit kepala, nyeri yang
hebat pada otot dan tulang, mual, kadang muntah, dan batuk ringan. Sakit kepala dapat
menyeluruh atau berpusat pada supraorbital atau retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama
dirasakan bila tendon dan otot perut ditekan. Pada mata dapat ditemukan pembengkakan,
injeksi konjungtiva, lakrimasi, dan fotofobia. Otot-otot sekitar mata terasa pegal. Eksantem
dapat muncul pada awal demam yang terlihat jelas di muka dan dada, berlangsung beberapa
jam lalu akan muncul kembali pada hari ke 3-6 berupa bercak petekie di lengan dan kaki lalu
ke seluruh tubuh. Pada saat suhu turun ke normal, ruam berkurang dan cepat menghilang,
bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Pada sebagian pasien dapat ditemukan kurva suhu yang
bifasik. Dalam pemeriksaan fisik pasien DD hampir tidak ditemukan kelainan. Nadi pasien
mula-mula cepat kemudian menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5.
Bradikardi dapat menetap beberapa hari dalam masa penyembuhan. Dapat ditemukan lidah
kotor dan kesulitan buang air besar. Pada pasien DBD dapat terjadi gejala perdarahan pada hari
ke-3 atau ke-5 berupa petekie, purpura, ekimosis, hematemesis, melena, dan epitaksis. Hati
umumnya membesar dan terdapat nyeri tekan yang tidak sesuai dengan beratnya penyakit. Pada
pasien DSS, gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin, sianosis
perifer yang terutama tampak pada ujung hidung, jari-jari tangan dan kaki, serta dijumpai
penurunan tekanan darah. Renjatan biasanya terjadi pada waktu demam atau saat demam turun
antara hari ke-3 dan hari ke-7.8 (Lihat gambar 2)

Gambar 2. Menifestasi Klinik


Sumber: http://www.google.com/

Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di seluruh dunia di daerah tropis dan subtropics,
khususnya di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Karibia. Perang dunia II menimbulkan
penyebaran dengue dan Asia Tenggara ke Jepang dan kepulauan Pasifik.7
Selama 20 tahun terakhir, endemic dengue telah menimbulkan masalah di Amerika.
Pada tahun 1995, lebih dari 200.000 kasus demam dengue dan lebih dari 5.500 kasus demam
berdarah dengue terjadi di Amerika selatan dan tengah. Diperkirakan sekitar 50 juta atau lebih
kasus dengue terjadi setiap tahun di seluruh dunia dengan 400.000 kasus demam berdarah
dengue. Kasus demam berdarah dengue merupakan penyebab utama kematian pada anak di
beberapa negara di Asia.9

7
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh tanah air. Pada tahun
1989-1995, insiden DBD di Indonesia antara 6-15 per 100.000 penduduk, dan pernah
meningkat tajam saat keadaan luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.9
Pada komunitas urban, epidemic dengue bersifat eksplosif dan melibatkan populasi
dalam jumlah yang cukup banyak. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector
nyamuk genus Aedes, terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Epidemi dengue
umumnya dimulai pada musim hujan ketika terdapat banyak vector. Peningkatan kasus setiap
tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi
nyamuk betina.6
Beberapa factor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus dengue,
7
yaitu:
1. Vektor
Meliputi perkembangbiakan vector, kebiasaan menggiti, kepadatan vector di lingkungan,
dan transpotasi vector dari satu tempat ke tempat lain.
2. Host
Meliputi terdapatnya penderita di lingkungan, atau keluarga mobilisasai dan pemaparan
terhadap vector, usia, dan jenis kelamin.
3. Lingkungan
Meliputi curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.
Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil dari nyamuk Culex quinquefasciatus,
mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih, terutama pada kakinya.
Morfologinya khas, yaitu memiliki gambaran lira atau harpa (lyra-form) yang putih pada
punggungnya (mesonotum). Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan
menyerupai gambaran kain kasa. Larva Aedes aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan
gigi sisir yang berduri lateral.3
Nyamuk betina meletakan telurnya di dinding tempat perindukannya 1-2 cm di atas
permukaan air. Seekor nyamuk betina dapat meletakan rata-rata 100 butir telur setiap kali
bertelur. Setelah kira-kira 2 hari, telur menetas menjadi larva, lalu mengadakan pengelupasan
kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari
telur hingga menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari.1, 3
Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat-tempat yang berisi air bersih
yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter
dari rumah penduduk. Tempat perindukan tersebut berupa tempat perindukan buatan manusia,
seperti tempayan atau gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, pot bunga, kaleng,
botol, drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah atau di kebun yang berisi air hujan,
juga tempat perindukan alamiah sepeti kelopak daun tanaman, tempurung kelapa, tonggak
bamboo dan lubang pohon yang berisi air hujan. Di tempat perindukan Aedes aegypti sering
ditemukan larva Aedes albopictus yang hidup bersama-sama.6, 7
Nyamuk Aede betina menghisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik di
luar maupun di dalam rumah. Penghisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan
dua puncak waktu, yaitu setelah matahari terbit (8.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam
(15.00-17.00). Tempat istirahat Aedes aegypti berupa semak-semak atau tanaman rendah, dan

8
juga berupa benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian. Umur nyamuk
dewasa betina di alam bebas kira-kira 10 hari. Walaupun berumur pedek yaitu kira-kira 10 hari,
Aedes aegypti dapat menularkan virus dengue yang masa inkubasinya antara 3-10 hari.8
Aedes aegypti tersebar luas diseluruh Indonesia. Walaupun spesies ini ditemukan di
kota-kota pelabuhan yang oenduduknya padat, nyamuk ini juga ditemukan di pedesaan.
Penyebaran Aedes aegypti dari pelabuhan ke desa disebabkan larva Aedes aegypti terbawa
melalui transportasi.7, 8
Vektor potensial penyebaran demam berdarah dengue selain Aedes aegypti adalah
Aedes albopictus. Spesies ini tersebar luas diseluruh kepulauan Indonesia. Spesies ini sepintas
tampak seperti Aedes aegypti yaitu mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih,
tetapi pada mesonotumnya terdapat garis tebal putih vertical. Walaupun kadang-kadang larva
Aedes albopictus sering ditemukan hidup bersama dalam satu tempat dengan tempat
perindukan larva Aedes aegypti, namun larva Aedes albopivtus ini lebih menyukai tempat-
tempat perindukan alamiah (plant containers) seperti kelopak daun, tonggak bamboo, dan
tempurung kelapa yang mengandung air hujan. Perilaku nyamuk Aedes albopictus boleh
dikatakan sama dengan Aedes aegypti meskipun nyamuk Aedes albopictus lebih senang
beristirahat di luar rumah.6

Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demem dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang
dari 1%. Pemeliharaan volume carian sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam
penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan
melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.7 (Lihat
gambar 3)
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersana dengan Divisi
Penyakit Trofik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa
berdasarkan kriteria:9
Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi.
Praktis dalam pelaksanaannya.
Mempertimbangkan cost effectiveness.

Gambar 3. Tatalaksana
Sumber: http://www.google.com/

9
Komplikasi
1. Sindrom Syok Dengue
Keadaan ini merupakan keadaan dimana kondisi pasien berkembang kearah syok
tiba-tiba. Keadaan ini menyimpang dimana terjadi selama 2-7 hari.10 Penyimpangan ini
terjadi pada waktu, atau segera setelah, penurunan suhu antara hari ketiga dan ketujuh sakir.
Terdapat tanda-tanda khas dari gagal sirkulasi, seperti:11
Kulit menjadi dingin
Bintil-bintil
Kongesti sinosispun (sering terjadi, dimana keadaan denyut nadi semakin cepat)
Pada umumnya pasien dapat mengalami letargi, kemudian menjadi gelisah dan
dengan cepat memasuki tahap kritis dari shok.
DSS biasanya ditandai dengan nadi yang semakin cepat dan lemah, tekanan darah turun (
20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta
gelisah. Dimana pasien yang shok bila tidak segera ditangani akan dapat berakibat pada
kematian. Biasanya bila tidak ditangani 12-24 jam maka akan menimbulkan kematian.

2. Edema Paru10
Edema Paru Kardiogenik adalah edema paru yang disebabkan oleh meningkatnya
tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan vena
pulmonalis. Edema Paru Kardiogenik menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah
protein di interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di
atrium kiri melebihi keluaran ventrikel kiri.
3. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan
metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab
terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan
dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat dari
koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat
menembus sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan
dengan kegagalan hati akut.12
Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila syok telah
teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03- danjumlah cairan
harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl
(0,9%): glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan dexametason 0,5
mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya
kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K
intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu
diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian
oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan
laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid,
anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar

10
atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar.
Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.12, 13

Prognosis
Demam berdarah dengue dapat menjadi fatal bila kebocoran plasma tidak dideteksi
lebih dini. Namun, dengan manajemen medis yang baik yaitu monitoring trombosit dan
hematokrit maka mortalitasnya dapat diturunkan. Jika trombosit <100.000/ul dan hematokrit
meningkat waspadai DSS.13 (Lihat gambar 4)

Gambar 4. Prognosis
Sumber: http://www.google.com/

Pencegahan dan Pengendalian


Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu:11,
13

1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan modifikasi
dan manipulasi tempat perkembangbiakan nyamuk, yaitu sebagai berikut:4
a. Modifikasi Lingkungan
Perbaikan Persediaan Air
Jika persediaan air berpipa tidak adekuat dan hanya keluar pada jam-jam tertentu
atau tekanan airnya rendah, ada anjuran untuk menyimpan air dalam berbagai jenis
wadah. Hal ini akhirnya akan memperbanyak tempat perkembangbiakan nyamuk
Ae. aegypti. Sebagian besar wadah yang digunakan memiliki ukuran yang besar
dan berat (misal: gentong air) dan tidak mudah untuk dibuang atau dibersihkan. Di
daerah pedesaan, sumur tidak terpakai dan tidak tercemar akan menjadi tempat
perkembangbiakan Ae. aegypti. Dengan demikian, sangatlah penting apabila
persediaan air minum dialirkan dalam jumlah, mutu, dan konsistensi yang layak
untuk mengurangi keharusan dan penggunaan wadah penyimpanan air yang dapat
berfungsi sebagai habitat larva yang paling produktif.
Tangki atau Reservoir diatas atau bawah Tanah Anti-Nyamuk
Jika habitat larva juga mencakup tanki atau bangunan pelindung jaringan pipa air,
bangunan atau benda tersebut harus anti-nyamuk. Demikian pula, sumur atau tanki
penyimpanan di bawah harus memiliki struktur yang anti-nyamuk.

11
b. Manipulasi Lingkungan
Drainase Instalasi persediaan Air
Tumpah atau bocornya air dalam bangunan pelindung, dari pipa distribusi, katup
air, pintu air, hidran kebakaran, meteran air, dsb., menyebabkan air menggenang
dan dapat menjadi habitat yang penting untuk larva Ae. aegypti jika tindakan
pencegahan tidak dilakukan.
Penyimpanan Air Rumah Tangga
Sumber utama perkembangbiakan Ae. aegypti sebagian besar daerah perkotaan di
Asia Tenggara adalah wadah penyimpanan air untuk kebutuhan rumah tangga yang
mencakup gentong air untuk kebutuhan rumah tangga yang mencakup gentong air
dari tanha liat, keramik serta teko semen yang dapat menampung 200 liter air, drum
logam berkapasitas 210 liter (50 galon), dan wadah yang berukuran lebih kecil
untuk menampung air bersih atau air hujan. Wadah penyimpan air harus ditutup
dengan tutup yang pas dan rapat yang harus ditempatkan kembali dengan benar
setelah mengambil air. Salah satu mengenai keefektifan metode tersebut baru-baru
ini diperlihatkan di Thailand.
Bagian Luar Bangunan
Desain bangunan penting untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk Aedes. Pipa
aliran dari talang atap sering tersumbat dan menjadi lokasi perkembangbiakan
nyamuk Aedes. Dengan demikian perlu dilakukan pemeriksaan berkala terhadap
bangunan selama musim hujan untuk menemukan lokasi potensial
perkembangbiakan.
Pembuangan Sampah Padat
Sampah padat, seperti kaleng, botol, ember, atau benda tak terpakai lainnya yang
berserakan di sekelilimg rumah harus dibuang dan dikubur di tempat penimbunan
sampah. Barang-barang pabrik dan gudang yang tak terpakai harus disimpan
dengan benar sampai saatnya dibuang. Peralatan rumah tangga dan kebun (ember,
mangkuk, dan alat penyiram tanaman) harus disimpan dalam kondisi terbalik untuk
mencegah tergenang air hujan. Demikian pula, kano dan perahu harus diletakkan
terbalik jika tidak digunakan. Sampah tanaman (batok kelapa, pelepah kakao) harus
dibuang dengan benar tanpa menunda-nunda.
2. Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya
dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan cupang pada kolam
atau menambahkannya dengan bakteri Bt H-14.
3. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk
serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain
dengan:6
Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion yang berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan aides aegypti sampai batas tertentu.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti
gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.
Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita sebut dengan istilah 3M plus yaitu
dengan menutup tempat penampungan air, menguras bak mandi dan tempat penampungan
12
air sekurang-kurangnya seminggu sekali serta menimbun sempah-sampah dan lubang-
lubang pohon yang berpotensi sebagai tempat perkembangan jentik-jentik nyamuk. Selain
itu juga dapat dilakukan dengan melakukan tindakan plus seperti memelihara ikan pemakan
jentik-jentik nyamuk, menur larvasida, menggunakan kelambu saat tidur, memesang kasa,
menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memesang obat nyamuk,
memeriksa jentik nyamuk secara berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan kondisi
setempat.6

Pengendalian Vektor
Pemberantasan sarang nyamuk, merupakan tindakan upaya untuk mengendalikan
vektor dari penyakit demam berdarah dengue, yaitu nyamuk aedes aegypti. Untuk memutus
mata rantai perkembangan nyamuk tersebut, maka dapat dilakukan berbagai cara. Tindakan
tersebut terdiri atas beberapa kegiatan antara lain:4, 6 (Lihat gambar 5)
1. 3 M
3M adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan
menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara:
a. Menguras
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, ember, vas
bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali.
b. Menutup
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum, dan lain-
lain.
c. Mengubur
Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat
menampung air hujan.
2. Memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk
3. Cegah gigitan nyamuk dengan cara:
a. Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit
air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosoid 2-3 bulan sekali dengan
takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram Altosoid untuk 100 liter air. Abate
dapat di peroleh/dibeli di Puskesmas atau di apotik.
b. Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
c. Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
d. Memasang kawat kasa dijendela dan di ventilasi.
e. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
f. Gunakan sarung klambu waktu tidur.

13
Gambar 5. Pencegahan dan Pengendalian Vektor
Sumber: http://www.google.com/

Kesimpulan
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat empat serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat
serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terddapat
reaksi silang anatara serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese
encehphalitis, dan West Nile virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan
antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada antropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan
Toxorhynchites.
Fokus utama pada masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah pencegahan.
Pembenahan kebersihan sekitar lingkungan sekitar kita akan sangat membantu pencegahan
terjadinya Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue. Dengan lingkungan bersih, maka
akan tercipta hidup sehat tanpa adanya penyakit baik DBD ataupun penyakit lainnya.

Daftar Pustaka
1. Suroso T, Hadinegoro SR, Wuryadi S, Simanjuntak G, Umar Al, Pitoyo PD, dkk.
Pencegahan dan penanggulangan penyakit demam dengue dan demam berdarah dengue.
Jakarta: WHO dan Departemen Kesehatan RI; 2001.
2. Gleadle, Jonathan. Pengambilan anamnesis. Dalam: At a Glance Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007:h.1-17.
3. Satari, Hindra I, Meiliasari, Mila. Demam berdarah. Jakarta: Puspa Swara, 2004:h.28-31.
4. Nadesul, Handrawan. Cara mudah mengalahkan demam berdarah. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas; 2007:h.7-8.

14
5. Bastiansyah, Eko. Panduan lengkap: membaca hasil test kesehatan. Jakarta: Penebar Plus;
2008:h.45-7.
6. Widyastuti, Palupi. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah dengue:
panduan lengkap. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2005:h.41-5.
7. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi
ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009:h.2773 9.
8. Mansjoer Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 3. Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011:h.428-433.
9. World Health Organization. Demam berdarah dengue: diangnosis, pengobatan,
pencegahan, dan pengendalian. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2001:h.101-6.
10. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, dkk. Hipoksia. Dalam: Prinsip-prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002:h.207.
11. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Pengendalian Vektor. Dalam: Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2009:h.275-7.
12. WHO. Diagnosis Klinis. Dalam: Demam Berdarah Dengue. Edisi 2. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC; 2003:h.22-3.
13. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Morfologi, Daur Hidup dan Perilaku
Nyamuk. Dalam: Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2009:h.250.

15

Anda mungkin juga menyukai