Anda di halaman 1dari 65

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam


bentuk pemberian berbagai pelayanan kesehatan kepada seluruh
masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
menyeluruh oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat secara
terarah, terpadu dan berkesinambungan, adil dan merata serta aman,
berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat (Undang Undang No 36
Tahun 2009 tentang Tenaga Kesehatan). Salah satu fasilitas
penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah Rumah Sakit. Rumah Sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi
promotif, preventif, kurativ dan rehabilitatif (Undang Undang Nomor 44
tentang Rumah Sakit).

Rumah sakit merupakan organisasi yang unik yang berbeda dengan


organisasi lain pada umumnya. Rumah sakit merupakan organisasi
kompleks yang padat sumber daya manusia, padat modal, padat teknologi
dan padat ilmu pengetahuan serta padat regulasi atau peraturan-peraturan.
Oleh karena itu dengan kompleksitas yang ada dalam organisasi rumah
sakit, maka perlu adanya perhatian yang serius dan professional dalam hal
pengelolaan sumber daya terutama sumber daya manusia yang ada
didalamnya, karena sumber daya manusia dalam organisasi rumah sakit
inilah penentu kelangsungan hidup organisasi (Hartono, 2010).

Sumber daya manusia terutama pada organisasi yang bergerak


dibidang jasa, telah menjadi faktor utama dalam pencapaian tujuannya.
Hal ini semakin nyata pada organisasi yang secara langsung berinteraksi
dengan konsumen yang membutuhnkan jasa tersebut. Pada organisasi

1
rumah sakit para pasien secara langsung merasakan pelayan atau jasa yang
diberikan oleh organisasi melalui para karyawannya. Hal-hal yang dilihat
dan dirasakan oleh konsumen atau pasien menggambarkan kualitas
pelayanan mereka dan juga kualitas organisasi rumah sakit tersebut
(Sabarguna, 2011).

Perawat merupakan sumber daya manusia terpenting di rumah


sakit karena selain jumlahnya yang dominan (55 - 65%) juga merupakan
profesi yang memberikan pelayanan yang konstan dan terus menerus 24
jam kepada pasien setiap hari. Oleh karena itu pelayanan keperawatan
sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan jelas mempunyai
kontribusi yang sangat menentukan kualitas pelayanan di rumah sakit.
Sehingga setiap upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah
sakit harus juga disertai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan (Yani, 2007).

Pelayanan keperawatan yang berkualitas sangat dipengaruhi oleh


faktor balas jasa yang adil dan layak, kemampuan yang cakap dan
profesional, penempatan yang tepat sesuai keahliannya, berat ringannya
pekerjaan atau beban kerja perawat, sifat pekerjaan, suasana dan
lingkungan pekerjaan, peralatan yang menunjang, serta sikap pimpinan
dalam memberikan bimbingan dan pembinaan. Mutu pelayanan perawat
sangat dipengaruhi oleh lingkungan pekerjaannya, penghargaan yang
didapatkan, bahkan diberikan sangsi bila terjadi kesalahan. Beban kerja
tinggi dapat menyebabkan ketelitian dan keamanan kerja menjadi turun,
sehingga mutu dan kinerja mereka juga cenderung menurun
(Hafizurrachman, 2011).

Dukungan dan hambatan ditempat kerja merupakan hal yang tidak


dapat diabaikan. Dengan ketersediaan format yang jelas dalam
pendelegasaian tugas, adanya standar asuhan keperawatan, kesempatan
untuk berkarir di tempat kerja mrupakan faktor yang dapat memicu
karyawan untuk dapat bekerja lebih baik. Jika perawat merasa tempat

2
mereka bekerja adalah tempat yang cocok untuk mereka dapat
mengembangkan diri dan berkarir didalamnya, maka perawatpun akan
semakin berkomitmen terhadap organisasi tempat bekerja. Karena mereka
akan jauh berfikir kedepan tentang masa depan mereka dengan pekerjaan
yang di jalani saat ini (Wirawan, 2007).

Pelayanan keperawatan mempunyai peranan penting dalam


menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan secara keseluruhan,
pelayanan keperawatan khususnya pada pelayanan rawat inap
membutuhkan waktu yang panjang dan berkesinambungan sehingga
pasien merasakan tindakan dari mulai pengkajian, penetapan diagnosis,
perencanaan, implementasi dan evaluasi. Pelayanan keperawatan perlu
dikelola secara profesional sehingga dapat memberikan kontribusi
terhadap citra rumah sakit melalui pemberian jasa pelayanan kesehatan
secara menyeluruh. Dalam praktek pelayanan keperawatan metoda asuhan
keperawatan yang merupakan inti dari praktek keparawatan apabila
dilaksanakan dengan berpedoman pada standar asuhan keperawatan dapat
mengurangi keluhan-keluhan pasien terhadap pelayanan yang diberikan
(Nursalam, 2007).

Fenomena yang berkembang saat ini, tidak sedikit perawat yang


melaksanakan pekerjaannya tidak sesuai dengan standar asuhan
keperawatan yang ada. Tidak jarang pula kita baca diberbagai media
keluhan pemakai jasa keperawatan yang tidak puas akan pelayanan
keperawatan. Salah satu faktor yang berhubungan dengan kurang baiknya
pelayanan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan adalah faktor
kepuasan kerja. Kepuasan kerja bagi profesi perawat sebagai pemberi
pelayanan keperawatan diperlukan untuk meningkatkan pelayanannya
yang berdampak pada prestasi kerja, disiplin dan kualitas kerjanya
(Nursalam, 2007).

Rumah Sakit Umum Berkah Kabupaten Pandeglang adalah rumah


sakit umum milik pemerintah daerah dengan system tata kelola

3
pemerintah daerah karena merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) Kabupaten Pandeglang, meskipun pada bulan Oktober sudah
ditetapkan menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tetapi
pelaksanaannya dimulai januari 2017, tidak mudah untuk menjalani
perubahan pengelolaan keuangan pada masa transisi karena akan
berdampak pada organisasi terkait dengan penyediaan barang dan jasa,
honorarium pegawai, pemberian jasa medis, dan pemenuhan kebutuhan
pelayanan pasien.

Rumah sakit umum berkah merupakan satu satunya rumah sakit


yang ada di kabupaten pandeglang klasifikasi tipe C, memiliki 220 tempat
tidur dengan 17 jenis pelayanan spesialistik. Pada tahun 2012 terakreditasi
5 unit pelayanan. Rata-rata tempat tidur terisi pada tahun 2015 adalah 79,
11%, ada peningkatan dari tahun 2014 yaitu 51, 21%, rata-rata lama hari
perawatan pasien tahun 2014 adalah 2,7 hari, sedangkan rata-rata tempat
tidur kosong pada tahun 2013 adalah 3,37 hari. (sumber medical record
RSUD Berkah Pandeglang), meskipun BOR tahun 2015 mengalami
peningkatan tetapi yang harus difahami adalah bahwa RSUD Berkah
Pandeglang adalah satu satunya di kabupaten Pandeglang, sehingga tidak
ada pilihan lain bagi masyarakat Pandeglang untuk memilih rumah sakit
kecuali RSUD Berkah Pandeglang.Jjumlah tenaga keperawatan sebanyak
242 orang dengan kualiikasi pendidikan 80% DIII keperawatan. Status
kepegawaian tenaga keperawatan PNS 34,29% sedangkan TKK/TKS
sebesar 65,71%.

Pada bulan Oktober 2016 Ombudsman provinsi Banten melakukan


investigasi ke RSUD Berkah Pandeglang, dengan hasil investigasi sebagai
berikut: 1).Pasien melaporkan bahwa perawat baik di rawat jalan maupun
rawat inap disebuah Rumah Sakit bersikap tidak ramah bahkan
membentak pasien. 2). Keluarga Pasien melaporkan pada saat keluar dari
ruang operasi pasien diantar kembali ke ruangan oleh keluarga sambil
mendorong ranjang pasien bukan oleh perawat. 3). Pasien rawat jalan

4
karena penyakit hati (hepatitis) melaporkan bahwa diberi resep obat yang
salah satunya adalah obat tetes mata yang tidak ada hubungannya dengan
penyakit pasien, pasien baru mengetahui hal tersebut saat petugas apotik
mengatakan bahwa obat tetes mata kosong dan harus membeli di luar
rumah sakit sehingga pasien kembali menemui perawat dan menanyakan
obat yang tidak ada hubungannya dengan penyakitnya dan jawaban dari
perawat adalah: itu obat buat saya, saya nitip pasien sangat terkejut
dengan kejadian seperti ini.

Hasil survey indeks kepuasan masyarakat (IKM) tentang pelayanan


kesehatan di RSUD se provinsi Banten yang dilakukan oleh Biro
Organisasi Setda Provinsi Banten pada tanggal 7 30 juni 2016, dengan
melibatkan 150 responden untuk masing masing rumah sakit
menempatkan RSUD Berkah Pandeglang sebagai peringkat terendah
pemberi pelayanan kesehatan kepada pasien dari seluruh RSUD yang ada
di Provinsi Banten dengan nilai IKM 57, 63% (kurang baik), hal ini
sebagai bahan evaluasi bagi manajemen untuk memperbaiki dan
meningkatkan pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan.
Langkah awal adalah dengan mengetahui prilaku caring perawat kepada
pasien dan apa yang memengaruhi perawat memiliki prilaki caring kepada
pasien.

Berdasarkan hal tersebut diatas penulis berkeinginan meneliti lebih


lanjut Dukungan Organisasi dan Lingkungan Kerja Terhadap prilaku
Caring Perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Berkah
Pandeglang Tahun 2016.

1.1. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian merupakan suatu rumusan yang


mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai
fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang

5
saling terkait. Dalam penelitian ini terdapat fenomena bahwa prilaku
Caring Perawat sebagai hasil utama dari produk pelayanan keperawatan di
Rumah Sakit Berkah Daerah Pandeglang yang bisa menjadi daya tarik
bagi pasien untuk dapat menentukan pilihannya memanfaatkan jasa
pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan terhadap 10
pasien rawat inap dengan melakukan wawancara bahwa sebanyak delapan
pasien menyatakan perawat hanya menengok pasien saat akan menyuntik
dan saat dipanggil keluarga pasien, sedangkan dua pasien menyatakan
perawat sering menengok pasien.

Hasil observasi didapat bahwa Lingkungan kerja perawat tidak


sesuai dengan peraturan kerja dan kondisi kerja di Rumah Sakit Berkah
Kabupaten Pandeglang. Sebanyak 50% perawat tidak disiplin dalam
pelaporan asuhan keperawatan. Sedangkan hasil wawancara terhadap 10
orang perawat, sebanyak enam orang menyatakan bahwa pimpinan kurang
memberikan perhatian dan penghargaan kepada perawat, sedangkan
dukungan terhadap ketersediaan fasilitas keperawatan yang menunjang
pelayanan kepada pasien kurang terpenuhi.

Berdasarkah uraian diatas dapat disimpulkan bahwa prilaku caring


perawat merupakan cerminan dari mutu pelayanan keperawatan, bila
pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan dapat mencapai
hasil yang bermutu dan sesuai dengan harapan masyarakat atau
masyarakat merasa puas terhadap pelayanan, maka semua elemen-elemen
yang mempengaruhinya harus di intervensi dengan sungguh-sungguh.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka timbul pertanyaan

Bagaimana pengaruh baik langsung maupun tidak langsung serta

6
besarannya antara dukungan organisasi dan lingkungan kerja terhadap

prilaku Caring perawat di RSUD Berkah Pandeglang tahun 2016?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besarannya antara

dukungan organisasi dan lingkungan kerja terhadap prilaku Caring Perawat

di RSUD Berkah Pandeglang tahun 2016.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Mengetahui pengaruh langsung dan besarannya antara dukungan

organisasi terhadap prilaku caring perawat di RSUD Berkah Pandeglang

tahun 2016.

1.3.2.2. Mengetahui pengaruh langsung dan besarannya antara lingkungan kerja

perawat terhadap prilaku caring perawat di RSUD Berkah Pandeglang

tahun 2016.

1.3.2.3. Mengetahui pengaruh langsung dan besarannya antara dukungan

organisasi terhadap lingkungan kerja perawat di RSUD Berkah

Pandeglang tahun 2016.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian:

1.4.1. Manfaat Teoritis

7
Hasil dari penelitian ini memberikan konfirmasi dan penegasan

terhadap teori yang dijadikan dasar penelitian dan pembuktian manfaat

bila dilakukan intervensi, sehingga menjadi masukan konstruktif bagi

pihak Rumah Sakit Umum Daerah Berkah Pandeglang dalam membuat

rencana intervensi dan bahan advokasi dalam peningkatan kualitas

pelayanan.

1.4.2. Manfaat Metodologis

Hasil penelitian ini secara metodologis akan membuktikan

variabel-variabel yang diuji dan metoda yang digunakan selain diperkuat

oleh teori juga dapat bekerja efektif dan dapat dipakai serta

diimplementasikan secara tepat. Sehingga apabila diulang dalam kondisi

yang sama akan memberikan hasil yang sama pula dalam penyelenggaraan

pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Berkah

Pandeglang.

1.4.3. Manfaat Praktis

Besaran nilai dari variabel-variabel yang diukur dari hasil

penelitian ini memberikan manfaat informasi dan inspirasi masukan bagi

pembuat kebijakan dalam menentukan skala prioritas reformasi

peningkatan kualitas pelayanan keperawatan dari sisi intervensi yang akan

ditetapkan terhadap variabel yang terbukti memiliki pengaruh besar

terhadap prilaku caring perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Berkah

Pandeglang.

8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini melingkupi dukungan organisasi dan lingkungan

kerja di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Berkah Kabupaten

Pandeglang tahun 2016 dalam memberikan prilaku caring perawat kepada

pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Berkah Pandeglang, dalam rentang

periode kunjungan sejak bulan Nopember sampai dengan bulan Desember

tahun 2016 melalui pendekatan Cross Sectional menggunakan uji statistik

SEM (Structural Equation Model), sehingga hasil yang didapat dalam

penelitian ini perlu disikapi dengan hati-hati bila terdapat perbedaan

dengan teori yang ada.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Prilaku Caring Perawat

2.1.1. Pengertian Caring

Teori human Caring merupakan sebuah teori yang diperkenalkan oleh Jean
Watson. Watson dalam memahami konsep keperawatan terkenal dengan
teori pengetahuan manusia dan merawat manusia. Tolak ukur pandangan
watson ini didasari pada unsur teori kemanusiaan. Pandangan teori Jean
Watson ini memahami bahwa manusia memiliki empat cabang kebutuhan
manusia yang saling berhubungan diantaranya kebutuhan dasar biofisikal
(kebutuhan untuk hidup) yang meliputi kebutuhan makanan dan cairan,
kebutuhan eliminasi dan kebutuhan ventilasi, kebutuhan psikofisikal
(kebutuhan fungsional) yang meliputi kebutuhan aktivitas dan istirahat,
kebutuhan seksual, kebutuhan psikososial (kebutuhan untuk integrasi) yang
meliputi kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan organisasi, dan kebutuhan
intra dan interpersonal (kebutuhan untuk pengembangan) yaitu kebutuhan
aktualisasi diri (Alligood.2014).

Kebutuhan makan dan cairan


Kebutuhan eliminasi
Kebutuhan Biofisikal Kebutuhan ventilasi

Kebutuhan aktivitas dan


Kebutuhan Psikofisikal istirahat
Kebutuhan seksualitas

Kebutuhan Psikososial Kebutuhan berprestasi


Kebutuhan berorganisasi

Intrapersonal-interpersonal Kebutuhan aktualisasi diri

Gambar cabang kebutuhan manusia Jeans Watson


10
Berdasarkan empat kebutuhan tersebut, Jean Watson memahami
bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna yang memiliki berbagai
macam ragam perbedaan, sehingga dalam upaya mencapai kesehatan,
manusia seharusnya dalam keadaan sejahtera baik fisik, mental, dan
spiritual karena sejahtera merupakan keharmonisan antara pikiran, badan
dan jiwa sehingga untuk mencapai keadaan tersebut keperawatan harus
berperan dan meningkatkan status kesehatan, mencegah terjadinya
penyakit, mengobati berbagai penyakit dan penyembuhan kesehatan dan
fokusnya pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.

Teori human caring

Teori Jean Watson yang telah dipublikasikan dalam keperawatan


adalah filosofi Watson. Watson percaya bahwa fokus utama dalam
keperawatan adalah pada carative faktor yang bermula dari perspektif
humanistik yang dikombinasikan dari dasar pengetahuan ilmiah. Oleh
karena itu, perawat perlu mengembangkan filosofi humanistik dan sistem
nilai ini memberi fondasi yang kokoh bagi ilmu keperawatan, sedangkan
dasar seni dapat membantu perawat mengembangkan visi mereka serta
nilai-nilai dunia dan keterampilan berfikir kritis. Pengembangan
keterampilan berfikir kritis dibutuhkan dalam asuhan keperawatan, namun
fokusnya lebih pada peningkatan kesehatan, bukan pada pengobatan
penyakit.

Teori of human caring (Watson), mempertegas jenis hubungan


dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk
meningkatkan dan melindungi pasien sebagai manusia yang mempengaruhi
kesanggupan pasien untuk sembuh.

Watson mengemukakan bahwa caring merupakan inti dari


keperawatan. Dalam hal ini caring merupakan perwujudan dari semua
faktor yang digunakan perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan

11
pada klien. Kemudian caring juga menekankan harga diri individu, artinya
dalam melakukan praktik keperawatan, perawat senantiasa menghargai
klien dengan menerima kelebihan maupun kekurangan klien. Watson juga
mengemukakan bahwa setiap respon individu terhadap suatu masalah
kesehatan adalah unik, artinya dalam praktek keperawatan, seorang perawat
harus mampu memahami setiap respon yang berbeda dari klien terhadap
penderitaan yang dialaminya dan memberikan pelayanan kesehatan yang
tepat dalam setiap respon yang berbeda baik yang sedang maupun akan
terjadi. Selain itu, caring hanya dapat ditunjukkan dalam hubungan
interpersonal yaitu hubungan yang terjadi antara perawat dengan klien,
dimana perawat menunjukkan caring melalui perhatian, intervensi untuk
mempertahankan kesehatan klien dan energi positif yang diberikan pada
klien. Watson juga berpendapat bahwa caring meliputi komitmen untuk
memberikan pelayanan keperawatan yang didasarkan pada ilmu
pengetahuan. Dalam prakteknya perawat ditantang untuk tidak ragu dalam
menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dalam praktik keperawatan.

1. Asumsi Dasar Teori Watson


Watson mengidentifikasi banyak asumsi dan beberapa prinsip dasar dari
transpersonal caring. Watson meyakini bahwa jiwa seseorang tidak dapat
dibatasi ruang dan waktu. Watson mengatakan 7 asumsi tentang science of
caring. Asumsi dasar tersebut adalah:

1. Asuhan keperawatan dapat dilakukan dan dipraktikkan secara


interpersonal.
2. Asuhan keperawatan terlaksana oleh adanya faktor carative yang
menghasilkan kepuasan pada kebutuhan manusia.
3. Asuhan keperawatan yang efektif dapat meningkatkan kesehatan dan
perkembangan individu dan keluarga.

12
4. Respons asuhan keperawatan tidak hanya menerima seseorang
sebagaimana mereka sekarang, tetapi juga hal-hal yang mungkin terjadi
padanya nantinya.
5. Lingkungan asuhan keperawatan adalah sesuatu yang menawarkan
kemungkinan perkembangan potensi dan memberi keleluasaan bagi
seseorang untuk memilih kegiatan yang tebaik bagi dirinya dalam waktu
yang telah ditentukan.
6. Asuhan keperawatan lebih bersifat healthgenic (menyehatkan) daripada
curing (mengobati).
7. Praktik merupakan pusat caring keperawatan.

Watson (1985) dan George (1990) mendefenisikan caring lebih dari sebuah
exisestensial philosophy, ia memandang sebagai dasar spiritual, baginya
caring adalah moral ideal dari keperawatan. Manusia akan eksistensi bila
dimensi spritualnya meningkat ditunjukkan dengan penerimaan diri, tingkat
kesadaran diri yang tinggi, kekuatan dari dalam diri, intuitif. Caring sebagai
esensi dari keperawatan berarti juga pertanggung jawaban hubungan antara
perawat-klien, dimana perawat membantu memperoleh pengetahuan dan
meningkatkan kesehatan.

Theory of Human Caring (Watson), mempertegas jenis hubungan dan


transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk
meningkatkan dan melindungi pasien sebagai manusia yang mempengaruhi
kesanggupan pasien untuk sembuh.

Watson mengemukakan bahwa caring merupakan inti dari keperawatan.


Dalam hal ini caring merupakan perwujudan dari semua faktor yang
digunakan perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan pada klien.
Kemudian caring juga menekankan harga diri individu, artinya dalam
melakukan praktik keperawatan, perawat senantiasa selalu menghargai
klien dengan menerima kelebihan maupun kekurangan klien. Watson juga
mengemukakan bahwa respon setiap individu terhadap suatu masalah

13
kesehatan unik, artinya dalam praktik keperawatan, seorang perawat harus
mampu memahami setiap respon yang berbeda dari klien terhadap
penderitaan yang dialaminya dan memberikan pelayanan kesehatan yang
tepat dalam setiap respon yang berbeda baik yang sedang maupun akan
terjadi. Selain itu, caring hanya dapat ditunjukkan dalam hubungan
interpersonal yaitu hubungan yang terjadi antara perawat dengan klien,
dimana perawat menunjukkan caring melalui perhatian, intervensi untuk
mempertahankan kesehatan klien dan energi positif yang diberikan pada
klien. Watson juga berpendapat bahwa caring meliputi komitmen untuk
memberikan pelayanan keperawatan yang didasarkan pada ilmu
pengetahuan. Dalam praktiknya, perawat di tantang untuk tidak ragu dalam
menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dalam praktik keperawatan.

Jean Watson dalam memahami konsep keperawatan terkenal


dengan Human Caring Theory. Tolak ukur pandangan Watson ini didasari
pada unsur teori kemanusiaan. Jean Watson, 1985 (dalam B. Talento, 1995)
membagi kebutuhan dasar manusia dalam dua peringkat utama, yaitu
kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah (lower order needs) dan kebutuhan
yang tingkatnya lebih tinggi (higher order needs).

Pemenuhan kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah tidak selalu membantu


upaya kompleks manusia untuk mencapai aktualisasi diri. Tiap kebutuhan
dipandang dalam konteksnya terhadap kebutuhan lain dan semuanya
dianggap penting. Kebutuhan manusia yang saling berhubungan
diantaranya kebutuhan dasar biofisikal (kebutuhan untuk hidup yang
meliputi kebutuhan makanan dan cairan, kebutuhan eliminasi, kebutuhan
ventilasi, kebutuhan psikofisikal (kebutuhan fungsional) yang meliputi
kebutuhan aktivitas dan istirahat, kebutuhan seksualitas; kebutuhan
psikososial (kebutuhan untuk integrasi) yang meliputi kebutuhan
intrapersonal dan interpersonal (kebutuhan aktualisasi diri).

14
Berdasarkan kebutuhan tersebut, Jean Watson memahami bahwa manusia
adalah makhluk yang sempurna yang memiliki berbagai macam ragam
perbedaan, sehingga dalam upaya mencapai kesehatan, manusia seharusnya
dalam keadaan sejahtera baik fisik, mental, dan spiritual karena sejahtera
merupakan keharmonisan antara pikiran, badan dan jiwa sehingga untuk
mencapai keadaan tersebut keperawatan harus berperan dalam
meningkatkan status kesehatan, mencegah terjadinya penyakit, mengobati
berbagai penyakit dan penyembuhan kesehatan.

2. Filosofi Teori Keperawatan Watson (1972) memandang paradigma


keperawatan:

1. Keperawatan

Menurut Watson, keperawatan terdiri dari pengetahuan, pemikiran,


nilai, filosofi, komitmen dan tindakan. Teori ini mengharapkan perawat
untuk bekerja sesuai prosedur, tugas dan teknik yang digunakan dalam
praktik keperawatan. Dalam melaksanakan praktik keperawatan harus
memahami arti hubungan antara perawat dan pasien yang menghasilkan
hubungan terapeutik. Dalam melaksanakan praktik keperawatan
memperhatikan 10 faktor Carative yang antara lain:
1) Pendekatan humanistik dan altruistik. Yaitu perawat menerapkan
prilaku yang penuh kasih sayang dan kebaikan dan ketenangan
dalam konteks kesadaran terhadap perilaku caring.

2) Menanamkan sikap penuh harapan. Yaitu perawat selalu hadir


dengan sepenuh hati dan mewujudkan serta mempertahankan saling
percaya antara perawat dengan pasien dengan selalu memberi
harapan yang subjektif dan positif.

3) Kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Perawat harus selalu
memberikan perhatian terhadap semua tindakan keperawatan dan

15
pribadi diri orang lain termasuk pasiennya melebihi ego dirinya
sendiri.

4) Hubungan saling percaya dan saling membantu. Perawat harus


mengembangkan dan mempertahankan suatu hubungan caring yang
sebenarnya, yang saling bantu dan serta saling percaya.

5) Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif.


Perawat selalu hadir untuk menampung dan mendukung ekspresi
perasaan positif dan negatif dari kliennya sebagai suatu hubungan
yang baik.

6) Menggunakan problem solving dalam mengambil keputusan.


Perawat menggunakan potensi dirinya sendiri dan semua cara yang
diketahui secara kreatif sebagai bagian dari proses caring, untuk
terlibat dalam penerapan caring yang lebih baik.

7) Peningkatan belajar mengajar interpersonal. Perawat Terlibat dalam


pengalaman belajar mengajar yang sebenarnya yang mengakui
keutuhan diri orang lain dan berusaha untuk memahami sudut
pandang orang lain.

8) Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, spiritual yang


mendukung. Perawat menciptakan lingkungan yang mendukung
pada seluruh tingkatan, baik fisik maupun non fisik, lingkungan
yang kompleks dari energi dan kesadaran, yang memiliki
keholistikan, keindahan, kenyamanan, martabat, dan kedamaian.

9) Memberi bantuan dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Perawat


membantu terpenuhinya kebutuhan dasar, dengan kesadaran caring
yang penuh, memberikan human care essentials, yang
memunculkan penyesuaian jiwa, raga dan pikiran, keholistikan, dan
kesatuan diri dalam seluruh aspek care; dengan melibatkan jiwa dan
keberadaan secara spiritual.

16
10) Terbuka pada eksistensial fenomenologikal dan dimensi spiritual
penyembuhan. Perawat selalu menelaah dan menghargai kondisi
spiritual pasien dan dimensi eksistensi dari kehidupan dan kematian
seorang manusia, dirinya sendiri dan juga pasien.

Pentingnya setiap faktor carative caring digunakan untuk


berbagai karakter pasien yang berbeda, proses caring ini bertujuan
bagaimana pasien dapat mencapai dan mempertahankan kesehatanya,
dan meninggal dengan tenang dan bermartabat.

2. Individu

Watson memandang manusia merupakan satu kesatuan antara sifat,


pemikiran, badan, dan jiwa.Individu dipandang sebagai sesuatu yang
lebih besar dan berbeda yang harus dinilai, diperhatikan, dihormati,
dipelihara, dimengerti, dan dibantu.
3. Kesehatan

Mencakup keseluruhan level peningkatan fisik, mental, dan fungsi


sosial dan merupakan pernyataan yang subjektif bergantung bagaimana
setiap individu mendefinisikanya.
4. Lingkungan

Mencakup aspek sosial, budaya, dan spiritual yang keseluruhannya


mempengaruhi masyarakat dan memberi nilai untuk menentukan
bagaimana individu harus berperilaku dan mempunyai tujuan yang
terarah.

Tetapi kesepuluh carative factors ini sebagai suatu kerangka untuk


memberikan suatu bentuk dan focus terhadap fenomena keperawatan.
Watson menganggap istilah factors terlalu standart terhadap
sensibilitasnya di masa kini. Ia pun kemudian menawarkan suatu konsep
yang lebih sesuai dengan evolusi teorinya dan arahnya di masa depan.
Konsep tersebut adalah clinical caritas dan caritas processes, yang

17
dianggapnya lebih cocok dengan ide-ide dan arah perkembangan teorinya
(Watson, 2004). Dimana clinical caritas process terdiri dari yaitu:

1. Menerapkan perilaku yang penuh kasih sayang dan kebaikan dan


ketenangan dalam konteks kesadaran terhadap caring (Embrace
altruistic values and practice loving kindness with self and others).
2. Hadir dengan sepenuhnya dan mewujudkan serta mempertahankan
sistem kepercayaan yang dalam dan dunia kehidupan subjektif dari
dirinya dan orang yang dirawat (Instill faith and hope and honor
others).
3. Memberikan perhatian terhadap praktik-praktik spiritual dan
transpersonal diri orang lain, melebihi ego dirinya (Be sensitive to self
and others by nurturing individual beliefs and practices).
4. Mengembangkan dan mempertahankan suatu hubungan caring yang
sebenarnya, yang saling bantu dan saling percaya (Develop helping-
trusting,caring relationships).
5. Hadir untuk menampung dan mendukung ekspresi perasaan positif dan
negatif sebagai suatu hubungan dengan semangat yang dalam dari diri
sendiri dan orang yang dirawat (Promote and accepting positive and
negative feelings as you authentically listen to anothers story).
6. Menggunakan diri sendiri dan semua cara yang diketahui secara kreatif
sebagai bagian dari proses caring, untuk terlibat dalam penerapan
caring-healing yang artistik (Use creative scientific problem-solving
methods for caring decision making).
7. Terlibat dalam pengalaman belajar mengajar yang sebenarnya yang
mengakui keutuhan diri orang lain dan berusaha untuk memahami sudut
pandang orang lain (Share teaching and learning that addresses
individual needs and comprehension styles).
8. Menciptakan lingkungan penyembuhan pada seluruh tingkatan, baik
fisik maupun nonfisik, lingkungan yang kompleks dari energi dan
kesadaran, yang memiliki keholistikan, keindahan, kenyamanan,

18
martabat, dan kedamaian (Create a healing environment for the
physical and spiritual self which respects human dignity).
9. Membantu terpenuhinya kebutuhan dasar, dengan kesadaran caring
yang penuh, memberikan human care essentials, yang memunculkan
penyesuaian jiwa, raga dan pikiran, keholistikan dan kesatuan diri
dalam seluruh aspek care; dengan melibatkan jiwa dan keberadaan
secara spiritual (Assist with basic physical ,emotional, and spiritual
human needs).
10. Menelaah dan menghargai misteri spiritual, dan dimensi eksistensial
dari kehidupan dan kematian seseorang, soul care bagi diri sendiri
dan orang yang dirawat (Open to mystery and allow miracles to enter).

2.1.2 Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun

2009 pasal 1 ayat 1 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Tujuan Rumah Sakit menurut Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 44 Tahun 2009 yang tertuang dalam pasal 3 adalah: a)

mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, b)

memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,

lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit, c)

meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit, dan

d) memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya

manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.

19
Tugas dan fungsi Rumah Sakit menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 pasal 4 dan 5, Rumah Sakit mempunyai

tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, dengan

fungsi :

a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan

medis.

c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan

kesehatan.

d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan.

Tanggungjawab pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 pasal 6 ayat 1, Pemerintah dan

pemerintah daerah bertanggung jawab untuk :

a. menyediakan Rumah Sakit berdasarkan kebutuhan masyarakat;

b. menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit bagi fakir

miskin, atau orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan

perundangundangan;

c. membina dan mengawasi penyelenggaraan Rumah Sakit;

20
d. memberikan perlindungan kepada Rumah Sakit agar dapat memberikan

pelayanan kesehatan secara profesional dan bertanggung jawab;

e. memberikan perlindungan kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan

Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;

f. menggerakkan peran serta masyarakat dalam pendirian Rumah Sakit

sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan masyarakat;

g. menyediakan informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat;

h. menjamin pembiayaan pelayanan kegawat daruratan di Rumah Sakit

akibat bencana dan kejadian luar biasa;

i. menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan; dan

j. mengatur pendistribusian dan penyebaran alat kesehatan berteknologi

tinggi dan bernilai tinggi.

2.2 Lingkungan Kerja

2.2.1 Pengertian Lingkungan Kerja

Menurut Hafizurrachman (2009), berpendapat bahwa lingkungan

kerja adalah keadaan fisik dan non fisik (psikologis) di tempat kerja

seseorang di dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Pendapat lain diantaranya: Nitisemo menyatakan lingkungan kerja adalah

segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang dapat mempengaruhi

dirinya untuk menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Selanjutnya

menurut Fautisno Cardoso Gomes (2003) lingkungan kerja adalah proses

kerja dimana lingkungan saling berinteraksi menurut pola tertentu, dan

masing-masing memiliki karakteristik dan/atau nilai-nilai tertentu mengenai

21
organisasi yang tidak akan lepas dari pada lingkungan dimana organisasi itu

berada, dan manusianya yang merupakan sentrum segalanya.

Lingkungan kerja diungkapkan oleh Amirulah (2004), bahwa

lingkungan kerja merujuk pada lembaga-lembaga atau kekuatan-kekuatan

yang berada didalam maupun diluar organisasi tersebut dan secara potensial

mempengaruhi kinerja organisasi itu. Anoraga dan suyati mengemukakan

bahwa setiap organisasi mempunyai lingkuangan dalam dan lingkungan

luar. Lingkungan kerja ini terbentuk oleh perpaduan berbagai unsure

lingkungan kerja, meliputi sarana dan prasarana, dimana sarana adalah

segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat untuk mencapai maksud dan

tujuan, (Hafizurrachman, 2009).

Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga

komponen utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan

serasi antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja

yang baik dan optimal. Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai

modal awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus juga mendapat

perhatian. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat dipengaruhi oleh

kondisi tempat kerja, gizi kerja, dan lain-lain. Kondisi lingkungan kerja

misalnya panas, bising, debu, zat-zat kimia, konflik dengan teman sekantor,

dengan atasan ataupun bawahan serta peralatan kerja dapat merupakan

beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara

sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau

penyakit akibat kerja, (Depkes, 2001).

22
2.2.2 Indikator Lingkungan Kerja

Lingkungan fisik dalam arti semua keadaan yang terdapat di sekitar

tempat kerja, akan mempengaruhi pegawai baik secara langsung maupun

secara tidak langsung (Sedarmayanti, 2011). Lingkungan fisik dibagi dalam

dua kategori yaitu:

a. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan pegawai seperti

pusat kerja, kursi, meja, dan sebagainya.

b. Lingkungan perantara, dapat juga disebut lingkungan kerja yang

mempengaruhi kondisi manusia misalnya temperature, kelembaban,

sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis,

kebersihan dan bau tak sedap, warna dan lain-lain.

Berikut ini indicator dari uraian masing-masing factor yang mempengaruhi

terbentuknya kondisi lingkungan kerja (Sedarmayanti, 2011):

a. Penerangan/cahaya ditempat kerja

Penerangan di rumah sakit, merupakan hal yang sangat

penting. Hal ini karena penerangan di rumah sakit

berhubungan dengan keselamatan pasien yang sedang

dirawat, peetugas dan pengunjung rumah sakit. selain itu

penerangan yang mencukupi akan meningkatkan akan

meningkatkan pencermatan, kesehatan yang lebih baik dan

suasana yang nyaman (Sastrowinoto, 1985), dalam

Kepmenkes No 1204 tahun 2004, standar pencahayaan pada

rumah sakit, intensitas pencahayaan untuk ruang pasien saat

tidak tidur sebesar 100-200 lux dengan warna cahaya sedang,

23
sementara pada saat tidur maksimum 50 lux dan toilet

minimal 100 lux. Pencahayaan alam maupun buatan

diupayakan agar tidak menimbulkan silau dan intensitasnya

sesuai dengan peruntukannya.

b. Temperatur/suhu ruangan

Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia

mempunyai temperature yang berbeda. Tubuh manusia selalu

berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan

suatu system tubuh yang sempurna sehingga dapat

menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi diluar

tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut

ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat

menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan

temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi

panas, dan 35% untuk kondisi dingin dari keadaan normal

tubuh. Tubuh manusia dapat menyesuaikan diri karena

kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi,

dan penguapan jika terjadi kekurangan atau kelebihan panas.

c. Kelembaban ditempat kerja

Kelembaban adalah banyakanya air yang terkandung dalam

udara biasanya dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini

dipengaruhi oleh temperature udara, dan secara bersama-

sama antara temperature, kelembaban, kecepatan udara

24
bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan

mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima

atau melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan

temperature udara sangat panas dan kelembabannya tinggi,

akan menimbulkan pengurangan panas secara besar-besaran,

karena system penguapan. Pengaruh lain adalah makin

cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran

darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh

manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan

antara panas tubuh dengan suhu disekitarnya.

d. Sirkulasi udara ditempat kerja

Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahluk hidup

untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses

metabolisme. Udara disekitar dikatakan kotor apabila kadar

oksigen dalam udara tersebut telah berkurang dan telah

bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi

kesehatan tubuh. Kotornya udara dapat dirasakan dengan

sesak nafas dan tidak boleh dibiarkan berlangsung terlalu

lama, karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh dan akan

mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja.

Menurut Kepmenkes No 1204/Menkes/SK/X/2004

menetapkan standar mutu udara dalam ruang rawat inap

sebagai berikut: 1) Suhu ruang 22-24C dengan kelembaban

45-60%, 2) untuk sirkulasi secara alamiah, system ventilasi

25
diupayakan system silang dan dijaga sirkulasi udara tidak

terhalang, 3) untuk sirkulasi udara secara mekanis dengan

exhaustfan dipasang pada ketinggian 200 cm dari lantai dan

50 cm dari plafon.

e. Bau-bauan di tempat kerja

Adanya bau-bauan disekitar tempat kerja dapat dianggap

sebagai pencemaran, karena dapat mengganggu konsentrasi

bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus menerus dapat

mempengaruhi kepakaan penciuman.Kebersihan,

temperature dan kelembaban adalah factor lingkunagn yang

dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. pemakaian air

condition yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat di

gunakan untuk menghilangkan bau-bauan disekitar tempat

kerja.

f. Kebisingan di tempat kerja

Salah satu polusi yang cukup menyibukan para pakar untuk

mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak

dikehendaki oleh telinga, karena terutama dalam jangka

panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan

bekerja, merusak pendengaran dan menimbulkan kesalahan

komunikasi. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi

maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan

pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga

produktivitas kerja meningkat. Intensitas diukur dengan

26
satuan decibel (dB), yang menunjukan jumlah gelombang

suara yang sampai ketelinga setiap detik, dinyatakan dalam

jumlah getaran atau Hertz (Hz).

g. Getaran mekanis di tempat kerja

Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat

mekanis, yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh

pegawai dan dapat menimbulkan akibat yang tidak

diinginkan. Besarnya getaran ditentukan oleh intensitas

(meter/detik) dan frekuensi getarnya (getaran/detik). Getaran

pada umumnya sangat mengganggu tubuh karena ketidak

teraturannya, baik dalam intensitasnya ataupun ataupun

dalam frekuensinya.

Lingkungan kerja biasa diartikan secara sempit seolah-olah

lingkungan hanya alam sekitar di luar manusia. Lingkungan kerja

mencakup segala material dan rangsangan didalam dan diluar diri pribadi

baik yang bersifat psikologi sosial dan budaya. Lingkungan sangat berperan

pada pertumbuhan dan perkembangan kinerja seseorang. Ligkungan kerja

menyangkut ciri lingkungan fisik seperti temperature, kondisi penerangan,

dan system social seperti inetraksi social, dan suasana kerja. Semua aspek

lingkungan ini berpengaruh pada perilaku seseorang, pengembangan

emosional, kesehatan mental dan motivasi kerja, (Hafizurrachman, 2009).

27
Lingkungan kerja yang positif adalah suatu pengaturan praktik yang

dapat memaksimalkan dan mensejahterakan perawat, meningkatkan kualitas

hasil pelayanan terhadap pasien dan kinerja organisasi (RNAO, 2006 dalam

Baumann, 2007). Lingkungan kerja positif menunjukan bahwa karyawan

tetap mengarah pada kerja tim yang lebih baik, peningkatan kontinuitas

perawatan dan perbaikan pelayan kepada pasien. Para pimpinan telah mulai

menyadari bahwa perubahan lingkungan kerja positif mengakibatkan

karyawan tetap tinggal dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap

organisasi.

Karakteristik lingkungan kerja positif menurut Internasional Council

of Noursing (ICN) yang dijabarkan oleh Baumann (2007), adalah sebagai

berikut :

a. Kerangka kebijakan inovatif yang difokuskan pada perekrutan dan retensi.

b. Strategi untuk melanjutkan pendidikan dan pelatihan.

c. Kompensasi karyawan yang memadai.

d. Program pengakuan.

e. Peralatan dan persediaan yang cukup.

f. Lingkungan kerja yang aman.

Lebih luas Kristensen (1990), dalam Baumann (2000)

mengembangkan model social dan psikologi. Bahwa untuk mengoptimalkan

kesejahteraan dan psikologi diperlukan sebagai berikut :

a. Tuntutan yang sesuai dengan sumber daya manusia (tidak adanya tekanan

dalam pekerjaan).

b. Prediktabilas tingkat tinggi (keamanan bekerja dan keselamatan kerja).

28
c. Dukungan social yang baik terutama dalam rekan kerja dan manajer seta

akses pendidikan dan kesempatan pengembangan professional (team work,

ijin belajar).

d. Pekerjaan yang bermakna (identitas professional).

e. Tingkat pengaruh yang tinggi. (otonomi, konrol, atas penjadwalan dan

kepeminpinan).

f. Keseimbangan antara usaha dan imbalan (remunirasi, kemampuan dan

penghargaan).

Sementara itu College Of Registered Nurse of British Columbia

(CRNBC) menyusun pedoman untuk meningkatkan lingkungan kerja bagi

perawat yaitu terdiri dari :

a. Manajemen Beban Kerja

Adanya jumlah perawat yang mencukupi untuk memberikan pelayanan

keperawatan yang aman, kompeten dan peduli pada etik. Indicator-

indikatornya adalah:

1) adanya system pelayanan keperawatan yang memungkinkan seorang perawat

untuk mengembangkan hubungan yang bermakna, terus menerus dengan

klien,

2) adanya system penerimaan dan pelayanan klien yang berdasar kepada

kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan yang aman, kompeten

dan sesuai dengan etik.

3) Adanya waktu yang cukup untuk mendiskusikan dan merencanakan

perawatan pasien dengan klien dan perawat dilibatkan dalam menentukan

ketenagaan dan perbandingan jumlah perawat-pasien.

29
4) Adanya keterlibatan perawat dalam penentuan alokasi sumber-sumber dan

pengambilan keputusan penggunaannya.

5) Adanya jaminan perawat tidak sering lembur (overtime), dan lembur bukan

merupakan kewajiban.

6) Adanya jadwal kerja yang flesibel dan inovatif.

b. Kepeminpinan Keperawatan

Adanya pimpinan keperawatan yang kompeten dan disiapkan secara baik pada

semua tingkat kepeminpinan di organisasi. Indicator-indikatornya adalah:

1) Pimpinan keperawatan didukung untuk berperan sebagai

kolaborator, komunikator, mentor, pengambil resiko, role model,

visioner, dan advocator dalam kualitas kperawatan.

2) Pimpinan keperawatan memiliki otoritas untuk mendukung praktek

keperawatan yang aman.

3) Manajer eksekutif keperawatan melaporkan pada tingkat pimpinan

eksekutif yang lain dalam organisisi.

4) Bila tujuan utama unit atau program adalah pemberian pelayanan

perawatan maka manajer utamanya adalah perawat.

5) Dalam melaksanakan peraktik perawat mendapatkan dukungan

akses dengan perawat ahli yang berpengalaman.

c. Kontrol praktik

Perawat memiliki tanggungjawab, wewenang, dan akuntabilitas dalam

peraktek keperawatan. Indicator-indikatornya adalah :

30
1) Pengambilan keputusan partisipasif pada semua level kebijakan,

praktik dan lingkungan kerja.

2) Sumber-sumber yang tersedia untuk mendukung edidance based

pelayanan keperawatan.

3) Perawat dan profesional kesehatan yang lain bekerja secara

kooperatif dan kolaborasi dalam pengambilan keputusan.

4) Perawat menentukan kompetensi yang dibutuhkan dalam pengaturan

praktek keperawatan dilingkungan kerjanya

5) Perawat memperoleh dukungan yang cukup dalam mengerjakan

tugas-tugas non keperawatan.

d. Pengembangan Profesional

Organisasi mendukung dan mendorong filosofi belajar seumur hidup dan

meningkatkan proses pembelajaran di lingkungan. Indikator-indikatornya

adalah:

1) Perawat memperoleh orientasi yang cukup untuk semua posisi baru

dan pengaturan praktek

2) Tersedianya program mentoring dan bimbingan

3) Staf keperawatan memperoleh peluang pelatihan, pendidikan

berkelanjutan, dan pengembangan profesional

4) Staf keperawatan memperoleh peluang tanya jawab dan refleksi

dalam pelayanan

5) Adanya program evaluasi kinerja ditempat kerja.

31
2.2.3 Metode Penilaian Lingkungan Kerja

Evaluasi lingkungan kerja merupakan tahap penilaian

karakteristik dan besarnya potensi-potensi bahaya yang mungkin timbul,

sehingga dapat merencanakan dan menentukan prioritas dalam mengatasi

permasalahan. Penilaian lingkungan kerja dilakukan dengan cara melihat

dan mengenal (walk trough survey) karakteristik potensi-potensi bahaya

yang ada dilingkungan kerja yang merupakan langkah dasar yang

pertama-tama dilakukan, (Depkes RI 2001).

Walk Through Survey adalah survei untuk mendapatkan

informasi yang relatif sederhana tapi cukup lengkap dalam waktu yang

relatif singkat sehingga diperlukan upaya pengumpulan data untuk

kepentingan penilaian secara umum dan analisa sederhana. Walk Through

Survey dan instrument/kuesioner Walk through survey merupakan teknik

utama yang penting untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi

bahaya di lingkungan kerja yang dapat memberikan pengaruh atau

gangguan pada kesehatan pekerja yang terpajan.

2.2.4 Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja

Yoder dan kawan-kawan (1958) dalam Hafizurrachman (2009),

menyebutkan bahwa lingkungan kerja meliputi dua komponen dasar yaitu

kondisi kerja fisik dan kondisi kerja psikologis, dimana kedua komponen

tersebut saling terkait dengan erat. Kondisi kerja fisik mempunyai

dampak penting terhadap kenyamanan psikologis pekerja, demikian juga

terjadi hal sebaliknya. Sedangkan Steer dan kawan-kawan (1985), pada

32
model pengamatan lingkungan (scanning the environmental) membagi

lingkungan kerja menjadi dua dimensi yaitu:

a. lingkungan luar terdiri dari factor-faktor ekonomis, teknologi, politik

dan sosial.

b. lingkungan dalam terdiri dari factor-faktor asset fisik, sumberdaya

manusia, hubungan antar pribadi pegawai, kekuatan keputusan masa

lalu, dan pandangan-pandangan serta nilai-nilai pribadi.

Fungsi lingkungan kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih

giat, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat dan lebih baik.

Lingkungan kerja terbentuk oleh perpaduan berbagai unsur lingkungan

kerja, meliputi saran dan prasarana, dimana sarana adalah segala sesuatu

yang dapat dipakai sebagai alat untuk mencapai maksud dan tujuan,

terbentuknya lingkungan kerja yang baik dipengaruhi oleh berbagai factor

(Hafizurrachman, 2009), yaitu: 1). Warna, 2) kebersihan, 3) penerangan,

4) pertukaran udara, 5) keamanan, 6) music, 7) kebisingan.

Berikut ini beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan

kemampuan manusia/pegawai (Sedarmayanti, 2011), diantaranya adalah :

1). Penerangan/cahaya di tempat kerja, 2). Temperature/suhu ditempat

kerja. 3). Kelembaban ditempat kerja.4). Sirkulasi ditempat kerja. 5).

Kebisingan ditempat kerja. 6). Getaran mekanis ditempat kerja. 7). Bau

tidak sedap ditempat kerja. 8). Tata warna ditempat kerja. 9). Dekorasi

ditempat kerja. 10). Music ditempat kerja. 11). Keamanan ditempat kerja.

33
2.2.5 Sintesis Lingkungan Kerja Perawat

Dari uraian diatas dapat disintesiskan bahwa lingkungan kerja

adalah keadaan fisik dan non fisik di tempat kerja seseorang yang dapat

mendukung pelaksanaan proses kerja di dalam mencapai tujuan organisasi

yang telah ditetapkan, dan dapat mempengaruhi dirinya dalam

menjalankan tugas-tugas sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya,

dengan . Indikator suhu ruangan, kebersihan dan keamanan.

2.3 Dukungan Organisasi

2.3.1 Pengertian Dukungan Organisasi

Organisasi juga dapat didefinisikan sebagai sekumpulan manusia

yang diarahkan untuk melaksanakan misi tertentu melalui pendayagunaan

berbagai sarana (Kotler, 1985). Menurut (Siagian P, 2010), organisasi

adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang

bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama, dan terikat secara formal

dalam satu ikatan hirarki, dimana selalu terdapat hubungan antara seorang

atau sekelompok orang yang disebut pimpinan dan seorang atau

sekelompok orang yang disebut bawahan.

Organisasi adalah suatu bentuk koordinasi yang terencana dari

kegiatan-kegiatan kolektif dua orang atau lebih, yang berlangsung secara

terus menerus, dilengkapi dengan pembagian tugas dan penjenjangan

kewenanga, dalam rangka mencapai tujuan bersama (Robbins, 1983, dalam

Hartono B, 2010). Organisasi formal merupakan system kegiatan-kegiatan

terorganisasi dari sekelompok orang yang bekerja secara bersma-sama,

34
menuju kearah tujuan bersama dibawah kewenangan dan kepeminpinanya

antara seorang atau lebih, (William G., dalam Kartono K, 2010).

Organisasi disebutkan sebagai sekumpulan orang yang tunduk pada

konvensi bersama untuk mengadakan kerja sama dan interaksi guna

mencapai tujuan bersama. Dalam rangka keterbatasan sumberdaya manusia

dan sumber materiil, karena itulah administrasi tersebut sangat penting

dalam kehidupan manusia selama dia tidak dapat berswasembada seorang

diri dan harus melakukan bermacam-macam kegiatan secara bersama-sama

dan berkelompok. Jadi kumpulan manusia itu tetap perlu diatur dan

dipimpin oleh pemimpin, (Kartono K., 2010).

Konsep lainnya tentang organisasi dikemukakan oleh Cester

Bernard dalam Tohaha (2010), Bernard menekankan tentang orang-orang

sebagai anggota dari system tersebut, Bernard menyatakan bahwa

organisasi itu adalah suatu system kegiatan-kegiatan yang terkoordinir

secara sadar atau suatu kekuatan dari dua manusia atau lebih, dengan

demikian Bernard mengungkakpan pendapatnya mengenai unsur kekayaan

dari suatu organisasi, antara lain:

a. Organisasi terdiri dari serangkaian kegiatan yang dicapai lewat suatu

proses kesadaran, kesengajaan, dan koordinasi yang bersasaran.

b. Organisasi merupakan kumpulan dari orang-orang untuk melaksanakan

kegiatan yang bersasaran tersebut.

c. Organisasi memerlukan adanya komunikasi, yakni suatu hasrat dari

sebagian anggotanya untuk mengambil bagian pencaaian tujuan

35
bersama anggota lainnya. Dalam hal ini Bernard menekankan peranan

seseorang dalam organisasi, diantaranya ada sebagaian anggota yang

harus diberi informasi atau dimotivasi, dan sebagian lainnya yang harus

membuat keputusan.

Amitai Etziomi dalam Tohaha (2010). mengemukakan konsepsi

organisasi sebagai pengelompokan orang-orang yang sengaja disusun untuk

mencapai tujuan tertentu. Kelompok semacam ini mempunyai karakteristik

antara lain :

a. Mempunyai pembagian kerja, kekuasaan dan pertanggungjawaban

yang dikomunikasikan. Pembagian ini tidaklah dilakukan secara acak

melainkan sengaja direncanakan untuk meningkatkan usaha mencapai

tujuan tertentu.

b. Adanya satu atau lebih pusat kekuasaan yang dapat dipergunakan

untuk mengendalikan usaha-usaha organisasi yang telah direncanakan

dan yang dapat diarahkan untuk mencapai tujuan. Pusat kekuasaan ini

juga harus dapat dipergunakan untuk menilai kembali secara ajek

pelaksanaan organisasi, dan menyempurnakan struktur yang dianggap

perlu untuk meningkatkan efisiensi.

c. Adanya usaha pergantian kepegawaian, misalnya seseorang yang cara

kerjanya tidak memuaskan dapat dipindah dan diganti oleh orang lain.

Dalam organisasi juga dapat dilakukan usaha memadukan kembali

kegiatan kepegawaian dengan cara pemindahan atau promosi.

Eisenberger, et. al., 1986 dalam Shannock (2006) menyatakan

persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi pegawai mengenai

36
sejauhmmana organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli terhadap

kesejahteraan mereka. Hal ini didasarkan pada teori pertukaran social dan

social exchange teory dimana hubungan antar pegawai dan organisasinya

adalah merupakan suatu hubungan pertukaran, misalnya suatu pegawai mau

bekerja disuatu organisasi karena pegawai tersebut hendak mempertukarkan

usaha dan loyalitasnya dengan imbalan material sosioemosional tertentu.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai harapan

akan adanya dukungan organisasi terhadap kebutuhan mereka. teori tentang

dukungan organisasi dibangun karena adanya harapan dalam diri pegawai.

Eisenburg.

Organisasi support teory menurut Eisenberger at. al, menganggap

bahwa dukungan organisasi menghasilkan suatu perasaan wajib bagi

pegawai untuk membantu organisasi mencapai tujuannya, meningkatkan

komitmen terhadap organisasi dan pengharapan bahwa kinerja yang tinggi

akan dicatat dan dihargai, dukungan organisasi juga menghasilkan perasaan

wajib bagi pegawai untuk menjaga kesejahteraan organisasi yang

dimanifestasikan dalam bentuk tindakan yang dapat membantu organisasi

mencapai tujuannya, oleh karena itu dukungan organisasi memberikan hasil

positif untuk pegawai dan organisasi.

Peranan organisasi sangat besar dalam menciptakan iklim kerja yang

baik, menjalankan kepemimpinan yang baik, mengadakan hubungan

terbuka baik formal maupun informal, menyelenggarakan system pengajian

yang adil, system penghargaan dan hukuman yang tepat, latihan yang

37
cukup, pembagian tugas dan tanggungjawab yang memadai (Sedarmayanti,

2011).

Suatu organisasi yang professional tidak akan mampu mewujudkan

suatu manajemen kinerja yang baik tanpa ada dukungan yang kuat dari

seluruh komponen manajemen perusahaan dan juga para komisaris. Karena

dalam kontek manajemen modern suatu kinerja yang sinergis tidak akan

bisa berlangsung secara maksimal jika pihak pemegang saham atau para

komisarias perusahaan hanya bertugas untuk menerima keuntungan tanpa

memedulikan berbagai persoalan internal dan eksternal yang terjadi di

perusahaan tersebut (Fahmi I. 2011).

2.3.2 Manajemen Rumah Sakit dan Manajemen Keperawatan

Agar dapat mencapai tujuan organisasi, maka dibutuhkan berbagai

sumberdaya yang harus diatur dengan proses manajemen secara baik. Marry

Parker Tollet (1992) dalam (Aditama, 2003), menyebutkan bahwa

manajemen adalah suatu seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang

lain. Definisi dari George Terry (1992), menyatakan bahwa manajemen

terdiri dari Planning, Organicing, Actuating, Control (POAC). Lutter

Gullick (1937), menyebutkan bahwa proses usaha dalam manajemen

meliputi planning, organicing, staffing, directing, coordinating, operating,

reporting, budgeting dan supervising. Henry Fayyol (1908) mengemukakan

fungsi-fungsi manajemen meliputi proses planning, organicing,

commanding, coordinating, dan controlling. Stonner (1990), member

definisi bahwa manajemn adalah proses perencanaan, pengorganisasian,

38
meminpin, dan mengawasi usaha-usaha dari anggota organisasi dan dari

sumber organisasi lainnya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah

ditetapkan. Longest (1978), menyatakan bahwa manajemen adalah suatu

proses yang melibatkan hubungan interpersonal dan teknologi, yang akan

digunakan untuk mencapai seluruh atau setidaknya sebagian tujuan

organisasi dengan menggunakan tenaga manusia yang ada serta sumber

daya lain dari teknologi yang tersedia. Wren dalam buku Modern Healt

Administration (1974) menyatakan bahwa manajemen adalah seni dan ilmu

atau suatu seni yang punya landasan ilmu pengetahuan.

Kelompok pemimpin dalam suatu organisasi dapat dibagi menjadi

manajer puncak, manajer menengah, dan manajer rendah, dan kemudian

diikuti dengan tenaga pelaksana. Beberapa kepustakaan lain hanya

membaginya menjadi manajer puncak, menegah dan langsung tenaga

pelaksana. Pada tingkat pelaksana, kemampuan teknis merupakan modal

utama kegiatan sehari-hari dalam kerangka konseptualnya bersifat

operasional. Manajer puncak tentu berbeda karakteristiknya, dimana

kerangka konseptualnya lebih bersifat pemikiran strategic dan berperan

utama dalam penentuan kebijakan umum. Manajer tingkat menengah

bertugas mengarahkan kegiatan-kegiatan yang sifatnya taktis dan

menginplementasikan kebijakan organisasi. Manajer tingkat rendah

memberikan hampir seluruh perhatiannya pada berbagai tindakan

operasional brdasarkan strategi, taktik dan kebijaksanaan teknis yang telah

di tetapkan oleh para manajer di lapisan atasnya, (Aditama, 2003).

39
Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang kompleks karena

adanya keterlibatan sumber kekuasaan dan otonomi dari berbagai kutub,

yaitu:

a. Pemerintah

Karena menyangkut kepentingan masyarakat yang azasi, maka peran

pemerintah untuk mengendalikan cukup besar.

b. Pemilik rumah sakit

Pemilik rumah sakit mempunyai misi yang sangat mulia, sehingga

penerapannya akat sangat hati-hati dan menjaga ketat nama baik itu.

c. Profesional

Secara faktual historis, profesional seperti dokter, mempunyai

otonomi dan cara pandang terhadap kesehatan yang mengutamakan

kesehatan dan keselamatan penderita.

d. Direksi Rumah sakit

Tuntutan situasi yang menuju pada profesionalisme dan efisiensi

membutuhkan pola manajemen yang lebih rasional.

40
e. Masyarakat

Baik secara perorangan atau melalui organisasi kemasyarakatan,

sekarang ini secara lebih jelas menuntut pelayanan yang memuaskan

dan memenuhi standar yang kewajaran.

f. Dunia Bisnis

Dunia bisnis alat kesehatan, obat, alat kantor dan lain-lain secara pasti

mendorong penggunaan barang modal yang harus dikelola secara

hati-hati dan dihitung untung ruginya.

g. Kemajuan teknologi Informasi

Kemajuan bidang ICT (Information and Comunication Teknologi)

memberikan pengaruh besar karena kecepatan dan kemudahannya.

Dari tujuh kutub itulah organisasi rumah sakit yang ada selama ini, lebih

berorientasi pada pelayanan. Artinya bagaimana pelayanan itu diorganisasi

agar dapat berjalan. Perhatian yang kurang pada efisiensi dan produktivitas,

juga organisasi yang mengutamakan efisiensi, akan menunjukan pola

pelayanan yang lamban mengantisipasi perubahan. Sehingga mutu akan

sulit dicapai secara wajar, maka organisasi rumah sakit sekarang harus

berorientasi pada pengembangan yang terus menerus. Artinya ketujuh

sumber kekuasaan itu harus dimanfaatkan agar organisasi rumah sakit dapat

terus berkembang, (Sabarguna S.B., 2009).

Dalam kegiatan manajemen rumah sakit yang kompleks, pengalaman saja

tidak akan cukup, penanganannya tak dapat lagi atas dasar kira-kira dan

41
selera hal ini sebabkan: sumber daya yang makin sulit dan mahal, era

kompetisi yang menuntut pelayanan prima, tuntutan masyarakat yang makin

berkembang. Manajemen profesional berarti melaksanakan manajemen

dengan tata cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka

memerlukan orang yang terlatih pula secara benar dan tepat. Dalam rangka

melaksanakan pelayanan pelayanan yang berorientasi pada pasien, dan

menjaga mutu pelayanan perlu dengan manajemen yang handal, dengan

demikian segala hal yang diperlukan akan tersedia dalam bentuk tepat

waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, (Sabarguna S.B., 2009).

iMenurut Sabarguna S. B., 2009, tujuan manajemen rumah sakit adalah:

menyiapkan sumberdaya, mengevaluasi efektifitas, mengatur pemakaian

pelayanan, efisiensi dan kualitas. Sedangkan fungsi manajemen adalah

merencakan kegiatan yang akan datang, mengatur agar setiap kegiatan dan

sumber daya agar terorganisasi dengan baik, melaksanakan dengan penuh

tanggung jawab dan terus menyesuaikan dengan situasi, mengendalikan

agar pelaksanaan selalu sesuai dengan rencana dan mengarah pada

pencapaian tujuan, menilai apakah rencana dapat didiskusikan dengan baik

dan tujuan dapat dicapai, mencegah adanya penyimpangan, penyebab bila

terjadi penyimpangan dan bagaimana agar tidak terulang.

Unsur manajemen atau sumber daya bagi manajemen adalah hal-hal yang

merupakan modal bagi pelayanan manajemen, dengan modal itu akan lebih

menjamin pencapaian tujuan, sering disebut 5 M : man, money, methode,

machine, market. Sekarang telah berkembang menjadi 6 M + I yaitu: Man,

money, material, methode, machine, market and informations.

42
Unsur-unsur manajemen perlu dilakukan dengan upaya yang konsisten

dengan melalui fungsi manajemen, sehingga perlu hal-hal sebagai berikut:

perencanaan keuangan, pengorganisasian keuangan, pelaksanaan keuangan,

pengendalian keuangan dan evaluasi keuangan. Dalam hal di rumah sakit

perlu tiga unsur lain yang penting yaitu: pelayanan, profesional, reputasi

dokter, perawat, dll serta mutu. Jadi unsur manajemen rumah sakit adalah:

6 M + I + S + P + Q

Service Professional Quality


= Pelyanan = Mutu

Merupakan kekhususan tersendiri di rumah sakit


S + P + Q yang merupakan :
- Ciri yang membedakan dengan industri jenis lain
- Penilaian tersendiri
- Dukungan ilmu dan teknologi tersendiri

Gambar 2.6 Unsur Manajemen Rumah Sakit (Sabarguna, 2009)

Jadi tugas manajer rumah sakit akan lebih berat karena harus mengelola 10

x 5 = 50 kegiatan, dibanding manajer lain yang umumnya hanya dengan 5

M dan POACE, yaitu 5 x 5 = 25 kegiatan, jadi dua kali lipat lebih berat.

Perawat manajer bekerja pada semua tingkat manajemen untuk

melaksanakan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan teori-teori manajemen

keperawatan untuk mengatur lingkungan organisasi untuk menciptakan

suasana optimal bagi pengawasan keperawatan oleh perawat-perawat klinis,

dan perawat-perawat klinis mengatur seleksi sumber daya manusia dan

materi dalam memberikan masukan tambahan kedalam proses manajemen.

43
INPUT PROSES OUTPUT
Tenaga Manajemen Resolusi
keperawatan asuhan masalah
Bahan-bahan keperawatan oleh keperawatan
Peralatan tenaga pasien
Bangunan fisik keperawatan
Pasien
Pengetahuan dan
keterampilan
Gambar 2.7 System manajemen keperawatan (Swanburg, 2006).

Praktek keperawatan adalah suatu makna dimana perawat menggunakan

pengetahuan mereka dalam memperaktekan keterampilannya dengan

menggunakan bahan, peralatan, dan sumber-sumber lain secara efektif

untuk memberikan kepuasan perawatan kesehatan kepada individu.

Sebagai suatu bagian dari organisasi keperawatan, manajemen keperawatan

bertindak untuk menyelesaikan pekerjaan

2.3.3 Indikator Dukungan Organisasi

Menurut mathis dalam (Hafizurrachman, 2009), indikator dukungan

organisai meliputi dukungan yang diterima dari organisasinya berupa

pelatihan, peralatan, harapan-harapan dan tim kerja yang produktif.

Beberapa dukungan organisasi yang mempengaruhi kinerja, antara lain :

a. Pelatihan adalah sebuah proses dimana orang mendapatkan kapabilitas

untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Dalam

pengertian terbatas, pelatihan memberikan karyawan pengetahuan dan

44
ketrampilan yang spesifik dan dapat di identifikasi untuk digunakan

dalam pekerjaan mereka saat ini.

b. Standar kerja mendefinisikan tingkat yang diharapkan dari kinerja dan

merupakan pembanding kinerja atau tujuan. Standar kinerja yang

realistis, dapat diukur, dipahami dengan jelas akan bermanfaat baik

bagi organisasi maupun karyawannya.

c. Peralatan dan teknologi merupakan perkakas/perlengkapan yang

disediakan oleh perusahaan untuk menunjang proses kerja.

Kinerja organisasi menurut Nasucha C. mengemukakan bahwa kinerja

organisasi adalah sebagai efektivitas organisasi secara menyeluruh untuk

memenuhi kebutuhan yang ditetapkan dari setiap kelompok yang berkenaan

dengan usaha-usaha yang sistematis dan meningkatkan kemampuan

organisasi secara terus menerus mencapai kebutuhannya secara efektif,

(Fahmi I, 2011).

2.3.4 Pengaruh Dukungan Organisasi Terhadap Persepsi Pegawai

Dukungan organisasi dipengaruhi oleh pengalaman yang dimiliki

oleh individu serta pengamatan mengenai keseharian organisasi

dalam memperlakukan seseorang. Dalam hal ini sikap organisasi

terhadap ide-ide yang dilontarkan oleh pegawai, respon terhadap

pegawai yang mengalami masalah serta perhatian perusahaan

45
terhadap kesejahteraan dan kesehatan pegawai merupakan tiga

aspek yang menjadi perhatian utama dari pegawai.

Ketiga aspek yang menjadi perhatian utama dari pegawai yaitu:

a. Sikap organisasi terhadap ide-ide pegawai

Dukungan organisasi dipengaruhi oleh sikap organisasi

terhadap ide-ide yang dilontarkan oleh pegawai. Bila

organisasi melihat ide dari pegawai sebagai sumbangan yang

konstruktif, yang mungkin saja dapat diwujudkan melalui

perencanaan yang matang, maka individu yang bekerja

ditempat tersebut memiliki persepsi yang positif akan

dukungan organisasi terhadap diri mereka. sebaliknya

dukungan organisasi akan menjadi negative bila perusahaan

selalu menolak ide dari pegawai dan segala sesuatu

merupakan keputusan dari pimpinan puncak.

b. Respon terhadap pegawai yang menghadapi masalah

Bila organisasi cenderung untuk berdiam diri dan tidak

memperlihatkan usaha untuk membantu individu yang

terlibat masalah, maka pegawai akan melihat bahwa tidak

ada dukungan yang diberikan organisasi terhadap pegawai.

c. Respon terhadap kesejahteraan dan kesehatan pegawai

Perhatian organisasi akan kesejahteraan pegawai juga

mempengaruhi tingkat persepsi dukungan organisasi

46
pegawai. Pegawai yang melihat bahwa organisasi berusaha

keras untuk meningkatkan kesejahteraan individu yang

bekerja didalamnya, akan melihat hal ini sebagai suatu hal

yang positif. Pegawai melihat bahwa organisasi memberikan

dukungan agar setiap orang dapat bekerja secara optimal

demi tercapainnya tujuan bersama. Pada dasarnya dukungan

organisasi merupakan suatu persepsi pegawai bahwa dirinya

diharagai dan diperhatikan oleh organisasi atau perusahaan

tempatnya bekerja. Bila organisasi memperhatikan dan

menghargai upaya yang dilakukan oleh individu untuk

mencapai tujuan perusahaan maka individu akan

mepersepsikan bahwa organisaisi memberikan dukungan

terhadap mereka. (Eisenberger at. al., dalam Allen dan

Brady, 2002).

2.3.5 Sintesis Dukungan Organisasi

Dari uraian diatas dapat disintesiskan bahwa dukungan organisasi

rumah sakit adalah suatu upaya dari manajemen rumah sakit untuk

memenuhi kebutuhan operasional pelayanan di ruang rawat inap

dalam rangka menjaga dan meningkatkan prilaku Caring perawat

dengan indikator adalah sikap manajer keperawatan, sistem

penghargaan dan peralatan dan teknologi.

47
BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan

suatu pengertian. Konsep hanya dapat diamati atau diukur melalui variabel.

Variabel adalah symbol atau lambang yang menunjukkan nilai dari konsep, dan

variabel merupakan sesuatu yang bervariasi. Sedangkan kerangka konsep

penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau

variabel-variabel yang akan diamati atau diukur melalui penelitian yang

dimaksud (Notoatmodjo, 2005).

Pada penelitian ini variabel endogen/dependen (variabel terikat) adalah prilaku

Caring perawat dan lingkungan kerja, sedangkan variable eksogen/ independen

(variabel bebas) adalah dukungan organisasi. Kerangka konsep penelitian

digambarkan sebagai berikut:

48
Skema 3.1 Kerangka Konsep penelitian

Sikap manajer Sistem Peralatan


keperawatan Penghargaan dan
Teknologi
Humanistic
Altruistic
Dukungan
Organisasi
Assist with
basic physical,
Prilaku Caring emotional,
Perawat spritual human
needs

Create a
healling
Lingkungan environtmen
Kerja for the physical
spritual self
respect human
dignity
Keamanan Kebersihan Suhu Ruangan Developing
Helping Trust-
Relationshift

Use creative
scientific-problem
solving

49
Skema 3.2. Kerangka Analisis Penelitian Model SEM Dengan Notasi PLS

1 2 3

X1 X2 X3

2
X2 X3
X1

Y4
4
1 Y4
2 Y5 5
Y5
2 Y6 Y6 6
Y7
Y7 7
1 Y8 8
1
Y8

1
Y1
Y2 Y3
Y1 Y2 Y3

1 2 3

Persamaan matematis yang terbentuk dan menjelaskan hubungan antara

satu variabel eksogen dengan variabel endogen yaitu:

1 = 1 1 + 1 . (1)

2 = 2 1 + 1+2. (1)

Keterangan :

50
(Ksi) = Variabel Eksogen / independent

n (Eta) = Variabel Endogen / dependen

(Beta) = Hubungan antar variable endogen

(Gamma) = Hubungan antara variable eksogen dan endogen

(lambda ) = Hubungan antara variabel eksogen atau endogen (terhadap

indikator-indikatornya

(epsilon) = Kesalahan pengukuran (measurement error) dari indikator variabel

endogen

(delta) = Kesalahan pengukuran (measurement error) dari indikator variabel

eksogen

(Zeta) = Galat (error) model

X1 = Sikap manajer Keperawatan

X2 =Sistem Penghargaan

X3 = Peralatan dan Teknologi

Y1 =Keamanan

Y2 =Kebersihan

Y3 =Suhu ruangan

Y4 =Humanistic Altruistic

Y4=Assist with basic physical, emotional, spritual human needs

Y6= Create a healling environtmen for the physical spritual self respect human

Y7=Developing Helping Trust-Relationshift

Y8=Use creative scientific-problem solving

51
3.2 Definisi Konseptual Dan Definisi Operasional

3.2.1 Definisi Konseptual

Prilaku caring lebih dari sebuah exisestensial philosophy, ia memandang sebagai dasar
spiritual, moral ideal dari keperawatan. Caring sebagai esensi dari keperawatan berarti
juga pertanggung jawaban hubungan antara perawat-pasien, dimana perawat membantu
memperoleh pengetahuan dan meningkatkan kesehatan pasien, terdiri dari 10 carative
faktor (Watson, 1988 dalam Alligood 2006).

Dukungan Organisasi adalah: Peranan organisasi yang sangat besar dalam menciptakan
iklim kerja yang baik, menjalankan kepemimpinan yang baik, mengadakan hubungan
terbuka baik formal maupun informal, menyelenggarakan system pengajian yang adil,
system penghargaan dan hukuman yang tepat, latihan yang cukup, pembagian tugas
dan tanggungjawab yang memadai (Sedarmayanti, 2011).

Dukungan Lingkungan adalah: keadaan fisik dan non fisik (psikologis) di tempat kerja
seseorang di dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Hafizurrachman.
2009)

52
3.2.2 Definisi Operasional dan Pengukuran

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Hasil Ukur Skala


Ukur Ukur
1 Prilaku Prilaku perawat yang Kuesioner Responde Penjumlahan nilai Interval
Caring menunjukkan n pilihan
perhatian, responsive mengisi
sendiri Skoring Kuesioner
dan intervensi untuk
: 25 - 125
mempertahankan (25 pertanyaan)
kesehatan klien dan
energi positif yang
diberikan pada klien.
Serta komitmen untuk
memberikan pelayanan
keperawatan
berdasarkan ilmu
pengetahuan, prilaku
ini dibatasi hanya 5
faktor dari 10 carative
faktor

2 Lingkungan Lingkungan fisik di Kuesioner Responde Penjumlahan Interval


Kerja ruang perawatan yaitu n mengisi nilai pilihan
suhu ruangan, sendiri Skoring
Kuesioner : 15 -
kebersihan, dan
75 (15
peralatan kerja dalam pertanyaan)
rangka meningkatkan
kenyamanan pada
pasien dan
meningkatkan kinerja
perawat. Indikator
lingkungan kerja adalah
suhu ruangan,
kebersihan dan
keamanan

3 Dukungan Dukungan organisasi Kuesioner Responde Penjumlahan Interval


Organsasi dalam bentuk kebijakan n nilai pilihan
program Peningkatan mengisi
Manajemen Kinerja sendiri Skoring
Klinik (PMKK) Kuesioner : 15 -
perawat, system 75 (15
penghargaan dan pertanyaan)

1
pengembangan
pengetahuan serta
fasilitas, bahan dan
obat-obatan . Indikator
dukungan organisasi
adalah pelatihan, sistem
penghargaan dan
peralatan dan teknologi

3.3 Hipotesis

Ada pengaruh baik langsung maupun tidak langsung antara dukungan organisasi, dan

lingkungan kerja terhadap prilaku Caring Perawat di RSUD Berkah Kabupaten

Pandeglang tahun 2016.

2
BAB IV

METODA PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain observasional menggunakan metode

survey dengan pendekatan cross sectional (potong lintang). Penelitian

dilakukan untuk mempelajari dinamika korelasi antara.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di RSUD Berkah Kabupaten Pandeglang pada Bulan

November tahun 2016.

4.3 Variabel Penelitian

4.3.1 Variabel Dependen

Variabel endogen/dependen yang diteliti yaitu prilaku Caring perawat dan

lingkungan kerja perawat.

4.3.2 Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Dukungan organisasi .

4.4 Populasi dan Sampel Penelitian

4.4.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien dan Perawat yang bertugas

di RSUD Berkah Pandeglang yang kemudian akan diambil informasinya

3
mengenai prilaku Caring perawat rawat inap, ruang gawat darurat dan rawat

jalan, lingkungan kerja dan dukungan organisasi.

4.4.2 Sampel

Dengan pertimbangan penelitian ini menggunakan SEM, jumlah sampel sesuai

dengan rekomendasi Bentler dan Chou (1987) dalam Latan (2012) yang

menyatakan bahwa jumlah sampel minimal untuk pengujian SEM setidaknya

mencapai 5 kali indikator atau parameter yang akan diestimasi.

Untuk menggali informasi prilaku Caring perawat di ruang rawat inap yang

diselenggarakan oleh perawat, informasi diambil secara purposive sampling

terhadap pasien rawat inap dengan kriteria pasien telah dirawat paling sedikit

dua hari, yang akan memberikan penilaian mengenai persepsi prilaku Caring

perawat di instalasi rawat inap dan ruang gawat darurat dengan jumlah total

108 orang yang terbagi pada 12 ruang perawatan sehingga masing-masing

ruangan terdapat 9 orang pasien yang akan digali informasinya.sedangkan

untuk pasien rawat jalan diambil 12 orang. Untuk menggali informasi

lingkungan kerja diambil secara random sampling dari persepsi perawat yang

bertugas di 12 ruang rawat inap dan ruang gawat darurat serta rawat jalan

dengan jumlah sampel sebanyak 120 perawat.

Begitupun dengan informasi persepsi dukungan organsasi akan diambil secara

random sampling dengan jumlah total 120 perawat yang bertugas di ruang

rawat inap, ruang gawat darurat dan rawat jalan dengan masing-masing 9

sampai dengan 10 perawat.

4
4.5 Pengukuran dan Cara Pengamatan Variabel

Untuk setiap variabel dilakukan pengamatan sebagai berikut:

4.5.1 Variabel dukungan organisasi (1) sebagai variabel independent (eksogen)

diukur dengan indikator:

1) Sikap Manajer Keperawatan (X1)

2) Sistem Penghargaan (X2)

3) Peralatan dan teknologi (X3)

4.5.2 Variabel Lingkungan Kerja (1) sebagai variabel dependent/endogen diukur

dengan indikator:

1) Keamanan (y1)

2) Kebersihan (y2)

3) Suhu ruangan (y3)

4.5.3 Variabel Prilaku Caring perawat (2) sebagai variabel dependent/endogen

diukur dengan indikator lima faktor carative yaitu:

1) Humanistic Altruistic (y4)

2) Assist with basic physical, emotional, spritual human needs (y5)

3) Create a healling environtmen for the physical spritual self respect

human (y6)

4) Developing Helping Trust-Relationshift (y7)

5) Use creative scientific-problem solving (y8)

Setiap indikator dikembangkan menjadi 4 pertanyaan dalam kuesioner dengan

jenis parameter menggunakan skala pengukuran semantic differential dengan

skala 1-5.

5
4.6 Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer yaitu data yang dikumpulkan

melalui kuesioner yang dibagikan kepada responden dan diisi sendiri.

Untuk pengumpulan data prilaku Caring perawat diperoleh dari pengisian

kuesioner oleh pasien rawat inap yang telah disiapkan sesuai dengan kriteria

pada pasien yang telah selesai menerima pelayanan dan mau pulang di ruang

rawat inap dan ruang gawat darurat/intensif. Pengisian bertempat di ruangan

kerja responden dimana sebelumnya terlebih dahulu dilakukan validasi tentang

item kuesioner oleh peneliti kepada responden

Untuk pengumpulan data lingkungan kerja diperoleh dari data kuesioner yang

diisi oleh perawat pelaksana dan kepala ruangan yang telah disepakati bersama

dengan responden. Pengisian bertempat di ruangan kerja responden dimana

sebelumnya terlebih dahulu dilakukan validasi tentang item kuesioner oleh

peneliti kepada responden.

Sedangkan untuk pengumpulan data dukungan organisasi diperoleh dari data

kuesioner yang diisi oleh perawat pelaksana dan kepala ruangan yang telah

disepakati bersama dengan responden.

Peneliti langsung terjun ke lapangan untuk melakukan observasi dan

membagikan kuesioner. Dikarenakan jumlah sampel terbatas yaitu 120 sampel

maka dilakukan uji coba terpakai instrument sebanyak 120 kuesioner terhadap

calon respoden terpilih dengan tujuan menjamin validitas dan realibilitas dari

instrumen, sehingga maksud dari instrument menjadi jelas dan mudah

dipahami. Uji validitas dan reliabiltas diolah menggunakan program SPSS

Statistics 20.

6
4.7 Teknik dan Analisis Data

4.7.1 Statistik Deskriptif

Teknik analisis statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini

digunakan untuk mengetahui karakteristik responden dan untuk mengetahui

kriteria deskripsi dari masing-masing variabel yang diteliti. Karakteristik

responden yang digunakan meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan,

dan lama bekerja di RSUD Berkah Pandeglang dengan menggunakan tabel

distribusi frekuensi absolut yang menunjukkan angka rata-rata, median dan

standar deviasi.

4.7.2 Uji Hipotesis

Untuk menguji hipotesis dilakukan dengan menggunakan Structural

Equation Model (SEM) dengan alasan penggunaan alat analisis ini

dikarenakan adanya beberapa hubungan yang komplek dari beberapa variabel

yang diuji dalam penelitian ini, sehingga penggunaan teknik multivariate

yang lainnya kurang memadai untuk digunakan.

Penggunaan SEM dapat memperluas kemampuan untuk menjelaskan dan

adanya efisiensi statistik sebagai model yang menguji dengan metoda

menyeluruh tunggal. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan

model persamaan struktural (Structural Equation Model) dengan

menggunakan software SmartPLS (Partial Least Squeres). Untuk keperluan

penolakan atau penerimaan hipotesis, digunakan taraf signifikansi P<0,05

atau tingkat confiden interval (CI, 95%).

7
Analisis pengaruh lingkungan kerja dan dukungan organisasi terhadap

prilaku Caring perawat di RSUD Berkah Pandeglang, menggunakan model

Structural Equation Model (SEM) dengan SmartPLS dikarenakan :

a. Data tidak harus terdistribusi normal multivariate (indikator dengan

skala nominal sampai ratio dapat digunakan dalam model yang sama).

b. Dapat digunakan dalam sampel yang kecil, minimal direkomendasikan

>30 telah dapat digunakan.

c. PLS dapat menganalisis sekaligus konstruk yang dibentuk dengan

indikator reflektif dan formatif.

d. PLS mampu mengestimasi model yang besar dan komplek degan

ratusan variabel laten dan ribuan indikator (Ghozali, 2006).

4.7.3 Model spesifikasi dengan PLS

4.7.3.1 Inner Model (Inner relation, tructural model dan subtantive theory)

Inner model atau disebut juga inner relation menggambarkan hubungan

antar variabel laten berdasarkan pada teori. Model struktural dievaluasi

dengan melihat nilai R-Square untuk konstruk laten dependen, Stobe

Geisser Q-square test untuk predictive relevance dan uji t, serta

signifikansi dan koefisien parameter jalur struktural. Perubahan nilai R-

square dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen

terhadap variabel laten dependen.

Persamaan struktural yang terbentuk yang menjelaskan hubungan antara

satu variabel laten ke variabel laten lainnya yaitu:

2 = 1 1 + b11+ 1

8
Keterangan Notasi :

2= Prilaku Caring Perawat

1= Lingkungan Kerja

1= Dukungan Organisasi

1-2-3-4 = regresion weigh

4.7.3.2 Outer model (Outer Relation atau Measurement Model)

Outer Model atau model pengukuran dengan indikator reflektif dievaluasi

dengan Convergent Validity dan Discriminant Validity dari indikatorya

dan Composite Realibility atau blok indikator. Outer model sering disebut

outer relation atau measurement model yang didefinisikan bagaiman

setiap blok indikator berhubungan dengan variabel.

4.7.3.3 Langkah-langkah Analisis SEM-PLS

Untuk menganalisis pengaruh variabel dengan menggunakan software

SmartPLS, langkah-langkah analisis SEM dengan PLS adalah sebagai

berikut:

9
Merancang Model Struktural (inner model)

Merancang Model Pengukuran (outer model)

Mengkonstruksi Diagram Jalur

Konversi diagram jalur ke sistem persamaam

Estimasi: Koefisien Jalur, Loading dan Weight

Evaluasi Goodness of Fit

Pengujian Hipotesis

Gambar 4.1 Langkah-langkah Analisis PLS

4.7.3.4 Kriteria pengujian model pengukuran dan model structural

Kriteria pengujian model pengukuran/outer model dan pengujian

structural model/inner model sebagai berikut:

10
Tabel 4.1 Kriteria pengujian model pengukuran/outer model
dan pengujian struktural model/inner model

Keterangan Parameter Kriteria Uji

Pengujian Model
Pengukuran
1 Uji Validitas
Faktor
a. Konvergen > 0,6
loading ()
1). Akar
AVE dan Akar AVE >
b. Diskriminan korelasi korelasi
variabel variabel laten
laten

Cross
loading
indikator
2) Cross loading variabel
bersangkutan
> Cross
loading
variabel laten
lainnya
2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas Cronbachs
0,7
Konstruk Alpha
Composite
0,7
Reliability
Pengujian Model
Struktural
Uji Ketepatan
1
Model
Tingkat variasi
variabel
independent
Q-square 0<Q2<1
terhadap
variabel
dependent

11
2 Uji Hipotesis
Nilai
statistik-
t>1,96
(hipotesis
two tailed)
Signifikansi
Statistik-t dengan
koefisien
dan t-table confidence
path/innermodel
coefficient
95% atau
level of
significance
() 5%
Sumber : Diolah dari berbagai literatur dalam Latan (2012).

4.8 Penyajian Data

Data akan disajikan dalam bentuk:

a. Penyajian komposisi dan frekuensi dari sampel

Data yang disajikan pada awal hasil analisa adalah berupa gambaran atau

deskripsi mengenai sampel, dimana penjelsan juga disetai ringkasan

berupa tabel dari deskripsi yang utama. Hal ini dilakukan untuk

membantu pembaca lebih mengenal karakteristik dari responden dimana

data penelitian tersebut diperoleh

b. Penyajian analisa SEM

Data penyajian analisa SEM dari pengolahan data output yang

menggunakan bantuan SmatPLS 2.0, disajikan dalam diagram, tabel dan

lain-lain. Penyajian data yang lebih lengkap akan disajikan dalam

lampiran termasuk tampilan kuesioner.

12
c. Pengujian dari hipotesis penelitian yang berdasarkan dari keluaran hasil

pengolahan data.

13

Anda mungkin juga menyukai