Anda di halaman 1dari 37

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak bermunculan berita tentang

geng motor dan perilaku begal di kota Makassar. Banyak kejadian yang telah

memakan korban sehingga menjadi teror bagi warga. Dalam berita yang

dirilis oleh website sindonews pada senin 8 Juni 2015 dengan judul Kasus

Begal di Makassar Alami Peningkatan, disebutkan bahwa ada 36 kasus begal

yang terjadi dalam bulan April 2015, meningkat menjadi 44 kasus pada bulan

Mei. Dengan banyaknya kasus begal tersebut, otomatis membawa keresahan

bagi warga Makassar sebagaimana yang dimuat dalam website

beritasatu.com pada sabtu, 19 September 2015 disebutkan bahwa Sepanjang

2015 kota ini diwarnai dengan maraknya aksi kekerasan yang dilakukan

kelompok begal dan sangat meresahkan warga. Warga tidak lagi merasa

aman untuk berada di luar rumah terutama di malam hari. Contoh nyata yang

sering kita alami misalnya orang tua yang memiliki anak yang duduk di

bangku sekolah menengah maupun bangku kuliah. Rasa cemas sering dialami

oleh para orang tua manakala mereka mendapati anak-anak mereka belum

pulang ke rumah terutama jika lewat tengah malam. Contoh tersebut hanyalah

salah satu realitas yang dapat menjadi sumber stressor psikososial yang

merupakan salah satu penyebab gangguan jiwa.

Saat ini, hampir di seluruh bagian dunia mengembangkan program

kesehatan mental. Survei WHO mengungkapkan bahwa beban sosial

ekonomi yang disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa menempati urutan ke


2

4 DALY (Disability Adjusted Life Years). Survei lain mengungkapkan bahwa

20-30% pasien yang berkunjung ke pelayanan kesehatan primer

memperlihatkan gejala-gejala gangguan mental. Berdasarkan hasil penelitian,

prevalensi gangguan mental yang lazim ditemui di masyarakat, yaitu Depresi

dan Anxietas cukup tinggi (10-20%), sedangkan prevalensi gangguan jiwa

berat seperti Psikosis, Bipolar, dan Demensia berkisar antara 3-5%. Sebagian

besar dari mereka datang berobat ke dokter umum atau ke pelayanan

kesehatan primer, baik untuk alasan keluhan somatis ataupun karena gejala-

gejala gangguan jiwa. (Psikiatri FK UI, 2013)

Gangguan depresi sering ditemui. Prevalensi selama kehidupan,

pada perempuan 10%-25% dan pada laki-laki 5%-12%. Sekitar 15%

penderita depresi melakukan bunuh diri. Walaupun depresi sering pada

perempuan, kejadian bunuh diri lebih sering pada laki-laki, terutama lelaki

usia muda dan usia tua. Rata-rata usia sekitar 40 tahunan. Hampir 50% awitan

di antara usia 20-50 tahun. Penyebab depresi, secara pasti, belum diketahui.

Faktor-faktor yang diduga berperan dalam terjadinya depresi yaitu peristiwa-

peristiwa kehidupan yang bersifat stresor (problem keuangan, perkawinan,

pekerjaan, menderita penyakit, dan lain-lain), faktor kepribadian, genetik, dan

biologik lain seperti gangguan hormon, keseimbangan neurotransmitter

biogenik amin, dan imunologik. (Psikiatri FK UI, 2013)

Sejumlah klinisi yakin bahwa peristiwa hidup dan stres lingkungan

memegang peran utama dalam depresi; klinisi lain mengajukan bahwa

peristiwa hidup hanya memegang peran terbatas dalam awitan dan waktu

depresi. Data paling meyakinkan menunjukkan bahwa peristiwa hidup yang


3

paling sering menyebabkan timbulnya depresi di kemudian hari pada

seseorang adalah kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun. Stressor

lingkungan yang paling sering menyebabkan awitan episode depresi adalah

kematian pasangan. Faktor resiko lain adalah PHK-seseorang yang keluar

dari pekerjaan sebanyak tiga kali lebih cenderung memberikan laporan gejala

episode depresi berat daripada orang yang bekerja. (Kaplan & Sadock, 2014)

Gangguan ansietas merupakan kelompok gangguan psikiatri yang

paling sering ditemukan. National Comorbidity Study melaporkan bahwa satu

di antara empat orang memenuhi kriteria untuk sedikitnya satu gangguan

ansietas dan terdapat angka prevalensi 12 bulan sebesar 17.7 persen.

Perempuan (prevalensi seumur hidup 30,5 persen) lebih cenderung

mengalami gangguan ansietas daripada laki-laki (prevalensi seumur hidup

19.2 persen). Prevalensi gangguan ansietas menurun dengan meningkatnya

status sosioekonomik. (Kaplan & Sadock, 2014)

Oleh karena itu, dengan melihat pada realitas kehidupan masyarakat

yang mana penuh dengan berbagai faktor predisposisi bagi munculnya

gangguan jiwa serta perilaku masyarakat dalam mencari pengobatan, maka

dipandang perlu oleh peneliti untuk mengetahui karakteristik pasien yang

datang berobat ke poli psikiatri di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo

Makassar.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan

masalah dalam penelitian ini yaitu: Bagaimanakah karakteristik pasien di

Poli Psikiatri Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar?


4

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik pasien di Poli Psikiatri Rumah

Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi pasien di Poli Psikiatri

berdasarkan Kelompok Diagnosis

b. Untuk mengetahui distribusi pasien di Poli Psikiatri

berdasarkan Jenis kelamin

c. Untuk mengetahui distribusi pasien di Poli Psikiatri

berdasarkan Umur
5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Sehat Jiwa

Menurut WHO (2011), yang dimaksud dengan sehat jiwa adalah a

state of well-being in which every individual realizes his or her own potential,

can hope with the normal stresses of life, can work productively, and is able

to make a contribution to her or his community.

Berdasarkan definisi di atas jelaslah bahwa sehat jiwa itu bukan hanya

sekedar bebas dari gangguan jiwa akan tetapi, seseorang yang sehat jiwanya

adalah seseorang yang mengerti dan menyadari kemampuan yang dimilikinya

bisa mengatasi stres dalam kehidupan sehari-hari, dapat bekerja secara

produktif dan berkontribusi di masyarakat di mana dia berada.

Orang yang sehat jiwanya adalah orang yang: merasa sehat dan bahagia,

mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain

sebagaimana adanya (yaitu dapat berempati dan tidak secara apriori bersikap

negatif terhadap orang atau kelompok lain yang berbeda), dan mempunyai

sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.

Definisi kesehatan jiwa merupakan hal yang sangat penting untuk

diketahui, sebab merupakan suatu definisi acuan yang merupakan sasaran

utama dari pelbagai upaaya dalam kehidupan manusia sesuai dengan tujuan

dasar humaniora.

2.2. Penyebab Gangguan Jiwa

Pada umumnya orang awam beranggapan bahwa gangguan jiwa

disebabkan oleh santet atau diguna-guna atau kekuatan supranatural. Akan


6

tetapi sesungguhnya gangguan jiwa disebabkan oleh banyak faktor yang

berinteraksi satu sama lain. Seperti dapat kita lihat pada bagan di bawah ini.

Bagan 2.1
Faktor penyebab gangguan jiwa

Biologis

Pengalaman Psiko
traumatis edukasi

Gangguan
Jiwa
Stressor Keyakinan
psiko agama
sosial kurang

Koping
tidak
konstruktif

Sumber : makalah mengenal gejala dan penyebab gangguan jiwa

2.2.1. Pengalaman traumatis sebelumnya

Sebuah survey yang dilakukan oleh Whitfield, Dubeb, Felitti,

dan Anda (2005) di San Diego, Amerika Serikat selama 4 tahun

terhadap 50.000 pasien psikosis menemukan sebanyak 64% dari

responden pernah mengalami trauma waktu mereka kecil. Penelitian

lain yang dilakukan oleh Hardy et al. (2005) di UK di terhadapt 75

pasien psikosis menemukan bahwa ada hubungan antara kejadian


7

halusinasi dengan pengalaman trauma. 30.6% mereka yang

mengalami halusinasi pernah mengalami trauma masa kecil mereka.

2.2.2. Faktor Biologi

Faktor biologi yang dimaksud di sini mencakup faktor genetik,

gangguan struktur dan fungsi otak, dan neurotransmitter. Walaupun

hingga saat ini belum ditemukan adanya gen tertentu yang

menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, akan tetapi telah ditemukan

adanya variasi dari multipel gen yang telah berkontribusi pada

terganggunya fungsi otak.

Menurut Frisch & Frisch (2011), hipoaktifitas lobus frontal

telah menyebabkan afek menjadi tumpul, isolasi sosial, dan apati.

Sedangkan gangguan pada lobus temporal telah ditemukan terkait

dengan munculnya waham, halusinasi, dan ketidak mampuan

mengenal objek atau wajah. Neurotransmitter adalah senyawa

organik endogenous yang membawa sinyal antar neuron.

Neurotransmitter terdiri dari :

a. Dopamin : berfungsi membantu otak mengatasi depresi,

meningkatkan ingatan dan meningkatkan kewaspadaan

mental.

b. Serotonin : pengaturan tidur, persepsi nyeri, mengatur modus

status mood dan temperatur tubuh serta berperan dalam

perilaku aggresi atau marah dan libido.


8

c. Norepinefrin : fungsi utama adalah mengatur fungsi kesiagaan,

pusat perhatian dan orientasi, mengatur fight or flight dan

proses pembelajaran dan memori.

d. Asetilkolin : mempengaruhi kesiagaan, kewaspadaan, dan

pemusatan perhatian.

e. Glutamat : pengaturan kemampuan memori dan memelihara

fungsi automatik.

2.2.3. Faktor psikoedukasi

Faktor ini juga tidak kalah pentingnya dalam kontribusinya

terhadap terjadinya gangguan jiwa. Sebuah penelitian di Jawa yang

dilakukan oleh Pebrianti, Wijayanti, dan Munjiati (2009)

menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tipe

pola asuh keluarga dengan kejadian skizofrenia. Sekitar 69%

responden (penderita skizofrenia) diasuh dengan pola otoriter dan

sekitar 16.7% diasuh dengan pola permisif.

2.2.4. Faktor koping

Menurut Lazarus (2006), ketika individu mengalami masalah,

secara umum ada dua strategi koping yang biasanya digunakan oleh

individu tersebut, yaitu :

a. Problem-solving focused coping, di mana individu secara aktif

mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan

kondisi atau situasi yang menimbulkan stres.

b. Emotion-focused coping, di mana individu melibatkan usaha-

usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan


9

diri dengan dampak yang akan timbul akibat suatu kondisi atau

situasi yang penuh tekanan.

Individu yang menggunakan problem-solving focused coping

cenderung berorientasi pada pemecahan masalah yang dialaminya

sehingga bisa terhindar dari stress yang berkepanjangan. Sebaliknya

individu yang senantiasa menggunakan emotion-focused coping

cenderung berfokus pada ego mereka sehingga masalah yang

dihadapi tidak pernah ada pemecahannya yang membuat mereka

mengalami stress yang berkepanjangan bahkan akhirnya bisa jatuh

ke keadaan gangguan jiwa berat.

2.2.5. Stressor psikososial

Dalam salah satu referensi yakni buku ajar psikiatri yang

diterbitkan oleh FK UI dikatakan bahwa stressor psikososial adalah

salah satu faktor predisposisi terjadinya depresi. Faktor stressor

psikososial juga turut berkontribusi terhadap gangguan jiwa.

Seberapa berat stressor yang dialami seseorang sangat

mempengaruhi respon dan koping mereka. Seseorang mengalami

stressor yang berat seperti kehilangan suami tentunya berbeda

dengan seseorang yang hanya mengalami stressor ringan seperti

terkena macet di jalan. Banyaknya stressor dan seringnya mengalami

sebuah stressor juga mempengaruhi respon dan koping. Seseorang

yang mengalami banyak masalah tentu berbeda dengan seseorang

yang tidak punya banyak masalah.

2.2.6. Pemahaman dan keyakinan agama


10

Pemahaman dan keyakinan agama ternyata juga berkontribusi

terhadap kejadian gangguan jiwa. Beberapa penelitian telah

membuktikan adanya hubungan ini. Sebuah penelitian ethnografi

yang dilakukan oleh Saptandari (2001) di Jawa Tengah melaporkan

bahwa lemahnya iman dan kurangnya ibadah dalam kehidupan

sehari-hari berhubungan dengan kejadian gangguan jiwa.

2.3. Gangguan Jiwa

Menurut W.F Maramis (1980 : 250), Gangguan jiwa non-psikotik

yang dalam PPDGJ-I disebut sebagai Nerosa ialah suatu kesalahan

penyesuaian diri secara emosional karena tidak dapat diselesaikannya suatu

konflik tak sadar. Penderita dengan nerosa pada umumnya menyadari bahwa

ia sedang terganggu. Berbeda dengan psikosa, nerosa tidak menunjukkan

tanggapan yang sangat keliru terhadap kenyataan ataupun unsur-unsur

kepribadian yang sangat terganggu. Gejala-gejala nerosa hanya menunjukkan

bahwa individu itu sedang terganggu karena keadaan tegang dan cemas.

Untuk psikodinamika kita mencari semua sumber kecemasan, peristiwa, atau

keadaan yang dapat menimbulkan rasa cemas, karena yang mencetuskan

nerosa ialah kecemasan.

Jadi reaksi yang abnormal ini terjadi sebagai salah satu cara untuk

menghilangkan kecemasan yang timbul karena suatu konflik yang tidak dapat

diatasi dengan baik. Banyak ahli menganggap kecemasan sebagai sumber

segala macam nerosa. Kecemasan mengganggu dan mengancam ketenangan

setiap orang. Kecemasan menghilangkan rasa aman dan merupakan suatu


11

tanda bahaya. Reaksi setiap manusia ialah berusaha menghilangkan bahaya

itu atau menghilangkan kecemasannya.

2.4. Remaja

2.4.1 Pengertian Remaja

Menurut Depkes RI (2005), masa remaja merupakan suatu

proses tumbuh kembang yang berkesinambungan, yang merupakan

masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa muda.

Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan

21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.

Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia

12 atau 13 tahun sampai dengan 17 atau 18 tahun adalah remaja

awal, dan usia 17 atau 18 tahun dengan 21 atau 22 tahun adalah

remaja akhir. Menurut Hukum di Amerika Serikat saat ini, individu

dianggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun, dan

bukan 21 tahun seperti ketentuan sebelumnya (Ali dan Asrori, 2011).

2.4.2 Makna Remaja

Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescence yang

berarti to grow atau to grow maturity. Banyak tokoh yang

memberikan definisi tentang remaja seperti Debrune mendefinisikan

remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dan

dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara

masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada

usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau

awal 20 tahunan (Ali dan Asrori, 2011).


12

Masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Adapun

masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun)

dan masa remaja akhir (16 atau17 tahun hingga 18 tahun). Masa

remaja awal dan akhir dibedakan karena pada masa remaja akhir

individu telah mencapai transisi perkembangan masa dewasa (Ali

dan Asrori 2011).

Masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan

dewasa. Pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi

perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan

psikoseksual dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan

orang tua dan cita-cita mereka dimana pembentukan cita-cita

merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.

2.4.3 Aspek Perkembangan Pada Remaja

Dalam perkembangan remaja terbagi menjadi tiga aspek

sebagai berikut (Jahja, 2011):

1. Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada

tubuh, otak kapasitas sensoris, dan keterampilan motorik.

Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan

berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan

organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai

beralih dari tubuh kanak-kanak menjadi tubuh orang dewasa

yang cirinya ialah kematangan. Perubahan fisik otak


13

strukturnya semakin sempurna untuk meningkatkan

kemampuan kognitif.

2. Perkembangan Kognitif

Seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia

karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Remaja

secara aktif membangun dunia kognitif mereka, dimana

informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja

ke dalam skema kognitif mereka. Remaja telah mampu

membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting

dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-

ide ini.

3. Perkembangan Kepribadian Sosial

Perkembangan kepribadian adalah perubahan cara

individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi

secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti

perubahan dalam berhubungan dengan orang lain.

Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja

ialah pencarian identitas diri. Pencarian identitas diri adalah

proses menjadi seseorang yang unik dengan peran yang

penting dalam hidup. Perkembangan sosial pada masa remaja

lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orangtua.


14

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui profil pasien

di Poli Psikiatri Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar, maka

kerangka konsep yang berhubungan dengan penelitian ini dapat dijabarkan

sebagai berikut :

Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

Pekerjaan/ekonomi Fenomena Begal Keluarga/sosial

Stressor psikososial
Ketahanan Faktor lain

Anak-anak Lanjut Usia


Gangguan jiwa

Jenis Kelamin Usia

Laki-laki Pengobatan Remaja

Perempuan Dewasa
Tidak ke dokter Dokter

Layanan Primer

Poli Psikiatri
15

3.2. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori yang telah dipaparkan dan ditelaah dari berbagai

sumber, maka hipotesis yang dapat ditarik adalah sebagai berikut :

3.2.1. Depresi dan Anxietas merupakan gangguan yang paling banyak

diderita oleh pasien sehingga mereka datang berobat di poli psikiatri

Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar.

3.2.2. Pasien dengan jenis kelamin Perempuan merupakan pengunjung

terbanyak poli psikiatri Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo

Makassar.

3.2.3. Kelompok umur Dewasa merupakan kelompok umur yang paling

banyak mengunjungi poli psikiatri Rumah Sakit Wahidin

Sudirohusodo Makassar.

3.3. Identifikasi Variabel

3.3.1 Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pasien yang

mengunjungi poli psikiatri Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo

Makassar selama periode Januari Juni 2015.

3.3.2 Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini terdiri atas :

a. Jenis Penyakit

b. Jenis Kelamin

c. Usia
16

Bagan 3.2
Variabel Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen

Jenis Penyakit
Pasien yang
berobat di poli
Jenis Kelamin psikiatri RSUP.
dr. Wahidin
Sudirohusodo
Usia Makassar

3.4. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

3.3.1 Jenis Penyakit

a. Definisi : Diagnosis pasien di Poli Psikiatri selama periode

Januari - Juni 2015 sesuai penggolongan PPDGJ III.

b. Cara ukur : Dengan mengumpulkan data melalui rekam medik

kemudian diakumulasikan berdasarkan jumlah penyakit yang

tertinggi.

c. Hasil ukur : Jenis penyakit yang didiagnosis mengikuti Rekam

medik dan dikelompokkan berdasarkan kategori ICD-10.

3.3.2 Jenis Kelamin

a. Definisi : Perbedaan seksual yang terdiri dari Pria dan Wanita.

b. Cara ukur : Dengan mencatat variabel Jenis kelamin sesuai

dengan data yang tercantum pada Rekam medik.

c. Hasil ukur :

1) Pria

2) Wanita
17

3.3.3 Usia

a. Definisi : Usia pasien gangguan jiwa di Poli Psikiatri selama

periode Januari - Juni 2015.

b. Cara ukur : Dengan mencatat variabel umur sesuai dengan

yang tercantum pada Rekam medik.

c. Hasil ukur :

1) Anak-anak: < 12 tahun

2) Remaja : 12 - 17 tahun

3) Dewasa : 18 60 tahun

4) Lansia : > 60 tahun


18

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan

metode potong lintang (cross sectional) yaitu metode penelitian yang

bertujuan untuk menggambarkan masalah penelitian yang terjadi berdasarkan

karakteristik pasien yang berobat di Poli Psikiatri berdasarkan Jenis penyakit,

Jenis kelamin dan Umur.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Instalasi Sistem Informasi

Rumah Sakit (SIRS) RSUP. dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

4.2.2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21 Desember 2015.

4.3. Populasi, Sampel, dan Tempat Pengambilan Sampel

4.3.1. Populasi Target

Pasien yang berobat di Poli Psikiatri RSUP. dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar.

4.3.2. Populasi Terjangkau

Pasien yang berobat di Poli Psikiatri RSUP. dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar yang memiliki data rekam medik lengkap.

4.3.3. Sampel

Sampel yang diambil adalah Pasien di Poli Psikiatri Rumah

Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar selama periode Januari - Juni


19

2015, dengan menggunakan teknik total sampling yaitu mengambil

semua populasi menjadi sampel.

4.4. Cara Pengambilan Sampel

4.4.1. Kriteria Inklusi

Pasien yang berobat di Poli Psikiatri dengan rekam medik

Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar.

4.4.2. Kriteria Eksklusi

Tidak terbacanya rekam medik dan melakukan kunjungan

berulang dengan diagnosis yang sama.

4.5. Jenis Data dan Instrumen Penelitian

4.5.1. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

diperoleh melalui rekam medik subjek penelitian.

4.5.2. Instrumen Penelitian

Alat pengumpul data dan instrumen penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini terdiri dari lembaran dengan tabel-tabel tertentu

untuk merekam atau mencatat data yang dibutuhkan dari rekam

medik.

4.6. Manajemen Penelitian

4.6.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin dari pihak

Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar. Kemudian

dilakukan pengamatan dan pencatatan langsung terhadap rekam

medik yang telah ditentukan ke dalam tabel yang telah disediakan.


20

4.6.2. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan dilakukan setelah pencatatan data rekam medik

yang dibutuhkan ke dalam tabel dengan menggunakan program

komputer Microsoft Excel untuk memperoleh hasil statistik

deskriptif yang diharapkan.

4.6.3. Penyajian Data

Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel dan

grafik untuk menggambarkan distribusi dan frekuensi profil pasien

di Poli Psikiatri Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar

selama periode Januari sampai Juni 2015.

4.7. Etika Penelitian

Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah :

a. Menyertakan Surat pengantar yang ditujukan kepada pihak

pemerintah setempat sebagai permohonan izin untuk melakukan

penelitian.

b. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat pada

Rekam medik, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa

dirugikan atas penelitian yang dilakukan.

c. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua

pihak yang terkait.


21

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar bertempat di Instalasi Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS).

Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 21 Desember 2015. Proses

pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder dari

rekam medis pasien yang berkunjung ke poli psikiatri periode Januari Juni

2015 dengan metode total sampling. Pada penelitian ini, subjek penelitian

berjumlah 267 pasien. Setelah format pengumpulan data diisi dan diolah,

maka didapat data yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi yang

menunjukkan frekuensi karakteristik pasien yang berkunjung ke poli psikiatri

RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari Juni 2015.

Adapun karakteristik pasien yang diambil dalam penelitian ini

meliputi : kategori diagnosis, jenis kelamin, dan usia.

5.1.1. Distribusi pasien yang berkunjung ke poli psikiatri berdasarkan

kelompok diagnosis

Pada tabel frekuensi kelompok diagnosis menjelaskan tentang

jumlah dan besarnya kelompok diagnosis gangguan jiwa yang

diderita oleh pasien yang berkunjung ke poli psikiatri RSUP. Dr.

Wahidin Sudirousodo Makassar periode Januari Juni 2015.

Kelompok diagnosis gangguan jiwa yang digunakan di sini

berdasarkan PPDGJ-III dan nomor kode dan diagnosis gangguan

jiwa merujuk ke ICD-10, chapter F, nomor F00 sampai F99.


22

Tabel 5.1

Distribusi pasien gangguan jiwa yang berkunjung ke poli

psikiatri RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode

Januari Juni 2015 berdasarkan penggolongan PPDGJ III.

Frekuensi
ICD-10 Kelompok Diagnosis
N %
Gangguan mental organik 13 4.87
F00 F09
Gangguan mental dan perilaku
5 1.87
F10 F19 akibat zat psikoaktif
Skizophrenia, gangguan
105 39.33
F20 F29 skizotipal, dan gangguan waham
Gangguan suasana perasaan 48 17.98
F30 F39
Gangguan neurotik, gangguan
somatoform, dan gangguan 78 29.21
F40 F48
terkait stress.
Sindrom perilaku 0 0.00
F50 F59
Perubahan kepribadian 0 0.00
F62 F68
Gangguan perkembangan
4 1.50
F80 F89 psikologis
Gangguan perilaku dan
7 2.62
F90 F98 emosional onset kanak remaja
Gangguan jiwa YTT 7 2.62
F99
267 100.00
Jumlah (N)
Sumber : Rekam Medik RSUP. Dr. Wahidin Sudrohusodo, 2015

Berdasarkan tabel 5.1 didapatkan bahwa dari total 267 pasien

yang berkunjung ke poli psikiatri RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

selama periode Januari sampai Juni 2015, kelompok diagnosis

terbanyak yang ditemukan pada pengunjung poli psikiatri adalah

kelompok Skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan waham

dengan jumlah 105 orang (39.33%). Kelompok diagnosis terbanyak

kedua adalah gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan


23

gangguan terkait stress sebanyak 78 orang (29.21%). Serta diagnosis

terbanyak ketiga adalah gangguan suasana perasaan sebanyak 48

orang (17.98%).

Selain ketiga jenis gangguan terbanyak tersebut di atas, juga

didapat 13 pasien menderita Gangguan mental organik (4.87%), 5

pasien menderita gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan

zat psikoaktif (1.87%), 4 pasien menderita Gangguan perkembangan

psikologis (1.50%), 7 pasien menderita Gangguan perilaku dan

emosional dengan onset biasanya pada masa kanak dan remaja

(2.62%), serta 7 pasien didiagnosis menderita gangguan mental YTT

(2.62%). Selain itu, tidak didapatkan pasien dengan kategori

diagnosis Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan

fisiologis dan faktor fisik (0%) dan Gangguan kepribadian dan

perilaku masa dewasa (0%).

Diagram 5.1
Distribusi Pasien berdasarkan
diagnosis PPDGJ III/ICD-10
Distribusi Pasien berdasarkan diagnosis ICD-10

120 105
100
78
80

60 48
40

20 13
5 4 7 7
0 0
0
24

5.1.2. Distribusi pasien yang berkunjung ke poli psikiatri berdasarkan jenis

kelamin.

Pada tabel frekuensi jenis kelamin menjelaskan tentang jumlah

pasien laki-laki dan perempuan yang berkunjung ke poli psikiatri

RSUP. Dr. Wahidin Sudirousodo Makassar periode Januari Juni

2015.

Tabel 5.2

Distribusi frekuensi jenis kelamin pada pasien yang

berkunjung ke poli psikiatri RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar periode Januari Juni 2015.

Frekuensi
Jenis Kelamin
N %
145 54.31
Laki-laki
122 45.69
Perempuan
267 100.00
Jumlah (N)
Sumber : Rekam Medik RSUP. Dr. Wahidin Sudrohusodo, 2015

Berdasarkan tabel 5.2 terlihat bahwa dari total 267 pasien yang

berkunjung ke poli psikiatri RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

periode januari sampai juni 2015, jumlah pasien laki-laki sebanyak

145 orang (54.31%) dan jumlah pasien perempuan sebanyak 122

orang (45.69%).

Untuk lebih jelasnya, perbandingan jumlah pasien laki-laki

dan perempuan tersebut dapat dilihat pada diagram 5.2 berikut ini.
25

Diagram 5.2
Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin
Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin

150 145
145
140
135
130
125 122
120
115
110
Pria Wanita

Selain data keseluruhan tentang jumlah pasien berdasarkan

jenis kelamin tersebut, dari hasil penelitian juga didapat data jenis

kelamin yang lebih terperinci berdasarkan kelompok diagnosis. Data

tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.3

Distribusi frekuensi jenis kelamin pada pasien yang berkunjung ke poli

psikiatri RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari

Juni 2015 berdasarkan kelompok diagnosis dalam PPDGJ III.

Jenis Kelamin
ICD-10 Kelompok Diagnosis Jumlah
Pria Wanita
Gangguan mental organik 11 2 13
F00 F09
Gangguan mental dan
4 1 5
F10 F19 perilaku akibat zat psikoaktif
Skizophrenia, gangguan
skizotipal, dan gangguan 59 46 105
F20 F29
waham
Gangguan suasana perasaan 18 30 48
F30 F39
Gangguan neurotik, gangguan
somatoform, dan gangguan 38 40 78
F40 F48
terkait stress.
Sindrom perilaku 0 0 0
F50 F59
26

Perubahan kepribadian 0 0 0
F62 F68
Gangguan perkembangan
4 0 4
F80 F89 psikologis
Gangguan perilaku dan
7 0 7
F90 F98 emosional onset kanak remaja
Gangguan jiwa YTT 4 3 7
F99
145 122 267
Total

Untuk lebih jelasnya, perbandingan data jumlah pasien laki-

laki dan perempuan berdasarkan kelompok diagnosis disajikan

dalam diagram 5.3 berikut ini. Adapun kelompok diagnosis yang

memiliki jumlah pasien 0 (tidak ada) yakni kategori F50-F59 dan

F62-F68 tidak dimasukkan ke dalam diagram.

Diagram 5.3
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin berdasarkan
kelompok diagnosis
Pria Wanita

70

59
60

50 46

40
40 38

30
30

20 18

11
10 7
4 4 4 3
2 1 0 0
0
F00-F09 F10-F19 F20-F29 F30-F39 F40-F48 F80-F89 F90-F98 F99
27

5.1.3. Distribusi pasien yang berkunjung ke poli psikiatri berdasarkan usia.

Pada tabel frekuensi berdasarkan usia menjelaskan tentang

usia pasien yang berkunjung ke poli psikiatri RSUP. Dr. Wahidin

Sudirousodo Makassar periode Januari Juni 2015.

Tabel 5.4

Distribusi frekuensi usia pada pasien yang berkunjung ke poli

psikiatri RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode

Januari Juni 2015.

Frekuensi
Usia
N %
16 5.99
Anak-anak : < 12 tahun
17 6.37
Remaja : 12 17 tahun
195 73.03
Dewasa : 18 60 tahun
39 14.61
Lansia : > 60 tahun
267 100.00
Jumlah (N)
Sumber : Rekam Medik RSUP. Dr. Wahidin Sudrohusodo. 2015

Berdasarkan tabel 5.4 didapat bahwa dari 267 pasien yang

berkunjung ke poli psikiatri RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

periode januari sampai juni 2015, pasien dengan usia dibawah 12

tahun berjumlah 16 orang (5.99%), pasien berusia 12 sampai 17

tahun berjumlah 17 orang (6.37%), pasien berusia 18 sampai 60

tahun berjumlah 195 orang (73.03%), serta pasien berusia di atas 60

tahun berjumlah 39 orang (14.61%).

Untuk lebih jelasnya, perbandingan jumlah tiap kelompok usia

pasien dapat dilihat pada diagram 5.4 berikut ini.


28

Diagram 5.4
Distribusi pasien berdasarkan kategori usia
Distribusi pasien berdasarkan kategori usia

250
195
200

150

100

50 39
16 17
0
Anak-anak (<12 Remaja (12 sd 17 Dewasa (18 sd 60 Lanjut Usia (>60
tahun) tahun) tahun) tahun)

5.2. Analisis Hasil Penelitian

Berdasarkan data hasil penelitian di atas dapat kita interpretasikan

beberapa hal, yakni :

a. Kelompok gangguan jiwa yang paling banyak diderita pasien yang

mendatangi poli psikiatri di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

periode Januari sampai Juni 2015 adalah Skizofrenia, gangguan

skizotipal, dan gangguan waham (F20-F29) yaitu sebanyak 105

pasien dari total 267 pasien yang berkunjung (39.33%).

b. Pasien yang mendatangi poli psikiatri RSUP. Dr. Wahidin

Sudirohusodo periode Januari sampai Juni 2015 lebih banyak

berjenis kelamin laki-laki yakni 145 orang (54.31%).

c. Kelompok usia pasien yang paling banyak mendatangi poli psikiatri

RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo adalah kelompok usia dewasa

yakni 18 tahun sampai 60 tahun dengan jumlah 195 orang (73.03%).


29

BAB 6

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang karakteristik pasien yang

berkunjung ke Poli Psikiatri RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari

sampai Juni 2015, maka berikut ini akan dibahas variabel-variabel yang diteliti.

6.1. Karakteristik pasien yang berkunjung ke Poli Psikiatri berdasarkan

kelompok diagnosis pasien

Dari proses penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data bahwa

dari 267 pasien yang datang berkunjung ke Poli Psikiatri selama periode

bulan Januari sampai Juni 2015, kelompok diagnosis yang paling banyak

ditemukan adalah kategori F20-F29 yakni kelompok Skizofrenia, gangguan

skizotipal, dan gangguan waham yaitu sebanyak 105 pasien.

Berdasarkan hasil penelitian, prevalensi gangguan mental yang

lazim ditemui di masyarakat, yaitu Depresi dan Anxietas cukup tinggi (10-

20%), sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat seperti Psikosis, Bipolar,

dan Demensia berkisar antara 3-5%. Sebagian besar dari mereka datang

berobat ke dokter umum atau ke pelayanan kesehatan primer, baik untuk

alasan keluhan somatis ataupun karena gejala-gejala gangguan jiwa. (Psikiatri

FK UI, 2013).

Berdasarkan salah satu referensi yang dikutip di atas, disebutkan

bahwa depresi dan anxietas merupakan gangguan mental yang paling lazim

ditemui di masyarakat dibandingkan dengan gangguan jiwa berat seperti

psikosis, bipolar, dan demensia. Namun, berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan ini didapat data bahwa pasien yang datang berobat ke layanan
30

kesehatan primer dalam hal ini Poli Psikiatri lebih banyak menderita

kelompok gangguan psikosis seperti skizofrenia dibandingkan dengan

kelompok gangguan mental seperti depresi dan anxietas.

6.2. Karakteristik pasien yang berkunjung ke Poli Psikiatri berdasarkan

jenis kelamin

Dari proses penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data bahwa

dari keseluruhan 267 pasien yang datang berobat di Poli Psikiatri RSUP. Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari sampai Juni 2015, tercatat

ada 145 pasien berjenis kelamin laki-laki dan 122 pasien berjenis kelamin

perempuan. Dari data tersebut menunjukkan bahwa pasien dengan jenis

kelamin laki-laki lebih banyak datang berobat ke Poli Psikiatri dibandingkan

dengan pasien dengan jenis kelamin perempuan.

Namun, dari hasil penelitian juga didapat bahwa ada variasi yang

dapat kita amati yakni jumlah terbanyak pasien berdasarkan jenis kelamin

berbeda-beda pada tiap kelompok diagnosis. Gambaran yang berbeda dapat

kita lihat pada 2 dari 10 kelompok diagnosis tersebut yakni F30-F39

(Gangguan Suasana Perasaan) dan F40-F48 (Gangguan neurotik, gangguan

somatoform, dan gangguan terkait stress). Pada 2 kelompok diagnosis

tersebut, jumlah pasien perempuan lebih banyak daripada pasien laki-laki.

Gangguan suasana perasaan atau gangguan afektif/mood (F30-F39),

kelainan fundamental dari kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana

perasaan (mood) atau afek biasanya ke arah depresi (dengan atau tanpa

ansietas yang menyertainya) atau ke arah elasi (suasana perasaan yang

meningkat). Gangguan depresi sering ditemui. Prevalensi selama kehidupan,


31

pada perempuan 10%-25% dan pada laki-laki 5%-12%. (Psikiatri FK UI,

2013). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa jumlah pasien perempuan

dalam kelompok gangguan suasana perasaan lebih tinggi daripada laki-laki.

Diduga adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor

psikososial antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang

dipelajari tentang ketidakberdayaan. (Psikiatri FK UI, 2013)

Gambaran yang sama dapat kita lihat pada kelompok Gangguan

neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan terkait stress (F40-F48). Pada

kelompok ini, gangguan anxietas paling sering dijumpai terutama pada klinik

psikiatri. Perempuan (prevalensi seumur hidup 30,5 persen) lebih cenderung

mengalami gangguan ansietas daripada laki-laki (prevalensi seumur hidup

19.2 persen). (Kaplan & Sadock, 2014) Kondisi ini terjadi sebagai akibat

interaksi faktor-faktor biopsikososial, termasuk kerentanan genetik yang

berinteraksi dengan kondisi tertentu, stress atau trauma yang menimbulkan

sindroma klinis yang bermakna. Angka prevalensi untuk gangguan cemas

menyeluruh 3-8% dan rasio antara perempuan dan laki-laki sekitar 2:1

(Psikiatri FK UI, 2013).

Menurut referensi tersebut, penderita gangguan cemas / anxietas

lebih banyak berjenis kelamin perempuan dibanding laki-laki. Hal tersebut

senada dengan data dari penelitian ini yang memperlihatkan bahwa pasien

gangguan anxietas lebih banyak berjenis kelamin perempuan dibanding laki-

laki yang berobat di Poli Psikiatri RSUP. dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

periode Januari sampai Juni 2015.


32

6.3. Karakteristik pasien gangguan jiwa di Poli Psikiatri berdasarkan

kelompok usia

Dari proses penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa

dari 267 pasien yang datang berobat ke Poli Psikiatri RSUP. Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar periode Januari sampai Juni 2015, pasien dewasa

(berusia 18 60 tahun) adalah pengunjung terbanyak Poli Psikiatri

dibandingkan dengan pasien anak-anak (berusia kurang dari 12 tahun), pasien

remaja (berusia 12 17 tahun), maupun pasien lanjut usia (berusia di atas 60

tahun). Hal ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan yakni kelompok usia

dewasa merupakan kelompok usia yang paling banyak mendatangi Poli

Psikiatri untuk mendapatkan pengobatan.


33

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian mengenai karakteristik pasien non

psikotik di Poli Psikiatri RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari

sampai Juni 2015, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

7.1.1. Berdasarkan kelompok diagnosis, gangguan yang paling banyak

diderita pasien yang mendatangi poli psikiatri di RSUP. Dr. Wahidin

Sudirohusodo periode Januari sampai Juni 2015 adalah kelompok

Skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan waham (F20-F29)

yaitu sebanyak 105 pasien dari total 267 pasien (39.33%).

7.1.2. Berdasarkan jenis kelamin, pasien yang mendatangi poli psikiatri

RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari sampai Juni 2015

lebih banyak berjenis kelamin laki-laki yakni 145 orang dari total

267 pasien (54.31%).

7.1.3. Berdasarkan usia, pasien yang paling banyak mendatangi poli

psikiatri RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo adalah kelompok usia

dewasa yakni 18 tahun sampai 60 tahun dengan jumlah 195 orang

(73.03%).

7.1.4. Perbandingan antara kelompok gangguan psikotik (F00-F39)

dengan kelompok gangguan non-psikotik (F40-F99) adalah

kelompok gangguan psikotik sebanyak 171 pasien (64.04%)

sedangkan kelompok gangguan non-psikotik sebanyak 96 pasien

(35.96%) dari total keseluruhan 267 pasien.


34

7.1.5. Diantara kelompok gangguan psikotik (F00-F39), kelompok

terbanyak yaitu kelompok Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, dan

Gangguan Waham (F20-F29) dengan jumlah 105 pasien dari total

171 pasien (61.40%).

7.1.6. Diantara kelompok gangguan non-psikotik (F40-F99), kelompok

terbanyak yaitu kelompok Gangguan Neurotik, Gangguan

Somatoform, dan Gangguan terkait Stress (F40-F48) dengan jumlah

78 pasien dari total 96 pasien (81.25%).

7.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang

telah dipaparkan sebelumnya, maka saran-saran yang diajukan adalah sebagai

berikut:

7.2.1. Pasien yang berkunjung ke Poli Psikiatri RSUP. Dr. Wahidin

Sudirohusodo periode Januari sampai Juni 2015 berjumlah lebih dari

1000 orang. Namun dari sekian banyak pasien tersebut, hampir

setengah tidak memiliki data rekam medik yang lengkap bahkan

sampai ke hal yang penting seperti diagnosis pasien. Ada beberapa

faktor yang mungkin menjadi penyebab hal ini terjadi yakni proses

input data ke dalam sistem informasi rumah sakit (SIRS) yang belum

selesai, ataupun memang proses penegakan diagnosis yang belum

dilakukan. Sesuai dengan salah satu fungsi rumah sakit yang bekerja

sama dengan institusi pendidikan kedokteran yaitu mendukung

aktifitas pendidikan dan penelitian maka perlu ada penertiban


35

terhadap pengolahan data rekam medik sehingga data tentang

kondisi kesehatan pasien dapat termonitor dengan baik.

7.2.2. Gangguan mental dalam beberapa tahun terakhir terus menerus

menunjukkan tren adanya peningkatan. Bahkan dalam prediksi

WHO pada tahun 2020 mendatang, urutan kedua dari penyakit

tertinggi di dunia adalah gangguan mental yakni depresi setelah

penyakit kardiovaskuler. Sehingga kondisi gangguan mental yang

ada di Indonesia perlu diberi perhatian khusus mengingat masih

banyak daerah di Indonesia yang tidak memiliki pusat pelayanan

kesehatan jiwa. Pemerintah beserta praktisi kesehatan memiliki

tanggung jawab bersama untuk mengantisipasi perkembangan

gangguan kesehatan mental di seluruh tanah air sehingga dengan

demikian Indonesia tidak ikut menyumbang angka kesakitan

gangguan mental yang tinggi nantinya seperti yang diprediksikan

oleh WHO.
36

DAFTAR PUSTAKA

1. Ali M, Asrori M. 2011. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik.

Jakarta: Bumi Aksara

2. Buku Ajar Psikiatri, edisi kedua. 2013. Jakarta : Badan Penerbit FK UI.

3. Frisch N., & Frisch A. (2011). Psychiatric mental health nursing. 4 ed.

Australia: Delmar CENGAGE learning.

4. Hardy, A., Fowler, D., Freeman, D., Smith, B., Steel, S., Evans, J., Garety, ...

Dunn, G. (2005). Trauma and Hallucinatory Experience in Psychosis.

Journal of Nervous & Mental Disease, 193, 501-507.

5. Kaplan & Sadock (2014). Buku Ajar Psikiatri Klinis, Ed 2.Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

6. Maramis, W.F. (2004). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga

University

7. Maslim, Rusdi. (2013). Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta:

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.

8. Pebrianti, S., Wijayanti, R., dan Munjiati (2009). Hubungan tipe pola asuh

keluarga dengan kejadian skizofrenia. Jurnal Keperawatan Soedirman (The

Soedirman Journal of Nursing), Volume 4 (1).

9. Suryani (2013). Mengenal gejala dan penyebab gangguan jiwa. From

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/04/12-Mengenal-gejala-

dan-penyebab-gangguan.pdf

10. WHO (2011). Mental health: A state of well being. From

http://www.who.int/features/factfiles/mental_health/en/
37

11. Whitfield, C., Dubeb, S., Felitti, V. & Anda, R. (2005). Adverse childhood

experiences and hallucinations. Child Abuse & Neglect, 29, 797-810.

Anda mungkin juga menyukai