Anda di halaman 1dari 8

Pengertian Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3)

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan
korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu
proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak
pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita
pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa
pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering
terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang
memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat
pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan
upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat
dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan
karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri,
keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam
kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani
korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk
menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2003 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko
bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang.
Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke
dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak
kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien
maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-
upaya K3 di RS.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain
yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran,
kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi,
bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua
potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di RS,
para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS.
B. Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan
Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya
tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik maupun peralatan
kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan
dapat digolongkan dalam :
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat obatan).
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik .
3. Bahaya radiasi .
4. Luka bakar .
5. Syok akibat aliran listrik .
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan, antara
lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan
dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan.
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan bahwa terjadinya
kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah
tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan
lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains,
strains : 52%;contussion, crushing, bruising : 11%; cuts, laceration, punctures: 10.8%; fractures:
5.6%; multiple injuries: 2.1%; thermal burns: 2%; scratches, abrasions: 1.9%; infections: 1.3%;
dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US Department of Laboratorium, Bureau of Laboratorium
Statistics, 1983).
Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada perawat
(16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara 813 perawat, 87%
pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat
per tahun. Cedera punggung menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 milliar $
per tahun. Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS belum
tergambar dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para petugas di RS,
sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di RS.
Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita petugas
RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih
(69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran
diskus intervertebrae.
Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita petugas RS
lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran
pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran
kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan
tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan,
meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan
baik. Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman
manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.
C. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan
Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan
mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak kelalaian
atau kesalahan ( malprektek) serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari kesalahan kerja.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dimembagi kegiatan atau fungsi manajemen tesebut
menjadi :
A. /Planning /(perencanaan)
B. /Organizing/ (organisasi)
C. /Actuating /(pelaksanaan)
D. /Controlling /(pengawasan)
a) Planning/ (Perencanaan)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di masa
mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan dan
kesehatan kerja di rumah sakit dan instansi kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk memenuhi
standarisasi kesehatan pacsa perawatan dan merawat ( hubungan timbal balik pasien perawat /
dokter, serta masyarakat umum lainnya ). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang ditentukan
meliputi:
a. Hal apa yang dikerjakan
b. Bagaiman cara mengerjakannya
c. Mengapa mengerjakan
d. Siapa yang mengerjakan
e. Kapan harus dikerjakan
f. Dimana kegiatan itu harus dikerjakan
g. hubungan timbal balik ( sebab akibat)
Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang tidak lagi hanya di bidang
pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga
metode-metode yang dipakai makin banyak ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko bahaya
yang dapat terjadi dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan ) makin besar. Oleh karena itu usaha-
usaha pengamanan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan harus ditangani secara serius oleh
organisasi keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan.
b) Organizing/ (Organisasi)
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan dapat
dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah sakit / instansi kesehatan daerah
(wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik
secara langsung atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat
yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah), di
samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat daerah (wilayah) dan
tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja rumah sakit / instansi yang tugas
dan wewenangnya dapat berupa :
1. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
2. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an keamanan kerja rumah sakit /
instansi kesehatan .
3. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
4. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin rumah sakit / instansi
kesehatan.
5. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah sakit / instansi
kesehatan.
6. Dan lain-lain.
Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia Kedokteran No. 154,
2007 5/ background image Manajemen keselamatan kerja profesi (PDS-Patklin) ataupun
organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan kesehatan kerja
rumah sakit / instansi kesehatan ini. Anggota organisasi profesi atau seminat yang terkait dengan
kegiatan rumah sakit / instansi kesehatan dapat diangkat menjadi anggota komisi di tingkat daerah
(wilayah) maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-organisasi profesi atau seminar
tersebut dapat juga membentuk badan independen yang berfungsi sebagai lembaga penasehat atau
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi Kesehatan.
c) Actuating/ (Pelaksanaan)
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja,
mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas yang akan menjadi aktivitas yang
kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit / instansi
kesehatan sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang
bekerja maupun masyarakat dalam rumah sakit / instansi kesehatan wajib mengetahui dan
memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam
rumah sakit / instansi kesehatan, serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk
melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi
berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat.
Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-raguan atau
pertentangan, maka menjadi tugas semua untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.

d) Controlling/ (Pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan
terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki. Untuk dapat
menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :
a. Adanya rencana
b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya
disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di rumah sakit / instansi
kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang
bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam rumah sakit / instansi
kesehatan perlu dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi kesehatan yang tugasnya antara lain :
1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah sakit / instansi kesehatan yang
baik, benar dan aman.
2. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami cara- cara menghindari
risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi kesehatan.
3. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.
4. mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja rumah sakit / instansi
kesehatan .
5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya
bahaya tersebut.
6. Dan lain-lain.
D. Penegakan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah sakit (K3RS) dan Peran
Dinas Kesehatan
1. Peraturan Kesehatan Kerja
UU Kesehatan Nomor 23 tahun 2002 pasal 23 tentang kesehatan kerja menyatakan
bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.05/Men. 2006 juga mengatur bahwa setiap
perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 100 orang atau lebih dan atau yang
mengandung potensi bahaya wajib menerapkan sistem manajemen K3 (Bab III Pasal 3).
Rumahsakit tidak terlepas dari peraturan-peraturan ini karena teknologi dan sarana
kesehatan, kondisi fisik rumah sakit dapat membahayakan pasien, keluarga, serta pekerja.
Jika tidak dikelola, rumahsakit tidak terhindar dari kebakaran, bencana, atau dampak buruk
pada kesehatan.Ringkasan studi tentang penerapan K3RS di bawah ini bisa dijadikan kasus
bagaimana lemahnya komitmen rumahsakit dalam hal ini. K3RS di Indonesia telah
memiliki 22 peraturan. Di antara seluruh peraturan itu, paling banyak adalah peraturan
menteri (9 buah) dan belum ada sama sekali peraturan daerah. Dinas Kesehatan Propinsi
Sumatera Barat sendiri tidak memiliki semua dokumen peraturan yang telah dikeluarkan
oleh pemerintah. Dinas kesehatan bahkan tidak memiliki satu staf yang mengurusi bidang
ini. Tidak ada tim khusus K3RS. Penjabaran dari regulasi tersebut oleh pemerintah daerah
dalam bentuk peraturan daerah belum ada sama sekali. Padahal mengacu pada PP No. 25
tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan propinsi sebagai otonom maka pemerintah
daerah mempunyai legalitas dalam mengatur regulasi K3RS. Kenyataan ini barang kali
bisa mencerminkan keadaan sebelum desentralisasi. Daerah melaksanakan apa yang
menjadi keputusan pusat dan barang kali karena keputusan pusat itu pula, regulasi K3RS
ini lemah.

PENGKAJIAN
Tahap pengkajian :
Lingkungan pabrik
Pemeriksaan kesehatan (awal, berkala ,khusus)
Jaminan kesehatan
Pemakaian APD
Proses kerja
Keluhan pekerja
Kecelakaan yang sring terjadi
P3K
Jam kerja

1. Pengkajian klien dengan resiko injuri meliputi: pengkajian resiko (Risk assessment tools)
dan adanya bahaya dilingkungan klien (home hazards appraisal).
A. Pengkajian Resiko Jatuh
1) Usia klien lebih dari 65 tahun
2) Riwayat jatuh di rumah atau
3) Mengalami gangguan penglihatan atau pendengaran
4) Kesulitan berjalan atau gangguan mobilitas
5) Menggunakan alat bantu (tongkat, kursi roda, dll)
6) Penurunan status mental (disorientasi, penurunan daya ingat)
7) Mendapatkan obat tertentu (sedatif, hypnotik, tranquilizers, analgesics,
diuretics,laxatives)
B. Pengkajian Riwayat kecelakaan
Beberapa orang memiliki kecenderungan mengalami kecelakaan berulang, oleh
karena itu riwayat sebelumnya perlu dikaji untuk memprediksi kemungkinan kecelakaan
itu terulang kembali
C. Pengkajian Keracunan
Beberapa anak dan orang tua sangat beresiko tinggi terhadap keracunan.
Pengkajian meliputi seluruh aspek pengetahuan keluarga tentang resiko bahaya keracunan
dan upaya pencegahannya.
D. Pengkajian Kebakaran
Beberapa penyebab kebakaran dirumah perlu ditanyakan tentang sejauh mana klien
mengantisipasi resiko terjadi kebakaran, termasuk pengetahuan klien dan keluarga tentang
upaya proteksi dari bahaya kecelakaan akibat api.
2. Pengkajian Bahaya Meliputi mengkaji keadaan: lantai, peralatan rumah tangga, kamar
mandi, dapur, kamar tidur, pelindung kebakaran, zat-zat berbahaya, listrik, dll apakah
dalam keadaan aman atau dapat mengakibatkan kecelakaan.
3. Pengkajian Keamanan (spesifik pada lansia di rumah)
Gangguan keamanan berupa jatuh di rumah pada lansia memiliki insidensi yang
cukup tinggi, banyak diantara lansia tersebut yang akhirnya cedera berat bahkan
meninggal. Bahaya yang menyebabkan jatuh cenderung mudah dilihat tetapi sulit untuk
diperbaiki, oleh karena itu diperlukan pengkajian yang spesifik tentang keadaan rumah
yang terstuktur. Contoh pengkajian checklist pencegahan jatuh pada lansia yang
dikeluarkan oleh Departemen kesehatan dan pelayanan masyarakat Amerika.

Anda mungkin juga menyukai