Anda di halaman 1dari 71

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Fraktur

1. Pengertian

Fraktur adalah terputusnya integritas tulang dan tulang rawan yang

hidup, yang meliputi kerusakan pada sumsum tulang, perisoteum dan jaringan

lunak sekitarnya, yang umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak

langsung. Pada keadaan tertentu dimana tulang menjadi lemah seperti pada

penyakit Ostoporosis, beberapa kanker tulang, atau Osteogensis Imperfecta,

fraktur dapat terjadi hanya dengan trauma yang minimal, pada kondisi ini

dinamakan dengan fraktur patologis (Cross dan Swiontkowski, dalam Rizal,

2014).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontuinitas jaringan

tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa

(Sjamsuhidajat, 2005).

Fraktur Femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi

fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai

adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh

darah) danfraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung

pada paha (Helmi, 2012).

Poltekkes Kemenkes Padang


7

Jadi dapat disimpulkan bahwa fraktur femur adalah terputusnya

integritas tulang dan jaringan lunak yang berada di sekitarnya yang pada

umumnya di sebabkan oleh trauma langsung pada bagian femur atau paha.

2. Penyebab

Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan

puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer dan Bare,

2008). Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan

yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki,

biasanya fraktur terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan

dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaam

kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering

mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan dengan

meningkatkannya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan

hormon pada menopause (Reeves dalan Lukman dan Nurna, 2012).

Menurut Abdul Wahid (2013) penyebab fraktur adalah :

a. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya

kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis

patah melintang atau miring.

b. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempatkan yang

jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian

yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

Poltekkes Kemenkes Padang


8

c. Kekerasan akibat tarikat otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat

berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari

ketiganya, dan penarikan.

3. Patofisiologi

Fraktur merupakan gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh

trauma. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat

menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang

dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga

mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai

jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan

udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan

integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma

gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada

umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan

immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen tulang yang telah

dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh (Sylvia, dalam Andra., dkk

, 2013).

Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya

pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.

Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai

contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi viseral. Karena ada

cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah

Poltekkes Kemenkes Padang


9

peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung,

pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan

pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan

mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu

peningkatkan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga

dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin,

bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin

lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas

pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme

kompensasi sedikit mengatur pengambilan darah (venous return) dengan cara

kontraksi volume darah didalam sistem vena sistemik. Cara yang paling

efektif untuk memulihkan kardiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan

oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat

diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada

keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme

anaerobik, hal mana mengakibatkan pembentukan asam laktat dan

berkembangnya asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan

penyampaian substrat untuk pembentukan ATP (adenosin triphosphat) tidak

memadai, maka membran sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya

dan gradientnya elektrik normal hilang. Pembengkakan retikulum

endoplasmik merupakan tanda ultra struktural pertama dari hipoksia seluler

setelah itu tidak lama lagi akan diikuti cedera mitokondrial. Lisosom pecah

dan melepaskan enzim yang mencernakan struktur intra-seluler. Bila proses

ini berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel. Juga terjadi penumpukan

Poltekkes Kemenkes Padang


10

kalsium intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah cedera seluler

yang progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini

memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi (Purwadinata, dalam

Wijaya., dkk , 2013).

Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat

patah dan kedalaman jaringan lunak dan sekitar tulang tersebut. Jaringan

lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya

timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi

sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut.

Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah

terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk

melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur

yang di sebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru

mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin dalam Andra.,

dkk, 2013).

Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang

berkaitan dengan pembengakan yang tidak ditangani dapat menurunkan

asupan darah ekstermitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila

tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan

jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang

mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat

berakibat anoksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf

maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen

(Burnner and Suddarth, 2005).

Poltekkes Kemenkes Padang


11

4.

Poltekkes Kemenkes Padang


12

5. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis

a. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,

pemendekatan ekstrermitas, krepitasi, pembengkakan lokal, dan

perubahan warna (Smeltzer dan Bare, 2005). Gejala umum fraktur

menurut Reeves dalam Lukman dan Nurna (2012) adalah rasa sakit,

pembengkakan, dan kelainan bentuk.

1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen

tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur

merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk

meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2) Setelah terjadinya fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan

dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)

bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada

fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat

maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketehui dengan

membandingkan ekstrermitas normal. Ektremitas tak dapat

berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada

integritas tulang tempat melengketnya otot.

3) Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang

sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah

tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkup satu sama lain

sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).

Poltekkes Kemenkes Padang


13

4) Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik

tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara

fragmen satu dengan yang lainnya. Uji krepitus dapat

mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.

5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi

sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau sehari setelah

cedera.

6. Dampak Dari Fraktur

a. Dampak awal

Menurut Abdul Wahid (2013) dampak awal dari fraktur adalah :

1) Kerusakan arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya

nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,

dan dingin pada ekstermitas yang disebabkan oleh tindakan

emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakitt, tindakan

reduksi, dan pembedahan.

2) Kompartement syndrom

Kompartement syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi

karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam

jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang

menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena

tekanan dari luar seperti gips yang terlalu kuat.

Poltekkes Kemenkes Padang


14

3) Fat emboli syndrom

Fat emboli syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering

terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel

lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah

dan menyebakan tingkat oksigen dalam darah yang ditandai

dengan gangguan pernapasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,

demam.

4) Infeksi

Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada

trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan

masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,

tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan

seperti pin dan plat.

5) Avaskuler nekrosis

Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang

rusak atau tergantung yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan

di awali dengan adanya Volkmans Ischemia.

6) Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya

oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

b. Dampak lanjut

Menurut Abdul Wahid (2013) dampak lanjut dari fraktur adalah :

1) Delayed union

Poltekkes Kemenkes Padang


15

Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsilidasi sesuai

dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini

disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.

2) Non union

Non union merupakan kegagalan fraktur berkonsilidasi dan

memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-

9 bulan. Non union lebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah

yang kurang.

3) Mal union

Mal union merupakan penyembuhan tulang dalam posisi yang

tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring yang ditandai

dengan menigkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk

(deformitas). Mal union dilakukan dengan pembedahan dan

reimobilisasi yang baik.

c. Dampak biologi, psikologis, sosial, dan spiritual

Menurut Hamdan Hariawan (2013) dampak biologi, psikologi, sosial

dan spiritual dari fraktur adalah :

1) Biologi (fisik)

Pada pasien fraktur ini terjadi perubahan pada bagian tubuhnya

yang terkena trauma seperti perubahan ukuran pada ekstermitas

bahkan kehilangan ekstermitas yang disebabkan oleh amputasi,

peningkatan metabolisme karena digunakan untuk penyembuhan

Poltekkes Kemenkes Padang


16

tulang, terjadi perubahan asupan nutrisi melebihi kebutuhan

biasanya terutama kalsium dan zat besi.

2) Psikologis

Klien akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari

fraktur, perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik dalam

keluarga maupun dalam masyarakat, dampak dari hospitalisasi

rawat inap dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru

serta takutnya terjadi kecacatan pada dirinya.

3) Sosial

Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam

masyarakat karena harus menjalani perawatan yang waktunya tidak

akan sebentar dan juga perasaan akan ketidakmampuan dalam

melakukan kegiatan seperti kebutuhannya sendiri seperti biasanya.

4) Spiritual

Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan

keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang

diakibatkan karena rasa nyeri dan ketidak mampuannya.

7. Penatalaksanaan

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imbobilisasi dan

pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi (Burnner dan

Suddarth dalam Smeltzer, 2005). Reduksi fraktur berarti mengembalikan

fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk

mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi

Poltekkes Kemenkes Padang


17

terbuka. Metode yang di pilih untuk reduksi fraktur bergantung pada sifat

frakturnya.

Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling

berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat

dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi

disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu

memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang

direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku,

atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang

dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi

dapat dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin, dan tehnik gips.

Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi eksterna. Menurut Andra

Saferi Wijaya dan Yessie Meriza Putri (2013) Prinsip penanganan fraktur

dikenal dengan empat R yaitu :

a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan

kemudian di rumah sakit.

b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang

yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.

c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk

mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur dan di bawah

fraktur.

Poltekkes Kemenkes Padang


18

d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur .

Penatalaksanaan perawat menurut Mansjoer dalam Andra., dkk (2013),

adalah sebagai berikut :

a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan

kesadaran, baru periksa patah tulang.

b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah

komplikasi.

c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan

pemantauan neuricirculatory pada daerah yang cedera.

d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan.

e. Mempertahankan kekuatan kulit.

f. Meningkatkan gizi

g. Mempertahankan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan

untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada

tempatnya sampai sembuh.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Fraktur Femur

Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah

keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-

masalah pasien, merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta

mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nasrul

Effendy dalam Andra, dkk. 2013). Menurut Andra dan Yessie (2013)

pengkajian keperawatan pada pasien dengan fraktur meliputi :

Poltekkes Kemenkes Padang


19

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Meliputi : nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,

pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis,

nomor registrasi.

b. Keluhan utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.

Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dari lamanya serangan.

Implikasi pengkajian nyeri untuk melakuan intervensi keperawatan

yang harus di perhatikan oleh perawat adalah awitan nyeri, durasi

nyeri, lokasi nyeri, skala nyeri dan faktor yang memperburuk nyeri

(Potter and Perry, 2006).

c. Riwayat kesehatan sekarang

Pada pasien fraktur atau patah tulang dapat disebabkan oleh trauma

atau kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului dengan

perdarahan, kerusakan jaringan yang mengakibatkan nyeri, bengkak,

kebiruan, pucat atau perubahan warna kulit dan kesemutan.

d. Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya tidak ada riwayat kesehatan dahulu pada fraktur, kecuali ada

fraktur patologis seperti adanya diagnosa sebelumnya yaitu

osteoporosis, kanker tulang, arthritis dan lainnya.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Adanya penyakit keturunan dan penyakit menular yang memperburuk

keadaan pasien seperti penyakit tuberkolosis atau penyakit lain yang

Poltekkes Kemenkes Padang


20

sifatnya menular Yang akan memperberat pemulihan pada pasien

fraktur dan penyakit menurun seperti diabetesmelitus, hipertensi, dan

hemofilia.

f. Pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksanan hidup sehat

Biasanya pada fraktur akan mengalami perubahan atau

gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti

pakaian, BAB dan BAK di karenakan kesulitan untuk melakukan

kegiatan tersebut dan pasien biasa nya cenderung di bantu oleh

keluarga atau perawat.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Pada pasien fraktur biasanya tidak akan mengalami penurunan

nafsu makan.

3) Pola eliminasi

Biasanya pasen dengn fraktur kesulitan waktu miksi dan defekasi

dikarenakan imobilisasi, feses berwarna kuning, konsistensi

defekasi padat.

4) Pola istirahat dan tidur

Biasanya kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan

yang disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.

5) Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas dan latihan mengalami perubahan atau gangguan yang

sisebabkan oleh fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu di

bantu oleh perawat atau keluarga.

Poltekkes Kemenkes Padang


21

6) Pola persepsi dan konsep diri

Pada pasien fraktur biasanya akan mengalami gangguan diri

karena terjadi perubahan pada dirinya, pasien takut cacat seumur

hidup atau tidak dapat bekerja lagi.

7) Pola sensosri kognitif

Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan sedang pada pola

kognitif atau cara berfikir pasien tidak mengalami gangguan.

8) Pola hubungan peran

Biasa nya pada pasien dengan fraktur akan terjadi perubahan peran

yang dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien

merasa malu atau harga diri rendah.

9) Pola penanggulangan stress

Perlu ditanyakan pada pasien apakah fraktur yang di alaminya

membuat pasien menjadi stress dan perlu di tanyakan apakah

masalah dipendam sendiri atau dirundingkan dengan keluarga.

10) Pola reproduksi seksual

Biasanya pasien dengan fraktur yang sudah berkeluarga dan

mempunyai anak, maka akan mengalami gangguan seksual, jika

belum berkeluarga pasien tidak akan mengalami gangguan.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien

meminta perlindungan atau mendekatkan diri pada Tuhan Yang

Maha Esa.

Poltekkes Kemenkes Padang


22

g. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dibagi atas dua, yaitu pemeriksaan umum

(status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan

pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat

melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang sempit tetapi lebih mendalam.

1) Gambaran umum

Perlu menyebutkan :

Keadaan umum : kesadaran pasien tergantung pada keadaan pasien.

Nyeri pada pasien pada kasus fraktur biasanya akut. Tanda-tanda

vital meningkat karena adanya gangguan baik fungsi maupun

bentuk.

2) Secara sitemik dari kepala sampai ujung kaki

a) Kepala

Tidak ada gangguan , simetris, tidak ada benjolan, tidak ada

nyeri kepala

b) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada benjolan, reflek

menelan positif.

c) Muka

Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi

maupun bentuk. Tidak ada lesi, simetris, dan tidak ada

oedema.

Poltekkes Kemenkes Padang


23

d) Mata

Bisa terjadi anemis (karena terjadi perdarahan)

e) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal, tidak ada

lesi atau nyeri tekan.

f) Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernapasan cuping hidung.

g) Mulut dan faring

Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,

mukosa mulut tidak pucat.

h) Thoraks

Tidak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

i) Paru

(1) Inspeksi

Pernapasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung

pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan

lainnya.

Poltekkes Kemenkes Padang


24

(4) Auskultas

nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainya

seperti stridor dan ronchi.

j) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus cordis

(2) Palpasi

iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur

k) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar, simetris

(2) Palpasi

Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kali/menit

l) Sistem integumen

Terdapatnya erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,

oedema, nyeri tekan.

Poltekkes Kemenkes Padang


25

m) Ekstremitas

Terdapat luka terbuka pada femur, perbedaan ukuran pada

ekstermitas bawah kiri dan kanan, terdapat nyeri pada

ekstermitas yang fraktur.

h. Pemeriksaan diagnostik

1) Pemeriksaan radiologi

Menurut Abdul Wahid (2013) pemeriksaan radiologi pada pasien

dengan fraktur meliputi :

a) X-ray

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah pencitraan

menggunakan sinar rontgen (X-ray). Untuk mendapatkan

gambaran tiga dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit,

maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam

keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada

indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya

super posisi. Perlu disadari bahwa permintaan X-ray harus atas

dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang hasilnya dibaca

sesuai dengan permintaan. Biasanya pasien pada fraktur tergambar

patahan tulang atau pergeseran tulang pada daerah femur nya.

Selain foto polos X-ray (plane X-ray) mungkin perlu teknik

khususnya seperti :

(1) Tomografi : menggambarkan tidak satu struktur saja tapi

struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus

Poltekkes Kemenkes Padang


26

ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak

pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya.

(2) Myelografi : menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan

pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami

kerusakan akibat trauma.

(3) Arthrografi : menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak

karena ruda paksa pada daerah femur.

(4) Computed Tomografi-Scanning : menggambarkan potongan

secara transversal dari tulang dimana didaptkan suatu struktur

tulang yang rusak pada daerah femur.

b) Scan tulang, tonogram, CT-Scan/MRI

Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak (Andra, dkk. 2013).

c) Arteriogram

Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigia (Andra, dkk.

2013).

2) Pemeriksaan loboratorium

Menurut Abdul Wahid (2013) pemeriksaan Laboratorium pada

pasien dengan fraktur meliputi :

a) Kalsium serum dan fosfor serum

Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap

penyembuhan tulang.

Poltekkes Kemenkes Padang


27

b) Alkalin fosfat

Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan

menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam pembentukan tulang.

c) Enzim otot

Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase

(LDH-5), Aspartat amino Transferase (AST), Aldolase yang

meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

d) Hitung darah lengkap

Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun

(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada

trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress

normal setelah trauma (Andra, dkk. 2013).

e) Profil koagulasi

Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi

multiple (Andra, dkk. 2013).

3) Pemeriksaan lain-lain

Menurut Abdul Wahid (2013) pemeriksaan lain yang harus di

lakukan pada pasien dengan fraktur adalah :

a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas

Pada pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas :

didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.

Poltekkes Kemenkes Padang


28

b) Biopsi tulang dan otot

Pada biopsi tulang dan otot : pada intinya pemeriksaan ini

sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan bila

terjadi infeksi.

c) Elektromyografi

Pada elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang

di akibatkan fraktur.

d) Arthroscopy

Pada arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau

robek karena trauma yang berlebihan.

e) Indium Imaging

Pada Indium Imaging pada pemeriksaan ini di dapatkan adanya

infeksi pada tulang.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

Adapun diagnosis keperawatan yang lazim dijumpai pada klien

fraktur menurut Abdul Wahid (2013) adalah sebagai berikut :

a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,

oedema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi pen.

b. Resiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan

penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan

trombus).

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah,

emboli lemak, perubahan membran, alveolar atau kapiler.

Poltekkes Kemenkes Padang


29

d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).

e. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,

pemasangan traksi.

f. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan

primer (kerusakan kulit, trauma jaraingan, prosedur invasif atau traksi

tulang).

g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang terpapar atau salah

interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat

atau lengkapnya informasi yang ada.

h. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

i. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidak nyamanan fisik

(nyeri).

j. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan.

k. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

aliran darah, cidera vaskuler.

l. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan citra

tubuh.

m. Resiko cidera berhubungan dengan imobilisasi

Poltekkes Kemenkes Padang


30

3. Rencana Keperawatan

Di NOC NIC
ag
no
sa
Ke
pe
ra
wa
ta
n
N NOC NIC
ye a. P Pain management :
ri ain a. Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi,
ak leve karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi.
ut l b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.
b. P c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
ain pengalaman nyeri pasien.
cont d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
rol ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
c. C e. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
omf f. Ajarkan teknik non farmakologi. Tingkatkan istirahat.
ort g. Kolaborasi dengan dokter dalam emberian analgetik.
leve Analgesica dministration :
l a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
Krit pemberian obat.
eria b. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi.
hasil : c. Cek riwayat alargi.
a. M d. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat.
a e. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala.
m
p
u
m
e
n
g
o
n
tr
o
l
n
y
e
ri

Poltekkes Kemenkes Padang


31

,
(t
a
h
u
p
e
n
y
e
b
a
b
n
y
e
ri
,
m
a
m
p
u
m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n
te
k
n
i
k
n
o
n
f
a
r
m
a
k

Poltekkes Kemenkes Padang


32

o
l
o
g
i
u
n
t
u
k
m
e
n
g
u
r
a
n
g
i
n
y
e
ri
,
m
e
n
c
a
ri
b
a
n
t
u
a
n
).
b. M
el
a
p
o
r
k
a
n

Poltekkes Kemenkes Padang


33

b
a
h
w
a
n
y
e
ri
b
e
r
k
u
r
a
n
g
d
e
n
g
a
n
m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n
m
a
n
aj
e
m
e
n
n
y
e
ri
.

Poltekkes Kemenkes Padang


34

c. M
a
m
p
u
m
e
n
g
e
n
al
i
n
y
e
ri
(s
k
al
a,
i
n
te
n
si
ta
s,
fr
e
k
u
e
n
si
,
d
a
n
ta
n
d
a
n
y
e
ri
).

Poltekkes Kemenkes Padang


35

d. M
e
n
y
at
a
k
a
n
r
a
s
a
n
y
a
m
a
n
s
et
el
a
h
n
y
e
ri
b
e
r
k
u
r
a
n
g

Re NOC NIC
sik a. Cir Exercise Therapy
o cul a. Tentukan batasan pergerakan sendi dan efek dari
dis atio fungsi
fu n b. Monitor lokasi ketidakn yamanan selama pergerakan
ng Stat c. Dukung ambulasi
si us. Circulatory Care
ne b. Tis a. Evaluasi terhadap edema dan nadi
ur sue b. Inspeksi kulit terhadap ulser

Poltekkes Kemenkes Padang


36

ov perf c. Dukung pasien untuk latihan sesuai toleransi


as usi d. Kaji derajat ketidak nyamanan atau nyeri
ku on : e. Turunkan ekstremitas untuk memperbaiki sirkulasi
ler cer arterial
pe ebr
rif al.
er Kriter
ia
hasil :
Mend
emon
strasi
kan
status
sirkul
asi
yang
di
tanda
i
denga
n:
a. Tek
ana
n
syst
ole
dan
dias
tole
dal
am
rent
ang
yan
g di
har
apk
an.
b. Tid
ak
ada
orto
stat
ik
hip
erte
nsi.

Poltekkes Kemenkes Padang


37

c. Tid
ak
ada
tan
da-
tan
da
pen
ing
kat
an
tek
ana
n
intr
akr
ani
al.
Mend
emon
strasi
kan
kema
mpua
n
kogni
tif
yang
ditan
dai
denga
n:
a.Ber
ko
mu
nik
asi
den
gan
jela
s
dan
ses
uai
den
gan
ke
ma

Poltekkes Kemenkes Padang


38

mp
uan.
b. M
enu
nju
kka
n
per
hati
an,
kon
sent
rasi
dan
orie
ntas
i.
c.Me
mpr
ose
s
info
rma
si.
d. M
em
bua
t
kep
utus
an
den
gan
ben
ar.
Menu
njukk
an
fungs
i
senso
ri
motor
i
crani
al
yang
utuh :

Poltekkes Kemenkes Padang


39

tingk
at
kesad
aran
mem
baik,
tidak
ada
gerak
an-
gerak
an
invol
unter.
Ga NOC NIC
ng a. Re Airway management
gu sp a. Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ventilasi
an ira b. Identifikasi pasien perlu pemasangan alat jalan napas bantuan.
pe tor c. Lakukan fisioterapi dada jika pelu.
rtu y d. Keluarkan sekret menggunakan batuk efektif.
ka sta e. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan.
ra tu f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian bronkodilator bila
n s : perlu.
ga ga g. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
s s h. Monitor respirasi dan status O2.
ex
ch
an
ge
b. Re
sp
ira
tor
y
sta
tu
s :
ve
nti
lat
io
n
c. Vi
tal
si
gn
sta
tu

Poltekkes Kemenkes Padang


40

s
Kriter
ia
hasil :
a. M
en
de
m
on
str
asi
ka
n
pe
ni
ng
ka
ta
n
ve
nti
las
i
da
n
ok
si
ge
na
si
ya
ng
ad
ek
ua
t.
b. M
e
m
eli
ha
ra
ke
be
rsi
ha
n
pa

Poltekkes Kemenkes Padang


41

ru-
pa
ru
da
n
be
ba
s
da
ri
ta
nd
a-
ta
nd
a
di
str
es
s
pe
rn
ap
as
an
.
c. M
en
de
m
on
str
asi
ka
n
ba
tu
k
ef
ek
tif
da
n
su
ar
a
na
pa

Poltekkes Kemenkes Padang


42

s
ya
ng
be
rsi
h,
tid
ak
ad
a
sia
no
sis
da
n
dy
sp
ne
u
(m
a
m
pu
m
en
ge
lu
ar
ka
n
sp
ut
u
m,
m
a
m
pu
be
rn
ap
as
de
ng
an
m
ud
ah

Poltekkes Kemenkes Padang


43

,
tid
ak
ad
a
pu
rse
d
lip
s).
d. Ta
nd
a-
ta
nd
a
vit
al
da
la
m
re
nt
an
g
no
rm
al.

Ga NOC NIC
ng a. Joi Exercise therapy : ambulation
gu nt a. Monitoring vital sign sebelum dan sesudah atau sebelum latihan
an mo dan lihat respon pasien saat latihan.
m ve b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
ob me dengan kebutuhan.
ilit nt : c. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
as acti terhadap cidera.
fis ve. d. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.
ik b. Mo e. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri
bili sesuai kemampuan.
ty f. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu pemenuhan
lev kebutuhan.
el. ADL
c. Sel a. Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
f b. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
car jika diperlukan.
e :
AD

Poltekkes Kemenkes Padang


44

L.
d. Tra
nsf
er
per
for
ma
nce
.
Kriter
ia
hasil :
a. Pas
ien
me
nin
gk
at
dal
am
akt
ivi
tas
fisi
k.
Me
ng
erti
tuj
ua
n
dar
i
pe
nin
gk
ata
n
mo
bil
ita
s.
b. Me
m
ve
rb
ali
sa

Poltekkes Kemenkes Padang


45

sik
an
pe
ras
aa
n
da
la
m
m
en
in
gk
at
ka
n
ke
ku
ata
n
da
n
ke
m
a
m
pu
an
be
rpi
nd
ah
.
c. Me
m
pe
ra
ga
ka
n
pe
ng
gu
na
an
ala
t.
d. Ba

Poltekkes Kemenkes Padang


46

nt
u
un
tu
k
m
ob
ili
sa
si
(w
al
ke
r).
Ga NOC NIC
ng a. Ti Pressure management :
gu ss a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
an ue b. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
int int c. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.
eg eg Insision site care :
rit rit a. Membersihkan, mengganti, serta memantau dan meningkatkan
as y: proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan.
ku sk b. Monitor proses kesembuhan area insisi.
lit in c. Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi.
an
d
m
uc
ou
s.
b. M
e
m
br
an
es.
c. H
e
m
od
ya
lis
ak
se
s.
Kriter
ia
hasil :

Poltekkes Kemenkes Padang


47

a. In
te
gr
ita
s
ku
lit
ya
ng
ba
ik
bi
sa
di
pe
rta
ha
nk
an
(s
en
sa
si,
el
as
tis
ita
s,
te
m
pe
rat
ur,
hi
dr
as
i,
pi
g
m
en
ta
si)
tid
ak
ad
a
lu

Poltekkes Kemenkes Padang


48

ka
at
au
le
si
pa
da
ku
lit.
b. Pe
rf
us
i
jar
in
ga
n
ba
ik.
c. M
en
un
ju
kk
an
pe
m
ah
a
m
an
da
la
m
pr
os
es
pe
rb
ai
ka
n
ku
lit
da
n
m
en

Poltekkes Kemenkes Padang


49

ce
ga
h
ter
ja
di
ny
a
ci
de
ra
be
ru
la
ng
.
d. M
a
m
pu
m
eli
nd
un
gi
ku
lit
da
n
m
e
m
pe
rta
ha
nk
an
ke
le
m
ba
ba
n
ku
lit
da
n
pe

Poltekkes Kemenkes Padang


50

ra
w
at
an
al
a
mi
.

Re NOC NIC
sik a. Im Infection control (kontrol infeksi) :
o m a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
inf un b. Pertahankan teknik isolasi.
ek e c. Batasi pengunjung bila perlu.
si sta d. Intruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
tus berkunjung dan setelah berkunjung.
. e. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan.
b. K f. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan
no keperawatan.
wl g. Gunakan alat pelindung diri sebagai pelindung.
ed h. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat.
ge i. Tingkatkan intake nutrisi.
: j. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik bila perlu.
inf k. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
ect
io
n
co
ntr
ol
c. Ri
sk
co
ntr
ol
Kriter
ia
hasil :
a. Pa
sie
n
be
ba
s
da
ri
ta
nd

Poltekkes Kemenkes Padang


51

a
da
n
ge
jal
a
inf
ek
si.
b. M
en
de
sk
rip
sik
an
pr
os
es
pe
nu
lar
an
pe
ny
ak
it,
fa
kt
or
ya
ng
m
e
m
pe
ng
ar
uh
i
pe
nu
lar
an
ser
ta
pe
na

Poltekkes Kemenkes Padang


52

tal
ak
sa
na
an
ny
a.
c. M
en
un
ju
kk
an
ke
m
a
m
pu
an
un
tu
k
m
en
ce
ga
h
ti
m
bu
ln
ya
inf
ek
si.
d. Ju
ml
ah
le
uk
osi
t
da
la
m
ba
tas
no

Poltekkes Kemenkes Padang


53

rm
al.
e. M
en
un
ju
kk
an
pe
ril
ak
u
hi
du
p
se
ha
t.

K NIC NIC
ur a. Kn Teaching : disease process
an ow a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
gn led proses penyakit yang spesifik.
ya ge : b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
pe dis berhubungan dengan anatomi fisiologi, dengan cara yang tepat.
ng eas c. Gambarkan tanda dan gejala yang bisa muncul pada penyakit,
eta e dengan cara yang tepat.
hu pro d. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.
an cce e. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat.
ss. f. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisinya, dengan cara
b. Kn yang tepat.
ow g. Sediakan bagi keluarga atau pasien informasi tentang kemajuan
led pasien dengan cara yang tepat.
ge : h. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan
hea untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau
lth proses pengontrolan penyakit.
beh i. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan penyakit pasien.
avi j. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second
or. opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan.
Kriter k. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan
ia cara yang tepat.
hasil : l. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan
a. pada perawat dengan cara yang tepat.
P
a
si
e
n

Poltekkes Kemenkes Padang


54

d
a
n
k
el
u
a
r
g
a
m
e
n
y
at
a
k
a
n
p
a
h
a
m

te
n
ta
n
g
p
e
n
y
a
k
it
,
k
o
n
d
is
i,
p
r
o
g

Poltekkes Kemenkes Padang


55

n
o
si
s
d
a
n
p
r
o
g
r
a
m

p
e
n
g
o
b
at
a
n
.
b.
P
as
ie
n
da
n
ke
lu
ar
ga
m
a
m
p
u
m
en
je
la
sk
an
pr

Poltekkes Kemenkes Padang


56

os
ed
ur
ya
n
g
di
je
la
sk
an
se
ca
ra
be
na
r.
c.
P
as
ie
n
da
n
ke
lu
ar
ga
m
a
m
p
u
m
en
je
la
sk
an
ke
m
ba
li
ap
a
ya
n
g

Poltekkes Kemenkes Padang


57

di
je
la
sk
an
pe
ra
w
at
at
au
ti
m
ke
se
ha
ta
n
la
in
n
ya
.

A NOC NIC
nsi a. An Anxiety reduction (penurunan kecemasan)
eta xie a. Gunakan pendekatan yang menyenangkan.
s ty b. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien.
sel c. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.
f- d. Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres.
co e. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
ntr takut.
ol f. Dorong keluarga untuk menemani pasien.
b. An g. Identifikasi tingkat kecemasan pasien.
xie h. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan cemas.
ty i. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
lev persepsi.
el j. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi.
c. Co k. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat untuk
pin mengurangi rasa cemas.
g
Kriter
ia
hasil :
a. Kli
en
ma
mp

Poltekkes Kemenkes Padang


58

u
me
ngi
de
ntif
ika
si
da
n
me
ng
un
gk
ap
ka
n
gej
ala
ce
ma
s.
b. Me
ngi
de
ntif
ika
si,
me
ng
un
gk
ap
ka
n
da
n
me
nu
nju
kk
an
teh
nik
unt
uk
me
ng
ont

Poltekkes Kemenkes Padang


59

rol
ce
ma
s.
c. Vit
al
sig
n
dal
am
bat
as
nor
ma
l.
d. Po
stu
r
tub
uh,
eks
pre
si
wa
jah
,
ba
has
a
tub
uh
da
n
tin
gk
at
akt
ivit
as
me
nu
nju
kk
an
ber
kur
an
gn

Poltekkes Kemenkes Padang


60

ya
kec
em
asa
n.
Ga NOC NIC
ng a. An Sleep enhancement
gu xie a. Determinasi efek-efek medikal terhadap pola tidur.
an ty b. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat.
po red c. Fasilitas untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur
la uct (membaca).
tid ion d. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
ur b. Co e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat tidur.
mf f. Diskusikan dengan keluarga dan pasien tentang teknik dan
ort kebiasaan tidur pasien.
lev g. Monitor waktu tidur pasien.
el h. Monitor dan catat kebutuhan tidur pasien setiap hari.
c. Pai
n
lev
el
d. Re
st :
Ext
ent
an
d
pat
ter
n
e. Sle
ep
:
Ext
ent
an
d
pat
ter
n
Kriter
ia
hasil :
a. Ju
ml
ah
ja
m

Poltekkes Kemenkes Padang


61

tid
ur
dal
am
bat
as
nor
ma
l 6-
8
ja
m/
har
i.
b. Pol
a
tid
ur,
ku
alit
as
dal
am
bat
as
nor
ma
l.
c. Per
asa
an
seg
ar
ses
ud
ah
tid
ur
ata
u
isti
rah
at.
d. Ma
mp
u
me
ngi

Poltekkes Kemenkes Padang


62

de
ntif
ika
sik
an
hal
-
hal
ya
ng
me
nin
gk
atk
an
tid
ur.
Re NOC NIC
sik a. Sy syok prevention :
o ok a. Monitor status sirkulasi blood preasure, warna kulit, suhu, denyut
sy pre jantung, HR, dan ritme, nadi perifer, dan kapilari refill.
ok ve b. Monitor suhu dan pernapasan.
nti c. Monitor input dan output.
on d. Pantau nilai labor : HB, HT, AGD dan elektrolit.
b. Sy e. Monitor tanda awal syok.
ok f. Berikan cairan iv atau oral yang tepat.
ma g. Berikan vasodilator yang tepat.
na h. Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala datangnya
ge syok.
me i. Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah untuk mengatasi
nt gejala syok.
Kriter
ia
hasil :
a. Na
di
dal
am
bat
as
ya
ng
dih
ara
pk
an.
b. Ira
ma

Poltekkes Kemenkes Padang


63

jan
tun
g
dal
am
bat
as
ya
ng
dih
ara
pk
an.
c. Fre
ku
ens
i
naf
as
dal
am
bat
as
ya
ng
dih
ara
pk
an.
d. Ira
ma
per
na
pas
an
dal
am
bat
as
ya
ng
dih
ara
pk
an.
e. Na
triu
m

Poltekkes Kemenkes Padang


64

ser
um
dal
am
bat
as
nor
ma
l
f. Ka
liu
m
ser
um
dal
am
bat
as
nor
ma
l.
g. Kl
ori
da
ser
um
dal
am
bat
as
nor
ma
l.
h. Ka
lsi
um
ser
um
dal
am
bat
as
nor
ma
l.
i. Ma
gn
esi

Poltekkes Kemenkes Padang


65

um
ser
um
dal
am
bat
as
nor
ma
l.
j. PH
dar
ah
ser
um
dal
am
bat
as
nor
ma
l.
Hidra
si
indik
ator :
a. Ma
ta
cek
un
g
tid
ak
dit
em
uk
an.
b. De
ma
m
tid
ak
dit
em
uk
an.
c. Te
ka

Poltekkes Kemenkes Padang


66

na
n
dar
ah
dal
am
bat
as
nor
ma
l.
d. He
ma
tok
rit
dal
am
bat
as
nor
ma
l.
Ga NOC NIC
ng a. Cir Peripheral sensation management (manajemen sensasi perifer)
gu cul a. Monitor adanya paretese.
an ati b. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau
pe on laserasi.
rfu stat c. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
si us d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
jar b. Tis e. Monitor adanya tromboplebitis
in sue f. Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi.
ga per
n fus
ion
:
cer
ebr
al
Kriter
ia
hasil :
mend
emon
strasi
kan
status
sirkul
asi

Poltekkes Kemenkes Padang


67

yang
di
tanda
i
denga
n:
a. Te
ka
na
n
sys
tol
e
da
n
dia
sto
le
dal
am
ren
tan
g
ya
ng
di
har
ap
ka
n.
b. Tid
ak
ada
ost
ati
k
hip
ert
ens
i.
c. Tid
ak
ada
k
tan
da-
tan
da

Poltekkes Kemenkes Padang


68

pe
nin
gk
ata
n
tek
ana
n
intr
akr
ani
al
(tid
ak
leb
ih
dar
i
15
m
m
Hg
)
mend
emon
strasi
kan
kema
mpua
n
kogni
tif
yang
di
tanda
i
denga
n:
a. Be
rko
mu
nik
asi
de
ng
an
jel
as

Poltekkes Kemenkes Padang


69

da
n
ses
uai
de
ng
an
ke
ma
mp
ua
n.
b. Me
nu
nju
kk
an
per
hat
ian
,
ko
nse
ntr
asi
da
n
ori
ent
asi.
c. Me
mb
uat
ke
put
usa
n
de
ng
an
be
nar
.
Menu
njukk
an
fungs
i

Poltekkes Kemenkes Padang


70

senso
ri
motor
i
crani
al
yang
utuh :
tingk
at
kesad
aran
mem
baik,
tidak
ada
gerak
an
gerak
an
invol
unter.
Ha NOC NIC
rg a. Bo Self esteem ebhancement
a dy a. Tunjukkan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien untuk
dir ima mengatasi situasi.
i ge, b. Dorong pasien mengidntifikasi kekuatan dirinya.
re dist c. Ajarkan keterampilan perilaku yang positif.
nd urb d. Dukung peningkatan tanggung jawab diri, jika perlu.
ah ed. e. Buat statement positif terhadap pasien.
sit b. Co f. Monitor frekuensi komunikasi verbal pasien yang negatif.
ua pin g. Dukung pasien untuk menerima tantangan baru.
sio g, h. Kaji alasan-alasan untuk mengkritik atau menyalahkan diri
na inef sendiri.
l fect i. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dan pelayanan
ive. keagamaan.
c. Per Body image enhancement counseling
son a. Menggunakan proses pertolongan interaktif yang berfokus pada
al kebutuhan, masalah, atau perasaan pasien dan orang terdekat
ide untuk meningkatkan atau mendukung koping, pemecahan masalah
ntit Coping Enhancement
y,
dist
urb
ed.
d. He
alth
beh

Poltekkes Kemenkes Padang


71

avi
or,
risk
e. Sel
f
este
em
situ
asi
ona
l,
low
Kriter
ia
hasil :
a. Ad
apt
asi
terh
ada
p
ket
una
day
aan
fisi
k :
res
pon
ada
ptif
klie
n
terh
ada
p
tant
ang
an
fun
gsi
ona
l
pen
ting
aki
bat
ket

Poltekkes Kemenkes Padang


72

una
day
aan
fisi
k.
b. Res
olu
si
ber
duk
a :
pen
yes
uai
an
den
gan
keh
ilan
gan
akt
ual
ata
u
keh
ilan
gan
yan
g
aka
n
terj
adi.
c. Pen
yes
uai
an
psi
kos
osi
al,
per
uba
han
hid
up :
res
pon

Poltekkes Kemenkes Padang


73

psi
kos
osi
al
ada
ptiv
indi
vid
u
terh
ada
p
per
uba
han
ber
ma
kna
dal
am
hid
up.
d. Me
nun
juk
kan
pen
ilai
an
pri
bad
i
tent
ang
har
ga
diri
.
e. Me
ngu
ngk
apk
an
pen
eri
ma
an
diri

Poltekkes Kemenkes Padang


74

ko
mu
nik
asi
terb
uka
.
f. Me
nga
tak
an
opti
mis
me
tent
ang
ma
sa
dep
an.
g. Me
ngg
una
kan
stra
tegi
kop
ing
efe
ktif
.
Re NOC NIC
sik a. Ri Environment management
o sk ( Manajemen lingkungan )
ci ko a. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
de nt b. Memasang side rail tempat tidur
ra ro c. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
l d. Menghindari lingkungan yang berbahaya bagi pasien.
kriter
ia
hasil
:
a. K
li
e
n
t
e

Poltekkes Kemenkes Padang


75

r
b
e
b
a
s
d
a
ri
c
i
d
e
r
a.
b. K
li
e
n
m
a
m
p
u
m
e
n
j
e
l
a
s
k
a
n
c
a
r
a
m
e
n
c
e
g
a
h
c

Poltekkes Kemenkes Padang


76

i
d
e
r
a
Mam
pu
mem
odifik
asi
gaya
hidup
untuk
menc
egah
injury

Poltekkes Kemenkes Padang

Anda mungkin juga menyukai