Biokimia Urinalisis Pertemuan 9
Biokimia Urinalisis Pertemuan 9
URINALISIS
Kelompok 2
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pipet tetes, pipet mohr,
tabung reaksi tabung Erlenmeyer, gelas beaker, bunsen, pH indikator universal,
spignometer, neraca analitik.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah etanol, asam asetat 3 %,
pereaksi bang, pereaksi benedict, kristal amonium sulfat, larutan natrium nitroprusida
5 %, amonia pekat, larutan benzidin 1 %, H2O2, pereksi diazo.
Prosedur Percobaan
Proteinuria
Uji koagulasi. Sebanyak 60 ml yang telah dikumpulkan disaring, kemudian
urin yang telah disaring dimasukkan kedalam tabung reaksi dan dipanaskan hingga
mendidih. Adanya kekeruhan yang berwarna putih dapat disebabkan oleh protein
ataupun fosfat, kemudian ditambahkan 1 3 tetes asam asetat 6 %. Bila cairan
kembali jernih berarti kekeruhan disebabkan oleh fosfat tetapi bila setelah
ditambahkan asam asetat kekeruhan semakin nyata, maka kekeruhan disebabkan oleh
protein.
Uji bang. Sebanyak 5 urin yang telah disaring dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian dicampurkan dan dipanaskan, kemudian kekeruhanya dibandingkan
dengan uji koagulasi
Hasil eksresi dari organ ginjal adalah urin. Urin merupakan zat cair buangan
yang berada di dalam kandung kemih dan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui
saluran kemih. Pada praktikum kali ini dilakukan uji fisik dan uji kimia terhadap urin
seorang praktikan yang merupakan urin pertama di pagi hari.
Table 1 karakteristik fisik urin
parameter Hasil
Warna Kuning gading
Bau Aromatik normal
Volume (ml) 60 ml
Buih Tidak terdapat buih
Berat jenis (g/ml) 1,237 g/ml
Kadar padatan (g/l) 96,2 g/1000 ml
pH 6
Perhitungan
berat spignometer kosong = 17,210
Koagulasi -
Bang -
Benedict -
Rothera -
Peroksidase -
Bilirubin -
Dari pengujian fisik yang telah dilakukan diperoleh hasl bahwa urin yang
dikeluarkan berbau aromatik normal dan berwarna kuning gading tanpa buih dengan
pH 6 dan berat jenis 1,273. Dari hasil pemeriksaan fisik yang diperoleh dapat
dikatakan bahwa urin yang dikeluarkan oleh seorang praktikan tersebut normal.
Menurut Adnan (2008) urin normal berwarna kuning gading. Warna kuning dalam
urin tersebut berasal dari pigmen warna yang disebut urochorme. Warna urin yang
kuning gelap mmenandakan tubuh kekurangan air sebaliknya warna urin yang
terlalau bening bisa menjadi tanda terlalu banyak minum air atau sedang
mengonsumsi obat diuretik. pH urin yang normal berkisar antara 4,6-8,0 atau rata rata
6 dan berat jenis sekitar 1,001-1.035 g/ml dan bila agak lama berbau amonia. (Table
1)
Selain pemeriksaan fisik, pada urin seorang praktikan juga dilakukan
pemeriksaan kimia dasar terhadap konsentrasi protein,glukosa, keton, darah dan
bilirubi. Pertama dilakukan pengujian kandungan protein di dalam urin. Proteinuria
adalah adanya kandungan protein yang terdeteksi di dalam urin, yang menandakan
bahwa adanya luka pada membran glomeruls sehingga mulekul protein lolos ke air
kemih. Keadaan proteinuria dibedakan menjadi proteinuria sementara yang terjadi
pada keadaan demam dan proteinuria ortostatis yang tidak membahayakan. Pada
pengujian kali ini untuk menentukan adanya kandungan protein dalam urin dilakukan
uji koagulasi dan hasilnya negativ karena tidak adanya endapan berwarna putih.
Sedangkan pada uji bang juga didapatkan hasil negative karena tidak ada perubahan
warna pada sampel. ( Table 2)
percobaan selanjutnya dilakukan uji gula (glukosa) dalam urin. uji glukosa
dilakukan dengan menambhan 5 ml reagent benedict pada tabung reaksi dan
ditambahkan 8 tetes urin kemudian dipanaskan dengan bunsen sampai mendidih.
Maka didapatkan hasil bahwa urin yang dikeluarkan praktikan tersenut normal yang
ditandai denga warna biru bening. Pereaksi benedict yang mengandung kuprosulfat
dalam suasana basa akan tereduksi oleh gula yang mengandung gugus aldehid atau
keton bebas ( misalnya oleh glukosa) yang dibuktikan dengan terbentuknya
kuprooksida berwarna merah atau coklat. Uji koagulasi pada urin dilakukan untuk
mengetahui adanya penyakit atau tidak misalnya penyakit diabetes mellitus. (Table 2)
Selanjutnya dilakuka uji ketonuria untuk mentukan adanya kandungan keton di
dalam urin. Proses benda keton terjadi di dalam hepar (ketogenesis). Benda keton ikut
peredaran darah menuju jaringan ekstra hepatal (mengalami ketolisis) menjadi H2O +
CO2 + energy yang dibutuhkan tubuh Jadi, ketogenesis seimbang dengan ketolisis.
Terbentuknya ketonuria terjadi karena ketogenesis lebih besar dari ketolisis, sehingga
menyebabkan hiperketonemia, selanjutnya benda keton dalam darah sampai ginjal
dan keluar bersama urin (ketonuria..Ketonuria terjadi pada keadaan Kekurangan
hormon insulin, Metabolisme asam lemak dan asam amino banyak,,Kekurangan
karbohidrat,Kelaparan, Diare hebat, Muntah hebat. Dari percobaan diketahui bahwa
tidak ada kandungan keton dalam urin. (Table 2)
Pada percobaan selanjutnya dilakukan uji benzidin atau uji peroksidase untuk
melihat adanya kandungan darah dalam urin. Menurut Wiowo dan Lukman (2009)
Prinsip uji benzidin atau peroksidase adalah hemoglobin yang bersifat peroksidase
akan menceraikan hidrogen menjadi air dan o nascens (0n). 0n akan mengoksidasi zat
warna tertentu yang akanmenimbulkan perubahan warna.pada sampel urin yang
digunakan menunjukkan bahwa pada urin tersebut tidak terdapat kandungan darah
karena tidak terjadi perubahan warna. (Table 2)
Percobaam terakhir adalah untuk mengetahui adanya pigmen empedu kdalam
urin dengan metode hymen-bergh. Menuurut Sloane (1995) Pigmen empedu terdiri
dari bilirubin dan biliverbin. Pigmen ini merupakan hasil penguraian hemoglobin
yang dilepas daris sel darah merah yang terdisintegrasi. Pigmen utamanya adalah
biliruin yang memberi warna kuning pada urin feses. Berdasarkan percobaan
didapatkan bahwa sampel urin yang digunakan dalam keadaan normal. Karena tidak
ada pigmen empedu. yang ditandai dengan tidak adanya perubahan warna pada
sampel urin yang diuji. ( Table 2)
Adapun factor yang mempengaruhi produksi urin antara lain, hormone
antidiuretik (ADH), jika hormone ADH banyak maka H2O yang diserap akan
semakin besar menyebabkan urin yang dikeluarkan sedikit, dan sebaliknya jika
hormone ADH semakin sedikit maka air yang diserab semakin kecil, menyebabkan
urin yang dikeluarkan semakin banyak. Jumlah air yang diminum, konsumsi air yang
banyak menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi protein dan peningkatan
konsentrasi air maka akan terjadi penurunan tekanan koloid protein yang
menyebabkan air yang diserab sedikit, dengan demikian urin yang dikeluarkan akan
semakin banyak. Emosi, ketika gugup konsentrasi urin meningkat maka urin yang
dikeluarkan juga semakin banyak. Suhu, jka suhu meningkat maka volume urin juga
akan sedikit, dikarenkan tubulus abdominal berkontraksi sehingga penyaringan
glomerulus semakin besar maka urin yang dikeluarkan semakin meningkat.
Konsentrasi hormon insulin, jika konsentrasi hormon insulin menurun maka kadar
gula dalam darah akan semakin meningkat dan volume urin yang dikeluarkan akan
semakin banyak.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Basoeki, Soedjono. 2000. Petunjuk praktikum anatomi dan fisiologi manusia. Malang
(ID): FMIPA UM
Kimbal, John W, Siti ST, Nawangsari S. 1983. Biologi Jilid 2. Jakarta (ID). Erlangga
Sloane. 1995. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta(ID): Buku Kedokteran
EGC
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta (ID): Departemen Pendidikan
Nasional
Wibowo, lukman. 2009. Deskripsi dan Macam Macam Tingkatan Struktur
Protein.Jakarta (ID): erlangga