PEMBAHASAN
1. Keterampilan Menyimak
Menyimak adalah keterampilan memahami bahasa lisan yang bersifat reseftif. Dengan
demikian berarti bukan sekedar mendengarkan bunyi-bunyi bahasa melainkan sekaligus
memahaminya. Dalam bahasa pertama (bahasa ibu), kita memperoleh keterampilan
mendengarkan melalui proses yang tidak kita sadari sehingga kitapun tidak menyadari begitu
kompleksnya proses pemerolehan keterampilan mendengar tersebut. Berikut ini secara
singkat disajikan disekripsi mengenai aspek-aspek yang terkait dalam upaya belajar
memahami apa yang kita sajikan dalam bahasa kedua.
Ada dua jenis situasi dalam mendengarkan yaitu situasi mendengarkan secara interaktif
dan situasi mendengarkan secara non interaktif. Mendengarkan secara interaktif terjadi dalam
percakapan tatap muka dan percakapan di telepon atau yang sejenis dengan itu. Dalam
mendengarkan jenis ini kita secara bergantian melakukan aktivitas mendengarkan dan
memperoleh penjelasan, meminta lawan bicara mengulang apa yang diucapkan olehnya atau
mungkin memintanya berbicara agak lebih lambat. Kemudian contoh situasi-situasi
mendengarkan noninteraktif, yaitu mendengarkan radio, TV, dan film, khotbah atau
mendengarkan dalam acara-acara seremonial. Dalam situasi mendengarkan noninteraktif
tersebut, kita tidak dapat meminta penjelasan dari pembicara, tidak bisa meminta
pembicaraan diperlambat. Berikut ini adalah keterampilan-keterampilan mikro yang terlibat
ketika kita berupaya untuk memahami apa yang kita dengar, yaitu pendengar harus;
a. Menyimpan/mengingat unsur bahasa yang didengar menggunakan daya ingat jangka
pendek (short term memory).
b. Berupaya membedakan bunti-bunyi yang yang membedakan arti dalam bahasa target.
c. Menyadari adanya bentuk-bentuk tekanan dan nada, warna suara dan intinasi,
menyadari adanya reduksi bentuk-bentuk kata.
d. Membedakan dan memahami arti dari kata-kata yang didengar.
e. Mengenal bentuk-bentuk kata yang khusus (typical word-order patterns)
a. Menyimak memiliki jenis-jenis sebagai berikut :
a. Menyimak kreatif: menyimak yang bertujuan untuk mengembangkan daya imajinasi
dan kreativitas pembelajar.
2
b. Menyimak kritis: menyimak yang dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk
memberikan penilaian secara objektif.
c. Menyimak ekstrinsik: menyimak yang berhubungan dengan hal-hal yang tidak umum
dan lebih bebas.
d. Menyimak selektif: menyimak yang dilakukan secara sungguh-sungguh, dan memilih
untuk mencari yang terbaik.
e. Menyimak sosial: menyimak yang dilakukan dalam situasi-situasi sosial.
f. Menyimak estetik: menyimak yang apresiatif, menikmati keindahan cerita, puisi, dll.
g. Menyimak konsentratif: menyimak yang merupakan sejenis telaah atau menyimak
untuk mengikuti petunjuk-petunjuk.
Menurut tiga pakar (Hunt; 1981 : 19-20), (Webb, 1975: 137-9), (logan, 1972: 49-50), faktor-
faktor pemengaruh menyimak dapat disimpulkan menjadi delapan. Yaitu :
1) Faktor Fisik
Kondisi fisik seorang penyimak merupakan faktor penting yang turut menentukan
keefektifan serta kualitas keaktifannya dalam menyimak. Misalnya, ada orang yang sukar
sekali mendengar, dalam keadaan yang serupa, dia mungkin saja terganggu serta
dibingungkan oleh upaya yang dilakukannya untuk mendengar, atau dia mungkin
kehilangan ide-ide pokok seluruhnya. Di sekolah sang guru hendaklah dengan cermat dan
teliti nenciptakan suatu lingkungan kelas yang tidak mendatangkan gangguan menyimak.
Lebih jauh lagi, sang guru harus membantu anak didik nya memperoleh situasi yang
menyenangkan serta cara penyajian belajar yang menarik hati, sehingga yang mereka
simak benar-benar mereka pahami.
3
Walau nampaknya faktor-faktor fisik tersebut bersifat sepele namun pembicara atau pengajar
haruslah bijaksana dan banyak pengalaman agar selalu memperhatikan hal-hal tersebut agar
proses kegiatan belajar mengajar mencapai tujuan yang telah ditentukan, karena faktor fisik
yang prima merupakan modal utama bagi penyimak.
2) Faktor Psikologis
Selain faktor fisik, faktor yang melibatkan sikap-sikap dan sifat-sifat pribadi atau
faktor psikologis juga mempengaruhi dalam kegiatan menyimak, yaitu sebagai berikut :
a) Prasangka dan kurangnya simpati terhadap para pembicara dengan aneka sebab dan
alasan.
b) Keegosentrisan (mementingkan diri sendiri), yaitu sikap penyimak yang hanya
mementingkan diri sendiri sehingga pembicara dan apa yang disampaika oleh
pembicara tidak di tanggapi dengan serius.
c) Kepicikan atau pandangan tidak luas. Yaitu keterbatasan pandangan atau wawasan
penyimak terhadap bahan simakan yang menimbulkan salah makna atau salah paham
terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara.
d) Bosan dan jenuh, yaitu kondisi penyimak yang sudah bosan atau jenuh terhadap
bahan simakan yang mungkin terlalu panjang atau terlalu monoton sehingga
penyimak menjadi bosan, kemudian enggan untuk melanjutkan simakan.
e) Sikap tidak sopan, yaitu sikap dan kesopanan sangat mempengaruhi proses menyimak
, jika kita menyimak dengan sikap yang sopan maka kita akan nyaman dalam
menyimak, begitu pula jika pembicara menyampaikan pembicaraan dengan sikap
yang sopan kita akan menganggap baik kepada pembicara dan kita akan lebih mudah
melakukan simakan.
3) Faktor Pengalaman
Begitu banyak istilah teknis dan abstrak yabg diperkenalkan dalam pengembangan
kurikulum sehingga anak tetap dipadati dengan pengertian kata-kata yang samar dan
kurang lengkap mereka dengar dalam pelajaran-pelajaran mereka. Maka, tidak dapat
disangkal bahwa sebagian besar dari pengajaran terbang begitu saja, tiada melekat dalam
otak.
c. Tujuan menyimak
Menurut logan (dalam tarigan 1994:56) tujuan menyimak beraneka ragam antara
lain sebagai berikut :
1) Menyimak untuk belajar, yaitu menyimak dengan tujuan utama agar dia dapat
memperoleh pengetahuan dari bahan ujaran sang pembicara.
4
2) Menyimak untuk memperoleh keindahan audial, yaitu menyimak dengan penekanan
pada penikmatan terhadap sesuatu dari materi yang diujarkan atau yang
diperdengarkan atau dipagelarkan (terutama dalam bidang seni).
3) Menyimak untuk mengevaluasi, yaitu menyimak dengan maksud agar si penyimak
dapat menilai apa-apa yang disimak itu (baik-buruk, indah-jelek, tepat-ngawur, logis-
tak logis, dan lain-lain).
4) Menyimak untuk mengapresiasi simakan, yaitu menyimak dengan maksud agar si
penyimak dapat menikmati serta menghargai apa-apa yang disimaknya itu
(pembacaan cerita, pembacaan puisi, musik dan lagu, dialog, diskusi panel, dan
perdebatan).
5) Menyimak untuk mengkomunikasikan ide-idenya sendiri, yaitu menyimak dengan
maksud agar si penyimak dapat mengkomunikasikan ide-ide, gagasan-gagasan,
maupun perasaan-perasaannya kepada orang lain dengan lancar dan tepat.
6) Menyimak untuk membedakan bunyi-bunyi, yaitu menyimak dengan maksud dan
tujuan agar si penyimak dapat membedakan bunyi-bunyi dengan tepat mana bunyi
yang membedakan arti (distingtif) dan mana bunyi yang tidak membedakan arti.
Biasanya ini terlihat nyata pada seseorang yang sedang belajar bahasa asing yang
asyik mendengarkan ujaran pembicara asli (native speaker).
7) Menyimak untuk memecahkan masalah secara secara kreatif dan analisis, sebab dari
sang pembicara dia mungkin memperoleh banyak masukan berharga.
8) Menyimak untuk meyakinkan, yaitu menyimak untuk meyakinkan dirinya terhadap
suatu masalah atau pendapat yang selama ini diragukan oleh si penyimak ragukan;
dengan perkataan lain, dia menyimak secara persuasif.
2. Keterampilan Berbicara
Rofiuddin (1998: 13) mengatakan bahwa berbicara merupakan keterampilan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan
serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan secara lisan.
Tarigan (1983: 12) mengatakan Salah satu keterampilan pembicara adalah keterampilan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atas kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan,
serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sebagai bentuk atau wujudnya berbicara
disebut sebagai suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak
Menurut Mulyati, didefinisikan secara sempit berbicara adalah bentuk komunikasi
dengan menggunakan media bahasa lisan.
Banyak sekali defenisi tentang apa itu berbicara, tapi maknanya hampir sama. Dapat
disimpulkan bahwa keterampilan berbicara adalah ungkapan pikiran dan perasaan seseorang
dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa. Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan
kata-kata untuk mengespresikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
5
memungkinkan kita meminta klarifikasi, pengulangan atau kiat dapat memintal
lawan berbicara, memperlambat tempo bicara dari lawan bicara.
2) Semiaktif
Misalnya dalam berpidato di hadapan umum secara langsung. Dalam situasi
ini, audiens memang tidak dapat melakukan interupsi terhadap pembicaraan, namun
pembicara dapat melihat reaksi pendengar dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh
mereka.
3) Noninteraktif.
Misalnya dalam berpidato melalui radio atau televisi.
1) Tahap penamaan
Pada tahap penamaan, anak baru mulai mampu mengujar urutan bunyi kata
tertentu dan anak belum mampu memaknainya. Anak tersebut mampu mengucapkan
tetapi tidak mampu mengenal kata itu. Pengucapan kata mama, papa, makan,
minum oleh anak karena adanya suatu pola peniruan bunyi yang pernah didengarnya
(dari ibunya sendiri dan kakak-kakaknya atau anggota keluarganya). Pada umumnya
pada tahap ini anak baru mampu menggunakan kalimat terdiri atas satu kata atau
prase. Kata-kata yang diujarkannya pengucapan pada benda-benda yang ada
disekelilingnya. Penggunan kalimat yang berbentuk satu kata atau satu prase ini untuk
mewakili pesan disebut holo prase.
2) Tahap Telegrafis
Pada tahap telegrafis ini anak sudah mulai bisa menyampaikan pesan yang
diinginkanya dalam bentuk urutan bunyi yang berwujud dua atau tiga kata,
maksudnya, kalimat-kalimat yang diucapkan anak terdiri atas dua atau tiga kata. Yang
termasuk pada tahap ini yaitu anak yang berumur sekitar dua tahun.
3) Tahap Transformasional
Pengetahuan dan penguasan kata-kata tertentu yang dimiliki anak dapat
dimanfaatkan untuk mengucapkan kalimat-kalimat yang lebih rumit. Anak yang
berumur lima tahun adalah saat anak mulai memberanikan diri untuk bertanya,
menyuruh, menyanggah, dan menginformasikan sesuatu. Berbagai kegiatan anak dan
aktivitasnya dikomunikasikan atau diujarkan melalui kalimat-kalimat. Di sini anak
sudah mulai berani mentransformasikan idenya kepada orang lain dalam bentuk
kalimat yang beragam.
6
c. Keefektifan Berbicara
1) Ketepatan pengucapan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa
secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan
perahatian pendengar. Sudah tentu pola ucapan dan artikulasi yang digunakan tidak
selalu sama. Setiap orang mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang dipakai
berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaraan, perasaan, dan sasaran. Akan tetapi
kalau perbedaan atau perubahan itu terlalu mencolok, dan menyimpang, maka
keefektifan komunikasi akan terganggu.
Setiap penutur tentu sangat dipengaruhi oleh bahasa ibunya. Misalnya,
pengucapan kan untuk akhiran -kan yang kurang tepat, memasukkan. Memang kita
belum memiliki lafal baku, namun sebaiknya ucapan kita jangan terlalu diwarnai oleh
bahasa daerah, sehingga dapat mengalihkan perhatian pendengar. Demikian juga
halnya dengan pengucapan tiap suku kata. Tidak jarang kita dengar orang
mengucapkan kata-kata yang tidak jelas suku katanya.
Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat atau cacat akan menimbulkan
kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik sehingga dapat mengalihkan
perhatian pendengar, mengganggu komunikasi, atau pemakainya dianggap aneh
(Maidar dan Mukti, 1991).
2) Ketepatan intonasi
Kesesuaian intonasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara dan
merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik,
dengan penempatan intonasi yang sesuai dengan masalahnya menjadi menarik.
Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan menimbulkan
kejemuan dan keefektifan berbicara berkurang.
Demikian juga halnya dalam pemberian intonasi pada kata atau suku kata. Tekanan
suara yang biasanya jatuh pada suku kata terakhir atau suku kata kedua dari belakang,
kemudian ditempatkan pada suku kata pertama. Misalnya kata peyanggah, pemberani,
kesempatan, diberi tekanan pada pe-, pem-, ke-, tentu kedengarannya janggal.
7
4) Kelancaran
Seorang pembicara yang lancar berbicara memudahkan pendengar menangkap
isi pembicaraannya. Seringkali kita dengar pembicara berbicara terputus-putus,
bahkan antara bagian-bagian yang terputus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu yang
sangat mengganggu penangkapan pendengar, misalnya menyelipkan bunyi ee, oo, aa,
dan sebagainya. Sebaliknya, pembicara yang terlalu cepat berbicara juga menyulitkan
pendengar menangkap pokok pembicarannya.
Metode ucapan adalah suara guru atau rekaman suara guru. Model ucapan guru
yang diperdengarkan kepada siswa harus dipersiapkan dengan teliti. Materi diambil
dari kurikulum/silabus yang relevan. Suara guru harus jelas, intonasinya tepat, dan
kecepatan berbicara normal. Model ucapan diperdengarkan di muka kelas. Siswa
menyimak dengan teliti, kemudian mengucapkan kembali sesuai model guru. Materi
pembelajaran dapat beupa kata, kalimat sederhana, atau ucapan puisi sederhana, dan
sebagainya. Misalnya:
8
Guru: ini mama
Siswa: ini mama (bisa ditirukan secara individual, kelompok, atau klasikal)
2) Metode lihat-ucap
Misalnya:
Salah satu cara agar siswa banyak dan terampil berbicara ialah dengan pertanyaan
menggali. Jenis pertanyaan ini merangsang siswa banyak berbicara. Pertanyaan menggali
juga dapat dimanfaatkan untuk mengetahui untuk keluasan dan kedalaman siswa terhadap
suatu hal atau masalah.
Misalnya: guru memperlihatkan sebuah tas kepada para siswa. Guru menanyakan
sejumlah pertanyaan kepada siswa, sehubungan dengan tas tersebut, seperti namanya,
gunanya, dibuat dari apa, bagaimana cara membuatnya, dan sebagainya
f. Fungsi Berbicara
Adapun menurut Halliday dan Brown fungsi berbicara dapat dikelompokan menjadi
tujuh, yaitu:
1) Fungsi instrumental, yaitu bertindak untuk menggerakan serta memanipulasikan
lingkungan, menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi. Dengan fungsi ini, bahasa
yang diucapkan menimbulkan suatu kondisi khusus. Sebagai contoh fungsi ini adalah,
ketika seorang atasan memberikan nasiha-nasihat, perintah-perintah, serta larangan-
larangan kepada bawahannya.
2) Fungsi regulasi atau pengaturan, yaitu pengawasan kepada peristiwa-peristiwa. melalui
ini, berbicara difungsikan untuk persetujuan, celaan, pengawasan kelakuan. Sebagai
9
contoh, adalah keputusan seorang pengusaha yang memecat karyawannya, karena sering
terlambat datang.
3) Fungsi representasional merupakan penggunaan bahasa untuk membuat pernyataan-
pernyataan, menyampaikan fakta dan pengetahuan, menjelaskan, melaporkan, dan
menggambarkan. Sebagai contoh, seorang Penyiar yang menyampaikan berita gunung
meletus. Seorang Guru yang mendeskripsikan tentang suatu benda kepada murid-
muridnya.
4) Fungsi intraksional merupakan penggunaan bahasa untuk menjamin pemeliharaan sosial.
Fungsi ini untuk menjaga agar saluran-saluran komunikasi tetap terbuka. Sebagai
contoh, seorang Guru yang memberikan permainan, agar Siswanya tidak merasa bosan
dengan pelajaran yang disampaikan.
5) Fungsi personal merupakan penggunaan bahasa untuk menyatakan perasaan, emosi,
kepribadian, dan reaksi-reaksi yang terkandung dalam benaknya. Sebagai contoh, Orang
tua yang memarhi Anaknya karena tidak melaksanakan pekerjaan Rumah dengan baik.
6) Fungsi heuristik merupakan penggunaan bahasa untuk mendapatkan pengetahuan,
mempelajari lingkungan. Fungsi ini sering disampaikan dalam pertanyaan-pertanyaan.
Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang bertanya kepada dosennya tenteang hal yang
belum dipahami ketika dosen sedang menerangkan.
7) Fungsi nimajinatif merupakan penggunaan bahasa untuk menciptakan sistem-sistem atu
gagasan-gagasan imajiner. Sebagai contoh, seorang Ibu yang mendongeng kepada
Anaknya, tentang cerita Sangkuriang atau Malinkundang.
3. Keterampilan Membaca
a. Tahap I
Siswa membaca bahan/kata-kata atau kalimat yang telah mereka pelajari dan
mengucapkannya dengan baik. Hal ini masih dilakukan pada siswa SD kelas rendah.
10
Setelah mereka mampu membaca dan mengucapkan kata-kata yang telah dipelajari secara
bergantian siswa dapat mempraktikkannya.
b. Tahap II
Pada tahap ini siswa diajak membaca kalimat-kalimat yang lebih kompleks. Namun,
informasi/kata-kata yang digunakan adalah kata-kata yang sudah biasa bagi siswa.
c. Tahap III
Siswa mulai diperkenalkan dengan teks bacaan yang berisi jumlah kata yang masih
jarang didengar tujuannya adalah untuk membangun skema baru bagi anak
d. Tahap IV
Siswa di ajak membaca buku-buku yang tidak sulit (kosakatanya mudah dipahami)
yang dapat bermanfaat untuk kepentigan belajar mereka. Dalam hal ini, siswa mulai
dilatih menemukan sendiri ide dari setiap bacaannya.
e. Tahap V
Siswa diperkenalkan berbagai buku dan mengajak menemukan gagasan-gagasan yang
terdapat di dalm buku buku tersebut.
a. Kompetensi Kebahasaan.
Penguasaan bahasa (bahasa indonesia) secara keseluruhan, terutama tata bahasa dan
kosa kata, termasuk berbagai arti dan nuansa serta ejaan dan tanda-tanda baca, dan
pengelompokan kata.
a. Kemampuan mata
Keterampilan mata mengadakan gerakaan-gerakan membaca yang efisien.
b. Penentuan informasi fokus
Yaitu menentukan terlebih dahulu informasi yang diperlukan sebelum mulai
membca pada umumnya dapat meningkatkan efisiensi membaca.
c. Teknik-teknik dan metode membaca
Yaitu cara-cara membaca yang paling efisien dan efektif untuk menemukan
informasi fokus yang diperlukan. Teknik-teknik umum ialah baca pilih, baca
lompat, baca-layap, dan baca-tatap.
d. Fleksibilitas Membaca
Yaitu kemampuan menyesuaikan strategi membaca dengan kondisi baca.
Yang dimaksud strategi disini adalah teknik dan metode membaca dan gaya
membaca (santai, serius, dengan konsentrasi, dan lain-lain) kondisi baca ialah
tujuan membaca informasi fokus dan materi bacaan dalam arti keterbacaan.
e. Kebiasaan Membaca.
Yaitu minat (keinginan, kemauan dan motivasi) dan keterampilan membaca
yang baik dan efisien, yang telah berkembang dan membudaya secara maksimal
dalam diri seseorang.
11
Salah satu tugas guru ialah membimbing dan membantu siswa untuk mengembangkan
dan meningkatkan keterampilan membaca siswanya. Usaha-usaha yang dapat dilakukan agar
siswa memiliki keterampilan membaca ialah :
Ditinjau dari segi terdengar atau tidaknya suara pembaca waktu melakukan kegiatan
membaca, maka proses membaca dapat dibedakan menjadi :
1) Membaca Nyaring
Membaca nyaring adalah kegiatan membaca dengan menyuarakan tulisan yang
dibacanya dengan ucapan dan intonasi yang tepat agar pendengar dan pembaca dapat
menangkap informasi yang disampaikan oleh penulis, baik yang berupa pikiran,
perasaan, sikap, ataupun pengalaman penulis.
2) Membaca Dalam Hati
Membaca dalam hati adalah kegiatan membaca yang dilakukan dengan tanpa
menyuarakan isi bacaan yang dibacanya.
Secara garis besar, membaca dalam hati dapat dibedakan menjadi dua (I)
membaca ekstensif dan (II) membaca intensif. Berikut penjelasan secara rinci kedua
jenis membaca tersebut
1) Membaca Ekstensif
membaca ekstensif adalah membaca secara luas. Objeknya meliputi sebanyak
mungkin teks dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Membaca ekstensif meliputi
b) Membaca Sekilas
12
Membaca sekilas atau membaca cepat adalah kegiatan membaca dengan
mengandalakan kecepatan gerak mata dalam melihat dan memperhatikan bahan
tertulis yang dibacanya dengan tujuan untuk mendapatkan informasi secara cepat.
c) Membaca Dangkal (Superficial Reading
mmbaca dangkal pada hakekatnya bertujuan untuk memperoleh pemahaman
yang dangkal yang bersifat luaran, yang tidak mendalam dari suatu bahan bacaan.
Membaca jenis ini biasanya dilakukan seseorang membaca demi kesenangan,
membaca bacaan ringan yang mendatangkan kesenangan, kegembiraan sebagai
pengisi waktu senggang.
2) Membaca Intensif
membaca intensif atau intensive reading adalah membaca dengan penuh
penghayatan untuk menyerap apa yang seharusnya kita kuasai. Yang termasuk dalam
membaca intensif adalah :
a) Membaca Teliti
Membaca jenis ini sama pentingnya dengan membaca sekilas, maka sering kali
seseorang perlu membaca dengan teliti bahan-bahan yang disukai.
b) Membaca Pemahaman
Membaca pemahaman (reading for understanding) adalah sejenis membaca yang
bertujuan untuk memahami tentang standar-standar atau norma-norma kesastraan (literary
standards), resensi kritis (critical review), dan pola-pola fiksi (patterns of fiction)..
c) Membaca Kritis
Membaca kritis adalah kegiatan membaca yang dilakukan secara bijakasana,
mendalam, evaluatif, dengan tujuan untuk menemukan keseluruhan bahan bacaan, baik
makna baris-baris, makna antar baris, maupun makna balik baris.
d) Membaca Ide
Membaca ide adalah sejenis kegiatan membaca yang ingin mencari, memperoleh,
serta memanfaatkan ide-ide yang terdapat pada bacaan.
e) Membaca Kreatif
Membaca kreatif adalah kegiatan membaca yang tidak hanya sekedar menagkap makna
tersurat, makna antar baris, tetapi juga mampu secara kreatif menerapkan hasil
membacanya untuk kehidupan sehari-hari.
`Banyak sekali pertanyaan seputar cara yang membuat proses membaca Anda menjadi
efektif. Bagaimana cara untuk mengingat baik apa yang sedang Anda baca? Bagaimana Agar
tidak tertidur saat membaca? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Berikut halhal yang perlu
Anda perhatikan:
1) Posisi Membaca
Hal ini sangat menentukan seberapa efektif Anda akan menyerap bacaan.
Mengapa posisi membaca penting? Karena posisi membaca akan sangat memengaruhi
seberapa lama Anda bertahan dalam membaca sebelum tertidur. Posisi yang salah akan
membuat kita segera tertidur. Posisi apa yang paling sering membuat membaca dan
berlanjut menjadi tidur? Jawabannya jelas posisi berbaring. Secara fisik, fisiologis, dan
psikologis, Anda sudah memosisikan diri untuk tidur. Secara fisiologis, telapak kaki juga
sejajar jantung. Ini membuat pompa darah dan oksigen dari jantung ke otak juga semakin
lemah sehingga otomatis memberikan perintah kepada tubuh untuk beristirahat.
2) Tujuan Membaca
13
Hal ini akan membantu mengarahkan pikiran Anda agar lebih fokus dan mendapatkan
informasi yang Anda inginkan. Mempunyai tujuan sebelum mulai membaca sangat
memberikan perbedaan dalam proses dan hasil membaca. Setelah mengetahui apa kira
kira yang dibahas dalam sebuah buku, putuskanlah apakah buku tersebut layak Anda
baca. Beli dan bacalah bila menurut Anda demikian. Jangan membeli buku yang tidak
Anda anggap layak karena akhirnya buku tersebut hanya akan menjadi pajangan di
rumah.
3) Fokus
Seberapa fokus Anda dalam membaca. Fokus yang benar membuat Anda bisa
memilih hal apa yang ingin menjadi pusat perhatian Anda. Dalam sistem Bacakilat
kondisi ini dinamakan kondisi genius yakni sebuah kondisi yang membuat tubuh, hati,
dan pikiran Anda bisa diarahkan ke hal yang Anda inginkan dengan mudah.
Ketika sebuah informasi menjadi familier berarti Anda sudah memahami dan
menguasainya. Tujuan Anda membaca atau belajar adalah membuat pikiran bawah sadar
Anda familier. Pikiran bawah sadar adalah tempat penyimpanan data, program diri, dan
kebiasaan Anda. Hal yang sudah familier di pikiran bawah sadar juga bisa berarti hal
yang menjadi bagian dari diri Anda dan menjadi kebiasaan Anda. Membangun
familiaritas atau keakraban di database Anda, atau lebih dikenal dengan pikiran bawah
sadar bisa membuat proses membaca menjadi sangat efektif dan isi buku menjadi mudah
diterapkan.
Pikiran Anda tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang imajinasi.
Banyak orang yang mengatakan bahwa mereka tidak bisa berimajinasi. Imajinasi
merupakan bahasa dari pikiran kita. Berdialog dengan buku adalah proses membaca yang
aktif, bukan sekadar proses satu arah yang dingin. Membaca sekali dan tidak didukung
oleh langkahlangkah yang tepat membuat Anda sering kali melupakan hal yang kita
baca sesaat setelah pindah bab baru.
6) Kecepatan Membaca
Seberapa efektif kecepatan dalam membaca. Kecepatan seperti apa yang efektif dalam
menyerap informasi sangatlah bervariasi. Membaca dengan satu kecepatan monoton yang
umumnya dilakukan banyak orang bukanlah sebuah cara yang efektif. Kecepatan yang
tepat dalam membaca adalah dengan menyesuaikan kecepatan. Percepatlah pada bagian
yang sudah Anda pahami, bagian yang tidak penting, dan bagian yang sudah familier.
Perlambatlah pada saat Anda butuh pemahaman, pada bagian yang penting, dan bagian
yang baru bagi Anda.
14
7) Mencatat Hal yang Menurut Anda Penting
Ada dua gaya mencatat. Satu, gaya linear. Ini yang selama ini kita lakukan dari kecil.
Yang kedua adalah radial, yang melibatkan otak kiri dan kanan dengan Mindmap.
Menggunakan Mindmap adalah hal yang amat penting agar Anda bisa mengingat lebih
lama. Mindmap juga sangat efektif untuk proses belajar karena dapat mempercepat proses
penguasaan materi yang Anda baca.
4. Keterampilan Menulis:
Menulis adalah proses komunikasi berupa penyampaian pesan secara tertulis kepada
pihak lain yang malibatkan penulis sebagai penyampian pesan dan pembaca sebagai
penerima pesan.
Dalam upaya meningkatkan kemampuan menulis, guru perlu memperhatikan bahan ajar
menulis dan metode pengajran menulis :
15
b. Metode pengajaran menulis deskripsi menulis dapat dilakukan dengan bantuan gambar
dan dapat pula tanpa bantuan gambar. Kegiatan ini dilakukan dengan mengungkapkan
hasil :
- Pengamatan objek terhadap lingkungan anak
- Dan pengalaman yang pernah dilakukan
Keempat keterampilan tersebut saling terkait antara yang satu dengan yang lain :
16
c. Hubungan Membaca dan Menulis
Membaca dan menulis merupakan aktivitas berbahasa ragam tulis. Menulis adalah
kegiatan berbahasa yang bersifat produktif, sedangkan membaca adalah kegiatan yang
bersifat reseptif. Seorang penulis menyampaikan gagasan, perasaan, atau informasi dalam
bentuk tulisan. Sebaliknya seorang pembaca mencoba memahami gagsan, perasaan atau
informasi yang disajikan dalam bentuk tulisan tersebut. Membaca adalah suatu proses
kegiatan yang ditempuh oleh pembaca yang mengarah pada tujuan melalui tahap-tahap
tertentu (Burns, 1985). Proses tersebut berupa penyandian kembali dan penafsiran sandi.
Kegiatan dimulai dari mengenali huruf, kata, ungkapan, frasa, kalimat, dan wacana, serta
menghubungkannya dengan bunyi dan maknanya (Anderson, 1986). Lebih dari itu,
pembaca menghubungkannya dengan kemungkinan maksud penulis berdasarkan
pengalamannya (Ulit, 1995). Sejalan dengan hal tersebut, Kridalaksana (1993)
menyatakan bahwa membaca adalah keterampilan mengenal dan memahami tulisan
dalam bentuk urutan lambing-lambang grafis dan perubahannya menjadi bicara bermakna
dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras. Kegiatan membaca
dapat bersuara nyaring dan dapat pula tidak bersuara (dalam hati). Menulis adalah
menurunkan atau melukiskan lambing-lambang grafis yang menggambarkan suatu bahasa
yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambing-lambang
grafis tersebut (Bryne, 1983). Lebih lanjut Bryne menyatakan bahwa mengarang pada
hakikatnya bukan sekedar menulis symbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan
kata-kata tersusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, akan tetapi mengarang
adalah menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang
dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat
dikomunikasikan kepada pembaca. Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam kegiatan
karang-mengarang, pengarang menggunakan bahasa tulis untuk menyatakan isi hati dan
buah pikirannya secara menarik kepada pembaca.
17