Pendahuluan
Kelenjar tiroid adalah salah satu dari kelenjar endokrin terbesar pada tubuh manusia.
Kelenjar ini dapat ditemui di bagian depan leher, sedikit di bawah laring. Kelenjar ini
berfungsi untuk mengatur kecepatan tubuh membakar energi, membuat protein, dan mengatur
sensitivitas tubuh terhadap hormon lainnya. Tiroid memproduksi 2 hormon utama, yaitu
tiroksin (T-4) dan triodotironin (T-3), hormon yang mengatur penggunaan lemak dan
karbohidrat, mengatur suhu tubuh, kecepatan jantung dan produksi protein. Adapun dalam
kondisi-kondisi tertentu membuat kelenjar tiroid diproduksi secara tidak normal.
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
1. Tes skrining,
Dilakukan dengan pemeriksaan darah pada bayi baru lahir atau berumur 3 hari
atau minimal 36 jam atau 24 jam setelah kelahiran. Darah bayi akan diambil sebelum ibu
dan bayi meninggalkan rumah sakit bersalin. Jika bayi dilahirkan di rumah, bayi
diharapkan dibawa ke rumah sakit / dokter sebelum usia 7 hari untuk dilakukan
pemeriksaan ini. Darah diambil melalui tusukan kecil pada salah satu tumit bayi, lalu
diteteskan beberapa kali pada suatu kertas saring (kertas Guthrie) dan setelah mengering
dikirim ke laboratorium.
2. Pemeriksaan darah:
T4 bebas (free T4)
TSH
T4 total
T3RU (T3 uptake)
TBG ( bila dicurigai defisiensi TBG)
Bila diperlukan:
o Antibody antitiroiid (bila ada riwayat tiroiditis pada ibu)
o Tiroglobulin
o Alfa fetoprotein
Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium:
3 10 tahun
Anak pubertas
Anak pubertas
3. Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine hanya dilakukan jika terdapat riwayat pemakaian atau paparan
yodium berlebihan baik pra-natal maupun pasca-natal, atau tinggal di daerah endemik
goiter. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis etiologi hipotiroid
kongenital transien.
Sampai saat ini skintigrafi kelenjar tiroid masih merupakan cara terbaik unutk
menentukan etiologi hipotiroid kongenital. Untuk pemeriksaan pada neonatus
digunakan sodium pertechnetate (Tc99m) atau I123. Radioaktivitas I131 terlalu tinggi
dan kurang baik bagi jaringan tubuh sehingga jarang digunakan untuk neonates.
Pada aplasia kelenjar tiroid, kelainan reseptor TSH, atau defek ambilan
(trapping) tidak terlihat ambilan zat radioaktif sehingga tidak terlihat bayangan
kelenjar pada hasil skintigrafi. Jika pada hasil skintigrafi terlihat kelenjar hipoplastik
atau ektopik, hal ini menunjukkan bahwa kelenjar masih mempunyai kemampuan
mensekresi hormon tiroid.
Bila terlihat kelenjar tiroid besar dengan ambilan zat radioaktif tinggi, ini
mungkin merupakan thiouracilinduced goiter atau kelainan bawaan lainnya. Adanya
kelainan bawaan, yang biasanya diturunkan secara autosomal resesif, memerlukan
konsultasi genetika dan mempunyai risiko berulang sebesar 25%. Bila terdapat
pemakaian tiourasil atau yodium yang berlebihan, maka pengaruh goiterogen tersebut
harus dihilangkan terlebih dulu serta dilakukan pengawasan.
Diagnosis Kerja
Hipotiroid Kongenital
Penyebab hipotiroid paling sering di seluruh dunia adalah defisiensi yodium yang
merupakan komponen pokok tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Anak yang lahir dari ibu
dengan defisiensi yodium berat akan mengalami hipotiroid yang tidak terkompensasi karena
hormon tiroid ibu tidak dapat melewati plasenta sehingga memberikan manifestasi kelainan
neurologis pada saat lahir.
Banyak faktor yang berperan pada hipotiroid sehingga gambaran klinisnya sangat
bervariasi. Terjadinya hipotiroid tidak dipengaruhi oleh faktor geografis, sosial ekonomi
maupun iklim dan tidak terdapat predileksi untuk golongan etnis tertentu. Umumnya kasus
hipotiroid muncul secara sporadik. Faktor genetik hanya berperan pada hipotiroid tipe
tertentu yang diturunkan secara autosomal resesif.
Diagnosis Banding
Beckwith-Wiedemann Syndrome
Goiter
Hypopituitarism
Iodine Deficiency
Panhypopituitarism
Thyroxine-Binding Globulin Deficiency
Mongolisme Sering disertai hipotiroid kongenital, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan faal tiroid secara rutin epikantus (+), makroglosi (+) miksedema (-
) retardasi motorik dan mental Kariotyping, trisomi 21
Epidemiologi
Hipotiroid kongenital merupakan kelainan endokrin kongenital yang paling sering, dapat
terjadi pada 1 dari 3000 sampai 4000 bayi baru lahir.7,8,9 Penyakit ini dapat terjadi secara
transient, namun lebih sering terjadi secara permanen.9Hipotiroid, termasuk yang kongenital,
paling sering terjadi karena defisiensi iodine.9 Hipotiroid neonatal disebabkan oleh disgenesis
pada 80-85%, karena dishormogenesis pada 10-15%, dan antibodi TSH-R pada 5% populasi.
Kelainan ini terjadi dua kali lebih sering pada anak perempuan.9 Hipotiroid kongenital
biasanya bersifat sporadik, namun sampai 2% dari disgenesis tiroid bersifat familial, dan
hipotiroid kongenital yang disebabkan oleh defek organifikasi biasanya diturunkan
resesif.10 Mutasi yang menyebabkan hipotiroid kongenital semakin banyak ditemukan, namun
penyebab dari sebagian besar populasi masih tidak diketahui.9
Etiologi
Hipotiroidisme kongenital disebabkan oleh kekurangan iodium dan hormon tiroid
yang terjadi sebelum atau segera sesudah penderita dilahirkan. Hipotiroidisme kongenital
atau kretinisme ini mungkin sudah timbul sejak lahir atau menjadi nyata dalam beberapa
bulan pertama kehidupan. Hipotiroidisme ini mempunyai gejala-gejala yang sangat kompleks
dan bermacam-macam manifestasinya.
Hormon tiroid yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid (kelenjar gondok) dibutuhkan
sepanjang hidup manusia untuk mempertahankan metabolisme serta fungsi organ dan
peranannya sangat kritis pada bayi yang sedang tumbuh pesat. Kekurangan hormon tiroid
sejak lahir (hipotiroid kongenital) bila tidak diketahui dan diobati sejak dini akan
mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Hipotiroidisme kongenital bisa
disebabkan oleh berbagai kelainan seperti misalnya kelainan anatomis berupa tidak
terbentuknya kelenjar tiroid (agenesis/ atiroid), hipotrofi, atau kelenjar terletak tidak pada
tempatnya (ektopik). Selain itu kelainan genetik, kekurangan atau kelebihan iodium, serta
gangguan sintesis hormon tiroid atau dishormogenesis juga dapat menyebabkan
hipotiroidisme kongenital.
Klasifikasi
1. Hipotiroid primer permanen
Disgenesis kelenjar tiroid : aplasia, hipoplasia, kelenjar tiroid ektopik
Dishormonogenesis : kelainan proses sintesis, seksresi dan utilisasi hormone tiroid sejak
lahir. Dishormogenesis disebabkan oleh defisiensi enzim yang diperlukan dalam sintesis
hormone tiroid. Kelainan ini diturunkan secara autosomal resesif. Kelainan ini mencakup
10% kasus hipotiroid kongenital. Kelainan ini terjadi karena:
1. Kelainan reseptor TSH
2. Kegagalan menangkap yodium
3. Kelainan organifikasi
4. Defek coupling
5. Kelainan deiodinasi
6. Produksi tiroglobulin abnormal
7. Kegagalan sekresi hormone tiroid
8. Kelainan reseptor hormone tiroid perifer
Hipotiroid primer permanen juga bisa disebabkan oleh ibu mendapat pengobatan
yodium radioaktif. Preparat yodium radioaktif yang diberikan pada ibu dengan kanker tiroid
atau penyakit Graves setelah usia gestasi 10 minggu melewati plasenta, selanjutnya ditangkap
oleh tiroid janin sehingga mengakibatkan ablasi tiroid. Keadaan ini juga dapat
menimbulkan stenosis trakea dan hipoparatiroid.
2. Hipotiroid primer transien
a) Ibu dengan penyakit Graves atau mengkonsumsi bahan goitrogenik
Obat golongan tiourasil yang digunakan untuk mengobati penyakit Graves dapat
melewati plasenta sehingga menghambat produksi hormon tiroid. Propitiourasil (PTU) 200-
400 mg/hari yang diberikan pada ibu dapat mengakibatkan hipotiroid kongenital transien
yang akan menghilang jika PTU sudah dimetabolisme dan diekskresi oleh bayi.
b) Defisiensi yodium pada ibu atau paparan yodium pada janin atau bayi baru lahir
Di daerah endemic goiter, hampir dapat dipastikan bahwa defisiensi yodium
merupakan penyebab utama terjadinya goiter dan hipotiroid. Pemakaian yodium berlebihan
pada ibu hamil seperti penggunaan antiseptic yodium (misal yodium povidon) pada mulut
rahim saat rupture ketuban antepartum, ataupun antiseptik topikal pada neonatus (misalnya
untuk membersihkan tali pusat) dapat menyebabkan terjadinya hipotiroid primer pada
neonatus. Amniofetografi dengan kontras beryodium dilaporkan dapat menyebabkan
hipotiroid kongenital transien.
d) Idiopatik
Bila hipotiroid transien tidak cocok dengan kategori yang telah disebutkan di atas,
maka dapat dimasukkan dalam kelompok ini. Etiologi pasti belum diketahui, namun beberapa
kasus diduga akibat adanya kelainan pada mekanisme umpan balik aksis hipotalamus-
hipofisis-tiroid.
Kelainan ini merupakan 5% dari kasus hipotiroid kongenital. Penyebabnya antara lain:
Kelainan kongenital perkembangan otak tengah
Aplasia hipofisis kongenital
Idiopatik
4. Hipotiroid sekunder transien
Bayi dengan kadar T4 total, T4 bebas, dan TSH normal rendah masih mungkin
mengalami hipotiroid sementara. Keadaan ini sering dijumpai pada bayi prematur karena
imaturitas organ dianggap sebagai dasar kelainan ini, yaitu imaturitas aksis hipotalamus-
hipofisis. Hipotiroid pada bayi prematur sulit dibedakan dengan bentuk yang terjadi akibat
penyakit nontiroid. Bila dicurigai hipotiroid terjadi akibat penyakit nontiroid, maka
pengobatan dengan hormon tiroid tidak diberikan tetapi dilakukan tes fungsi tiroid secara
serial sampai penyakit akut atau kronik sembuh sehingga fungsi tiroid yang sebenarnya dapat
diketahui.
Patofisiologi
Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau gangguan pada
respon jaringan terhadap hormon tiroid. Sintesis hormon tiroid diatur sebagai berikut :
Hipotiroid dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus.
Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan disertai
oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negatif oleh HT pada
hipofisis anterior dan hipotalamus.
Apabila hipotiroid terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah
disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena tidak adanya
umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroid yang disebabkan oleh malfungsi
hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.
Jika produksi hormone tiroid tidak adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi
untuk meningkatkan sekresinya sebagai respons terhadap rangsangan hormone TSH.
Penurunan sekresi hormone kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolisme basal yang
akan mempengaruhi semua system tubuh. Proses metabolic yang dipengaruhi antara lain :
Penurunan produksi asam lambung.
Penurunan motilitas usus
Penurunan detak jantung.
Gangguan fungsi neurologist.
Penurunan produksi panas
Penurunan hormone tiroid juga akan mengganggu metabolisme lemak dimana akan
terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigeliserida sehingga klien berpotensi mengalami
atherosclerosis. Akumulasi proteoglicans hidrophilik di rongga intertisial seperti rongga
pleura, carsiak dan abdominal sebagai tanda dari miksedema. Pembentukan eritrosit yang
tidak optimal sebagai dampak dari menurunnya hormone tiroid memungkinkan klien
mengalami anemia.
Patofisiologi hipotiroidisme didasarkan atas masing-masing penyebab yang dapat
menyebabkan hipotiroidisme, yaitu :
1. Hipotiroidisme sentral (HS)
Apabila gangguan faal tiroid terjadi karena adanya kegagalan hipofisis, maka
disebut hipotiroidisme sekunder, sedangkan apabila kegagalan terletak di
hipothalamus disebut hipotiroidisme tertier. 50% HS terjadi karena tumor hipofisis.
Keluhan klinis tidak hanya karena desakan tumor, gangguan visus, sakit kepala, tetapi
juga karena produksi hormon yang berlebih (ACTH penyakit Cushing, hormon
pertumbuhan akromegali, prolaktin galaktorea pada wanita dan impotensi pada pria).
Urutan kegagalan hormon akibat desakan tumor hipofisis lobus anterior adalah
gonadotropin, ACTH, hormon hipofisis lain, dan TSH.
2. Hipotiroidisme Primer (HP)
Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid. Hormon berkurang akibat anatomi
kelenjar. Jarang ditemukan, tetapi merupakan etiologi terbanyak dari hipotiroidisme
kongenital di negara barat. Umumnya ditemukan pada program skrining massal.
Kerusakan tiroid dapat terjadi karena:
a) Pascaoperasi
Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi atau lebih kecil), subtotal atau total.
Tanpa kelainan lain, strumektomi parsial jarang menyebabkan hipotiroidisme.
Strumektomi subtotal M. Graves sering menjadi hipotiroidisme dan 40%
mengalaminya dalam 10 tahun, baik karena jumlah jaringan dibuang tetapi juga
akibat proses autoimun yang mendasarinya.
b) Pascaradiasi
Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada hipertiroidisme menyebabkan lebih dari
40-50% pasien menjadi hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi pemberian RAI
pada nodus toksik hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesar <5%. Juga dapat
terjadi pada radiasi eksternal di usia <20 tahun : 52% 20 tahun dan 67% 26 tahun
pascaradiasi, namun tergantung juga dari dosis radiasi.
c) Tiroiditis autoimun.
Disini terjadi inflamasi akibat proses autoimun, di mana berperan antibodi
antitiroid, yaitu antibodi terhadap fraksi tiroglobulin (antibodi-antitiroglobulin,
Atg-Ab). Kerusakan yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Faktor
predisposisi meliputi toksin, yodium, hormon (estrogen meningkatkan respon
imun, androgen dan supresi kortikosteroid), stres mengubah interaksi sistem imun
dengan neuroendokrin. Pada kasus tiroiditis-atrofis gejala klinisnya mencolok.
Hipotiroidisme yang terjadi akibat tiroiditis Hashimoto tidak permanen.
d) Tiroiditis Subakut(De Quervain)
Nyeri di kelenjar/sekitar, demam, menggigil. Etiologi yaitu virus. Akibat nekrosis
jaringan, hormon merembes masuk sirkulasi dan terjadi tirotoksikosis (bukan
hipertiroidisme). Penyembuhan didahului dengan hipotiroidisme sepintas.
e) Dishormogenesis
Ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah proses hormogenesis.
Keadaan ini diturunkan, bersifat resesif. Apabila defek berat maka kasus sudah
dapat ditemukan pada skrining hipotiroidisme neonatal, namun pada defek ringan,
baru pada usia lanjut.
f) Karsinoma.
Kerusakan tiroid karena karsinoma primer atau sekunder, amat jarang.
3. Hipotiroidisme sepintas.
Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan hipotiroidisme yang cepat
menghilang. Kasus ini sering dijumpai. Misalnya pasca pengobatan RAI, pasca
tiroidektomi subtotalis. Pada tahun pertama pasca operasi morbus Graves, 40% kasus
mengalami hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah setahun banyak
kasus pulih kembali, sehingga jangan tergesa-gesa memberi substitusi. Pada neonatus
di daerah dengan defisiensi yodium keadaan ini banyak ditemukan, dan mereka
beresiko mengalami
Manifestasi Klinis
Pada neonatus, gejala khas hipotiroidisme seringkali tidak tampak dalam
beberapa minggu pertama kehidupan. Hanya 10-15% bayi baru lahir hipotiroidisme yang
datang dengan manifestasi klinik mencurigakan, yang membuat dokter waspada akan
kemungkinan hipotiroidisme.4,5,8 Salah satu tanda yang paling khas dari
hipotiroidisme kongenital pada bayi baru lahir adalah fontanela posterior terbuka dengan
sutura cranial yang terbuka lebar akibat keterlambatan maturasi skeletal prenatal. Kelambatan
maturasi tulang, dapat dinilai dengan pemeriksaan radiologik pada daerah femoral distal
lutut, tidak hanya untuk kepentingan diagnostik, tetapi jugamenggambarkan berat serta
lamanya penyakit in utero. Gejala berikutnya yang paling sering adalah hernia umbilikalis,
namun kurang spesifik. Sebagian besar pasien memiliki berat lahir besar untuk kehamilan (di
atas 3,5 kg dengan periode kehamilan lebih dari 40 minggu). Kurang dari separuh pasien
didapatkan ikterus berkepanjangan pada awal kehidupannya. Tidak terdapat perbedaan jenis
kelamin untuk terjadinya hipotiroidisme kongenital. Tanda dan gejala lain yang jarang
terlihat adalah konstipasi(Riwayat BAB pertama > 20 jam setelah lahir dan sembelit ),
hipotonia, suara tangis serak, kesulitan makan atau menyusui, bradikardi dan kulitkering dan
kasar. Selain itu, bayi dengan hipotiroidisme kongenital memiliki insiden anomaly kongenital
lain lebih tinggi, namun kemaknaannya tidak jelas. Berbagai anomali congenital pada bayi
hipotiroidisme kongenital yang diidentifikasi melalui program skrininghipotiroidisme, antara
lain penyakit jantung bawaan, penyimpangan kromosom, kelainan tulang, dan sindrom
rambut terbelah.
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Komplikasi
Apabila keadaan hipothyroid ini tidak ditangani selama masa neonatus dan bayi, maka
akan dapat menyebabkan kelainan yang lebih berat berupa:
1. Keterlambatan Pertumbuhan
Walaupun tiroksin tampaknya tidak begitu diperlukan untuk pertembuhan
sebelum kelahiran, namun sangat esensial untuk pertumbuhan normal setelah
kelahiran. Jika seorang bayi memilki defisiensi tiroid yang tidak ditangani, ia akan
memiliki postur yang kecil pada masa bayi maupun kanak-kanak dan berujung pada
postur yang sangat pendek. Keterlambatan pertumbuhan ini mempengaruhi seluruh
bagian tubuh termasuk tulang.6
2. Keterlambatan Perkembangan Mental
Retardasi intelektual dapat terjadi pada kondisi kekurangan tiroksin. Derajat
retardasi bergantung pada keparahan defisiensi hormon tiroid. Jika hanya ada kekurangan
parsial tiroksin, kelainan mental minimal dapat terjadi.4,5 Ketika tiroksin sepenuhnya tidak
ada dan bayi tidak mendapatkan penanganan, retardasi mental yang parah mungkin dapat
terjadi. Namun, kondisi ini tidak akan terjadi jika penatalaksanaan dilakukan sejak
awal.5,8,10
3. Jaundice Persisten
Secara normal, kondisi jaundice adalah kondisi yang fisiologis yang dapat terjadi
pada neonatus yang berlangsung selama 1-2 minggu. Namun pada kondisi hipotiroidisme
yang tidak ditangani (untreated hypothiroidism), jaundice dapat berlangsung lebih dari
waktu yang normal. Enzim glukoronil teransferase merupakan enzim yang
mengkatatalisis proses konjugasi bilirubin di dalam hepatosit. Pada hipotiroid aktivitas
enzim ini menurun sehingga terjadi penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dari
hepatosit ke dalam usus. Hal ini menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tak
terkonjugasi. Peningkatan rasio klesterol-fosfolipid pada membran hepatosit dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan pada proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi
oleh hepatosit. Gangguan karena penningkatan rasio kolesterol fosfolipid ini mengganggu
kelarutan bahanbahan yang akan memasuki sel hepatosit, salah satunya adalah bilirubin
tak terkonjugasi yang berasal dari siklus enterohepatik. Selain itu tejadi juga gangguan
kerja dari enzim Na+, K+-ATPase yang merupkan enzim yang berperan dalam proses up
take bilirubin oleh hati yang terjadi melalui suatu proses transport aktif.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. IPD Jilid 3 Edisi 4. Jakarta: Departemen IPD FK UI
Behrman, Kliegman, & Arvin. 2000. Nelson Textbook 0f Pediatrict. Edisi 15, vol 3. Jakarta: EGC
Stein, Jay H. 2001. Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta: EGC
Meisenberg, Gerhard. 2006. Principles of Medical Biochemeistry. China. Mosby Elsevier
Nissenson, Allen R. 2005. Clinical Dialysis. New York: The McGraw-Hill Complications
Norwitz Errol R & Schorge John O. 2008. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta:
Erlangga
Molina, Patricia E. 2010. Endocrine Physiology. Edisi ke-3. USA. Mc Graw Hill Medical.
Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8.
Jakarta: EGC
Rubenstein David, Wayne David, Bradley John. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Edisi 6.
Jakarta: Erlangga
Sacher, Ronald A. 2004. Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT). Jakarta: EGC
Chanrasoma, parakrama. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2.Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta:
EGC