Abd Diy
Abd Diy
Sejak berdirinya negara Republik Indonesia, banyak sudah tokok-tokoh negara saat itu telah merumuskan bentuk
perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun diskusi kelompok.
Sebagai contoh, Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide, bahwa dasar perekonomian Indonesia
yang sesuai dengan cita-cita tolong menolong adalah koperasi, namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus
dilakukan secara koperasi.
Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, dalam pidatonya di Amerika
tahun 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah semacam ekonomi campuran. Namun demikian dalam
proses perkembangan berikutnya disepakatilah suatu bentuk ekonomi yang baru, dinamakan sebagai Sistem Ekonomi
Pancasila, yang didalamnya mengandung unsur pentinga yang disebut Demokrasi Ekonomi.
Terlepas dari sejarah yang akan menceritakan yang akan mencerminkan keadaan yang sesungguhnya pernah
terjadi di Indonesia, maka menurut UUD45, sistem perekonomian Indonesia tercermin dalam pasal-pasal 23, 27, 33.
Dan 34.
Demokrasi Ekonomi dipilih, karena mempunyai ciri-ciri positif yang diantaranya adalah (Suroso, 1993) :
- Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
- Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh negara.
- Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
- Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan pemufakatan lembaga-lembaga perwakilan
rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga-lembaga perwakilan pula.
- Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan
dan penghidupan yang layak.
- Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatnnya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
- Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak
merugikan kepentingan umum.
- Fakir miskin serta anak terlantar, dipelihara oleh pemerintah.
Sistem perekonomian di Indonesia sangat menentang adanya sistem Free Fight Liberalism, Etatisme (Ekonomi
Komando) dan Monopoli, karena sistem ini memang tidak sesuai dengan sitem ekonomi yang dianut Indonesia
(bertentangan).
Free fight liberalism : Sistem kebebasan usaha yang tidak terkendali, sistem ini dianggap tidak cocok dengan
kebudayaan Indonesia dan berlawanan dengan semangat gotong-royong yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal
33, dan dapat mengakibatkan semakin besarnya jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin.
Etatisme : Suatu paham dalam pemikiran politik yang menjadikan negarasebagai pusat segala kekuasaan. Negara
adalah sumbu yang menggerakkan seluruh elemen politik dalam suatu jalinan rasional, yang dikontrol secara ketat
dengan menggunakan instrumen kekuasaan. Keikutsertaan pemerintah yang terlalu dominan juga dapat mematikan
motivasi dan kreasi dari masyarakat untuk dapat berkembang dan bersaing sehat.
Monopoli : suatu bentuk pemusatan ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain
pada konsumen untuk tidak mengikuti keinginan sang monopoli.
Meskipun pada awal perkembangan perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi pancasila, ekonomi
Demokrasi, dan mungkin campuran, namun bukan berarti sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah
terjadi di Indonesia. Awal tahun1950-an sampai dengan tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis
dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga dengan sistem etatisme, pernah juga memberi corak perekonomian di
tahun 1960-an sampai dengan pada masa orde baru.
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih
untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.
3. Pemerintahan Transisi
Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan
semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan
pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran
yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.
Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei
1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan
mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar
dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri
dari jabatannya.
Pemerintahan transisi merupakan peralihan antara pemerintahan zaman
Soeharto ke pemerintahan B.J. Habibie.
4. Pemerintahan Reformasi
Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil
presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan
dimulainya Orde Reformasi.
Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang
oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan
di kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi
Semanggi, yang menewaskan 18 orang.
Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan
Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi.
Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan
kebebasan berekspresi.
Presiden BJ Habibie mengambil prakarsa untuk melakukan koreksi. Sejumlah
tahanan politik dilepaskan. Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan
dibebaskan, tiga hari setelah Habibie menjabat. Tahanan politik dibebaskan secara
bergelombang. Tetapi, Budiman Sudjatmiko dan beberapa petinggi Partai Rakyat
Demokratik baru dibebaskan pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Setelah
Habibie membebaskan tahanan politik, tahanan politik baru muncul. Sejumlah aktivis
mahasiswa diadili atas tuduhan menghina pemerintah atau menghina kepala
negara. Desakan meminta pertanggungjawaban militer yang terjerat pelanggaran
HAM tak bisa dilangsungkan karena kuatnya proteksi politik. Bahkan, sejumlah
perwira militer yang oleh Mahkamah Militer Jakarta telah dihukum dan dipecat
karena terlibat penculikan, kini telah kembali duduk dalam jabatan struktural.
Ketika Habibie mengganti Soeharto sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, ada
lima isu terbesar yang harus dihadapinya, yaitu:
a. masa depan Reformasi;
b. masa depan ABRI;
c. masa depan daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia;
d. masa depan Soeharto, keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya; serta
e. masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Berikut ini beberapa kebijakan yang berhasil dikeluarkan B.J. Habibie dalam rangka
menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat.
a. Kebijakan dalam bidang politik
Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang
masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut
ini tiga undang-undang tersebut.
1. UU No. 2 Tahun 1999 tentang partai politik
2. UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
3. UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.
b. Kebijakan dalam bidang ekonomi
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor
perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
c. Kebebasan menyampaikan pendapat dan pers
Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat
kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan
dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada
pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga
diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara
menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).
d. Pelaksanaan Pemilu
Pada masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai
yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48
partai politik. Keberhasilan lain masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian
masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia mendapat
respon. Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat
di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di
bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa
mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas
dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan
penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang
pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.
Pembaharuan yang dilakukan pada masa Pemerintahan Gus Dur adalah : 1) Membentuk Kabinet Kerja
Untuk mendukung tugas dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari, Gus Dur membentuk kabinet kerja yang diberi
nama Kabinet Persatuan Nasional yang anggotanya diambil dari perwakilan masing-masing partai politik yang dilantik
pada tanggal b28 Oktober 1999. Di dalam Kabinet Persatuan Nasional terdapat dua departemen yang dihapuskan,
yaitu Departemen Sosial dan Departemen Penerangan.
2) Bidang Ekonomi
Untuk mengatasi krisis moneter dan memperbaiki ekonomi Indonesia, dibentuk Dewan Ekonomi Nasional (DEN) yang
bertugas untuk memecahkan perbaikan ekonomi Indonesia yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Dewan Ekonomi nasional diketuai oleh Prof. Dr. Emil Salim, wakilnya Subiyakto Tjakrawerdaya dan sekretarisnya Dr.
Sri Mulyani Indraswari.
3) Bidang Budaya dan Sosial
Untuk mengatasi masalah disintegrasi dan konflik antarumat beragama, Gus Dur memberikan kebebasan dalam
kehidupan bermasyarakat dan beragama. Hak itu dibuktikan dengan adanya beberapa keputusan presiden yang
dikeluarkan, yaitu :
a) Keputusan Presiden No. 6 tahun 2000 mengenai Pemulihan Hak Sipil Penganut Agama Konghucu. Etnis
Cina yang selama Orde Baru dibatasi, maka dengan adanya Keppres No. 6 dapat memiliki kebebasan dalam menganut
agama maupun menggelar budayanya secara terbuka seperti misalnya pertunjukan Barongsai.
b) Menetapkan Tahun Baru Cina (IMLEK) sebagai hari besar agama, sehingga menjadi hari libur nasional.
Disamping pembaharuan-pembaharuan di atas, Gus Dur juga mengeluarkan berbagai kebijakan yang dinilai
Kontroversial dengan MPR dan DPR, yang dianggap berjalan sendiri, tanpa mau menaati aturan ketatanegaraan,
melainkan diselesaikan sendiri berdasarkan pendapat kerabat dekatnya, bukan menurut aturan konstitusi negara.
Kebijakan-kebijakan yang menimbulkan kontroversial dari berbagai kalangan yaitu :
1) Pencopotan Kapolri Jenderal Polisi Roesmanhadi yang dianggap Orde Baru.
2) Pencopotan Kapuspen Hankam Mayjen TNI Sudradjat, yang dilatarbelakangi oleh adanya pernyataan bahwa
Presiden bukan merupakan Panglima Tinggi.
3) Pencopotan Wiranto sebagai Menkopolkam, yang dilatarbelakangi oleh hubungan yang tidak harmonis dengan Gus
Dur.
4) Mengeluarkan pengumuman tentang menteri Kabinet Pembangunan Nasional yang terlibat KKN sehingga
mempengaruhi kinerja kabinet menjadi merosot.
5) Gus Dur menyetujui nama Irian Jaya berubah menjadi Papua dan mengizinkan pengibaran bendera Bintang Kejora.
Puncak jatuhnya Gus dur dari kursi kepresidenan ditandai oleh adanya Skandal Brunei Gate dan Bulog Gate yang
menyebabkan ia terlibat dalam kasus korupsi, maka pada tanggal 1 Februari 2006 DPR-RI mengeluarkan
memorandum yang pertama sedangkan memorandum yang kedua dikeluarkan pada tanggal 30 Aril 2001. Gus Dur
menanggapi memorandum tersebut dengan mengeluarkan maklumat atau yang biasa disebut Dekrit Presiden yang
berisi antara lain :
1) Membekukan MPR / DPR-RI
2) Mengembalikan kedaulatan di tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan yang diperlukan
untuk pemilu dalam waktu satu tahun.
3) Membubarkan Partai Golkar karena dianggap warisan orde baru
Dalam kenyataan, Dekrit tersebut tidk dapat dilaksanakan karena dianggap bertentangan dengan konstitusi dan tidak
memiliki kekuaran hokum, maka MPR segera mengadakan Sidang Istimewa pada tanggal 23 Juli 2001 dan Megawati
Soekarnoputri terpilih sebagai Presiden RI menggantikan Gus Dur berdasarkan Tap MPR No. 3 tahun 2001 dengan
wakilnya Hamzah Haz.
Ir. Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni
1901 adalah Presiden pertama Indonesia yang menjabat pada periode 1945 1965. Beliau
sangat berperan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.
Soekarno mengemukakan gagasan dan merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar
(ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selama masa pemerintahan orde lama, yang dilakukan pada masa pemerintahan
Soekarno adalah sistem Presidensial dengan artian Presiden sebagai kepala Negara yang
berjalan pada setiap periodik masa jabatan dan keseimbangan terhadap pemerintah dan
rakyat. Kemudian sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia dipemerintah dengan
menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut
sistem kabinet parlementer. Pada masa pemerintahan ini, pengakuan terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sangat besar. Kemudian setelah terjadi Dekrit Presiden
tahun 1959 pada tanggal 5 Juli. Indonesia menganut sistem Demokrasi terpimpin adapun
keberhasilan yang dicapai pada masa pemerintahan orde lama ialah nation building yang
sangat kuat dan diplomasi luar negeri yang sangat besar terhadap dunia.
Namun tentunya selain kelebihan itu ada pula kekurangannya. Sistem pemerintahan
yang parlementer menjadikan masa jabatan kabinet yang sangat singkat dan pemerintahan
yang tidak stabil. Adapun pemerintahan demokrasi terpimpin, kepala negara atau presiden
menjadi kepala negara seumur hidup dan hampir pemerintahannya sangat otoriter dan
tentunya ini menyalahi UUD 1945. Selain itu kegagalan lain masa pemerintahan Soekarno
ialah masalah ekonomi yang terus menurun, stabilitas politik keamanan sangat kurang dan
konstitusi yang tidak komitmen.
Pada masa Soekarno (1945 1965), politik luar negeri Indonesia bersifat high profile,
flamboyan dan heroik, yang diwarnai sikap anti-imperialisme dan kolonialisme serta
konfrontasi. Pendahulu politik bebas-aktif lebih condong bergerak ke kiri, di mana Jakarta
tampak lebih akrab dengan Moskow, Beijing maupun Hanoi, dan tampak Gerang terhadap
AS dan sekutu Baratnya. Bangkitnya PKI dan kelompok-kelompok kiri pada masa Soekarno
memang ikut mempengaruhi agresifitas politik luar negeri Indonesia. Namun, agresifitas itu
bisa dipahami karena menonjolnya berbagai kepentingan nasional Indonesia pada masa-masa
pasca-kemerdekaan hingga dekade 1960-an. Hal ini tidak lepas dari faktor-faktor determinan
politik luar negeri seperti tersebut diatas. Pertama, kondisi politik dalam negeri pasca
proklamasi masih kurang stabil dan diwarnai pertentangan basis pencarian dan pemilihan
ideologi negara. Berbagai perubahan konstitusi dan bentuk Negara pun terjadi, mulai dari
UUD 1945, UUDS 1950, dan kembali ke UUD 1945, bentuk NKRI pun berubah ke RIS dan
kembali ke NKRI, bahkan idelogi Pancasila pun berpaham NASAKOM. Perubahan-
perubahan tersebut tak lepas dari pengaruh Belanda (dan sekutu) yang masih mengivasi
Indonesia sampai tahun 1948 serta dinamika gerakan-gerakan politik (partai) di Indonesia
yang mengusung banyak ideologi. Ini kemudian menguatkan Soekarno bahwa Indonesia
perlu nasionalisme Pancasila yang berjiwa internasionalisme dan menolak bentuk-bentuk
neokolonialisme dan imperialisme untuk mejaga integritas wilayah dan kedaulatan. Tak
heran jika pada Mei 1964, Soekarno melakukan konfrontasi dengan Malaysia melalui
Dwikora, karena karena pendirian Negara Federasi Malaysia dibawah bayang-bayang Inggris
dianggap sebagai ancaman terhadap nasionalisme Indonesia dan ini berdampak pada
integritas wilayah Indonesia pula.
Kedua, kondisi ekonomi Indonesia sangat terpuruk dan kacau ditandai dengan inflasi
tinggi sampai 600%, berlaku mata uang asing sebagai mata uang nasional seperti mata uang
Jepang dan Belanda, serta utang luar negeri yang dibuat pemerintah antara 1950 1956. Ini
berdampak pada pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat kurang terpenuhi, terlebih ada
kebijakan yang membatasi jumlah kepemilikan uang. Kondisi ini telah menciptakan konsep
ekonomi Berdikari (Berdiri di atas kaki sendiri) dan Dekon (Deklarasi Ekonomi) serta
Sosialisme Indonesia oleh Soekarno. Sehingga tak aneh jika Soekarno alergi terhadap
bantuan Barat dan sekutunya. Seperti semboyannya Go To Hell With Your Aids, yang
menganggap bantuan tersebut sebagai bentuk Neokolonialisme dan Imperialisme (Nekolim).
Posisi itu diambil Soekarno karena lebih mementingkan pembangunan nation-building dan
politik ketimbangan ekonomi dan Barat sering kali berbelit-belit dalam memberikan bantuan.
Kondisi ekonomi yang ambruk tersebut membawa pengaruh terhadap lemahnya
pembangunan kekuatan militer sebagai salah satu determinan dalam politik luar negeri.
Perlengkapan dan peralatan militer yang ada belum memadai bagi pertahanan dan keamanan
negara, tak jarang pembrontakan terjadi (seperti DI/TII, RMS, PRRI, G-30S/PKI) dan upaya-
upaya untuk menjaga integritas wilayah terkendala.
Ketiga, pengambilan keputusan kala itu sangat senter pada kharismatik Soekarno,
dimana ia bertindak sebagai wakil rakyat Indonesia di forum Internasional, hal ini tak lepas
dari dinamika politik dalam negeri Indonesia sendiri, bahkan ia sempat dinobatkan sebagai
Presiden Seumur Hidup. Selain itu, dengan kondisi negara yang kurang stabil akibat
pertarungan ideologi dan politik kala itu, membuat Soekarno melakukan pendekatan-
pendekatan Terpimpin dalam menjalankan politik luar negeri maupun dalam negerinya
untuk menjaga stabilitas dan bangunan politik Pancasila Indonesia. Tak urung, kemudian
muncul Demokrasi Terpimpin Pancasila menggantikan Demokrasi Parlementer RIS. Kondisi
ini mendekatkan Politik Luar Negeri Soekarno ke arah sosialisme yang cenderung mengarah
pada blok Soviet. Tentunya, semua keputusan politik luar negeri berada di tangan Soekarno
atas dasar Demokrasi Terpimpin. Pada masa ini, Soekarno membentuk poros Jakarta-Phnom
Penh-Peking-Pyongyang pada tahun 1960-an, sebagai bentuk independensi membangun masa
depan bangsa. Selain itu, diadakan pertemuan dengan China melalui kerangka CONEFO
sebagai alternatif dari sistem PBB yang dianggap memelihara status quo Barat (Tan 2007:
154-155). Tak heran jika pada tanggal 31 Desember 1964 Soekarno menyatakan Indonesia
keluar dari PBB. Meskipun begitu, dalam kerangka pengambilan keputusan tetap
mempertimbangkan group decisionmaking tetapi elitis dan nuansa terpimpin Soekarno
sangat kental.
Keempat, lingkungan Internasional masa itu berbeda pada seting menjelang akhir
Perang Dunia II dan awal Perang Dingin, dimana sistem internasional bersifat bipolar dan
high politic yang diwarai oleh rivalitas Komunisme Soviet vs Liberalisme AS (Situmorang
dalam Pareira [ed] 1999: 125-148). Kedua kekuatan tersebut saling berlomba-lomba
membuat persenjataan modern yang menimbulkan ketegangan dan kecemasan internasional,
pada akhirnya kekhawatiran akan perang nuklir muncul. Dalam kondisi semacam ini,
Soekarno menilai perlunya suatu gerakan bersama dari negara-negara berkembang untuk
tidak memihak salah satu Blok dan mempromosikan perdamaian dunia serta nilai-nilai
internasionalisme Pancasila. Untuk itu, pada tahun 1961 di bentuk Gerakan Non Blok sebagai
respon ketidak berpihakan negara-negara berkembang terhadap bipolaritas AS dan Soviet
tersebut. Dan pada 1955, diadakan Konferensi Asia Afrika di Bandung sebagai kelanjutan
dari Konferensi Kolombo 28 April 2 Mei 1954 di Srilanka. Tujuannya adalah untuk
mempromosikan perdamaian dan membangun masa depan Negara berkembang ke arah yang
lebih stabil dan kondusif. Dan kepentingan Indonesia yang baru merdeka sebagai pondasi
dalam kerangka Politik Luar Negeri Bebas-Aktif.
Nampak bahwa politik luar negeri bebas-aktif Indonesia pada masa Soekarno
condong ke blok Sosialis dan lebih pada isu-isu high politic dan perjuangan bangsa Indonesia
dalam membangun image sebagai negara besar dan berpengaruh di level baik regional
maupun internasional untuk setara dengan negara-negara lain. Hal ini tak lepas dari kondisi
bangsa Indonesia yang saat itu baru merdeka dan sedang membangun nation- dan state-
building-nya. kesatuan politik lebih penting bagi Soekarno pada waktu itu daripada
membangun basis ekonomi rakyat. Tak heran, semua itu telah tercermin dalam aksi dan
reaksi serta interaksi politik luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinan Panglima Besar
Revolusi, Soekarno.
Dari semua kelebihan dan kekurangan itu tak dapat dipungkiri pula bahwa di masa
orde lama ini lah Indonesia mampu menggapai cita-cita yang telah di idamkan ratusan tahun
sebelumnya yaitu kemerdekaan.
Pada masa awal Orde Baru. Pembangunan ekonomi di Indonesia maju pesat. Mulai dari
pendapatan perkapita, pertanian, pembangunan infrastruktur,dll. Saat permulaan Orde Baru
program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada
usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan
kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga
pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu
menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan
pemerintah.
Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan
Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan. Lalu Kabinet AMPERA membuat
kebijakan mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut.
1. Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan
kemacetan, seperti :
Pemerintah lalu melakukan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang (25-30 tahun)
dilakukan secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita(Pembangunan Lima Tahun).
Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana,
perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelita I lebih
menitikberatkan pada sektor pertanian.
Keberhasilan dalam Pelita I yaitu:
Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana dan
prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja . Pelita II berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal
irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan
yang di rehabilitasi dan di bangun.
Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan. Asas-asas pemerataan di tuangkan
dalam berbagai langkah kegiatan pemerataan, seperti pemerataan pembagian kerja,
kesempatasn kerja, memperoleh keadilan, pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan
perumahan,dll
Pada Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan
meningkatkan ondustri yang dapat menghasilkan mesin industri itu sendiri. Hasil yang
dicapai pada Pelita IV antara lain.
a. Swasembada Pangan.
Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya
Indonesia berhasil swasembada beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari
FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi
besar bagi Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB
dan Rumah untuk keluarga.
Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri untuk
memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian lainnya serta
menghasilkan barang ekspor.
Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu dilanjutkan
pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di harapkan
akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan
kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila.
Peran Indonesia Pada Pembangunan masa Orde Baru dalam teori Dependensi
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde
Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru
hadir dengan semangat koreksi total atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno
pada masa Orde Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka
waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan
dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat
yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Secara politik Presiden Soeharto memulai Orde Baru dengan cara dramatis mengubah
kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa
jabatannya. Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia
menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa
Indonesia bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi
dalam kegiatan-kegiatan PBB, dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28
September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan
menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun
dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara
efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang
dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh
pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya
harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan
daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan
konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi
politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan
pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga
pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik
dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Dalam sebagian pihak ada yang Kelompok pertama mengacu pada peran yang dimainkan
Amerika Serikat jauh sebelum peralihan kekuasaan nasional terjadi di tahun 1965. Amerika
Serikat telah mem-plot strategi ekonomi versi mereka dengan memakai tangan orang-orang
Indonesia, orang-orang yang oleh David Ransome disebut Mafia Berkeley. Melalui program
beasiswa ke Universitas California dan pendidikan di Sekolah-sekolah Staf Komando
Angkatan Darat (Seskoad) sejak awal 1960-an, Amerika Serikat berusaha mengintrojeksikan
paradigma ekonomi yang berorientasi liberal-kapitalis terhadap para ekonom sipil dan
kelompok militer Indonesia. Dan hal ini sebagaimana telah saya uraikan di latar belakang
permasalahan, bahwa Produk Ekonom Indonesia yang mengadopsi sistem ekonomi dari barat
dalam hal ini Amerika tentu saja kita bisa menggunakan pendekatan teori Dependensi dimana
perbedaan antara konsep Negara Pusat dan Negara Pinggiran Indonesia pada waktu ini dinilai
sudah mau mengikuti Amerika walaupun dalam realita perkembangan teori lepas landas dari
Rostow Indonesia masih dinilia belum begitu mumpuni, Sistem dengan teori Dependensi
yang kita lihat pada masa Era Orde Baru ini memang pernah membawa Indonesia pada
kondisi perekonomian yang sangat stabil bahkan diperhitungkan dimata dunia, dan ini salah
satu menjadi sebuah kekuatan besar yang menjadikan Indonesia disepertikan Macan di Asia.
Konsep Negara Pinggiran Indonesia lah yang menjadikan Amerika sebagai Central atau
Negara pusat untuk memajukan Indonesia dalam pandangan teori Dependensi dan
aplikasinya adalah PELITA yang dimulai oleh Orde Baru ini menjadikan sebuah adopsi teori
Rostow oleh Indonesia.
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih
jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga
minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi
meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya
dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan
massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR
melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B.
J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi. Pembangunan
ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih baik
lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak. Indonesia dilanda krisis ekonomi yang
sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut
menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita
VI pun kandas di tengah jalan. Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN
yang merajalela, Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil
kalangan masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun
perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat
rapuh.. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan
ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa
semakin tajam.. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial).
Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan
politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan. Pembagunan tidak merata
tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi penyumbang devisa
terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah yang selantunya ikut
menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun
1997.membuat perekonomian Indonesia gagal menunjukan taringnya. Namun pembangunan
ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya.
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda
akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan Era Reformasi. Masih adanya tokoh-tokoh
penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering
membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena
itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai Era Pasca Orde Baru.
Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan lepasnya Timor Timur, transformasi dari Orde Baru
ke Era Reformasi berjalan relatif lancar dibandingkan negara lain seperti Uni Soviet dan
Yugoslavia. Hal ini tak lepas dari peran Habibie yang berhasil meletakkan pondasi baru yang
terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan jaman.
Kesimpulan
Perkembangan Ekonomi pada era Orde Baru ini sangat kompleks dan beragam Karena
menjadi sebuah perjalanan panjang Indonesia yang berujung pada kondisi perekonomian
yang tragis ketika mengalami krisis. Dan bila kita runut, begitu banyaknya peristiwa yang
menjadikan Orde Baru dalam bidang Ekonomi yang menyelamat kan bangsa Indonesia
hingga issue pengangkatan mantan Presiden Soeharto menjadi pahlawan karena menjadi
bapak pembangunan Indonesia. Karena memang tidak bisa kita pungkiri bahwa Indonesia
ketika rezim Orde Baru pernah mengantar kan bangsa nya ke kondisi ekonomi yang baik dan
sangat stabil. Ini bisa dilihat dan dirasakan langsung oleh rakyat, ini lah prestasi Orde Baru,
menjadikan pembangunan Indonesia dalam roda perekonomian menjadi mapan dan
diperhitungakan didunia Internasional pada masa Orde Baru.
Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan
pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
Sukses transmigrasi
Sukses KB
Sukses memerangi buta huruf
Sukses swasembada pangan
Pengangguran minimum
Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
Sukses Gerakan Wajib Belajar
Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
Sukses keamanan dalam negeri
Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri