Anda di halaman 1dari 10

BAB V

LEARNING OBJECT

1. Mahasiswa mengetahui penegakkan diagnosis virus flu burung dan diagnosis


banding virus flu burung.
2. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis virus flu
burung
3. Mahasiswa mengetahui tentang kesehatan wisata dan kedokteran wisata
BAB VII
BERBAGI INFO

7.1 Mahasiswa mengetahui penegakkan diagnosis virus flu burung dan


diagnosis banding virus flu burung

Diagnosis pasti penyakit influenza dapat diperoleh melalui isolasi


virus maupun pemeriksaan serologis. Untuk mengisolasi virus diperlukan
usap tenggorok atu usap hidung dan harus diperoleh sedini mungkin;
biasanya pada hari-hari pertama sakit. Diagnosis serologis dapat diperoleh
melalui uji fiksasi komplemen atau inhibisi hemaglutinasi. Akan dapat
ditunjukkan kenaikan titer sebanyk 4 kali antara serum pertama dengan serum
konvalesen atau titer tunggal yang tinggi. Pada saat ini antiinfluenza IgM
dapat digunakan di beberapa tempat. Diagnosis cepat lainnya dapat juga
diperoleh dengan pemeriksaan antibodi fluoresen yang khusus tersedia untuk
tiper virus influenza A. PCR dan RT-PCR sangat berguna untuk diagnosa
cepat virus lainnya yang dapat pula menyerang saluran napas antara lain
adeno-virus, parainfluenza virus, rinovirus, respiratory syncyial virus,
cyomegalovirus dan enterovirus. Keterlibatan berbagai jenis virus ini dapat
ditunjukkan dengan pemeriksaan serologis atau isolasi langsung (Bridges,
2003).

Uji Konfirmasi :
1. Kultur dan identifikasi virus H5N1.
2. Uji Real Time Nested PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
3. Uji serologi :
a. Imunofluorescence (IFA) test : ditemukan antigen positif dengan
menggunakan antibodi monoklonal Influensa A H5N1.
b. Uji netralisasi : didapatkan kenaikan titer antibodi spesifik influensa
A/H5N1 sebanyak 4 kali dalam paired serum dengan uji netralisasi.
c. Uji penapisan : a). Rapid Test untuk mendeteksi Influensa A.b). HI Test
dengan darah kuda untik mendeteksi H5N1. c). Enzyme Immunoassay
(ELISA) untuk mndeteksi H5N1.
Pemeriksaan Lain
Hematologi : hemoglobin, lekosit, trombosit, hitung jenis lekosit, total
limfosit. Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni atau limfositosis
relatif dan trombositopeni.
Kimia : albumin/globulin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, kreatin kinase,
analisa gas darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan
SGOT/SGPT peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan kreatin
kinase, analisa gas darah dapat normal atau abnormal. Kelainan
laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang
ditemukan.
Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaan foto toraks PA dan lateral (bila
diperlukan). Dapat ditemukan gambaran infiltrat di paru yang
menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia
PemeriksaanLaboraturium
Metode terbaik untuk mendiagnosis keberadaan H5N1 dalam tubuh
adalah dengan mendeteksi RNA virus dengan means conventional atau reaksi
sewaktu transkip rantai polymerase. Uji tersebut akan menunjukkan hasil
pada 4 sampai 6 jam. Spesimen yang digunakan untuk melakukan uji
diagnosis kebanyakan adalah sputum, karena tingginya kandungan virus
influenza A pada sputum tersebut. Namun, untuk diagnosis pada manusia bisa
digunakan spesimen ingus. Jika tersedia, pada cairan dari trakea bisa
didapatkan titer virus yang lebih tinggi dibandingkan pada spesimen bidang
respirasi atas. Hasil negatif pada satu spesimen yang didapat dari sistem
pernapasan belum berarti tidak terjadi infeksi H5N1 (Ghafar, 2008).
Deteksi RNA virus influenza A (H5N1) pada faces atau darah
mungkin bisa menyediakan informasi prognosis, tapi tes menggunakan feses
dan darah sensitifitasnya lebih rendah dari pada tes menggunakan spesimen
yang didapat pada sistem pernapasan. Tes cepat yang diperjual belikan untuk
deteksi antigen-influenza untuk mendeteksi virus influenza A (H5N1)
diketahui tingkat sensitifitasnya sangat lemah. Selain itu, kelemahan lain dari
tes deteksi antigen-influenza ini adalah tidak bisa membedakan virus A
influenza sub tipe pada manusia dan unggas. Deteksi antibodi anti-H5N1
sangat diperlukan untuk investigasi epidemiologi dan memungkinkan untuk
menyediakan diagnosis retrospektif pada pasien. Serokonversi (perubahan
serologi dalam tubuh) umumnya terjadi 2-3 minggu setelah infeksi.
Mikroneutralization assays adalah metode paling dapat diterima untuk
mendeteksi antibodi untuk virus yang bersal dari unggas, tapi tes ini
membutuhkan fasilitas lab-intensif dan biosafety level 3, serta tempat isolasi
khusus untuk virus influenza A (Ghafar dkk, 2008).

Diagnosis Banding
Banyak penyakit yang memiliki gejala yang menyerupai flu (flu like
syndrom) sehingga influenza dapat didiagnosis banding (Beigel dkk, 2005):
1. SARS (Severe Acute Respiratory Syndrom) adalah penyakit infeksi saluran
napas yang disebabkan oleh virus Corona dengan sekumpulan gejala klinis
yang berat. Perbedaan dengan influenza adalah cara penularannya, yaitu
dengan kontak langsung membran mukosa, serta pada gejala pernapasan
rasa sesak lebih berat dirasakan di banding pada influenza yang tidak
terdapat sesak napas.
2. Common cold (selesma) adalah suatu infeksi virus pada selaput hidung,
sinus dan saluran udara besar yang disebabkan oleh rhinovirus (80%).
Gejala-gejala penyakit ini biasanya tidak timbul demam, tetapi demam
yang ringan dapat muncul saat gejala, dan gejala-gejala yang lain tidak
sehebat influenza. Hidung mengeluarkan cairan yang encer dan jernih dan
pada hari-hari pertama jumlahnya sangat banyak sehingga mengganggu
penderita. Selanjutnya sekret hidung menjadi lebih kental, berwarna
kuning-hijau dan jumlahnya tidak terlalu banyak.
3. Infeksi saluran pernapasan atas merupakan suatu penyakit infeksi pada
saluran pernapasan atas yang banyak disebabkan oleh virus dan
mempunyai gejala-gejala seperti flu, akan tetapi pada infeksi saluran
pernapasan atas mempunya gejala-gejala lain seperti rhinitis, sinusitis,
nasopharyngitis, pharyngitis, epiglotitis, laryngitis, laringotrakeitis dan
trakeitis.
4. Infeksi parainfluenza virus juga mempunyai gejala yang hampir sama
dengan infeksi virus influenza dimana yang terdiri dari HPIV-1, HPIV-2,
HPIV-3 dan HPIV-4
5. Meningitis merupakpan penyakit radang pada selaput otak. Dimana gejala
awal dari penyakit ini menyerupai flu seperti demam, sefalgia, nausea,
vomitus, photofobia sedangkan pada pemeriksaan fisik terdapat kaku
kuduk positif.

7.2 Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis


virus flu burung

Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ada treatment atau pengobatan yang memliki
efektifitas tinggi untuk kasus infeksi H5N1, namun oseltamivir (dengan nama
dagang tamiflu) dapat digunakan untuk menghambat penyebaran virus H5N1
pada penderita infeksi virus tersebut. Pengadaan obat tersebut menjadi fokus
utama di beberapa negara dan organisasi yang bergerak dibidang kesehatan
untuk mempersiapkan dan mencegah terjadinya pendemi. Selain itu, berdasar
penelitian pada binatang dan laboraturium didapat rekomendasi obat lagi
yaitu Relenza (zanamivir) yang dimungkinkan juga efektif untuk melawan
H5N1. Penelitian pada tikus putih menunjukkan bahwa zanamivir yang
dikombinasikan penggunaannya dengan celecoxib dan masalazine mampu
menunjukkan 50% angka harapan hidup. Rekomendasi kedua ini muncul
didasarkan pada kasus resistensi H5N1 terhadap tamiflu di EU (Biegel dkk,
2005).

Prinsip penatalaksanaan flu burung adalah : istirahat, peningkatan


daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotik, perawatan
respirasi, antiinflamasi, imunomodulator. Mengenai antiviral maka antiviral
sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48 jam pertama. Adapun
pilihan obat :

1. Penghambat M2 : a. amantadin (symadine), b. rimantidin (flu-madine).


Dengan dosis 2x/hari 100 mg atau 5mg/kgBB selama 3-5 hari.
2. Penghambat neuramidase (WHO) : a. zanamivir (relenza), b. oseltamivir
(tamiflu). Dengan dosis 2 x 75 mg selama 1 minggu.

Departemen Kesehatan RI (2006) dalam pedomannya memberikan


petunjuk sebagai berikut :

Pada kasus suspek flu burung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg selama 5


hari, simtomatik dan antibiotik jika ada indikasi.
Pada kasus probable flu burung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg selama 5
hari, antibiotik spektrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal,
dan steroid jika perlu seperti pada kasus pneumonia berat, ARDS.
Respiratory Care di ICU sesuai indikasi. Sebagai profilaksis, bagi mereka
yang berisiko tinggi, digunakan Oseltamivir dengan dosis 75 mg sekali
sehari selama 7 hari sampai 6 minggu.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada virus influenza adalah:

Pneumonia influenza primer, ditandai dengan batuk yang progresif,


dispnea, dan sianosis pada awal infeksi. Foto rongten menunjukkan
gambaran infiltrat difus bilateral tanpa konsolidasi, dimana menyerupai
ARDS.
Pneumonia bakterial sekunder, dimana dapat terjadi infeksi beberapa
bakteri (seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenza) (Biegel dkk; 2005).

Prognosis
Prognosis dari infeksi H5N1 tergolong buruk. Berdasarkan data yang
di dapat, angka kematian di Thailand sebesar 89% dan banyak terjadi pada
anak-anak yang berumur dibawah 15 tahun. Kematian rata-rata terjadi anatara
9-10 hari setelah penyakit muncul (rentan 6-30 hari) dan kebanyakan pasien
meninggal karena kegagalan sistem pernafasan. Selain itu, kasus yang telah
terjadi pada tahun 2008, angka kematian akibat infeksi H5N1 adalah sebesar
63,27%. Angka kematian yang cukup tinggi untuk sebuah penyakit infeksi.
Sampai sekarang pun perkiraan case mortality rate menurut WHO untuk
kasus ini masih tinggi, yaitu sebesar 60% (Biegel dkk; 2005).

7.3 Mahasiswa mengetahui tentang kesehatan wisata dan kedokteran wisata


Kedokteran wisata
Kedokteran wisata adalah bidang ilmu kedokteran yang mempelajari
persiapan kesehtan dan penatalaksanaan masalah kesehatan orang yang
berpergian (travellers).
Klinik kedokteran wisata
a. Klinik dokter umum
b. Klinik di rumah sakit
c. Traveller clinic swasta
d. Klinik pelabuhan
e. Klinik hotel/ daerah tujuan wisata
Pelayanan kedokteran wisata
a. Konsultasi pra perjalanan
b. Imunisasi
c. Profilaksis, stand by treatment, dan medical kit
d. Konsultasi pasca perjalanan
(Pakasi, 2006)
Pemeriksaan risiko pra wisata :
a. Rincian perjalanan
Negara dan daerah tujuan
Urban, rural atau hutan
Maksud / tujuan wisata
Cara berwisata
Tipe akomodasi
Lama tinggal
b. Pertimbangan khusus:
Aktivitas tertentu
Kebutuhan tertentu
Penyakit risiko tinggi tertentu
Wisata sebelumnya
Ada tidaknya fasilitas kesehatan di tempat tujuan
c. Riwayat kesehatan secara rinci
d. Obat-obatan yang sedang dipakai
e. Riwayat imunisasi
f. Kebutuhan imunisasi dan profilaksis malaria
Rekomendasi yang diberikan WHO berkaitan dengan travel medicine ini
berupa :
Konsultasi kesehatan sebelum bepergian
Konsultasi ini harus dilakukan setidaknya 4-8 minggu sebelum perjalanan
dan dan lebih dianjurkan sebelumnya jika perjalanan jangka panjang atau
bekerja di luar negeri. Hal-hal yang harus diperhatikan baik oleh dokter
atau pun wisawatan ini antara lain transportasi, daerah tujuan, durasi,
tujuan, dan kondisi kesehatan wisatawan saat ini.
Penilaian resiko kesehatan yang berhubungan dengan perjalanan
Setelah melakukan konsultasi, pemberian vaksin atau obat-obat
prophylaxis lainnya harus dilakukan menurut hasil penilaian dari
konsultasi. Perlu diperhatikan dalam pemberian vaksin dan obat-obatan ini
antara lain aspek kondisi kesehatan pasien,riwayat alergi, interaksi vaksin-
vaksin dan vaksin-obat. Pemberian informasi tentang metode penularan
atau penyebaran penyakit dan pencegahannya seperti mencuci tangan,
menjaga kebersihan makanan dan minuman, penggunaan anti nyamuk bisa
dilakukan untuk penyakit yang tidak bisa dicegah dengan vaksin atau obat.
Medical kit
Persediaan medis cukup harus dilakukan untuk memenuhi semua
kebutuhan yang akan datang selama perjalanan.
Perhatian khusus pada kelompok-kelompok tertentu
Mencakup persiapan-persiapan khusus seperti pada usia ekstrim (bayi dan
lansia), ibu hamil, difabel dan wisatawan dengan riwayat penyakit kronis.
Asuransi :
Semua wisatawan sangat disarankan untuk melakukan perjalanan dengan
asuransi perjalanan yang komprehensif. Hal ini memudahkan akan
ketersediaannya pelayanan kesehatan didaerah tujuan yang sebagian besar
dikelola oleh sektor swasta.
Pemeriksaan kesehatan setelah pulang
Wisatawan disarankan untuk menjalani pemeriksaan medis saat mereka
kembali jika mereka menderita a) penyakit kronis seperti jantung,
diabetes, saluran pernapasan;b) munculnya gejala penyakit selama 1
minggu setelah pulang seperti demam, diare, muntah, jaundice, penyakit
kulit;c) bepergian ke negara endemis malaria;d) bepergian ke negara
berkembang selama lebih dari 3 bulan.

DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. 2010. International Travel and Health. Who.
2. Zuckerman JN.2002. Recent
developments:Travel medicine.BMJ ;325:260-4
3. Departemen Kesehatan. Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Sarana
Pelayanan Kesehatan. Jakarta, Departemen Kesehatan, 2006, h. 1-55
4. Biegel H dkk. 2005. Avian Influenza A (H5N1) Infection in Humans. The
New England Journal of Medicine; N Engl Med 2005;353:1374-85.
5. Bridges CB. 2003. Transmission of influenza : implecation for control in
health care setting. Clin Infect Dis; 37 : 1094 1101.
6. Ghafar A dkk. 2008. Update on Influenza A (H5N1) Virus Infection in
Humans. The New England Journal of Medicine; 358:261-73.
7. Hudyono,Johannes. Kamarudzaman, Kamaliah. Cara Penularan, Gejala,
dan Perawatan Flu Burung. Jakarta:Majalah Kedokteran Meditek volume
14 no 38. 2006; 9-12.

Anda mungkin juga menyukai