LEARNING OBJECT
Uji Konfirmasi :
1. Kultur dan identifikasi virus H5N1.
2. Uji Real Time Nested PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
3. Uji serologi :
a. Imunofluorescence (IFA) test : ditemukan antigen positif dengan
menggunakan antibodi monoklonal Influensa A H5N1.
b. Uji netralisasi : didapatkan kenaikan titer antibodi spesifik influensa
A/H5N1 sebanyak 4 kali dalam paired serum dengan uji netralisasi.
c. Uji penapisan : a). Rapid Test untuk mendeteksi Influensa A.b). HI Test
dengan darah kuda untik mendeteksi H5N1. c). Enzyme Immunoassay
(ELISA) untuk mndeteksi H5N1.
Pemeriksaan Lain
Hematologi : hemoglobin, lekosit, trombosit, hitung jenis lekosit, total
limfosit. Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni atau limfositosis
relatif dan trombositopeni.
Kimia : albumin/globulin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, kreatin kinase,
analisa gas darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan
SGOT/SGPT peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan kreatin
kinase, analisa gas darah dapat normal atau abnormal. Kelainan
laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang
ditemukan.
Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaan foto toraks PA dan lateral (bila
diperlukan). Dapat ditemukan gambaran infiltrat di paru yang
menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia
PemeriksaanLaboraturium
Metode terbaik untuk mendiagnosis keberadaan H5N1 dalam tubuh
adalah dengan mendeteksi RNA virus dengan means conventional atau reaksi
sewaktu transkip rantai polymerase. Uji tersebut akan menunjukkan hasil
pada 4 sampai 6 jam. Spesimen yang digunakan untuk melakukan uji
diagnosis kebanyakan adalah sputum, karena tingginya kandungan virus
influenza A pada sputum tersebut. Namun, untuk diagnosis pada manusia bisa
digunakan spesimen ingus. Jika tersedia, pada cairan dari trakea bisa
didapatkan titer virus yang lebih tinggi dibandingkan pada spesimen bidang
respirasi atas. Hasil negatif pada satu spesimen yang didapat dari sistem
pernapasan belum berarti tidak terjadi infeksi H5N1 (Ghafar, 2008).
Deteksi RNA virus influenza A (H5N1) pada faces atau darah
mungkin bisa menyediakan informasi prognosis, tapi tes menggunakan feses
dan darah sensitifitasnya lebih rendah dari pada tes menggunakan spesimen
yang didapat pada sistem pernapasan. Tes cepat yang diperjual belikan untuk
deteksi antigen-influenza untuk mendeteksi virus influenza A (H5N1)
diketahui tingkat sensitifitasnya sangat lemah. Selain itu, kelemahan lain dari
tes deteksi antigen-influenza ini adalah tidak bisa membedakan virus A
influenza sub tipe pada manusia dan unggas. Deteksi antibodi anti-H5N1
sangat diperlukan untuk investigasi epidemiologi dan memungkinkan untuk
menyediakan diagnosis retrospektif pada pasien. Serokonversi (perubahan
serologi dalam tubuh) umumnya terjadi 2-3 minggu setelah infeksi.
Mikroneutralization assays adalah metode paling dapat diterima untuk
mendeteksi antibodi untuk virus yang bersal dari unggas, tapi tes ini
membutuhkan fasilitas lab-intensif dan biosafety level 3, serta tempat isolasi
khusus untuk virus influenza A (Ghafar dkk, 2008).
Diagnosis Banding
Banyak penyakit yang memiliki gejala yang menyerupai flu (flu like
syndrom) sehingga influenza dapat didiagnosis banding (Beigel dkk, 2005):
1. SARS (Severe Acute Respiratory Syndrom) adalah penyakit infeksi saluran
napas yang disebabkan oleh virus Corona dengan sekumpulan gejala klinis
yang berat. Perbedaan dengan influenza adalah cara penularannya, yaitu
dengan kontak langsung membran mukosa, serta pada gejala pernapasan
rasa sesak lebih berat dirasakan di banding pada influenza yang tidak
terdapat sesak napas.
2. Common cold (selesma) adalah suatu infeksi virus pada selaput hidung,
sinus dan saluran udara besar yang disebabkan oleh rhinovirus (80%).
Gejala-gejala penyakit ini biasanya tidak timbul demam, tetapi demam
yang ringan dapat muncul saat gejala, dan gejala-gejala yang lain tidak
sehebat influenza. Hidung mengeluarkan cairan yang encer dan jernih dan
pada hari-hari pertama jumlahnya sangat banyak sehingga mengganggu
penderita. Selanjutnya sekret hidung menjadi lebih kental, berwarna
kuning-hijau dan jumlahnya tidak terlalu banyak.
3. Infeksi saluran pernapasan atas merupakan suatu penyakit infeksi pada
saluran pernapasan atas yang banyak disebabkan oleh virus dan
mempunyai gejala-gejala seperti flu, akan tetapi pada infeksi saluran
pernapasan atas mempunya gejala-gejala lain seperti rhinitis, sinusitis,
nasopharyngitis, pharyngitis, epiglotitis, laryngitis, laringotrakeitis dan
trakeitis.
4. Infeksi parainfluenza virus juga mempunyai gejala yang hampir sama
dengan infeksi virus influenza dimana yang terdiri dari HPIV-1, HPIV-2,
HPIV-3 dan HPIV-4
5. Meningitis merupakpan penyakit radang pada selaput otak. Dimana gejala
awal dari penyakit ini menyerupai flu seperti demam, sefalgia, nausea,
vomitus, photofobia sedangkan pada pemeriksaan fisik terdapat kaku
kuduk positif.
Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ada treatment atau pengobatan yang memliki
efektifitas tinggi untuk kasus infeksi H5N1, namun oseltamivir (dengan nama
dagang tamiflu) dapat digunakan untuk menghambat penyebaran virus H5N1
pada penderita infeksi virus tersebut. Pengadaan obat tersebut menjadi fokus
utama di beberapa negara dan organisasi yang bergerak dibidang kesehatan
untuk mempersiapkan dan mencegah terjadinya pendemi. Selain itu, berdasar
penelitian pada binatang dan laboraturium didapat rekomendasi obat lagi
yaitu Relenza (zanamivir) yang dimungkinkan juga efektif untuk melawan
H5N1. Penelitian pada tikus putih menunjukkan bahwa zanamivir yang
dikombinasikan penggunaannya dengan celecoxib dan masalazine mampu
menunjukkan 50% angka harapan hidup. Rekomendasi kedua ini muncul
didasarkan pada kasus resistensi H5N1 terhadap tamiflu di EU (Biegel dkk,
2005).
Prognosis
Prognosis dari infeksi H5N1 tergolong buruk. Berdasarkan data yang
di dapat, angka kematian di Thailand sebesar 89% dan banyak terjadi pada
anak-anak yang berumur dibawah 15 tahun. Kematian rata-rata terjadi anatara
9-10 hari setelah penyakit muncul (rentan 6-30 hari) dan kebanyakan pasien
meninggal karena kegagalan sistem pernafasan. Selain itu, kasus yang telah
terjadi pada tahun 2008, angka kematian akibat infeksi H5N1 adalah sebesar
63,27%. Angka kematian yang cukup tinggi untuk sebuah penyakit infeksi.
Sampai sekarang pun perkiraan case mortality rate menurut WHO untuk
kasus ini masih tinggi, yaitu sebesar 60% (Biegel dkk; 2005).
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. 2010. International Travel and Health. Who.
2. Zuckerman JN.2002. Recent
developments:Travel medicine.BMJ ;325:260-4
3. Departemen Kesehatan. Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Sarana
Pelayanan Kesehatan. Jakarta, Departemen Kesehatan, 2006, h. 1-55
4. Biegel H dkk. 2005. Avian Influenza A (H5N1) Infection in Humans. The
New England Journal of Medicine; N Engl Med 2005;353:1374-85.
5. Bridges CB. 2003. Transmission of influenza : implecation for control in
health care setting. Clin Infect Dis; 37 : 1094 1101.
6. Ghafar A dkk. 2008. Update on Influenza A (H5N1) Virus Infection in
Humans. The New England Journal of Medicine; 358:261-73.
7. Hudyono,Johannes. Kamarudzaman, Kamaliah. Cara Penularan, Gejala,
dan Perawatan Flu Burung. Jakarta:Majalah Kedokteran Meditek volume
14 no 38. 2006; 9-12.