Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Prosedur Pengujian
Prosedur pengujian hipotesis statistik adalah langkah-langkah yang atau dipergunakan
dalam menyelesaikan pengujian hipotesis tersebut. Langkah-langkah pengujian
statistik adalah sebagai berikut.
1. Menentukan formulasi hipotesis
a. Hipotesis nol atau hipotesis nihil
Hipotesis nol, disimbolkan H0 adalah hipotesis yang dirumuskan sebagai suatu
pernyataan yang akan diuji. Disebut hipotesis nol karena hipotesis tersebut tidak
memiliki perbedaan atau perbedaanya nol dengan hipotesis sebenarnya.
b. Hipotesis alternatif atau hipotesis tandingan
Hipotesis alternatif disimbolkan H1 dan Ha adalah hipotesis yang dirumuskan
sebagai lawan atau tandingan dari hipotesis nol. Dalam menyusun hipotesis
alternatif, timbul 3 keadaan berikut.
1) H1 menyatakan bahwa harga parameter lebih besar daripada harga yang
dihipotesiskan. Pengujian itu disebut pengujian satu sisi atau satu arah, yaitu
pengujian sisi atau arah kanan.
2) H1 menyatakan bahwa harga parameter lebih kecil daripada harga yang
dihhipotesiskan. Pengujian itu disebut pengujian satu sisi atau satu arah,
yaitu pengujian sisi atau arah kiri.
3) H1 menyatakan bahwa harga parameter tidak sama dengan harga yang
dihipotesiskan. Pengujian itu disebut pengujian dua sisi atau dua arah, yaitu
pengujian sisi atau arah kanan dan kiri sekaligus.
Secara umum, formulasi hipotesis dapat dituliskan :
H0 : = 0
H1 : > 0
H1 : < 0
H1 : 0

Apabila hipotesis nol diterima (benar) maka hipotesis alternatif ditolak.


Demikian pula sebaliknya, jika hipotesis alternatif diterima (benar) maka hipotesis nol
ditolak.
2. Menentukan taraf nyata (significant level)
Taraf nyata adalah besarnya batas toleransi dalam menerima kesalahan hasil
hipotesis terhadap nilai parameter populasinya. Taraf nyata dilambangkan dengan
. Semakin tinggi taraf nyata yang digunakan, semakin tinggi pula penolakan
hipotesis nol atau hipotesis yang diuji, padahal hipotesis nol benar.
Besaran yang sering digunakan untuk menentukan taraf nyata dinyatakan dalam
% yaitu : 1% (0,01), 5% (0,05), 10% (0,1), sehingga secara umum taraf nyata
dituliskan sebagai 0,01 , 0,05 , 0,1 . besarnya nilai bergantung pada keberanian
pembuat keputusan yang dalam hal ini berapa besarnya kesalahan (yang
menyebabkan resiko) yang akan ditolerir. Besarnya kesalahan tersebut disebut
sebagai deaerah kritis pengujian atau daerah penolakan.
Nilai yang dipakai sebagai taraf nyata digunakan untuk menentukan nilai
distribusi yang digunakan pada pengujian, misalnya distribusi normal (Z), distribusi
t dan distribusi X2. Nilai itu sudah disediakan dalam bentuk tabel disebut nilai kritis.
3. Menentukan ktiteria pengujian
Kriteria pengujian adalah bentuk pembuatan keputusan dalam menerima atau
menolak hipotesis nol (H0) dengan cara membandingkan nilai tabel distribusinya
(nilai kritis) dengan nilai uji statistiknya, sesuai dnegan bentuk pengujiannya. Yang
dimaksud dengan bentuk pengujian adalah sisi atau arah pengujian.
a. Penerimaan H0 terjadi jika nilai uji statistiknya lebih kecil atau lebih besar
daripada nilai positif atau negatif dari tabel. Atau nilai uji statistik berada di
luar nilai kritis.
b. Penolakan H0 terjadi jika nilai uji statistiknya lebih besar atau lebih kecil
daripada nilai positif atau negatif dari tabel. Atau nilai uji statistik berada di
dalam nilai kritis.
4. Menentukan nilai uji statistik
Uji statistik merupakan rumus-rumus yang berhubungan dengan distribusi
tertentu dalam pengujian hipotesis. Uji statistik merupakan perhitungan untuk
menduga parameter data sampel yang diambil secara random dari sebuah populasi.
Misalkan, akan diuji parameter populasi (P), maka yang pertama-tama dihitung
adalah statistik sampel (S).
5. Membuat kesimpulan
Pembuatan kesimpulaln merupakan penetapan keputusan dalam hal penerimaan
atau penolakan hipotesis nol (H0), sesuai dengan kriteria pengujiannya. Oembuatan
kesimpulan dilakukan setelah membandingkan nilai uji statistik dengan nilai tabel
atau nilai kritis.
a. Penerimaan H0 terjadi jika nilai uji statistik berada diluat nilai kritisnya.
b. Penerimaan H0 terjadi jika nilai uji statistik berada di dalam nilai kritisnya.
Kelima langkah pengujian hipotesis tersebut di atas dapat diringkas seperti
berikut.
Langkah 1 : menentukan formulasi hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatifnya
(H1)
Langkah 2 : memilih suatu taraf nyata () dan menetukan nilai tabel.
Langkah 3 : mebuat kriteria pengujian berupa penerimaan dan penolakan H0.
Langkah 4 : melakukakn uji statistik.
Langkah 5 : membuat kesimpulannya dalam hal penerimaan dan penolakan H0

B. Derajat Kemaknaan
Setelah kita menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif maka tindakan
selanjutnya ialah menentukan kriteria batas penerimaan atau penolakan hipotesis nol
dengan menentukan derajat kemaknaan untuk menentukan apakah perbedaan antara
nilai statistik dan nilai parameter populasi disebabkan oleh faktor kebetulan atau
memang berbeda.
Derajat kemaknaan ialah batas untuk menerima atau menolak hipotesis nol yang
dinyatakan dalam bentuk luas area dalam kurva distribusi normal. Derajat kemaknaan
meliputi luas area diluar daerah penerimaan atau disebut penolakan. Area ini
merupakan peluang untuk terjadinya kesalahan dalam menerima atau menolak
hipotesis.
Misalnya, bila kita tentukan derajat sebesar 0,05 atau 5% dari seluruh luas kurva
dan kita lakukan pengujian hipotesis sebanyak 100 kali maka akan terdapat 5 kali
pengujian dengan nilai yang terletak diluar daerah penerimaan ( derajat penerimaan).
Bila kejadian tersebut terjadi lebih dari 5 kali maka akan dianggap terlalu banyak untuk
menolak hipotesis nol.
Hal tersebut menunjukkan bahwa diperkirakan hipotesis kita benar maka derajat
kemaknaan menyatakan persentase terjadinya kesalahan yaitu nilai statistik sampel
yang terletak diluar daerah penerimaan.
Kesalahan ini terjadi karena kita menggunakan statistik sampel untuk menilai
parameter populasi sehingga tidak mungkin tepat benar dengan nilai parameter
populasi.
Kesalahan ini disebut kesalahan tipe 1 atau derajat kemaknaan ini dinyatakan
dengan simbol alfa () dan merupakan hasil positif semu (false positive).

Untuk menentukan apakah variabel yang dibandingkan berbeda secara


bermakna atau tidak pada suatu derajat kemaknaan tertentu maka digunakan simbol (p)
yang menyatakan derjat ketidakpastian (degre of uncertainty) atau merupakan peluang
terjadinya hasil sampel terletak diluar batas yang masih dapat diterima. Misalnya, kita
tentukan batas toleransi yang dapat diterima sebesar 5% yang berarti bahwa bila kita
melakukan pengambilan sampel sebanyak 100 kali dan menghitung rata-ratanya maka
maksimal terdapat 5 kali pengambilan sampel terletak diluar batas penerimaan dan
dinyatakan p < 0,05 atau perbedaan yang terjadi memang berbeda.
Sebaliknya, bila rata-rata sampel yang terletak diluar daerah penerimaan lebih
besar dari 5kali maka dianggap bahwa hasil tersebut terjadi terlalu banyak hingga tidak
dapat ditoleransi dan dismpimpulkan bahwa perbedaan yang tampak hanya disebabkan
karena faktor kebetulan dan dinyatakan p > 0,05. Ini berarti variabel yang dibandingkan
tidak berbeda secara bermakna pada derajat kemaknaan () 0,05.
Dengan nilai p, nilai statistik yang dihasilkan akan lebih tepat dalam
menentukan perbedaan antar variabel yang dibandingkan. Misalnya, pada pengujian
satu pihak diperoleh nilai statistik sampel = 1,83. Kita katakan bahwa hipotesis ditolak
pada derajat kemaknaan 0,05 karena batas penerimaan terletak pada nilai z = 1,64,
tetapi bila kita menggunakan derajat kemakanaan 0,02, dimana nilai z = 2,06 maka
dengan hasil statistik sampel 1,83 menyatakan hipotesis diterima.
Ini berarti bahwa hipotesis tersebut diterima pada = 0,02, tetapi ditolak pada = 0,05.
Dalam hal ini dinyatakan 0,05 > p > 0,02.

Jadi, untuk menyatakan nilai statistik sampel berbeda secara bermakna atau
tidak dapat digunakan derajat kemaknaan alfa (), yaitu bila letak nilai statistik sampel
makin jauh dari derajat kemaknaan yang telah ditentukan maka makin yakinlah kita
bahwa memang terdapat perbedaan antara variabel yang dibandingkan. Sebaliknya, bila
letak nilai statistik sampel makin dekat dengan nilai maka makin yakinlah kita bahwa
tidak ada perbedaan antara variabel yang dibandingkan.
Hal ini dapat pula dinyatakan dengan nilai p karena makin besar nilai p maka makin
yakin kita bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara variabel yang
dibandingkan dan sebaliknya, makin kecil nilai p maka makin yakin bahwa antara
variabel yag dibandingkan terdapat perbedaan yang bermakna.
Batas yang ditentukan untuk menerima atau menolak hipotesis nol disebut batas
kritis.
C. Penentuan Derajat Kemaknaan

D. Hubungan alpha () dan beta ()


Dalam pengujian hipotesis, kita berusaha agar kedua kesalahan tersebut sekecil-
kecilnya, tetapi antarabduakesalahan tersebut terdapat hubungan timbal balik, artinya
bila diperkecil maka akan besar dan sebaliknya. Hubungan antara dan dapat
dijelaskan dengan grafik berikut.

Bila kita anggap bahwa H0 benar atau tidak ada perbedaan antara statisik sampel
dengan paramer populasi pada derajat kemaknaan 0,05 maka akan terlihat pada grafik
sebelah kiri dengan rata-rata = 0. Di sini terdapat kesalahan tipe 1 () berupa daerah
yang dia arsir sebesar 0,025 yang merupakan daerah penolakan hipotesis nol atau
daerah false positive, sedangkan sisanya menyatakan spesifisitas, garis c merupakan
bats kritis penolakan hipotesis nol.
Bila kita anggap terdapat perbedaan antara statistik sampel dengan parameter
populasi yang diwakili dengan simbol d makan terdapat grafik alternatif yang menerima
hipotesis Ha dengan rata-rata d seperti terlihat pada grafik di sebelah kanan yang
menampakkan daerah penolakan (daerah dengan titik-titik) yaitu kesalahan tipe 2 atau
, sedangkan sisanya 1 - adalah derah penerimaan Ha yang dikenal sebagai daerah
kekuatan uji statistik.
Bila derajat kemaknaan bukan 0,05 tetapi 0,01 maka batas kritis bergeser kekanan
yang berarti menjadi lebih kecil, tetapi menjadi lebih besar. Sebaliknya, bila derajat
kemaknaan sebesar 0,1 maka batas kritis c akan bergeser ke kiri yang berarti daerah
penolakan H0 () makin besar dan penolakan Ha () makin sempit. Setelah kita
mengetahui hubungan antara kesalahan tipe 1 () dan kesalahan tipe 2 () maka
penentuan besarnya kesalahan sangat dipengaruhi oleh kesimpulan yang kita buat.
Bila kita menolak hipotesis yang dianggap benar hingga akan menimbulkan
kerugian yang besar maka kesalahan tipe 1 kita perkecil. Misalnya, orang dianggap
sakit padahal dia sehat sehingga sakit padahal dia sehat sehingga orang tersebut dipecat
dari pekerjaannya maka kesalahan tipe 1 kita perkecil. Sebaliknya, bila kita menerima
hipotesis yang sebenarnya salah sehingga akan menimbulkan kerugian yang besar maka
kesalahan tipe 2 kita perkecil.
Misalnya, penyakit menular yang membahayakan masyarakat sekitarnya. Bila kita
menerima hipotesis, berarti kita menganggap orang tersebut tidak sakit padahal ia
menderita penyakit yang membahayakan dan merugikan masyarakat banyak maka
kesalahan tipe 2 diperkecil dengan memperbesar kesalahan tipe 1 atau jumlah sampel
ditambah.
Dalam praktik, kita selalu mengabaikan kesalahan tipe 2 () dan bila beta dianggap
nol maka kekuatan uji (1- ) hanya sebesar 50% yang berarti kemampuan untuk
menolak hipotesis nol hanya sebesar 50% dan ini berarti kita menerima hipotesis yang
sebenarnya salah.

E. Macam-macam pengujian hipotesis


Bermacam-macam pengujian hipotesis dapat dilakukan bergantung pada
berbagai faktor, seperti pengujian dua pihak atau satu pihak, besarnya sampel, statistik
yang digunakan, besarnya populasi, kesalahan baku dan perbedaan dua populasi dan
sampel berpasangan atau tidak.
Faktor-faktor tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan kombinasi.
Misalnya, pengujian rata-rata satu populasi yang besarnya tak terhingga, sampel besar,
dan kesalahan baku diketahui. Oleh karena itu, sebelum melakukan pengujian hipotesis
perlu dijawab dahulu pertanyaan dibawah ini.
a. Pengujian dua pihak atau satu pihak ?
b. Satu atau dua populasi ?
c. Populasi terbatas atau tak terhingga ?
d. Sampel besar atau kecil ?
e. Varian diketahui atau tidak ?
f. Statistik sampel yang akan diuji (rata-rata atau proporsi)?
g. Besarnya derajat kemaknaan ?
i. Hal ini penting untuk menetukan strategi pengujian hipotesis selanjutnya.

1. Berdasarkan jenis paramternya.


a. Pengujian hipotesis tentang rata-rata
Pengujian hipotesis tentang rata-rata adalah pengujian hipotesis mengenai rata-
rata populasi yang didasarkan atas informasi sampelnya.
Contoh :
1) Pengujian hipotesis satu rata-rata
2) Pengujian hipotesis beda dua rata-rata
3) Pengujian hipotesis beda tiga rata-rata
b. Pengujian hipotesis tentang proporsi
Pengujian hipotesis tentang proporsi adalah pengujian hipotesis mengenai
proporsi populasi yang didasarkan atas informasi (data) sampelnya.
Contoh :
1) Pengujian hipotesis satu proporsi
2) Pengujian hipotesis beda dua proporsi
3) Pengujian hipotesis beda tiga proporsi
c. Pengujian hipotesis tentang varians
Pengujian hipotesis tentang varians adalah pengujian hipotesis mengenai
varians populasi yang didasarkan atas informasi sampelnya.
Contoh :
1) Pengujian hipotesis tentang satu varians
2) Pengujian hipotesi tentang kesamaan dua varians
2. Berdasarkan jumlah sampelnya
a. Pengujian hipotesi sampel besar
Pengujian hipotesis smapel besar adalah pengujian hipotesis yang
menggunakan sampel lebih besar dari 30 (n > 30).
b. Pengujian hipotesis sampel kecil
Pengujian hipotesis sampel kecil adalah pengujian hipotesis yang menggunakan
sampel kecil atau sama dengan 30 (n 30).
3. Berdasarkan jenis distribusinya
a. Pengujian hipotesis dengan distribusi Z
Pengujian hipotesis dengan distribusi Z adalah pengujian hipotesis yang
menggunakan distribusi Z sebagai uji statistik. Tabel pengujiannya disebut tabel
normal standar. Hasil uji statistik ini kemudian dibandingkan dengan nilai
dalam tabel untuk menerima atau menolak hipotesis nol (H0) yang
dikemukakan.
Contoh :
1) Pengujian hipotesis satu dan beda dua rata-rata sampel besar
2) Pengujian hipotesis satu dan beda dua proporsi
b. Pengujian hipotesis dengan distribusi t
Pengujian hipotesis dengan distribusi t adalah pengujian hipotesis yang
menggunakan distribusi t sebagai uji statistik. Tebelnya disebut tabel t-student.
Hasil uji statistiknya kemudian dibandingkan dengan nilai yang ada pada tabel
untuk menerima atau menolak hipotesis nol (H0) yang dikemukakan.
Contoh : pengujian hipotesis rata-rata (satu dan beda rata-rata) sampel kecil
c. Pengujian hipotesis dengan distribusi X2
Pengujian hipotesis dengan distribusi X2 adalah pengujian hipotesis yang
menggunakan distribusi X2 sebagai uji statistik. Tabelnya disbeut tabel X2 . hasil
uji statistik kemudian dibandingkan dengan nilai yang ada pada tabelnya untuk
menerima atau menolak hipotesis nol yang dikemukakan.
Contoh :
1) Pengujian hipotesis beda tiga proporsi
2) Pengujian hipotesis independensi
3) Pengujian hipotesis kompatibilitas
d. Pengujian hipotesis dengan distribusi F
Pengujian hipotesis dengan distribusi F adalah pengujian hipotesis yang
menggunakan distribusi F. Tabel pengujiannya disebut tabel F. Hasil uji
statistiknya kemudian dibandingkan dengan nilai yang ada pada tabel untuk
menerima atau menolak hipotesis nol yang dikemukakan.
4. Berdasarkan arah atau bentuk formulasi hipotesisnya
a. Pengujian hipotesis dua pihak
Pengujian hipotesis dua pihak adalah pengujian hipotesis di mana hipotesis nol
(H0) berbunyi sama dengan dan hipotesis alternatifnya (H1) berbunyi tidak
sama dengan (H0 = dan H1 )
b. Pengujian hipotesis pihak kiri atau sisi kiri
Hipotesis alternatifnya berbunyi lebih kecil atau lebih kecil atau sama
dengan (H0 = atau H0 dan H1 < atau H1 ). Kalimat lebih kecil atau sama
dengan sinomim dengan kata paling sedikit atau paling kecil.
c. Pengujian hipotesis pihak kanan atau sisi kanan
Pengujian hipotesis pihak kanan adalah pengujian hipotesis dimana hipotesis
nol (H0) berbunyi sama dengan atau lebih kecil atau sama dengan dan
hipotesis alternatifnya berbunyi lebih besar atau lebih besar atau sama
dengan (H0 = atau H0 dan H1 > atau H1 ). Kalimat lebih besar atau sama
dengan sinonim dengan kata paling banyak atau paling besar.

F. Kesalahan Dalam Pengujian Hipotesis


1. Dua jenis kesalahan
Dalam pengujian hipotesis, kesimpulan yang diperoleh hanya berupa
penerimaan atau penolakan terhadap hipotesis yang diajukan, tidak berarti kita telah
membuktikan atau tidak membuktikan kebenaran hipotesis tersebut. Hal ini disebabkan
kesimpulan tersebut hanya merupakan inferensi didasarkan atas sampel.
Suatu kesimpulan dianggap benar atau diterima apabila hipotesisnya (H0) benar dan
diterima atau hipotesisnya (H0) salah dan ditolak. Kesalahan dapat terjadi apabila
hipotesisnya (H0) benar kemudian ditolak atau sebaliknya hipotesisnya (H0) salah
kemudian diterima. Jadi, dalam pengujian hipotesis dapat terjadi dua jenis kesalahan,
yaitu (disebut) kesalahan jenis I dan kesalahan jenis II.
a. Kesalahan jenis I
Kesalahan jenis I adalah karena H0 ditolak padahal kenyataanya benar. Artinya, kita
menolak hipotesis tersebut (H0) yang seharusnya diterima.
b. Kesalahan jenis II
Kesalahan jenis II adalah karena H0 diterima padahal kenyataannya salah. Artinya,
kita menerima hipotesis tersebut (H0) yang seharusnya ditolak. Dalam bentuk tabel,
kedua jenis kesalahan terssebut dituliskan seperti tabel dibawah ini :
Keadaan Sebenarnya
Kesimpulan H0 Benar H0 Salah
Terima Benar Salah (kesalahan jenis II)
Tolak Salah (kesalahan jenis I) Benar

Apabila kedua jenis kesalahan tersebut dinyatakan dalam bentuk probabilitas


didapatkan hal-hal berikut.
a. Kesalahan jenis I disebut kesalahan yang dalam bentuk penggunaanya disebut
sebgai taraf nyata atau taraf signifikan. 1 - disebut sebagai tingkat
keyakinan,karena dengan itu kita yakin bahwa kesimpulan yang kita buat adalah
benar, sebesar 1 - .
b. Kesalahan jenis II disebut kesalahan yang dalam bentuk penggunaanya disebut
sebagai fungsi ciri operasi, disingkat CO. 1 disbeut sebagai kuasa pengujian
karena memperhatikan kuasa terhadap pengujian yang dilakukan untuk menolak
hipotesis yang seharusnya ditolak.
2. Hubungan antara , dan n
Antara kedua jenis kesalahan, yaitu kesalahan dan saling berkaitan. Jika
kesalahan kecil maka kesalahan besar, demikian pula sebaliknya. Untuk
mendapatkan suatu kesimpulan yang baik maka kedua kesalahan tersebut harus dibuat
seminimal mungkin. Hal ini biasanya dilakukan melalui cara-cara seperti berikut.
1. Memperbesar ukuran sampel (n) yang akan menjadikan rata-rata ukuran
sampel, mendekati ukuran populasinya. Di samping itu, dengan makin besarnya
sampel ( tetap), akan memperkecil dan memperbesar 1 , sehingga akan
makin besar probabilitas untuk menolak hipotesis (H0) yang salah.
2. Menentukan terlebih dahulu taraf nyata (), misalnya = 0,01 atau = 0,05.
Untuk setiap pengujian dengan ditentukan, besar dapat dihitung. Harga
tersebut berbeda untuk setiap parameter atau bergantung pada parameternya.
Berikut ini cara menghitung dan 1 - dengan menetapkan terlebih dahulu.
3. Kurva ciri operasi dan kurva Kuasa
Grafik terhadap parameter (misalkan ) disebut kurva ciri operasi, disingkat
CO. Grafik 1 - terhadap parameter ( misalkan ) disebut kurva kuasa. Bentuk kurva
kuasa merupakan kebalikan dari kurva ciri operasi. Kurva ciri operasi dan kurva kuasa
dapat dibuat dengan menentukan beberapa nilai dari dan 1 .
BAB III

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, Eko. 2001. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.


Jakarta; EGC

Hasan,M.Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Statistik 2 . Jakarta ; PT Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai