Anda di halaman 1dari 15

Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum

digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih hemat dibandingkan solar,
dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilo calori sedangkan batu bara hanya Rp
0,09/kilocalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).

Dari segi kuantitas batubara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia. Jumlahnya sangat
berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik
hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tak mungkin membakar habis batubara dalam
bentuk PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai
kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.

Batubara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi menjadi
migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan
dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batubara.

Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya secara continue,
yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-cara direct burning seperti:
fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan
dan kelemahannya.

1. Latar Belakang

Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di
bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan
batubara tersebut tergolong usia muda, yang dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Tersier
Bawah dan Tersier Atas.

Potensi batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera,
sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil, seperti di Jawa
Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.

Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum
digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih hemat dibandingkan solar,
dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilo calori sedangkan batu bara hanya Rp
0,09/kilocalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).
Coal gasification adalah sebuah proses untuk merubah batu bara padat menjadi gas batu bara yang
mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini CO (karbon monoksida),
karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), methane (CH4), dan nitrogen (N2) dapat digunakan sebagai bahan
bakar. hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan water gas
atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah
terendah.

Tetapi, batu bara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat didalamnya adalah sulfur dan nitrogen,
bila batu bara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila mengapung di udara zat
kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah
seburuk bentuk sulfuric dan nitric acid, disebut sebagai acid rain. Disini juga ada noda mineral kecil,
termasuk kotoran yang umum tercampur dengan batu bara, partikel kecil ini tidak terbakar dan
membuat debu yang tertinggal di coal combustor, beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran
combustion gases bersama dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil
ini adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.

1. Teori Tentang Genesa Batubara

Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen
yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan
terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen. Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks
yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti :
C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.

Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau Batu
Bara) dikenal sebagai zaman batu bara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta
tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama
waktu pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik. Proses awalnya gambut berubah menjadi
lignite (batu bara muda) atau brown coal (batu bara coklat) Ini adalah batu bara dengan jenis
maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak lembut
dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan.

Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batu bara muda
mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batu bara
muda menjadi batu bara sub-bitumen. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu
bara menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk bitumen atau antrasit. Dalam
kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga
membentuk antrasit.
Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batubara
dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batubara
dari perioda ini.

Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batubara
dari perioda ini.

Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk batubara berumur Karbon
di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan
tumbuh di iklim hangat.

Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual,
biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae
seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian seperti di Australia,
India dan Afrika.

Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji,
jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum,
kurang dapat terawetkan.

Tingkat perubahan yang dialami batu bara, dari gambut sampai menjadi antrasit disebut sebagai
pengarangan memiliki hubungan yang penting dan hubungan tersebut disebut sebagai tingkat mutu
batu bara. Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu,
batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.

Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung
antara 86% 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.

Bituminus mengandung 68 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batubara
yang paling banyak ditambang di Australia.

Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas
yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari
beratnya.

Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.
Pembahasan

Materi Pembentuk Batubara

Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batubara
dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan
batubara dari perioda ini.

Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batubara
dari perioda ini.

Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk batubara berumur Karbon
di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan
tumbuh di iklim hangat.

Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan
heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis
Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian
seperti di Australia, India dan Afrika.

Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji,
jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum,
kurang dapat terawetkan.

Komposisi batubara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan, keduanya mengandung
unsur utama yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P. Hal ini dapat dipahami, karena batubara terbentuk
dari jaringan tumbuhan yang telah mengalami coalification. Pada dasarnya pembentukkan batubara
sama dengan cara manusia membuat arang dari kayu, perbedaannya, arang kayu dapat dibuat sebagai
hasil rekayasa dan inovasi manusia, selama jangka waktu yang pendek, sedang batubara terbentuk oleh
proses alam, selama jangka waktu ratusan hingga ribuan tahun. Karena batubara terbentuk oleh proses
alam, maka banyak parameter yang berpengaruh pada pembentukan batubara. Makin tinggi intensitas
parameter yang berpengaruh makin tinggi mutu batubara yang terbentuk.

a. Jenis-jenis BatuBara

Tingkat perubahan yang dialami batu bara, dari gambut sampai menjadi antrasit disebut sebagai
pengarangan memiliki hubungan yang penting dan hubungan tersebut disebut sebagai tingkat mutu
batu bara. Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu,
batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung
antara 86% 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.

Bituminus mengandung 68 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batubara
yang paling banyak ditambang di Australia.

Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas
yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari
beratnya.

Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

Pembentukan Batubara

Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batubara disebut dengan istilah
pembatubaraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:

Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk.
Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan
biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik
serta membentuk gambut.

Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya
antrasit.

Teori berdasarkan Tempat terbentuknya.

Teori Insitu :

Bahan bahan pembentuk lapisan batubara terbentuk ditempat dimana tumbuh tumbuhan asal itu
berada. Dengan demikian setelah tumb mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh
lapisan sedimen dan mengalami proses coalification.

Ciri :

-Penyebaran luas dan merata

-Kualitas lebih baik


Cth : Muara Enim

Teori Drift:

Bahan2 pembtk lapisan batubara terjadi ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup
dan berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati mengalami transportasi oleh media air
dan terakumulasi disuatu tempat, tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami coalification.1

Ciri :

-Penyebaran tidak luas tetapi banyak

-kualitas kurang baik (mengandung psr pengotor).

Cth : pengendapan delta di aliran sungai mahakam

Bentuk Lapisan-Lapisan Batubara

Berdasarakan lapisan batubara dibagi menjadi 2 yaitu Plies (lapisan utuh) dan Split (terdapat 2 lapisan
atau lebih). Pada awal pembentukan gambut sebagian besar perlapisan mendatar (tergantung dr
topografi cekungan pengendapannya). Setelah bekerja gaya geologi akan terdapat bermacam macam
bentuk perlapisan Batubara. Antara lain: Horse Back (tjd post depositional), Pinch (tjd post depositional),
Burriea Hill ( tjd krn adanya intrusi magma), Fault (patahan), dan Lipatan. patahan bukan hanya terjadi
karena gempa namun juga bisa karena lapisan dibawahnya adalah pasir yang dalam keadaan jenuh bisa
berpindah.

Penambangan BatuBara

Proses penambangan batu bara sangat ditentukan oleh unsur geologi endapan batu bara. Pada
umumnya, terdapat 2 proses penambangan batu bara, yaitu :
1. Tambang bawah tanah/dalam

Ada 2 metode penambangan bawah tanah, yaitu metode room-and-pillar dan tambang longwall.

Pada tambang room-and-pillar, endapan batu bara ditambang dengan memotong jaringan ruang ke
dalam lapisan batu bara dan membiarkan pilar batu bara untuk menyangga atap tambang. Pada
metode ini, penambangan batu bara juga dapat dilakukan dengan cara yang disebut retreat mining
(penambangan mundur), dimana batu bara diambil dari pilar-pilar tersebut pada saat para penambang
kembali ke atas. Atap tambang kemudian dibiarkan ambruk dan tambang tersebut ditinggalkan.

Tambang longwall mencakup penambangan batu bara secara penuh dari suatu bagian lapisan atau
muka dengan menggunakan gunting-gunting mekanis. Penambangan dengan metode ini,
membutuhkan penelitian geologi yang mendukung serta perencanaan yang hati-hati, sebelum memulai
penambangan. Setelah batu bara diambil dari daerah tersebut, atap tambang kemudian dibiarkan
ambruk.

Keuntungan utama dari tambang roomand-pillar daripada tambang longwall adalah, tambang room-
and-pillar dapat mulai memproduksi batu bara jauh lebih cepat, dengan menggunakan biaya penyediaan
peralatan bergerak kurang dari 5 juta dolar (peralatan tambang longwall dapat mencapai 50 juta dolar).

2. Tambang terbuka/permukaan

Tambang terbukajuga disebut tambang permukaanhanya memiliki nilai ekonomis apabila lapisan
batu bara berada dekat dengan permukaan tanah. Metode tambang terbuka juga memberikan
keuntungan yang lebih besar dari tambang bawah tanah, karena seluruh lapisan batu bara dapat
dieksploitasi (90% atau lebih dari batu bara dapat diambil). Tambang terbuka yang besar dapat meliputi
daerah berkilo-kilo meter persegi dan menggunakan banyak alat yang besar, termasuk dragline (katrol
penarik), yang memindahkan batuan permukaan, power shovel (sekop hidrolik), truk-truk besar yang
mengangkut batuan permukaan dan batu bara, bucket wheel excavator (mobil penggali serok),dan ban
berjalan.

Batuan permukaan yang terdiri dari tanah dan batuan dipisahkan pertama kali dengan bahan peledak.
Batuan permukaan tersebut kemudian diangkut dengan menggunakan katrol penarik atau dengan sekop
dan truk. Setelah lapisan batu bara terlihat, lapisan batu bara tersebut digali dan dipecahkan kemudian
ditambang secara sistematis dalam bentuk jalur-jalur. Kemudian batu bara dimuat ke dalam truk besar
atau ban berjalan untuk diangkut ke pabrik pengolahan batu bara atau langsung ke tempat dimana batu
bara tersebut akan digunakan.
Pengangkutan Batu Bara

Metode pengangkutan batu bara dari tambang menuju tempat penggunaannya, ditentukan dari jarak
yang harus ditempuh dalam penngangkutan tersebut. Untuk jarak dekat, batu bara umumnya diangkut
dengan menggunakan ban berjalan atau truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam negeri,
batu bara diangkut dengan menggunakan kereta api atau tongkang. Pada beberapa kasus, batu bara
tersebut diangkut melalui jaringan pipa (sebelumnya dicampur dengan air untuk membentuk bubur
batu).

Kapal laut umumnya digunakan untuk pengakutan internasional dalam ukuran berkisar dari Handymax
(40-60,000 DWT), Panamax (about 60-80,000 DWT) sampai kapal berukuran Capesize (sekitar lebih dari
80,000 DWT). Sekitar 700 juta ton batu bara diperdagangkan secara internasional pada tahun 2003 dan
sekitar 90% dari jumlah tersebut diangkut melalui laut. DWT Deadweight Tonnes (Bobot Mati) yang
mengacu ke kapasitas bobot mati suatu kapal, termasuk kargonya, tangki bahan bakar, air bersih,
simpanan dll.

Klasifikasi Batubara

Coal gasification adalah sebuah proses untuk merubah batubara padat menjadi gas batu bara yang
mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini CO (karbon monoksida),
karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) dapat digunakan sebagai bahan
bakar. hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan water gas
atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah
terendah.

Tetapi, batubara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat didalamnya adalah sulfur dan nitrogen,
bila batubara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila mengapung di udara zat
kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah
seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai hujan asam acid rain. Disini juga ada noda
mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur dengan batubara, partikel kecil ini tidak terbakar
dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor, beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di
putaran combustion gases bersama dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa
partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.

Bahaya Limbah Cair Pertambangan Batubara


Saat ini banyak analis pertambangn yang tidak mamu mengekspose secara detail tentang bahaya air
cucuian batubara. Limbah cucian batu bara yang ditampung dalam bak penampung sangat berbahaya
karena mengandung logam-logam beracun yang jauh lebih berbahaya disbanding proses pemurnian
pertambangan emas yang mengunakan sianida (CN). Proses pencucian dilakukan untuk menjadi
batubara lebih bersih dan murni sehingga memiliki nilai jual tinggi. Proses ini dilakukan karena pada saat
dilakukan eksploitasi biasanya batubara bercampur tanah dan batuan.

Agar lbih mudah dan muerah, dibuatlah bak penampung untuk pencucian. Kolam penampung itu berisi
air cucian yang bercampur lupur. LSM lingkungan JATAM menyebutnya dana beracun yang berisi miliaran
gallon limbah cair batubara. Sluge mengandung bahan kimia karsinogenik yang digunakan dalam
pemrosessan batubara yang logam berat berancun yang terkandung di batubara seperti arsenic, merkuri,
kromium, boron, selenium dan nikel.

Dibandingkan tailing dari limbah luput pertambangan emas, unsure berancun dari logam berat yang ada
limbah pertambangan batubara jauh lebih berbahaya. Sayangnya sampai sekarang tidak ada publikasi
atau informasi dari perusahan pertambangan terhadap bahaya sluge kepada masyarakat di sekitar
pertambangan.Unsure beranu menyebabkan penyakit kulit, gangguan pencernaan, paru dan penyakit
kanker otak. Air sungai tempat buangan limbah digunakan masyarkat secara terus menerus. Gejala
penyakit itu biasa akan tampka setelah bahan beracun terakumulasi dalam tubuh manusia.

Beberapa perusahaan tambang di Kalimantan Timur ditengarai tridak melakukan pengelolaan water
treatmen terhadap limbah buangan tambang dan juga tanpa penggunaan bahan penjernih Aluminum
Clorida, Tawar dan kapur. Akibatnya limbang buann tambang menyebabkan sungai sarana pembuagan
limbah cair berwarna keruh.

Membuat Batubara Bersih

Ada beberapa cara. Contoh sulfur, sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada sedikit di batubara, pada
beberapa batubara yang ditemukan di Ohio, Pennsylvania, West Virginia dan eastern states lainnya,
sulfur terdiri dari 3 sampai 10 % dari berat batu bara, beberapa batu bara yang ditemukan di Wyoming,
Montana dan negara-negara bagian sebelah barat lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari
1%) dari berat batubara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sbelum mencapai cerobong
asap.

Satu cara untuk membersihkan batubara adalah dengan cara mudah memecah batubara ke bongkahan
yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di batu bara disebut
sebagai pyritic sulfur karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk iron pyrite, selain itu
dikenal sebagai fools gold dapat dipisahkan dari batubara. Secara khusus pada proses satu kali,
bongkahan batubara dimasukkan ke dalam tangki besar yang terisi air , batubara mengambang ke
permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas pencucian ini dinamakan coal preparation plants
yang membersihkan batubara dari pengotor-pengotornya.

Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batubara adalah secara
kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut organic sulfur, dan
pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk mencampur batubara
dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul batubara, tetapi kebanyakan proses ini
sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia
ini.

Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah 1978 telah
diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang sulfur dari gas hasil
pembakaran batubara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat ini sebenarnya adalah flue gas
desulfurization units, tetapi banyak orang menyebutnya scrubbers karena mereka men-scrub
(menggosok) sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar batubara.

Membuang NOx dari batubara

Nitrogen secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang dihirup, pada kenyataannya 80%
dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-atom nitrogen mengambang terikat satu sama lainnya
seperti pasangan kimia, tetapi ketika udara dipanaskan seperti pada nyala api boiler (3000 F=1648 C),
atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan oksigen, bentuk ini sebagai nitrogen oksida atau kadang
kala itu disebut sebagai NOx. NOx juga dapat dibentuk dari atom nitrogen yang terjebak didalam
batubara.

Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang kabur yang kadang kala
terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang membentuk acid rain (hujan asam), dan dapat
membantu terbentuknya sesuatu yang disebut ground level ozone, tipe lain dari pada polusi yang
dapat membuat kotornya udara.

Salah satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah menghindari dari bentukan asalnya, beberapa cara
telah ditemukan untuk membakar barubara di pemabakar dimana ada lebih banyak bahan bakar dari
pada udara di ruang pembakaran yang terpanas. Di bawah kondisi ini kebanyakan oksigen
terkombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan nitrogen. Campuran pembakaran kemudian
dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana terdapat proses yang mirip berulang-ulang sampai
semua bahan bakar habis terbakar. Konsep ini disebut staged combustion karena batubara dibakar
secara bertahap. Kadang disebut juga sebagai low-NOx burners dan telah dikembangkan sehingga
dapat mengurangi kangdungan Nox yang terlepas di uadara lebih dari

separuh. Ada juga teknologi baru yang bekerja seperti scubbers yang membersihkan NOX dari flue
gases (asap) dari boiler batu bara. Beberapa dari alat ini menggunakan bahan kimia khusus yang disebut
katalis yang mengurai bagian NOx menjadi gas yang tidak berpolusi, walaupun alat ini lebih mahal dari
low-NOx burners, namun dapat menekan lebih dari 90% polusi Nox.

Pembakaran Batubara dengan O2/CO2

Salah satu metode yang dapat menjadi alternatif ialah pembakaran batubara menggunakan campuran
O2/CO2. Keunggulan utama dari metode ini yaitu adanya daur ulang aliran gas keluaran sehingga
kandungan CO2 pada aliran tersebut sangat tinggi, mencapai 95%. Dengan kandungan CO2 yang tinggi,
proses pemisahan karbondioksida menjadi lebih mudah dan ekonomis dibandingkan pada pembakaran
batubara konvensional (menggunakan udara) yang hanya menghasilkan CO2 sekitar 13% pada gas
keluaran. Gas keluaran dengan kandungan CO2 sampai 95% bahkan dapat langsung digunakan untuk
proses oil enhanced recovery (EOR). Pembakaran batubara menggunakan campuran O2/CO2 ditampilkan
pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Diagram alir proses pembakaran batubara dengan menggunakan campuran gas O2/CO2

Batubara (fuel) dibakar dalam sebuah combustion chamber dengan menggunakan campuran gas oksigen
dan karbondioksida. Oksigen didapatkan dari proses pemisahan nitrogen dan oksigen dari udara dalam
sebuah Air Separation Unit. Karbondioksida sendiri merupakan gas hasil pembakaran batubara yang
kembali dialirkan ke dalam combustion chamber. Aliran recycle karbondioksida ini menyebabkan
peningkatan konsentrasi gas karbondioksida yang sangat signifikan di aliran keluaran sehingga
memudahkan proses pemisahan karbondioksida itu sendiri. Pemisahan karbondioksida dapat
diselenggarakan menggunakan metode konvensional seperti menggunakan CO2 absorber maupun
metoda terkini seperti pemisahan dengan membran. Tingginya konsentrasi CO2 di aliran umpan
absorber atau membran akan memudahkan proses pemisahan sehingga spesifikasi alat pemisah tidak
terlalu memakan biaya besar.

Selain kandungan CO2 gas keluaran yang tinggi, metode ini juga mempunyai efisiensi pembakaran
karbon yang tinggi. Hasil penelitian Liu (2005) menunjukkan bahwa pembakaran batubara menggunakan
media O2/CO2 menghasilkan efisiensi pembakaran karbon yang lebih tinggi dibandingkan pembakaran
batubara konvensional. Hal itu dibuktikan dari kandungan karbon baik pada fly ash maupun bottom ash
yang jauh lebih sedikit.
Batubara di Indonesia

Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di
bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan
batubara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen atau sekitar Tersier
Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang
lalu menurut Skala waktu geologi.

Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan
kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-
rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi
dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk
lapisan batubara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum
dijumpai pada batubara Miosen. Sebaliknya, endapan batubara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar
abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batubara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran
pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur
Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.

Potensi sumberdaya batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau
Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil dan
belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.

Di Indonesia, batubara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum
digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batubara jauh lebih hemat dibandingkan solar,
dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batubara hanya Rp
0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).

Dari segi kuantitas batubara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia. Jumlahnya sangat
berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan
energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis
batubara dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui
polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.

Kesimpulan
Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen
yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan
terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen. Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks
yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti :
C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.

Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau Batu
Bara) dikenal sebagai zaman batu bara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta
tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama
waktu pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik. Proses awalnya gambut berubah menjadi
lignite (batu bara muda) atau brown coal (batu bara coklat) Ini adalah batu bara dengan jenis
maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak lembut
dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan.

Teori Insitu :

Bahan bahan pembentuk lapisan batubara terbentuk ditempat dimana tumbuh tumbuhan asal itu
berada. Dengan demikian setelah tumb mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh
lapisan sedimen dan mengalami proses coalification.

Ciri :

-Penyebaran luas dan merata

-Kualitas lebih baik

Cth : Muara Enim

Teori Drift:

Bahan2 pembtk lapisan batubara terjadi ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan
semula hidup dan berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati mengalami
transportasi oleh media air dan terakumulasi disuatu tempat, tertutup oleh lapisan sedimen dan
mengalami coalification.1
Ciri :

-Penyebaran tidak luas tetapi banyak

-kualitas kurang baik (mengandung psr pengotor).

Cth : pengendapan delta di aliran sungai mahakah

Ucapan terima kasih

syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah yang telah memberikan kesempatan dan kesehatan
kepada penulis sehingga dalam penulisan paper dapat terselesaikan dengan baik.

Bapak Dr. phil. Nat. Sri Widodo, ST,MT. selaku dosen mata kuliah Genesa Batubara.

Teman-teman yang telah berpartisipasi dan telah memberikan masukan-masukan yang positif.

Daftar pustaka

Beaton, A.P., Kaikreuth, W. & MacNeil D., The Geology, Petrology, and Geochemistry of Coal Seams
from St. Rose and Chimney Corner Coalfields, Cape Breton, Nove Scotia, Canada, International Journal of
Coal Geology, Vol. 24, h. 47-73 (1993).

Karas, J., et.al., Comparison of Physical and Chemical Properties of Maceral Groups Separated by
Density Gradient Centrifugation, International Journal of Coal Geology, Vol. 5, Elsevier Science Publishing
Co., h. 315-338 (1985).

Pareek, H.S. & Banani Bardhan, Trace Elements and Their Variation along Seam Profiles of Certain
Coal Seams of Middle and Upper Barakar Formation (Lower Permian) in East Bakaro Coalfield, District
Hazaribagh, Bihar, India, International Journal of Coal Geology, Vol. 5, Elsevier Science Publishing Co., h.
281-314 (1985).
Samuel, Luki & Muchsin, S., Stratigraphy and Sedimentation in the Kutai Basin, Kalimantan,
Proceeding of the 4th Anniversary Convention

Anda mungkin juga menyukai