Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI

SEDIAAN LIKUIDA DAN SEMISOLIDA


EMULSI
Senin, 02 Oktober 2017

Disusun Oleh :
Falen Novita Dewi 260110160095
Athiyagusti Ponco Putri 260110160096
Finka Chandra Agritasya 260110160097
Luthfia Azzahra 260110160098
Gita Dwi Lestari 260110160099
Wifaaq Ulima Putri 260110160100
Atharia Refi K 260110160102
Luthfi Hargo Siwi 260110160103
Rizqa Nurul Aulia 260110160104
SHIFT C

LABORATORIUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN


LIKUIDA DAN SEMISOLIDA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017
Pembagian Tugas

Falen Novita Dewi 260110160095 (Preformulasi dan pembahasan)

Athiyagusti Ponco Putri 260110160096 (Evaluasi dan pembahasan)

Finka Chandra Agritasya 260110160097 (Evaluasi dan pembahasan)

Luthfia Azzahra 260110160098 (Formulasi dan pembahasan)

Gita Dwi Lestari 260110160099 (Formulasi, design dan pembahasan)

Wifaaq Ulima Putri 260110160100 (Design, pembahasan, dan edit)

Atharia Refi K 260110160102 (Design, evaluasi dan pembahasan)

Luthfi Hargo Siwi 260110160103 (Preformulasi dan pembahasan)

Rizqa Nurul Aulia 260110160104 (Formulasi dan pembahasan)


Preformulasi

1. Emulsi oleum ricini

Jumlah
No. Nama Bahan per 5 mL
Teoritis Ditimbang Satuan
syrup
1. Oleum Ricini 18 150 150 ml
2. Na-CMC 0.3 2.5 2.5 gr
3. Gliserol 3 25 25 ml
4. Sorbitol 3 25 25 ml
5. Essence 0.060 0.5 0.5 ml
6. Nipagin 0.108 0.9 0.9 gr
7. Nipasol 0.012 0.1 0.1 gr
Aquadest ad 60 mL ad 1000 ml mL

2. Emulsi paraffin liquid

Jumlah
No. Nama Bahan per 5 mL
Teoritis Ditimbang Satuan
syrup
1. Paraffin 1.00 100 100 ml
2. Na-CMC 0,05 5 5 g
3. Tween 0,07 7 7 ml
4. Span 0,03 3.00 3.00 ml
5. Sorbitol 0,1 10 10 ml
6. Pewarna hijau 0,0025 0,25 0,25 ml
7. apple essens 0,005 0,5 0,5 ml
8. BHT 0,001 0,1 0,1 g
9. Na benzoat 0,005 0,5 0,5 g
10. Aquadest ad 5 mL ad 500 mL
Pembahasan

Pada praktikum ini dilakukan pembuatan sediaan emulsi, sediaan emulsi sendiri
merupakan sediaan yang memiliki dua fase, yang dimana salah satu fasenya terdispersi
ke dalam fase lainnya dalam bentuk tetesan kecil (Syamsuni, 2007). Emulsi digunakan
dalam berbagai sediaan farmasi karena memiliki banyak kelebihan, diantaranya yaitu
dapat menyatukan 2 fase tak larut sehingga sediaan menjadi lebih stabil, selain itu rasa
tak enak obat dapat ditutupi dengan penambahan perasa, serta proses absorbsi dalam
tubuh menjadi lebih cepat karena sudah dalam bentuk larutan. Pada pembuatan emulsi
kali ini digunakan dua zat aktif yang berbeda yaitu yang pertama adalah paraffin liquid
dan yang kedua adalah oleum ricini.

Emulsi yang dibuat pada praktikum kali ini termasuk ke dalam emulsi tipe O/W
atau tipe minyak dalam air. Tipe O/W banyak diterapkan untuk membuat emulsi yang
diperuntukan untuk pemakaian oral (Syamsuni, 2007). Hal tersebut bertujuan untuk
menutupi rasa dan bau yang kurang enak dari minyak sehingga pasien akan merasa
lebih nyaman ketika menggunakan obat tersebut. Selain itu, emulsi tipe O/W juga
sering diterapkan untuk membuat produk kosmetika. Hal tersebut bertujuan untuk
memberikan kenyamanan dalam penggunaan sediaan bagi konsumen. Pada produk
kosmetika seperti krim muka dan lotion, akan mudah dicuci dan tidak terasa lengket
saat digunakan di kulit sehingga memberikan kesan ringan dan sedikit dingin.

Karena emulsi mengandung dua zat yang saling tidak bercampur, maka
diperlukan emulgator atau bahan pengemulsi agar kedua zat tersebut (minyak dan air)
dapat saling bercampur. Mekanisme kerja emulgator yaitu dengan menurunkan
tegangan permukaan antar fase sehingga kedua fase dapat saling bercampur (Syamsuni,
2007). Bahan pengemulsi menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan
antara tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel
yang akan berkoalesensi (bergabung).
Dalam pembuatan emulsi pemilihan emulgator sangat penting karena
mempengaruhi mutu dari kestabilan suatu emulsi. Emulsi yang stabil dapat dicapai
dengan menggunakan emulgator tunggal/kombinasi emulgator yang mendekati HLB
fase minyak yang disebut HLB butuh.

Pada pembuatan sediaan emulsi yang pertama zat aktif yang digunakan dalam
formula emulsi adalah minyak jarak (oleum ricini). Minyak jarak adalah minyak lemak
yang diperoleh dengan perasan dingin biji Ricinus communis L. yang telah dikupas
(Depkes RI,1979). Dalam bidang farmasi dikenal pula sebagai minyak kastroli. Di era
modern ini minyak jarak (oleum ricini) banyak digunakan untuk industri otomotif,
industri farmasi dan kosmetik. Kandungan asam lemak pada minyak jarak 90% terdiri
dari asam risinoleat, hanya sedikit mengandung asam dihidroksi stearat, linoleat, oleat
dan stearat. Minyak jarak memiliki khasiat sebagai laksativum dengan mekanisme
kerja merangsang otot polos usus sehingga meningkatkan peristaltik dan sekresi lendir
usus. Minyak jarak juga bersifat emollient yaitu dapat melunakkan feses sehingga dapat
memudahkan proses pengeluarannya. Larut dalam 2.5 bagian etanol (90%) P, mudah
larut dalam etanol P mutlak dan dalam asam asetat glasial P (Depkes RI,1979).

Selain zat aktif, dalam formulasi emulsi juga membutuhkan zat tambahan lain
seperti pelarut, emulgator, pengental, pengawet, anti oksidan, pemanis, perasa, pembau
serta pewarna. Pada praktikum kali ini, formula emulsi yang digunakan praktikan yaitu
oleum ricini 30%, emulgator Na CMC 0.5 %, Gliserol 5 % , sorbitol 5%, nipagin
0,18%, nipasol 00,02%, pewarna 0,05 %, essence 0,1%, serta aquades. Jumlah emulsi
oleum ricini yang dibuat yaitu 500 mL.

Pembuatan dilakukan dengan cara gom basah. Pada cara ini hal yang pertama
kali dilakukan adalah mengmbangkan emulgator dengan cara menaburi serbuk Na-
CMC secara rata diatas air panas dalam mortir yang sebelumnya telah dipanaskan.
Kemudian setelah Na-CMC dirasa sudah mengembang yang ditandai dengan tekstur
permukaan air yang sedikit mengental kemudian digerus secara hokogen dan konstan
hingga terbentuk mucilago. Kemudian zat yang larut dalam air dilarutkan dalam fase
air dan zat yang larut dalam minyak dilarutkan dalam fase minyak. Mucilago
yangvtelah terbentuk dimasukkan kedalam steerer kwmudian dimasukan fase air dan
fase minyak lalu aduk dengan kecepatan sedang dan konstant. Tambahkan air sedikit
demi sedikit hingga mencapai voleme 1000 ml. Setelah terbentuk emulsi yang stabil
dan homogen barulah ditambahkan seperti zat pewarna, pemanis, pewangi dan
pengawet dan aduk hingga homogen.

Sorbitol dalam formula digunakan sebagai pemanis (Depkes RI, 1979).


Penambahan sorbitol dapat mengatasi permasalahan untuk menutupi rasa oleum ricini
yang kurang enak. Sorbitol juga dapat digunakan sebagai obat pencahar non stimulan.
Sorbitol bekerja dengan cara menarik air menuju usus besar, sehingga merangsang
pergerakan usus. Sorbitol tidak boleh dikonsumsi terlalu banyak karena jika
dikonsumsi terlalu banyak sorbitol dapat menyebabkan nyeri abdomen, menimbulkan
gas, serta diare sedang hingga parah.

Lalu aquadest digunakan sebagai pelarut. Adanya air menjadikan sediaan


menjadi rentan untuk ditumbuhi mikroba sehingga perlu ditambahkan pengawet pada
sediaan untuk mencegah tumbuhnya mikroba. Pengawet yang digunakan yaitu natrium
benzoat. Natrium benzoat sebagai pengawet lebih sering digunakan dibandingkan asam
benzoat, hal ini dikarenakan kelarutan natrium benzoat yang lebih besar. Menurut
Rowe dkk., (2009) dalam buku Handbook of Pharmaceutical Exipient, kisaran
konsentrasi natrium benzoat sebagai pengawet dalam obat oral adalah 0,02 0,5 %.

Pada pembuatan emulsi yang kedua digunakan zat aktif paraffin liqud, paraffin
liquid sendiri memiliki khasiat sebagai laksativum atau obat pencahar (Depkes RI,
1979) yang juga dapat merangsang otot polos usus sehingga meningkatkan peristaltik
dan sekresi lendir usus, dan memperlancar proses pengeluaran feses, khasiat zat aktif
paraffin liquid ini sama dengan zat aktif oleum ricini yang digunakan pada pembuatan
sediaan emulsi yang pertama.
Selain itu, terdapat juga zat yang lainnya dalam pembuatan emulsi paraffin
liquid, seperti emulgator, pengental, pengawet, anti oksidan, pemanis, perasa, pembau
serta pewarna.

Sediaan emulsi dengan zat aktif paraffin liquid ini menggunakan Na-CMC
sebagai pengental, digunakan Na-CMC dalam pembuatan emulsi ini bertujuan untuk
meningkatkan viskositas dari emulsi paraffin liquid (Rowe, 2009). Dengan adanya Na-
CMC dalam pembuatan sediaan emulsi paraffin liquid, konsistensi dari emulsi ini leih
terjaga. Na-CMC sendiri dibuat dengan cara mengembangkan Na-CMC menggunakan
air panas yang diletakkan dalam mortar panas dengan perbandingan Na-CMC:air panas
yaitu 1:20. Saat Na-CMC telah berkembang dalam air panas, Na-CMC yang terdapat
dalam mortar digerus hingga homogen.

Selain menggunakan Na-CMC, ditambahkan juga tween yang berfungsi


sebagai emulgator, digunakan emulgator tween dikarenakan sediaan yang hendak
dibuat adalah sediaan emulsi O/W yang diperuntukan untuk penggunaan secara oral,
oleh karena itu digunakan emulgator tween yang nantinya akan lebih bersatu dengan
fase yang mendispersi fase yang lainnya, yaitu fase air.

Zat tambahan yang digunakan berikutnya adalah span 80 atau disebut sorbitan
monooleat. Span merupakan cairan kental berwarna kuning agak mirip minyak. Span
80 tidak larut dalam air dan propilen glikol, tercampur dalam alcohol dan methanol,
satu bagian span larut dalam 100 bagian minyak biji kapas, dan sedikit larut dalam etil
asetat. Span digunakan sebagai emulgator, surfaktan, dan peningkat kelarutan.

Zat tambahan lainnya yaitu sorbitol. Menurut farmakope Indonesia edisi 3,


sorbitol merupakan serbuk, butiran atau keingan berwarna putih dengan rasa manis dan
bersifat higroskopik. Sorbitol sukar larut dalam etanol (95%) P, dalam methanol P dan
dalam asam asetat P. karena sifatnya yang higroskopik membuat sorbitol sangat mudah
larut dalam air. Higroskopik adalah kemampuan suatu zat dalam menyerap air. Pada
Farmakope Indonesia tertulis kegunaan sorbitol ialah zat tambahan. Sorbitol
merupakan zat tambahan untuk memaniskan sediaan atau disebut pemanis.

Zat tambahan berikutnya adalah pewarna. Karena pada sediaan emulsi paraffin
oral ini digunakan essence apel, maka digunakan pewarna hijau. Pewarnaan harus
dilakukan sesuai dengan essence yang diberikan agar pasien atau konsumen yang
mengonsumsi obat tersebut merasa nyaman.

Zat tambahan lain yang digunakan adalah essence dan pewarna karena essence
yang dipilih dan ditambahkan pada sedian emulsi yang dibuat adalah essence apel
dengan penambahan warna yang sesuai yaitu hijau. Pewarnaan essence dan warna
untuk sediaan harus disesuaikan, hal ini dilakukan untuk menambah nilai estetika dari
sediaan, menambah minat pasien dalam menggunakan dan membeli sediaan, serta
untuk kerapihan sediaan yang telah dibuat.

Selain itu digunakna juga zat antioksidan. Zat atioksidan yang digunakan
adalah BHT (Butil Hidroksi Toluena) merupakan zat antioksidan (anti oksidasi) yang
ditambahkan pada minyak atau lemak agar tidak menjadi tengik. Ditambahkan pada
sediaan emulsi ini adalah karena pada proses pembuatan sediaan ini menggunakan
minyak. Selain itu fungsi dari antioksidan sendiri adalah melindungi sel-sel terhadap
terhadap efek radikal bebas.

Zat tambahan lain yang memiliki peranan penting menjaga kualitas sediaan
adalah pengawet. Pengawet yang digunakan pada sediaan emulsi ini adlaah natrium
benzoate. Natrium benzoat dapat menahan bakteri dan jamur dalam kondisi asam.
penambahan zat pengawet ini sangat dibutuhkan karena sediaan yang dibuat pada
praktikum kali ini merupakan sediaan larutan yang dimana sangat mudah untuk
mikroorganisme tumbuh, sehingga ditambahkan pengawet untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yang dapat merusak stabilitas sediaan emulsi.
Selain itu juga digunakan zat pembawa. Zat pembawa yang digunakna adalah
aquadest. Aquadest merupakan zat pembawa yang memang sering digunakan pada
pembuatan sediaan larutan karena aquadest merupakan bahan yang inert dan baik.
Selain itu aquadest merupakan pembawa untuk semua cairan tubuh.

Setelah pembuatan sediaan emulsi dilakukan evaluasi terhadap sediaan emulsi


parafin liquid dan emulsi oleum ricini. Evaluasi dilakukan dengan mendiamkan sediaan
tersebut selama 1 minggu. Evaluasi dilakukan untuk menentukan sediaan emulsi
tersebut merupakan emulsi yang bai atau tidak dan untuk mengetahui apakah formula
yang digunakan pada sediaan ini sudah sesuai atau tidak.

Uji selanjutnya adalah uji organoleptik meliputi pengamatan warna, bau dan
rasa terhadap campuran larutan sebelum penggenapan volume. Emulsi yang baik
adalah emulsi yang berwarna seperti putih susu, dan jika dikocok atau diberi gaya dan
tekanan, viskositasnya akan bertambah kecil sehingga emulsi tersebut mudah dituang.
Pada sediaan emulsi paraffin sediaan bewarna hijau dan bau yang dihasilkan sama
seperti saat pertama kali dibuat yaitu essence apel dan pada emulsi ini fase minyak dan
air menyatu dengan baik dan tidak terjadi pemisahan lapisan. Sedangkan untuk emulsi
oleum ricini sediaan bewarna merah muda dan mengalamai sedikit perbahan pada bau
dari sediaan. Pada emulsi oleum ricini terjadi pemisahan anatar fase minyak dengan
fase air, terbentuk dua lapisan dimana lapisan atas lebih bening dibanding lapisan
bawah.

Evaluasi sediaan emulsi yang selanjutnya adalah volume terpindahkan. Tujuan


dari uji volume terpindahkan adalah untuk mengetahui volume sediaan yang sesuai
dengan pada label saat sediaan dituang. Uji volume terpindahkan diawali dengan
menuang isi sediaan perlahan-lahan dari tiap botol wadah ke dalam gelas ukur kering
yang telah dikalibrasi. Penuangan dilakukan secara hati-hati untuk menghindari adanya
gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30
menit. Catat volume sediaan emulsi oleum ricini dan emulsi paraffin cair. Data volume
terpindahkan dari sediaan emulsi oleum ricini adalah 57 ml, 58, ml, 57 ml, 60 ml, 59
ml, dan 57,5 ml dan data volume terpindahkan dari sediaan emulsi paraffin cair adalah
58 ml, 58 ml, 59 ml, 60 ml, 57,5 ml, dan 58,5 ml. Dari hasil volume terpindahkan
didapatkan volume rata-rata emulsi oleum ricini adalah 58,033 ml dan volume rata-rata
emulsi paraffin cair adalah 58,33 ml . Volume terpindahkan dari kedua sediaan masih
termasuk dalam sediaan yang sesuai dengan persyaratan. Hal ini ditunjukan dari tidak
ada volume sediaan yang kurang dari 95% volume yang tertera di label (57 ml). Namun
karena wadah sediaan yang diuji hanya berjumlah 6 wadah bukan 30 wadah, maka
tidak dapat dibandingkan dengan literatur untuk volume rata-rata sediaan. Seharusnya
volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100 % dari
volume yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang
dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % seperti yang tertera pada etiket (Depkes RI,
1995).

Dalam bidang farmasi bobot jenis dan rapat jenis suatu zat atau cairan
digunakan sebagai salah satu metode analisis yang berperan dalam menentukan
senyawa cair, digunakan pula untuk uji identitas dan kemurnian dari senyawa obat
terutama dalam bentuk cairan, serta dapat pula diketahui tingkat kelarutan/daya larut
suatu zat. Bobot jenis adalah rasio bobot suatu zat terhadap bobot zat baku yang
volumenya sama pada suhu yang sama dan dinyatakan dalam desimal. Pennetuan bobot
jenis sangat penting untuk menentukan kemurnia dari suatu sediaan khususnya larutan.
Metode untun penentuan bobot jenis pada sediaan emulsi kali ini adalah dengan
menggunakan piknometer. Terdapat kerugian dan keuntungan dalam menggunakan
metode bobot jenis piknometer, keuntungannya adalah piknometer sangat mudah
didapat dan digunakan sedangkan kerugiannya adalah ketelitian hasil terkadang tidak
akurat, karena dalam menggunakan piknometer harus hati hati dan tidak boleh
tersentuh dengan tangan secara langsung karena hal itu akan berpengaruh terhadap
hasil penimbangan.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, Bobot jenis diukur menggunakan
piknometer pada suhu 29OC. Piknometer yang bersih dan kering ditimbang (A g) lalu
diisi dengan air dan ditimbang (A1 g). Air dikeluarkan dari piknometer dan piknometer
dibersihkan. Sediaan emulsi lalu diisikan ke dalam

Untuk melakukan percobaan penetapan bobot jenis, piknometer dibersihkan


dengan menggunakan aquadest, kemudian dibilas untuk mempercepat pengeringan
piknometer kosong tadi. Pembilasan dilakukan untuk menghilangkan sisa dari
pembersihan, karena biasanya pencucian meninggalkan tetesan pada dinding alat yang
dibersihkan, sehinggga dapat mempengaruhi hasil penimbangan piknometer kosong,
yang akhirnya juga mempengaruhi nilai bobot jenis sampel. Jadi sisa-sisa yang tidak
diinginkan dapat hilang dengan baik, baik yang ada di luar, maupun yang ada di dalam
piknometer itu sendiri. Setelah piknometer dibersihkan, piknometer kemudian
dikeringkan. Setelah kering piknometer ditimbang pada timbangan analitik dalam
keadaan kosong. Setelah ditimbang kosong, piknometer lalu diisi mulai dengan
aquadest, sebagai pembanding nantinya dengan sampel yang lainnya. Pengisiannya
harus melalui bagian dinding dalam dari piknometer untuk meminimalisir terjadinya
gelembung udara. Proses pemindahan piknometer harus dengan menggunakan tissue
dan kemudian piknometer yang berisi sampel ditimbang. Pada sediaan emulsi paraffin
nilai dari bobot jenis sebesar -0,02823 dan bobot jenis dari sediaan emulsi oleum ricini
sebesar 0,0135. Pada sediaan emulsi oleum ricini hasil sudah sesuai dengan literatur
bahwa nilai dari bobot memiliki kecenderungan berat jenis yang lebih besar
dibandingkan air (Rowey, Sheskey, dan Owen, 2006). Sedangkan pada sediaan emulsi
paraffin nilai bobot jenis emulsi lebih kecil dibanding air.

Evaluasi selanjutnya yaitu dilakukan uji pH dengan menggunakan Indikator pH


universal. Masing-masing sediaan dituangkan ke dalam wadah beaker glass,
selanjutnya dicelupkan kertas indikator universal, ditunggu beberapa saat. Kemudian,
warna yang dihasilkan dibandingkan dengan ketentuan pH yang terletak pada kotak.
Hasil yang diperoleh adalah pH emulsi oleum ricini 5 dan pH emulsi paraffin 6 yang
menunjukkan kedua sediaan bersifat asam lemah. Menurut literature pH emulsi yang
baik yaitu berada pada rentang 5 sampai 7, oleh karena itu sediaan emulsi paraffin dan
emulsi oleum ricini terbilang cukup baik karena berada pada rentang pH yang
seharusnya.

Evaluasi selanjutnya yaitu dilakukan uji viskositas emulsi menggunakan


viscometer rion. Hasil yang diperoleh dari uji viskositas ini yaitu emulsi parafin 15
dpa.s dan emulsi oleum ricini 10 dpa.s. Uji viskositas adalah suatu cara untuk
menyatakan berapa daya tahan dari aliran yang diberikan oleh suatu cairan.
Viskometer Rion digunakan untuk mengukur suatu cairan yang memiliki
viskositas tinggi, memiliki rentang ukuran 30 sampai 400.000 mPa's (cP). Sifat
aliran emulsi umumnya berupa pseudoplastik dimana viskositas akan berkurang
seiring dengan naiknya kecepatan geser.

Kesimpulan

Pada pembuatan sediaan kali ini didapatkan emulsi PAMULSI lebih stabil
karena dari sebagian besar hasil evaluasi menghasilkan hasil yang sesuai, sedangkan
untuk emulsi ORICI sebagian besar hasil evaluasi kurang sesuai serta mengalami
creaming yang menyebabkan sediaan ORICI memiliki stabilitas yang kurang stabil.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Menkes RI.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Menkes RI

Rowe, R.C., Sheskey, P.J. and Quinn M., E. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Lexi-Comp: American Pharmaceutical Association, Inc.

Syamsuni, H. A. 2007. Ilmu Resep. Jakarta: EGC.


LAMPIRAN

No. Gambar Keterangan


1. Piknometer kosong

2. Piknometer berisi air

3. Piknometer emulsi paraffin


4. Piknometer emulsi oleum
ricini

5. Ph emulsi paraffin = 6

6. Viskositas emulsi paraffin =


15
7. Viskositas emulsi oleum ricini
= 10

8. Volume terpindahkan emulsi


paraffin liquid

9. Volume terpindahkan emulsi


oleum ricini

Anda mungkin juga menyukai