Anda di halaman 1dari 10

Manusia sebagai makhluk dengan ruang privat dan ruang publik

Ignas Kleden

April 2000
Dibandingkan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, perkembangan tingkah laku
manusia, baik secara moral, sosial maupun politik, tidak banyak mengalami kemajuan yang
berarti selama sekurang-kurangnya dua milenium terakhir. Bertrand Russel banyak benarnya,
kematangan moral manusia jauh tercecer dibandingkan dengan kematangan intelektualnya.
Sebagai contoh soal, ambilah masalah demokrasi. Istilah dan prakteknya berasal dari masa
Yunani antik. Athena sebagai negara-kota dianggap sebagai model pertama dari demokrasi
yang dipraktekkan dalam kehidupan politik.

Namun sering dilupakan bahwa demokrasi negara-kota itu mempunyai berbagai biaya, yang
untuk masa sekarang tidak dapat lagi dibenarkan oleh perkembangan kehidupan masyarakat
yang dinamakan civil society. Pertanyaan tentang apakah dengan mendorong demokrasi akan
tercipta juga secara otomatis civil society, dapat dijawab dengan meninjau kembali kehidupan
polis Athena. Istilah civil society sendiri berasal dari perkataan Latin societas civilis yang
merupakan terjemahan para filsuf Kristen abad pertengahan untuk istilah Yunani politike
koinonia, yang berasal dari masa Athena dan berarti pengelompokan politik.

Dalam konteks Athena, vokabuler itu punya makna yang relatif terbatas dan jelas.
Pengelompokan politik (politike koinonia) untuk masa itu dianggap terwujud dalam negara-
kota Athena (polis), sedangkan negara-kota ini dianggap merupakan tujuan (telos) dari sifat
manusia sebagai makhluk sosial (zoon politikon). Adapun kehidupan bersama dan interaksi
para anggota polis diatur oleh seperangkat nilai-nilai dan norma yang didefinisikan secara
budaya (ethos).

Yang tidak banyak diketahui ialah apa yang dilakukan supaya para warga polis dapat
diperlakukan sederajat dan merdeka. Yang pertama, dibedakan dengan tegas polis sebagai
ruang publik dan politis dari oikos (rumah tangga) sebagai ruang privat dan komunal. Dengan
demikian, mereka yang tidak dapat dianggap sebagai orang bebas dan sederajat (seperti
halnya para budak atau kaum perempuan dan anak-anak) tidak diperlakukan sebagai anggota
polis tetapi hanya dipandang sebagai anggota oikos. Adapun rumah tangga sebagai ruang
privat dan komunal ini tidak diatur oleh hukum (ethos), melainkan hanya diatur menurut
kebijaksanaan kepala keluarga atau kepala komunitas. Dengan demikian, dalam negara-kota
Athena tidak terdapat dilema antara civil society dan kehidupan komunal di satu pihak, dan
dilema antara civil society dan negara di pihak lainnya. Dalam konteks Athena, dilema ini
diselesaikan dengan menganggap bahwa polis adalah tempat pertemuan dan persatuan
masyarakat dan negara, sedangkan kehidupan komunal hanya dianggap sebagai unsur
residual, yang tidak dimasukkan ke dalam polis tetapi ditampung di dalam oikos, yang tidak
mengalami kehidupan demokratis yang dimasyhurkan itu.

Ini semua berarti bahwa ketegangan antara kehidupan komunitas dan kehidupan politik tidak
muncul karena berbagai perbedaan budaya dan perbedaan sosial, secara dramatis
diintegrasikan ke dalam polis yang dianggap sebagai suatu solidarity group yang homogen
dengan anggota yang sanggup untuk bersatu dalam berbagai tindakan bersama. Dilema
politik masa Athena kurang lebih paralel dengan dilema sosial-ekonomi pada masa modern
ini. Pertanyaannya ialah, siapa yang mengalami demokrasi pada masa itu (seperti juga siapa
yang mengalami kesejahteraan pada masa sekarang)? Jawabannya: anggota-anggota polis.
Memang dalam negara-kota semua diperlakukan sebagai orang bebas dan sederajat, tetapi
tidak berarti bahwa semua penduduk Athena adalah bebas dan sederajat. Mereka yang tidak
bebas dan tidak sederajat diumpetin dalam suatu ruang residual yang bernama oikos, yang
tergantung pada kebaikan hati kepala keluarga atau kepala komunitas, tanpa ada hak apa pun
secara hukum. Demikian pun berbagai kelompok dalam negara-kota dapat diperlakukan
sebagai homogen, karena semua perbedaan budaya dan social differentials (seperti asal-usul,
status, gender) telah ditinggalkan dalam suatu tempat penampungan yang bernama oikos.

Dilihat dengan perspektif masa sekarang, maka kesederajatan dan kemerdekaan para warga
dalam negara-kota, harus dibiayai oleh ketidakbebasan dan serba perbedaan dalam
kehidupan komunal yang dianggap berada di luar pengelompokan politik polis dan tidak
relevan untuk kehidupan publik dalam negara-kota Athena. Baik negara sebagai ruang politik
maupun civil society sebagai ruang publik dianggap ditampung dan dipersatukan dalam
negara-kota, sedangkan kehidupan rumah tangga dan kehidupan komunal harus
menanggung membiayai semua yang bersifat budaya, komunal dan privat tanpa
perlindungan hukum dan perlindungan politik apa pun.

Persoalan yang ditinggalkan polis Athena, untuk masa-masa seterusnya, dan dalam berbagai
variasi, rupanya tetap menjadi warisan persoalan yang tetap dihadapi oleh negara dan civil
society dalam berbagai zaman, yaitu biaya politik dan biaya sosial dari kemerdekaan, dan
kesamaan dalam demokrasi dan kehidupan publik. Perubahan yang agak berarti setelah
Athena terjadi di negara-negara Eropa abad pertengahan, ketika kedaulatan yang bersifat
total dan monolitik (overarching level of souvereignty) dalam negara-kota, mengalami
dualisasi dalam kekuasaan politik antara raja yang memiliki kekuasaan politik dan para
bangsawan dan para vasal (estates) yang memiliki tanah dan bawahan yang hidup di atas
tanah-tanah mereka. Kedudukan para bangsawan dan para vasal sebagai penguasa kecil
membuat posisi mereka menjadi ambivalen, karena mereka sekaligus menjadi anggota dari
negara dan kekuasaan politik (karena dapat ikut memerintah), tetapi sekaligus juga menjadi
anggota dari masyarakat yang harus tunduk penuh kepada kekuasaan politik seorang raja.
Ketegangan antara negara dan masyarakat belum mengalami kristalisasi dalam feodalisme
Eropa.

Diferensiasi yang menentukan terjadi pada waktu munculnya monarkhi absolut menjelang
revolusi Perancis, yang dianggap menjadi watershed yang memisahkan civil society
pramodern dan modern. Sebelum masa itu, seorang raja di Eropa hanya diperlakukan sebagai
saudara tua (primus inter pares) di antara para bangsawan yang menjadi sesama
penguasanya. Munculnya absolutisme menyebabkan bahwa klaim kekuasaan politik menjadi
tunggal kembali. Raja yang menganggap dirinya mendapatkan legitimasinya dari Tuhan,
menuntut hak untuk menjadi satu-satunya penguasa yang tidak membagikan kekuasaannya
kepada pihak lain. Pembenaran teologis terhadap kekuasaan raja kemudian ditunjang secara
politik oleh klaim sang raja untuk memiliki monopoli penggunaan kekerasan negara.
Patrimonialisme para bangsawan tiba-tiba berakhir secara drastis, karena mereka kehilangan
wewenang untuk memiliki birokrasi dan militer sendiri, yang sebelum itu melayani
kepentingan mereka secara pribadi. Sekaligus dengan itu pemisahan antara negara dan
masyarakat menjadi definitif. Para bangsawan yang tadinya mempunyai kedudukan yang
tanggung antara negara dan masyarakat, kini tegas menjadi bagian masyarakat setelah
kekuasaan politik mereka dicopot, sekalipun kekuasaan ekonomi mereka atas tanah dan
berbagai gelar kehormatan dan hak istimewa tetap dipertahankan. Tentu saja ini cerita
pemisahan negara dari masyarakat menurut versi Eropa daratan. Dalam versi Amerika
Serikat, pemisahan itu dipertegas oleh sifat negara yang sekuler, yang memberikan toleransi
besar kepada kelompok-kelompok religius dalam masyarakat. Sedangkan dalam versi Inggris
Raya, pemisahan terjadi antara negara yang merkantilis, dengan kelompok-kelompok
masyarakat yang melakukan usaha ekonomi yang bersifat produktif.

Ini semua hanya sebagian cerita tentang kompleksitas persoalan yang dihadapi oleh civil
society dalam berbagai tahap perkembangannya. Di Indonesia sendiri, pemisahan negara dari
masyarakat disebabkan karena negara selama Orde Baru menuntut hampir semua kekuasaan
yang mungkin untuk dirinya, dan mencopot hak-hak politik dari kelompok-kelompok
masyarakat maupun dari warga orang per orang. Kehidupan komunitas yang dalam masa
Athena dianggap masuk ke dalam oikos dikooptasi negara ke dalam dirinya, karena anggapan
bahwa negara bertugas menjaga perkembangan seluruh masyarakat dan perkembangan
manusia seutuhnya. Dengan klaim itu, baik ruang publik maupun ruang privat telah diklaim
oleh negara sebagai tanggung jawab dan haknya, yang amat nyata melalui intervensinya
dalam urusan keagamaan dan urusan kebudayaan. Dilema Yunani memang tidak dialami
selama Orde Baru karena kehidupan komunal dikuasai negara. Yang berhadapan dengan
negara hanyalah kekuatan-kekuatan civil society.

Anehnya, reformasi telah membawa tantangan baru bukan saja untuk negara tetapi juga
untuk civil society. Dominasi dan hegemoni negara yang melemah karena perubahan politik
langsung terancam dengan munculnya sikap asertif yang sukar dikendalikan dari kehidupan
komunitas, bahkan mencapai tahap kekerasan. Ruang publik yang sebelumnya terancam oleh
kekerasan politik negara, kini terancam oleh kekerasan komunal dalam ruang-ruang privat
masing-masing komunitas. Pekerjaan rumah yang menanti kita sekarang ialah merumuskan
secara lebih teliti, hubungan di antara kekuasaan negara sebagai ruang politik, kehidupan civil
society dalam ruang publik, serta kebebasan komunal dalam ruang privat kebudayaannya.
Atau hubungan di antara kekuasaan politik (yang membawa risiko kekerasan politik),
kehidupan publik berdasarkan hukum positif (yang membawa risiko keunggulan kelas
dominan), dan kehidupan komunal berdasarkan nilai-nilai budaya (yang membawa risiko
kekerasan komunal dalam bentuk etnik ataupun agama).

April 2000

Etika dan Privasi dalam penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi

I. Etika pengguna teknologi informasi dan komunikasi


Etika berasal dari kata ethic yang berarti sekumpulan azaz atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak, tata cara (adat, sopan santun) mengenai benar salah tentang hak dan
kewajiban yang di anut oleh suatu golongan atau masyarakat. Untuk menerapkan
etika Teknologi Informasi dan Komunikasi di perlukan terlebih dahulu mengenal dan
memaknai prinsip yang terkandung di dalam Teknologi Informasi dan Komunikasi di
antaranya adalah:
a. Tujuan teknologi informasi dan komunikasi yaitu memberikan
kemudahan kepada manusia untuk menyelesaikan masalah, menghasilkan
kreatifitas, membuat manusia lebih berkarya dan keterampilan dalam
menggunakan teknologi informasi dalam aktivitasnya sehari-hari.
b. Prinsip Hightechhightouch: jangan memiliki ketergantungan terhadap
teknologi tercanggih tetapi lebih penting adalah meningkatkan kemampuan
aspek high touch yaitu manusia.
c. Sesuaikan teknologi informasi terhadap manusia: seharusnya teknologi
informasi dapat mendukung segala aktivitas manusia yang harus
menyesuaikan teknologi informasi.

II. Privasi masyarakat informasi


Privasi adalah informasi yang berkaitan dengan individu seseorang yang dapat di
identifikasikan atau orang yang terindentifikasi, termasuk didalamnya informasi
seperti nama ,nomor telepon, alamat, E-mail, nomor lisensi mobil, karakteristik fisik
(dimensi wajah, sidik jari, tulisan tangan, dan lain-lain), nomor kartu kredit, dan
hubungan keluarga. Privasi merupakan hak individu untuk mempertahankan
informasi pribadi dari pengaksesan oleh orang tidak diberi izin melakukannya.

Akses, pengumpulan, analisis, dan penggunaan informasi pribadi yang tidak pantas
berdampak pada perilaku pihak lain terhadap pribadi yang bersangkutan dan pada
akhirnya berdampak negatif terhadap kehidupan sosial, harta benda, dan
keselamatannya. Oleh karena itu informasi pribadi harus dilindungi dari akses,
pengumpulan, penyimpanan, analisis dan penggunaan yang salah. Dalam hal ini
informasi pribadi adalah subjek perlindungan. Ketika subjek perlindungan adalah hak
terhadap informasi pribadi daripada informasi pribadi itu sendiri, inilah yang disebut
konsep privasi.
Ada beberapa macam hak privasi, diantaranya:
a. Hak untuk bebas dari akses yang tidak diinginkan, misalnya akses fisik, akses
melalui SMS.
b. Hak untuk tidak membolehkan informasi pribadi digunakan dengan cara yang
tidak diinginkan, misalnya penjualan informasi dan pembocoran informasi.
c. Hak untuk tidak membolehkan informasi pribadi dikumpulkan oleh pihak lain
tanpa sepengetahuan atau seizin seseorang, misalnya melalui penggunaan
CCTV.
d. Hak untuk memiliki informasi pribadi yang dinyatakan secara akurat dan benar.
e. Hak untuk mendapatkan imbalan atas nilai informasi itu sendiri.

III. Ketentuan Umum Etika dalam Penggunaan TIK


Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) adalah salah satu sarana yang dapat
memudahkan dalam pencarian informasi serta memudahkan pula dalam
berkomunikasi. Akan tetapi dalam penggunaannya tetap harus memperhatikan
beberapa etika, karena menggunakan TIK pada dasarnya adalah kita berhubungan
dengan orang lain dan berhubungan dengan orang lain membutuhkan kode etik
tertentu. Berikut beberapa ketentuan umum etika yang harus diperhatikan dalam
penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi:
1. Menggunakan fasilitas TIK untuk melakukan hal yang bermanfaat
2. Tidak memasuki sistem informasi orang lain secara illegal.
3. Tidak memberikan user ID dan password kepada orang lain untuk masuk ke
dalam sebuah sistem. Tidak diperkenankan pula untuk menggunakan user ID
orang lain untuk masuk ke sebuah sistem.
4. Tidak mengganggu dan atau merusak sistem informasi orang lain dengan cara
apa pun.
5. Menggunakan alat pendukung TIK dengan bijaksana dan merawatnya dengan
baik.
6. Tidak menggunakan TIK dalam melakukan perbuatan yang melanggar hukum
dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
7. Menjunjung tinggi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Misalnya,
pencantuman url website yang menjadi referensi tulisan kita baik di media
cetak atau elektronik
8. Tetap bersikap sopan dan santun walaupun tidak bertatap muka secara
langsung.

Dalam beberapa aspek Teknologi informasi dan Komunikasi ada kaitan erat dengan
etika profesi, keterhubungan tersebut terutama dalam memahami dan menghormati
budaya kerja yang ada, memahami profesi dan jabatan, memahami peraturan
perusahaan dan organisasi , dan memahami hukum . Etika profesi yang juga harus di
pahami adalah kode etik dalam bidang TIK, di manapun pengguna harus mampu
memilih sebuah program ataupun software yang akan mereka gunakan apakah legal
atau illegal, karena program atau sistem operasi apapun di gunakan selalu ada aturan
penggunaan atau license agreement.

Terkait dengan bidang hukum, maka pengguna harus mengetahui undangundang


yang membahas tentang HAKI (hak atas kekayaan intelektual) dan pasalpasal yang
membahas hal tersebut. Hukum Hak Cipta Bertujuan melindungi hak pembuat dalm
mendistribusikan, menjual, atau membuat turunan dari karya tersebut. pelindungan
yang di dapatkan oleh pembuat (author) pelindungan terhadap penjiplakan (plagiat)
oleh orang lain. Hak cipta sering di asosiasikan sebagai jual beli lisensi, namun
distribusi hak cipta tersebut tidak hanya dalam konteks jual beli, sebab bisa saja
seorang pembuat karya membuat pernyataan bahwa hasil karyanya bebas di pakai
dan di distribusikan dan redistribusi mengacu pada aturan open source.
Tindakan penggunaan teknologi informasi yang bertentangan dengan etika, moral dan
undang-undang yang berlaku antara lain:
a. Hacking/cracking
Tindakan pembobolan data rahasia suatu institusi, membeli barang lewat
internet dengan menggunakan nomor kartu kredit orang lain tanpa izin
(carding) merupakan contoh-contoh dari tindakan hacking. Orang yang
melakukan hacking disebut hacker. Begitu pula dengan membuka kode
program tertentu atau membuat suatu proses agar beberapa tahap yang harus
dilakukan menjadi terlewatkan.
b. Pembajakan
Mengutip atau menduplikasi suatu produk, misalkan program komputer,
kemudian menggunakan dan menyebarkan tanpa izin atau lisensi dari
pemegang hak cipta merupakan pembajakan, dan masuk kategori kriminal.
c. Browsing situs-situs yang tidak sesuai dengan moral dan etika
Membuka situs dewasa bagi orang yang belum layak merupakan tindakan yang
tidak sesuai dengan norma dan etika. Teknologi internet yang dapat
memberikan informasi tanpa batas akan mengakibatkan tindakan yang
beragam, mulai dari tindakan-tindakan positif sampai negatif.

IV. Peran Etika dalam bidang Teknologi Informasi


Seperti yang kita ketahui perkembangan dunia ITC berlangsung sangat cepat. Dengan
perkembangan tersebut diharapkan akan dapat mempertahankan dan meningkatkan
taraf hidup manusia. Banyak hal yang menggiurkan manusia untuk dapat sukses dalam
bidang teknologi informasi dan komunikasi.

Banyak ahli telah menemukan bahwa teknologi mengambil alih fungsi mental
manusia, pada saat yang sama terjadi kerugian yang diakibatkan oleh hilangnya fungsi
tersebut dari kerja mental manusia. Kode etik profesi Informatikawan merupakan
bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma
yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik
ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih
sempurna walaupun sebenarnya norma-norma terebut sudah tersirat dalam etika
profesi.
Adapun fungsi dari kode etik profesi adalah:
1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip
profesionalitas yang digariskan.
2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
3. Mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang hubungan
etika dalam keanggotaan profesi.

Etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai bidang khususnya bidang teknologi
informasi. Kode etik sangat dibutuhkan dalam bidang Teknologi Informasi karena
kode etik tersebut dapat menentukan apa yang baik dan yang tidak baik serta apakah
suatu kegiatan yang dilakukan oleh pengguna teknologi informasi itu dapat dikatakan
bertanggung jawab atau tidak. Pada jaman sekarang banyak sekali orang di bidang
Teknologi Informasi menyalahgunakan profesinya untuk merugikan orang
lain, beberapa kode etik bagi pengguna internet sangat dibutuhkan pada jaman
sekarang ini.
Adapun kode etik yang diharapkan bagi para pengguna internet adalah:
1. Menghindari dan tidak mempublikasi informasi yang secara langsung
berkaitan dengan masalah pornografi dan nudisme dalam segala bentuk.
2. Menghindari dan tidak mempublikasi informasi yang memiliki tendensi
menyinggung secara langsung dan negatif masalah suku, agama dan ras
(SARA), termasuk di dalamnya usaha penghinaan, pelecehan, pendiskreditan,
penyiksaan serta segala bentuk pelanggaran hak atas perseorangan,
kelompok/lembaga/institusi lain.
3. Menghindari dan tidak mempublikasikan informasi yang berisi instruksi untuk
melakukan perbuatan melawan hukum (illegal) positif di Indonesia dan
ketentuan internasional umumnya.
4. Tidak menampilkan segala bentuk eksploitasi terhadap anak-anak dibawah
umur.
5. Tidak mempergunakan, mempublikasikan dan atau saling bertukar materi dan
informasi yang memiliki korelasi terhadap kegiatan pirating, hacking dan
cracking.
6. Bila mempergunakan script, program, tulisan, gambar / foto, animasi, suara
atau bentuk materi dan informasi lainnya yang bukan hasil karya sendiri harus
mencantumkan identitas sumber dan pemilik hak cipta bila ada dan bersedia
untuk melakukan pencabutan bila ada yang mengajukan keberatan serta
bertanggung jawab atas segala konsekuensi yang mungkin timbul karenanya.
7. Tidak berusaha atau melakukan serangan teknis terhadap produk, sumber
daya (resource)dan peralatan yang dimiliki pihak lain.
8. Menghormati etika dan segala macam peraturan yang berlaku di masyarakat
internet umumnya dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap segala
muatan / isi situsnya.
9. Untuk kasus pelanggaran yang dilakukan oleh pengelola, anggota dapat
melakukan teguran secara langsung.

Walaupun sudah ada kode etik diatas tetapi tidak semua para pengguna internet dan
teknologi informasi lainnya mematuhi kode etik tersebut . Selain itu juga sanksi UU
Teknik Informatika bagi para pelanggar kode etik profesi dalam bidang Teknologi
Informasi belum begitu tegas dan jelas.

V. Contoh kasus Etika dalam penggunaan media sosial


Bocornya informasi bukan saja berakibat pada data yang terduplikasi, lebih dari itu
adalah menyangkut ketentraman dan kenyamanan publik, betapa tidak, ketika
informasi rahasia diketahui pihak yang tidak bertanggung jawab dan diketahui oleh
orang banyak, maka tentu akan menimbulkan keresahan.

Anda mungkin juga menyukai