com/berita/baca/hol22489/kebijakan-mutasi-harus-melihat-keahlian-
karyawan
Fenomena penolakan karyawan atas kebijakan mutasi karyawan yang berbuntut pemutusan
hubungan kerja (PHK) makin kerap terjadi. Sebut saja, gugatan kasus gugatan empat karyawan
(Riana dkk) PT Indosemar Sakti yang menolak dimutasi ke PT Indosemar Mulya Karya. Atau
kasus yang sama menimpa wartawan Kompas, Bambang Wisudo yang menolak mutasi ke
daerah.
Meski kebijakan mutasi karyawan menjadi hak prerogatif perusahaan, namun implementasinya
kerap menimbulkan perselisihan. Kini, kasus serupa menimpa Sabari, karyawan Hotel Acacia
Jakarta, yang telah bekerja bagian di food and beverage sebagai manajer restoran sejak 2
Agustus 1997. Ia menolak ketika ingin dipindahkan ke jabatan lost prevention
department, bagian yang bertanggung jawab pada keamanan hotel.
Ketika dikonfirmasi hukumonline, Human Resources Manager and Executive Assistant Manager
Hotel Acacia, Hendarta tak mau berkomentar. Sorry ya saya gak bisa kasih komentar, kata
Hendarta singkat.
Sabari ,melalui kuasa hukumnya Dewi Fitriana dari Federasi Serikat Pekerja Mandiri kemudian
menggugat perusahaan PT Guntur Madu Tama, perusahaan pengelola Hotel Acacia, di PHI,
Jakarta, Kamis (2/7). Sabari menuntut agar dirinya dipekerjakan kembali pada posisi semula dan
menuntut upah sejak Mei 2009 hingga proses gugatan ini memperoleh putusan PHI.
Kita disini mau menggugat atas nama Sabari yang menolak dirotasi dari jabatan restaurant
manager ke lost prevention manager, yang strukturnya di bawah security department sejak
Januari 2009, kata Dewi. Anehnya, surat mutasinya baru diberikan bulan Februari 2009, padahal
di suratnya tertulis sejak Januari.
Menurut Dewi, kebijakan mutasi itu tak sesuai dengan keahlian Sabari. Food and
beverage mengurusi soal makanan, sementara security department mengurusi soal keamanan.
Kan sangat berbeda keahliannya. Kita menganggapnya dia didemosi (turun jabatan)
karena gak sesuai dengan keahliannya, dalihnya.
Sejak menyatakan menolak mutasi lewat surat pernyataan Sabari tertanggal 6 Februari 2009,
kata Dewi, perusahaan melarang Sabari masuk ke tempat kerja hingga kini. Terlebih, proses
PHK sepihak yang dilakukan pihak hotel tanpa ada proses skorsing dan surat PHK.
Dewi menjelaskan bahwa Sabari dianggap tak mampu memberikan pelayanan secara baik
kepada tamu hotel. Ini disampaikan saat mediasi di Sudinakertrans Jakarta Pusat. Sebenarnya
kejadiannya ketika general manager sedang makan, Sabari tak menyapa dan hanya senyum
kepadanya karena saat itu kondisi hotel sedang crowded, sibuk-sibuknya. Karena general
manager tak suka, keesokannya Sabari mendapatkan surat transfer itu, jadi kita menilainya
transfer itu bersifat subyektif dan sepihak, dalihnya.
Lebih jauh Dewi mengaku menolak anjuran Sudinakertrans yang intinya memutuskan hubungan
kerja antara Sabari dan pihak manajemen Hotel Acacia dan memerintahkan pihak hotel
membayar pesangon sebesar satu kali ketentuan Pasal 156 UU No. 13 Tahun 2003. Kita menolak
anjuran itu, makanya kita gugat, katanya.
Karenanya, pihaknya menuntut agar perusahaan kembali mempekerjakan Sabari dalam posisi
semula dan membayar upah sejak bulan Mei 2009 sesuai Pasal 155 UU No. 13 Tahun 2003.
Perusahaan tak mau membayar gaji Sabari sejak bulan Juni, ia hanya mau membayar
pesangon sesuai anjuran, padahal anjuran sifatnya tak mengikat, imbuhnya.
Namun, lanjut Yogo, jika yang dipersoalkan adalah alasan perpindahannya, maka harus merujuk
pada perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama, serta budaya yang
berlaku di perusahaan.
Menurut Yogo perpindahan pekerja dari satu tempat ke tempat yang lain adalah beberapa istilah
yakni promosi, mutasi (rotasi), dan demosi. Mutasi perpindahan dari satu bagian ke bagian yang
lain yang selevel. Kalau promosi perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain ke tingkat
yang lebih tinggi, kalau demosi lebih rendah lagi, misalnya dari manajer ke staf, ini biasanya
bersifat hukuman, ujarnya mencontohkan.
Dalam konteks kasus Sabari ini, Yogo menyarankan harus dilihat struktur organisasi Hotel
Acacia terlebih dulu. Sebab, antara jabatan yang lama dengan yang baru sama-sama manajer.
Makanya harus dilihat terlebih dulu strukturnya, apakah manajer sekuriti dengan manajer
restoran selevel, kalau selevel artinya ini disebut rotasi, sarannya.
Secara pribadi, Yogo berpendapat bahwa Sabari dalam konteks kasus ini masuk kategori demosi.
Hal ini dapat dipersoalkan. Kalau demosi, kita harus paham apa alasan dari demosi ini, apakah
dia melakukan pelanggaran, kelalaian, atau dia tak melanggar apa-apa karena
faktor like atau dislike, semuanya harus ada bukti yang kuat untuk mendalilkan itu. Kalau rotasi
saya pikir harus dilihat aturan dan budaya perusahaan tersebut, sementara kalau promosi
biasanya gak masalah kan, imbuhnya