Anda di halaman 1dari 12

PEMBUATAN MEDIA

Oleh :
Nama : Masruroh
NIM : B1J013046
Rombongan :I
Kelompok :1
Asisten : Firman Nur Fahmi

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI ZAT PENGATUR TUMBUH


TUMBUHAN

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan kultur in vitro ditentukan oleh media dan macam tanaman. Media
mempunyai 2 fungsi utama, yaitu menyuplai nutrisi dan untuk mengarahkanj
pertumbuhan melalui zat pengatur tumbuh. Adanya variasi media untuk tanaman
menimbulkan beberapa macam media yang digunakan yaitu Murashige dan Skoog
(MS), Gamborg, Linsmaier, Nitsch dan Woody Plant Medium (WPM). Selain media, zat
pengatur tumbuh juga memegam peranan juga memegang peranan penting dalam
melakukan teknik kultur. Zat pengatur tumbuh adalah kelompok hormone, baik hormone
tumbuhan alami maupun sintetis (Elimasni, 2006).
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur
jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur
jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan
serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, komposisi media kultur telah
diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang
dikulturkan. Media kultur fisiknya dapat berbentuk padat atau cair. Media berbentuk
padat menggunakan pemadat media seperti agar. Media kultur yang memenuhi syarat
adalah yang mengandung nutrient makro dan mikro dalam kadar dan perbandingan
tertentu, sumber energy (sukrosa), serta mengandung berbagai macam vitamin dan ZPT
(Tuhuteru, 2012).

B. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini yaitu untuk mengetahui cara pembuatan media kultur.
II. TELAAH PUSTAKA

Media merupakan suatu bahan yang sangat penting dalam perbanyakan dengan
kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman
yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral,
vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan
lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik
jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang
dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol
kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya
dengan autoklaf (Yusnita, 2003).
Media invitro yang biasa digunakan biasa berupa media padat sebab memiliki
beberapa keuntungan antara lain penggunaan eksplan terkecil akan lebih muda terlihat,
eksplan berada di atas permukaan media sehingga tidak perlu memerlukan alat Bantu
untuk aerasi, tunas dan akar akn lebih muda tumbuh pada media yang diam. Namun
pada media cair juga terdapat beberapa keuntungan yang tidak dimiliki pada media
padat yaitu antara lain tidak memerlukan tambahan bahan pemadat, tepat untuk proses
kultur protoplasma maupun kultur sel, eksudat yang dikeluarkan oleh eksplan tidak
terakumulasi disekitar eksplan, kontak ekslan dengan media lebih besar (George and
Sherington, 1984).
Dalam prosesnya, keberhasilan kultur jaringan selain dikarenakan oleh kondisi
lingkungan yang terkendali juga ditentikan oleh media kultur. Media kultur merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan. Media kultur merupakan komponen faktor
lingkungan yang menyediakan unsure pertumbuhan tanaman seperti unsure hara makro,
unsure hara mikro, karbohidrat, vitamin dan zat pengatur tumbuh, param-garam organic,
persenyawaan komplek alamiah, arang aktif dan bahan pemadat (George and
Sherington, 1984).
Media kultur yang biasa digunakan adalah media dengan formulasi Murashige
and Skoog (MS). Media MS merupakan media dasar yang mempunyai formulasi yang
sangat lengkap. Komposisi media MS ini pada umumnya dapat digunakan pada hampir
semua jenis tanaman (Wattimena,1992). Pada umumnya media kultur jaringan
dibedakan menjadi media dasar dan media perlakuan. Resep media dasar adalah resep
kombinasi zat yang mengandung hara esensial (makro dan mikro), sumber energi dan
vitamin. Dalam teknik kultur jaringan dikenal puluhan macam media dasar. Penamaan
resep media dasar pada umumnya diambil dari nama penemunya atau peneliti yang
menggunakan pertama kali dalam kultur khusus dan memperoleh suatu hasil yang
penting artinya. Beberapa media dasar yang banyak digunakan antara lain:
1) Media dasar Murhasige dan skoog (1962) yang dapat digunakan untuk hampir
semua jenis kultur, terutama pada tanaman herbaceous.
2) Media Knop dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel.
3) Media dasar B5 untuk kultur sel kedelai, alfafa, dan legume lain.
4) Media dasar White (1934) yang sangat cocok untuk kultur akar tanaman tomat.
5) Media dasar Vacin dan Went yang biasa digunakan untuk kultur jaringan
anggrek.
6) Media dasar Nitsch dan Nitsch yang biasa digunakan dalam kultur tepung sari
(pollen) dan kultur sel.
7) Media dasar Schenk dan Hildebrandt (1972) atau media SH yang cocok untuk
kultur jaringan tanaman-tanaman monokotil.
8) Medium khusus tanaman berkayu atau Woody Plant Medium (WPM)
9) Media N6 untuk serealia terutama padi.
III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu gelas ukur, magnetic stirrer,
pH meter, beaker glass, botol kultur, LAF, kompor, mikropipet and tip dan panci.
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu larutan stok, gula, agar,
HCl, NaOH, ZPT BAP dan IAA.

B. Metode

1. Siapkan alat dan bahan yang digunakan


2. Larutan stok A, B, C, D, E dicampurkan kemudian dihomogenkan dengan
magnetic stirrer
3. Gula ditambahkan dan dihomogenkan kembali
4. Setelah ditambahkan gula, ditambahkan agar sebagai pemadat
5. Aquades ditambahkan hingga volume nya 1000 ml
6. pH diukur dengan pH meter jika <5,83 ditambahkan NaOH dan bila >5,83
ditambahkan HCl
7. Semua larutan yang sudah dicampur dipanaskan dan disterilisasi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar 3.1. Bahan yang digunakan pada


pembuatan media MS
B. Pembahasan

Media merupakan suatu bahan yang penting untuk pertumbuhan kultur. Media
untuk pertumbuhan kultur dapat berupa media padat dan media cair. Media padat
biasanya digunakan untuk mengkulturkan kalus kemudian diinduksi menjadi tanaman
lengkap, sedangkan media cair biasanya digunakan untuk kultur sel. Komponen yang
penting dalam suatu media adalah senyawa anorganik, sumber karbon, vitamin, zat
pengatur tumbuh, dan suplemen organik (Yuwono 2008). Media Dasar Murashige
Skoog (MS) yang digunakan pada praktikum ini termasuk media kultur yang komposisi
unsurnya lebih lengkap dibandingkan media dasar lainnya,walaupun demikian perlu
ditambah suplemen seperti air kelapa untuk mendorong pertumbuhan jaringan, akan
tetapi pada praktikum ini tidak dilakukan penambahan air kelapa. Keistimewaan media
MS adalah kandungan nitrat, kalium, dan amoniumnya yang tinggi (Wetter dan
Constabel 1991).
Media murashige and skoog merupakan perbaikan komposisi media Skoog,
terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada
kultur jaringan. Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N
dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat
pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali
lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P,
1.25 mM. Unsur makro lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-
unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS
ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling
banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur (Hadioetomo, 1993). Media MS
mengandung hara makro dan mikro seperti NH4NO3, KNO3, CaCl3, 2H2O, MgSO4,
7H2O, KH2PO, FeSO4, NA2EDTA, MNSO4, CuSO4, CoCl2 dan CuSO4. Medium ini
umumnya menggunakan bahan bahan dengan tingkat kemurnian yang tinggi (pro-analis)
(Shintiavira et al., 2012).
Menurut Nugroho dan Sugianto (1997), unsur hara di dalam media kultur
tersusun atas beberapa komponen, sebagai berikut
1. Hara makro yang digunakan pada semua formulasi media kultur.
2. Hara mikro selalu digunakan. Ada beberapa komposisi media yang hanya
menggunakan besi atau besi-kelat.
3. Vitamin-vitamin dan asam-asam amino serta N organik, umumnya ditambahkan
dalam jumlah yang bervariasi. Vitamin, asam amino dan bahan organic lain seperti
myo inositol merupakan komponen media yang berpengaruh baik terhadap
pertumbuhan kultur. Kelompok vitamin yang sering digunakan dalah dari golongan
vitamin B yaitu Thiamin-HCL (B1), Pyrodoxin-HCL (B6), ASAN Nikotinat dan
Riboflavin (B2).
4. Sumber energi dan karbon berupa gula, merupakan keharusan, kecuali untuk tujuan
yang sangat khusus. Konsentrasi optimum sukrosa tergantung dari jenis jaringan
yang dikultur. Pada kultur kalus dan pucuk, konsentrasi sukrosa yang digunakan
adalah antara 2-4 % yang merupakan konsentrasi optimum. Namun dalam kultur
embrio, konsentrasi gula dapat mencapai 12 %.
5. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT): ada beberapa jenis, antara lain: auxin, sitokinin,
geberelin, asam absisat, etilin dan sebagainya. ZPT merupakan komponen penting
dalam media kultur jaringan. Jenis dan konsentrasi ZPT yang digunakan sangat
tergantung pada jenis taman dan tujuan dari kultur tersebut.
6. Buffer (chelating agent). Penambahan asam amino seringkali juga bersifat sebagai
buffer organik. Penambahan KH2PO4 sendiri tidak efektif sebagai buffer. Banyak
peneliti terdahulu seperti Tausson dan Kordan (George & Sherringtone, 1984)
menyarankan untuk menambahkan Fe SO4 dan Na-EDTA dalam media untuk
bertindak sebagai buffer.
7. Bahan Pemadat. Bahan ini digunakan untuk membuat media padat, yang biasa
digunakan adalah agar. Keuntungan dari pemakain agar adalah Agar membeku pada
temperatur 45o C dan mencair pada temperature 100o C, sehingga dalam kisaran
temperatur kultur, agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil. R Tidak
dicerna oleh enzim yang dihasilkan oleh jaringan tanaman. R Tidak bereaksi
dengan persenyawaan-persenyawaan penyusun media.
8. Faktor penting lain adalah pH yang harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. Pengaturan pH selain
memperhatikan kepentingan fisiologi sel, juga harus mempertimbangkan faktor-
faktor :
a. Kelarutan dari garam-garam penyusun media
b. Pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam-garam lain
c. Efisiensi pembekuan agar.
Salah satu komponen yang juga menentukan keberhasilan kultur jaringan dalah
jenis dan konsentrasi ZPT yang digunakan Jenis dan konsenyrasi ZPT yang digunakan
tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan. Pengakulturan untuk merangsang
pembentukan akar biasanya menggunakan ZPT Auksin. Jenis auksi yang sering
digunakan adalah IBA dan NAA. (Nugroho dan Sugianto, 1997). Komposisi media yang
digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang
digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu,
diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh
yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan
tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam
media MS adalah auksin (IAA) dan sitokinin (kinetin). Kedua homon ini mempengaruhi
pertumbuhan akar, tunas, dan kalus berdasarkan keseimbangan konsentrasi dari kedua
ZPT tersebut yang terkandung dalam media. Pada konsentrasi yang hampir tepat sama
antara auksin dan sitokinin akan menghasilkan kalus. Apabila sitokinin lebih besar dari
auksin akan menginduksi tunas, sedangkan konsentrasi auksin lebih besar dari sitokinin
akan menginduksi perakaran yang lebi cepat (Trigiano and Gray 2000).
Hasil media yang telah dituang ke dalam tabung atau botol kultur selanjutnya
disterilkan dengan menggunakan autoklaf selama 20 menit dengan suhu 1210c tekanan
15 psi hal ini bertujuan untuk bekerja secara aseptik dan media tidak terkontaminasi
selama proses pembuatannya. Sterilisasi sendiri dapat dilakukan dengan beberapa cara
yang umum digunakan adalah dengan autoklaf, pemanasan kering dalam oven,
penyaringan, dan sterilisasi dengan bahan kimia. Pemilihan cara sterilisasi
dipertimbangkan dari sifat bahan yang akan disetrilisasi. Media MS yang telah
disterilkan kemudian didingikan, setelah itu disimpan dalam kulkas dengan suhu 40c
agar komposisi bahan dalam media tidak rusak. Media MS yang telah dibuat diperoleh
dalam keadaan steril artinya tidak terkontaminasi, dan digunakan dalam praktikum
selanjutnya.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa


pembuatan media MS berhasil dilakukan dengan tidak adanya kontaminasi atau dapat
dikatakan pekerjaan yang dilakukan telah aseptik. Media MS yang digunakan ini terdiri
atas garam-garam anorganik, vitmin ZPT,asam amino, larutan hara makro dan mikro
media.

B. Saran

Lebih diperhatikan lagi dalam masalah waktu agar praktikum bisa dikerjakan
sampai selesai oleh praktikan.
DAFTAR REFERENSI

George, E.F. & P.D. Sherrington. 1984. Plant propagation by tissue culture. Handbook
and directory of commercial laboratories. Exegetics Ltd., Basingstoke, England.

Hadioetomo,R.S. 1993. Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium Mikrobiologi.


Gramedia: Jakarta.

Nugroho, A dan H. Sugianto. 1997. Pedoman Pelaksanaan Tehnik Kultur Jaringan.


Penebar Swadaya, Jakarta.

Mahmad,N. Rosna M.T.Othman,R.Saleh, A. Hasbullah, N.A and H. Elias. 2014.Effects


of NAA and BAP, Double-Layered Media, and Light Distance on In Vitro
Regeneration of Nelumbo nucifera Gaertn. (Lotus), an Aquatic Edible Plant. The
Scientific World Journal, 1-8.

Sinthiavira, H. Soedarjo, M. Suryawati dan Winarto, B. 2012. Studi Pengaruh Substitusi


Hara Makro Dan Mikro Media Ms Dengan Pupuk Majemuk Dalam Kultur In
Vitro Krisan. J Hort, 21(4): 334-341.

Trigiano, RN and Gray DJ. 2000. Plant Tissue Culture Concepts and Laboratory
Exercises. Boca Raton: CRC Press.

Wetter LR and Constabel F. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. Diterjemahkan


oleh Widianto MB. Bandung: ITB Press.

Yusnita. 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien.


AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Yuwono, T.P. 2008. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta : UGM Press.

Anda mungkin juga menyukai