Abstrak
Retardasi mental (RM) merupakan gangguan heterogen yang terdiri atas fungsi intelektual di bawah rata-
rata disertai gangguan keterampilan adaptif. Terapi bermain merupakan pendekatan yang efektif untuk
melatih anak RM taraf sedang dalam mempelajari suatu konsep pembelajaran. Terapi bermain dilakukan
dalam ruang khusus yang didesain sebagai tempat bermain yang dilengkapi dengan perangkat mainan khusus
untuk menstimulus perkembangan potensi anak RM taraf sedang. Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk
meningkatkan keberhasilan pengembangan potensi kecerdasan anak RM sedang dengan menggunakan
instrumen The Wechsler-Intelligence Scale for Children (WISC) melalui penerapan terapi bermain.
Rancangan penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu (quasi experiment) dan analisis kualitatif.
Subjek dalam penelitian ini adalah anak RM sedang di SDLB Aisiyah usia 712 tahun sejumlah 13 anak.
Pendekatan analisis yang digunakan adalah analisis statistik dengan pendekatan Wilcoxon dan Kruskal Wallis
yang selanjutnya dilakukan analisis deskriptif untuk memberikan gambaran kondisi RM yang menyertai
anak meliputi: faktor internal yaitu fase yang dialami anak pada masa kehamilan, persalinan, menyusui dan
tahap tumbuh kembang, serta faktor eksternal yaitu kondisi sosial ekonomi keluarga dan pola asuh pada anak.
Hasil penelitian 7 dari 13 anak RM sedang berhasil mengalami peningkatan dalam pengembangan potensi
kecerdasannya. Bila dilihat dari hubungan frekuensi diberikannya terapi dengan tingkat keberhasilan anak, dari 7
anak RM sedang yang berhasil, 5 di antaranya termasuk kategori sering diberikan terapi bermain. Simpulan, terapi
bermain mampu meningkatkan keberhasilan pengembangan potensi kecerdasan anak RM sedang. Keberhasilan
tersebut berhubungan dengan frekuensi diberikannya terapi bermain dan didukung oleh kondisi penyerta (faktor
internal dan eksternal) pada diri anak. [MKB. 2014;46(2):7382]
Korespondensi: Lilis Lisnawati, S.Sp, M.Kes, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Respati Tasikmalaya Jl. Raya Singaparna Km.
11 Cikunir-Tasikmalaya 46418, mobile 085222201982, e-mail aura8277@yahoo.co.id
Tabel 1 Rekapitulasi Hasil Terapi Bermain Dalam Mengembangkan Potensi Kecerdasan Anak/
RM Sedang
Keterangan Hasil Penilaian
No Kode Usia Kriteria
Pre Test Post Test Peningkatan %
1 C 7 th 7 bln 25 hari 16 26 38 Berhasil
Berdasarkan hasil eksperimen yang sudah perubahan hasil pre test terhadap post test, yang
dilakukan pada 13 anak RM sedang memakai menunjukkan potensi kecerdasan anak RM
Wilcoxon signed pada Tabel 2, diperoleh H sedang mengalami perkembangan yang cukup
hitung (-2,76) dan H titik kritis (-1,645) dan signifikan melalui pemberian terapi bermain.
diperoleh p=0,006. Hal tersebut menunjukkan Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat frekuensi
Tabel 5 Gambaran Faktor Internal dan Eksternal Sebagai Predisposisi RM Taraf Sedang Pada
Anak SDLB Aisyiyah
Faktor Internal Faktor Eksternal
Kehamilan Persalinan Tumbang Lain-Lain
Riwayat kesehatan ibu Riwayat partus lama (1 Kondisi bayi (gangguan < dukungan kelurga
selama kehamilan (7 orang) psikomotorik, (2 orang)
orang) kemampuan bicara, dan
adaptasi lingkungan)
(3 orang)
Tekanan psikologis Riwayat berat badan Lahir dengan sindrom Tingkat ekonomi rendah
selama kehamilan (2 <2.500 g (4 orang) Down (3 orang)
orang) (1 orang)
Asupan nutrisi ibu Riwayat UK >10 bulan Riwayat kesehatan anak Pembatasan lingkup sosial
selama kehamilan (1 (2 orang) buruk (demam, kejang, (2 orang)
orang) pengeluaran cairan
telinga, diare)
(14 orang)
Faktor usia ibu/ayah Riwayat tali pusat Gangguan pola makan Pengasuhan anak oleh wali
pada saar kehamilan pendek (1 orang) (non ASI, menu gizi (nenek atau bibi)
>35 th (9 orang) tidak seimbang, freks. (3 orang)
makan)
(4 orang)
Lain-lain (3 orang) Status gizi buruk Lambat dimasukkan ke
(KEP, KEK) sekolah luar biasa
(2 orang) (2 orang)
terhadap 13 peserta didik dalam kelompok anak analisis statistik mempergunakan pendekatan
RM sedang, didapatkan peningkatan potensi Kruskall Wallis pada Tabel 4 yang menunjukkan
anak. Hal tersebut didasarkan pada pencapaian bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
kumulatif dua jenis penilaian yaitu verbal test anak yang sering diberikan terapi bermain dan
dan performace test yang dapat menilai ranah anak yang jarang atau kurang diberikan.
kemampuan anak dari aspek kognitif, adaptif Keberhasilan dalam pengembangan potensi
sosial, dan psikomotorik sebagai deskripsi potensi kecerdasan anak RM sedang berdasarkan kondisi
kccerdasan anak.58 Peningkatan keberhasilan penyerta internal dan eksternal anak. Internal
terapi bermain dinilai dari peningkatan setiap dalam merespons terapi bermain dilihat dari 3
substansi penilaian pre test terhadap post test yang domain (kognitif, psikomotorik, dan afektif)
dijadikan acuan deskripsi potensi kecerdasan dapat dianalisis sebagai berikut15 pada subjek A
anak yang mengalami perkembangan melalui dilakukan pemberian terapi dengan tahap awal
proses terapi bermain. peneliti memperkenalkan berbagai bentuk dasar
Analisis statistik menggunakan pendekatan pada A seperti balok, segitiga, kubus, tabung,
Wilcoxon signed, menunjukkan bahwa terdapat lingkaran, dan bola warna. Setelah mengenal
perkembangan potensi kecerdasan anak RM bentuk dasar tersebut (C1) A diminta untuk
sedang yang signifikan. Keadaan ini dapat dilihat menyusunnya sesuai dengan contoh yang telah
dari peningkatan beberapa aspek verbal dan dibuatkan peneliti. Pada tahap ini, A terlihat fokus
performance yang dialami anak RM sedang pada pada media bola dengan berbagai macam ukuran
saat sebelum dengan sesudah diberikan terapi dan warna yang selanjutnya disusun menjadi
bermain, keadaan tersebut menunjukkan bahwa suatu tumpukan bola piramida. Ketertarikannya
terapi bermain mampu mengembangkan potensi pada media bola mempermudah peneliti dalam
kecerdasan anak RM sedang.9,11 menstimulus berbagai macam permainan yang
Semakin sering seorang anak diberi stimulus mampu mengembangkan potensi kecerdasannya.
terapi bermain, maka akan semakin baik anak Aspek kognitif yang mampu dikembangkan
dapat mengembangkan potensi kecerdasan yang pada A melalui media bola dapat tercapai sampai
dimilikinya. Semakin jarang seorang anak diberi tahap penerapan atau pengungkapan kembali
stimulus terapi bermain, maka akan semakin (C3), hal ini dibuktikan dengan kemampuannya
kecil kesempatan untuk mengembangkan potensi berimajinasi dengan media bola seperti dalam
kecerdasan yang dimilikinya.1215 Hal ini didukung menggambar bola dengan perpaduan warna putih
dan hitam, kreativitas tangan membuat bola tersebut (C1) anak diminta untuk menyusunnya
dengan memperhatikan garis belahannya dan bentuk dasar tersebut sesuai dengan contoh yang
kemampuan menghitung bola yang dimilikinya, telah dibuatkan peneliti. Pada tahap ini, D sangat
serta mengelompokkan sesuai dengan ukurannya. menyukai bentuk balok, silindris, dan persegi
Aspek afektif terlihat peningkatan, keadaan ini panjang. Pemahamannya tentang bentuk tersebut
dilihat dari perubahan A dari tahap awal yaitu dituangkannya dalam membentuk jembatan dan
ketertarikan pada media bola (A1) sampai pada menara yang tinggi (C2) dalam kegiatan building
kemampuan anak bertanya benda apa saja di balok .
lingkungannya yang menyerupai bola (A2). Subjek D mempunyai kesenangan terhadap air,
Aspek psikomotorik juga memperlihatkan hal ini dilihat dari kebiasaannya di rumah. Aspek
peningkatan, terlihat dari reaksi setiap melihat afektif menunjukkan kemajuan dari responsnya
bola yang akan diambilnya. A akan memilahnya terhadap kemauan belajar. Berdasarkan laporan
berdasarkan ukuran (P1) untuk selanjutnya dari guru pendamping anak mengalami penyulit
disusun membentuk suatu piramida. Bola yang dalam hal berhitung, pendekatan terapi yang
ukurannya lebih besar akan dipergunakannya digunakan peneliti adalah menghitung dengan
sebagai bola unggulan untuk dia tendangkan pada permainan memancing yaitu menghitung jumlah
piramida bola yang sudah disusunnya (P2). ikan hasil dari tangkapannya. Ketertarikan yang
Pada subjek B dengan tahap awal peneliti ditunjukkan oleh D mununjukkan domain afektif
memperkenalkan berbagai bentuk dasar pada B tingkat dua yaitu merespons (C2,A2).
seperti balok, segitiga, kubus, tabung, lingkaran, Untuk perkembangan psikomotorik tidak
dan bola warna. Setelah mengenal bentuk mengalami perubahan, hal tersebut disebabkan
dasar tersebut (C1), B diminta untuk menyusun keterbatasan ekstremitas atas dan bawah. Hal ini
bentuk dasar tersebut sesuai dengan contoh terlihat jelas pada setiap jenis permainan yang
yang telah dibuatkan peneliti. Pada tahap ini, diberikan D hanya mampu merangkai tetapi
B sangat menyukai bidang kubus dan segitiga. tidak mampu untuk mengembangkannya menjadi
Pemahamannya tentang bentuk kubus dan segitiga bentuk lain yang merupakan modifikasi bentuk
tersebut dituangkannya dalam membentuk rumah dasarnya (P1).
sederhana yang terdiri atas empat buah kubus dan Pada subjek E pada tahap awal penelitian,
satu segitiga sebagai atap (C2). memperkenalkan berbagai bentuk dasar pada E
Domain afektif terlihat berdasarkan respons seperti balok, segitiga, kubus, tabung, lingkaran,
yang selalu bersemangat setiap kali diberikan dan bola warna. Setelah mengenal bentuk
permainan builiding balok (C2). Pada permainan dasar tersebut (C1) E diminta untuk menyusun
ini anak diberikan kesempatan mengembangkan bentuk dasar tersebut sesuai dengan contoh
imajinasinya menyusun balok ke dalam bentuk yang telah dibuatkan peneliti. Pada tahap ini E
yang pernah mereka lihat di lingkungannya, seperti hanya mengulanginya dan mencocokkan bentuk
rumah, jembatan, menara, dsb. Ketertarikannya, dasar pada tempatnya (C1). E adalah salah satu
membuat B mampu untuk menyusun balok dalam siswi yang dikenal rajin dalam menyelesaikan
waktu yang cepat dan menyerupai kondisi yang pekerjaan rumah (A2). Kebiasaannya di rumah
sebenarnya. Hal tersebut sudah menunjukkan seperti rajin menyapu dan juga mencuci piring,
peningkatan B pada ranah psikomotorik yaitu merupakan keterhambatannya seolah tertutupi
kesiapan (P2). dengan kemandiriannya. Terapi bermain membuat
Pada subjek C pada tahap awal penelitian, subjek E mampu menimbulkan sikap percaya diri
memperkenalkan berbagai bentuk dasar pada sehingga menjadikannya mudah bersosialisasi.
subjek C seperti balok, segitiga, kubus, tabung, Hal tersebut ditunjukkan dengan kemampuannya
lingkaran, dan bola warna. Pada tahap ini C dapat dalam mempraktikkan dan menjelaskan setiap
mencocokkan bentuk dasar pada belahan-belahan pekerjaan yang sudah E selesaikan pada teman-
kosong yang sudah disediakan oleh para peneliti. temannya (P2).
Hal ini dilakukan untuk mengecek kemampuan Pada subjek F pada tahap awal, penelitian
mengingatnya (C1). Kemampuan mencocokkan memperkenalkan berbagai bentuk dasar seperti
benda dasar tersebut memperlihatkan perhatian balok, segitiga, kubus, tabung, lingkaran, dan juga
anak pada saat pembelajaran (A2) sebagai tahap bola warna. Setelah dapat mengenal bentuk dasar
merespons aktivitas. Perkembangan pada domain tersebut (C1) subjek F diminta untuk menyusun
psikomotorik ditunjukkan dengan kemampuan bentuk dasar tersebut sesuai dengan contoh yang
menyusun puzzel dengan cepat (P2). telah dibuatkan peneliti. Pada tahap ini F hanya
Pada subjek D pada tahap awal penelitian mengulanginya dan mencocokkan bentuk dasar
memperkenalkan berbagai bentuk dasar pada D pada tempatnya (C1).
seperti balok, segitiga, kubus, tabung, lingkaran, Subjek F merupakan salah satu siswa yang
dan bola warna. Setelah mengenal bentuk dasar selalu berpenampilan rapih dan dikenal rajin
dalam menyelesaikan setiap pekerjaan rumah (A2) sediakan untuk setiap anak dalam menstimulus
termasuk di antaranya tugas dalam terapi bermain, kecerdasan spasial, mampu I selesaikan dengan
setiap siswa diberikan binatang peliharaan bagi baik dan lengkap. I termasuk anak periang dan
setiap subjek penelitian. F sangat menyenangi memiliki emosi yang stabil sehingga dalam setiap
dan menyayangi binatang peliharaan (salah pembelajaran dia selalu memperhatikan (A1).
satu media terapi bermain untuk menumbuhkan Pada domain psikomotorik I sudah mampu untuk
kecerdasan natural). F mampu merawat binatang masuk ke tahap readliness to act (P2) seperti
peliharaannya dengan sangat baik. Hal tersebut halnya I selalu menunjukkan hasil karya pada
dapat dilihat dari kondisi binatang peliharaannya temannya.
yang terawat dan sehat. Terapi bermain membuat Subjek J termasuk dalam kelompok anak yang
subjek F mampu menumbuhkan sikap mandiri labil emosi sehingga banyak teman sebaya yang
dan percaya diri sehingga menjadikannya menjadi menjauhinya. Subjek I hanya mampu mengikuti
mudah bersosialisasi. Hal tersebut salah satunya pembelajaran tidak lebih dari 15 menit (A1),
ditunjukkan dengan kemampuannya menjelaskan Ketidakmampuannya untuk fokus pada apa yang
bagaimana dia merawat binatang peliharaannya disampaikan oleh peneliti membuatnya tidak
pada teman-temannya (P2). dapat diam dan selalu mengganggu teman sebaya
Subjek G adalah salah satu siswi yang lambat lainnya. I hanya mampu mengiikuti instruksi
dimasukkan SDLB. Hal ini karena fobia sosial pada awal proses terapi bermain, selanjutnya I
yang dialamimya. Terapi bermain membuatnya kurang kooperatif dalam segala hal (C1). Terdapat
mampu secara bertahap melakukan interaksi hal yang menarik dari I yaitu kemampuannya
dengan teman sebayanya. Selama terapi bermain menjelaskan secara berurut dan lengkap setiap
G mampu mengikuti instruksi dengan baik (C1) fenomena lingkungan yang dilihatnya. Sebagai
hanya saja kemampuan pemahamannya masih contoh I mampu menjelaskan secara terperinci
lamban. Subjek G sangat menyenangi mewarnai komponen dari berdirinya tiang bendera sekolah
dan juga menggambar, sehingga setiap pekerjaan seperti tiang yang tinggi berwarna putih, di
rumah yang diberikan mampu G kerjakan dengan puncaknya terdapat kain merah dan putih, cara
baik. menaikkannya melalui katrol dan sebagainya.
Penghargaan yang diberikan peneliti selama Hal tersebut menunjukkan kemampuan I dalam
proses terapi kepada subjek G dapat membuatnya domain psikomotorik pada tahap readliness to
semakin percaya diri dalam mengerjakan setiap act (P2).
kegiatan (A2). Setiap hasil karya dibuatnya selalu Subjek K termasuk dalam kelompok anak
ingin diperlihatkan kepada teman sebayanya dan yang jarang berbicara, keadaan ini disebabkan
menjelaskan bagaimana dia dapat membuatnya. pembatasan lingkup sosial anak dalam keluarga,
Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan sebagai akibat orangtua belum dapat menerima
psikomotorik sudah mencapai ranah kesiapan keterbatasan yang dimiliki oleh anak. Subjek K
(P2).18,19 baru masuk SLB 6 (enam) bulan sebelumnya.
Subjek H termasuk dalam kelompok anak yang Peneliti mendapatkan kelambanan setiap aspek
jarang berbicara sehingga H mengasingkan diri seperti mengikuti instruksi, pengendalian emosi,
dari lingkungan teman sebayanya. Melalui terapi keseimbangan psikomotorik, dsb.
bermain mampu diketahui kebutuhan H dalam Pada domain kognitif anak hanya mampu
memahami pembelajaran. H sangat menyenangi meniru, keadaan itu pun prosesnya sangat lamban
media boneka tangan, ketertarikan tersebut dapat untuk mampu dilakukannya bila dibandingkan
menstimulus H untuk mulai berbicara secara dengan kelompok anak lainnya (C1), begitupula
lengkap. Pada saat H sudah memegang boneka pada domain afektif dan psikomotorik, anak itu
tangan yang disediakan oleh peneliti, H mampu hanya mampu sampai pada tahap dasar (A1,
mendeskripsikan imajinasinya melalui rangkaian P1) seperti memperhatikan pembelajaran serta
cerita yang disusunnya dengan menggerakkan mendeskripsikannya.19,20
boneka tangan yang dipegangnya (P2). Hambatan Subjek L termasuk dalam kelompok anak
yang dialami H adalah pada domain kognitif yang sensitif, setiap keadaan yang tidak mampu
hanya mampu sampai tahap meniru tanpa mampu dikerjakannya membuatnya tertekan sehingga
memahami dari apa yang dipelajarinya. tidak jarang kejangnya dapat terpacu pada saat
Subjek I memiliki potensi cukup baik dalam itu. Demam dan kejang masih dialaminya saat
menggambar, kemampuan di dalam menuangkan ini. Kerentanan ini membuatnya jauh tertinggal
imajinasinya terlihat dari gambar-gambar yang dibandingkan dengan teman sebayanya. Keadaan
ditirukannya ke dalam coretan pensil warna yang menarik dari subjek L adalah kemampuan
(C1). Setiap kegiatan menggambar, dia mampu berhitung cukup baik, dalam kondisi sehat L
menunjukkan hasil yang lebih baik daripada mampu mengikuti dengan baik setiap instruksi
teman sebaya lainnya. Buku gambar yang peneliti pembelajaran (A1), kemampuan meniru setiap
kegiatan yang diajarkan oleh peneliti (C1) dan mengembangkan potensi kecerdasannya.
dapat mengidentifikasi setiap kegiatan yang Hukum konvergensi III: bilamana pengaruh
dilakukannya (P1), akan tetapi kemampuannya lingkungan lebih kuat daripada pembawaannya,
sulit untuk dikembangkan bila kondisi kejangnya maka hasil pendidikan lebih mengarah kepada
sudah kambuh lagi. apa yang diharapkan oleh lingkungan. Artinya,
Subjek M secara fisik seperti anak umumnya, bahwa semakin sering proses terapi bermain
akan tetapi kelambanan M dalam belajarlah yang diberikan dan didukung perhatian, perlindungan,
membedakannya dengan teman seusianya. M salah dan kenyamanan lingkungan serta kerjasama
satu siswa yang mengalami tekanan psikologis antara guru-orangtua dalam menciptakan suasana
dari wali yang merawat dan membesarkannya. M yang kondusif selama pemberian terapi, maka
tidak mampu mengembangkan potensinya karena akan dapat menggantikan beberapa hambatan
pada usianya saat ini, M sudah dituntut untuk genetik dalam merespons terapi bermain. Hal
dapat membantu keluarganya di rumah. ini sejalan dengan hipotesis III bahwa faktor
Keterbatasan waktu yang dimilikinya untuk internal dan eksternal yang terintegrasi pada anak
bermain, mengakibatkan M merasa tidak memiliki memberikan dampak pada kualitas perkembangan
kebebasan untuk berekspresi dan untuk berkreasi, kecerdasan anak RM sedang.
sehingga hasil perkembangan potensinya sulit Pendeskripsian hukum konvergensi tersebut
untuk ditingkatkan baik pada domain kognitif dapat dirumuskan: terapi bermain merupakan
(C), afektif (A), dan psikomotorik (P). Hal ini cara pendekatan yang paling efektif bagi anak
disebabkan pembatasan lingkup sosial anak dalam RM sedang. Dilihat dari kualitas kemampuan
keluarga sehingga mengakibatkan kelambanan terapi bermain tersebut untuk mengembangkan
anak dalam berbagai aspek.19 potensi kecerdasan dipengaruhi oleh frekuensi
Pada domain kognitif anak hanya mampu diberikannya terapi bermain dan kondisi yang
meniru, keadaan itu pun prosesnya sangat lamban menyertai anak (faktor internal dan eksternal).
untuk mampu dilakukannya bila dibandingkan Penelitian ini diharapkan menjadi masukan
dengan kelompok anak yang lainnya (C1). Begitu untuk kemajuan pada pendidikan Sekolah Luar
pula pada domain afektif dan psikomotorik anak Biasa (SLB) umumnya dan khususnya bagi
hanya mampu sampai tahap dasarnya (A1,P1) pendidikan kesehatan anak serta kebidanan,
misalnya memperhatikan proses pembelajaran dalam menghasilkan formulasi yang tepat untuk
dan mendeskripsikannya. dapat menstimulus perkembangan kecerdasan
Berdasarkan keadaan di atas, maka peneliti anak RM sedang, dengan cara yang mudah,
membuat simpulan penelitian dengan memakai murah, efektif-efisien, dan menyenangkan.
analisis 3 hukum konvergensi sebagai berikut20 Manfaat penelitian bagi kemajuan pendidikan
Hukum konvergensi I: bilamana pengaruh SLB, bahwa dengan penerapan terapi bermain di
pembawaan sama kuatnya dengan pengaruh antaranya mampu menciptakan suasana belajar
lingkungan maka hasil pendidikan akan baik dan yang menyenangkan untuk anak, mendekatkan
seimbang. Artinya, apabila anak yang mengalami guru pendamping dengan anak, dan memudahkan
RM sedang tersebut diberikan stimulus yang orangtua/wali untuk dilibatkan dalam membantu
sesuai, bertahap, dan terus menerus mengikuti menstimulus perkembangan anak serta evaluasi
perkembangan otaknya maka mereka akan mampu perkembangan anak lebih mudah.
mengembangkan potensi yang dimilikinya. Hal Manfaat penelitian untuk kemajuan pendidikan
ini sejalan dengan hipotesis I peneliti bahwa terapi kesehatan anak dan juga pendidikan kebidanan,
bermain merupakan pendekatan yang efektif bahwa pentingnya peran tenaga kesehatan untuk
untuk menstimulus perkembangan kecerdasan meminimalisir trauma pada anak, baik fisik
anak ataupun psikis selama fase yang dilaluinya yaitu
Hukum konvergensi II: bilamana faktor dari sejak masa kehamilan sampai masa tumbang.
pembawaan lebih kuat daripada lingkungan maka Pada masa kehamilan penting untuk selalu
pendidikannya cenderung ke arah pembawaan. dilakukan pemantauan tumbuh kembang janin
Artinya, bahwa apabila banyak faktor pencetusan dan kondisi ibu hamil, memenuhi kebutuhan ibu-
yang menyertai anak RM sedang (faktor internal bayi secara maksimal menekan faktor kehamilan
dan eksternal), sedangkan pada frekuensi terapi yang berisiko semaksimal-maksimalnya yang
bermain kurang, maka anak kemungkinan kecil berdampak terhadap penyulit persalinan dan
untuk mampu membuka potensi kecerdasannya gangguan tumbuh kembang anak. Keadaan yang
dan sulit untuk mengadaptasikan diri dengan paling utama yaitu pentingnya upaya penapisan
lingkungannya. Hal ini sejalan dengan hipotesis terhadap risiko munculnya retardasi mental pada
II yang menyatakan bahwa semakin sering anak misalkan faktor genetik, faktor usia, dsb.
terapi bermain diberikan pada anak RM sedang, Sebagai tuntutan kebutuhan perlu dimiliki tenaga
maka semakin besar pula kemungkinan untuk kesehatan sehingga dapat mengurangi frekuensi
kejadian RM. Dengan demikian, tenaga kesehatan autosomal recessive non syndromic mental
khususnya bidan mempunyai peranan penting retardation in an isolated population in Israel.
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sejak Eur J Hum Genet. 2007;15;25053
dini melalui pemberian pelayanan kebidanan 10. Mulati S, Wasir V. Prevention of
yang baik dan komprehensif untuk membentuk developmental disabilities. Indian J Pediatr.
generasi yang sehat. 2005;72:97598.
11. Karen HH. Mental retardation. Indian J
Pediatr. 2006;53:10012.
Daftar Pustaka 12. Laurina D, Decoufle P. Is maternal a risk
factor for mental retadation among children?.
1. Kabra M, Gulati S. Mental retardation. Indian Am J Epedimiol. 2006;149(9):12.
J Pediatr. 2003;70;1538. 13. Helen MK. ABC of clinical genetics:
2. Sebastian CS. Mental retardation. Indian J chromosomal analysis. Edisi ke-3. London:
Pediatr. 2001;13;2065. BMJ Publishing Group; 2002.
3. Kay J, Tasman A. Essentials of psychiatry: 14. Stromme P, Hagberg G. Etiology in severe
mental retardation. Eur J Hum Genet. 2006; and mild mental retardation: a population
28593. based study of Norwegian children. Indian J
4. Chelly J, Khelfaoui M, Francis F, Cherif B, Hum Genet. 2000;42:7686.
Bienvenu T. Genetics and pathophysiology 15. Jensen E. Memperkaya otak (cara
of mental retardation. Eur J Hum Genet. memaksimalkan potensi setiap pembelajaran).
2006;14:70113. Jakarta: PT Indeks; 2008.
5. Alat Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus. 16. Amudha S, Aruna N, Rajangam S.
Jakarta: Direktorat Pendidikan Luar Biasa Consanguinity and chromosomal abnormality.
Departemen Pendidikan Nasional; 2004. Indian J Hum Genet. 2005;11:10810.
6. Ahuja AS, Thapar A, Owen MJ. Genetics of 17. Greydanus DE, Pratt HD. Syndromes and
mental retardation. Indian J Med Sci. 2005 disorders associated with mental retardation.
Sep;59(9):40717 . Indian J Pediatr. 2005;72:85964.
7. Carolyn D. Variation in the influence of 18. George MS, Laurien. Subtelomeric
selescted sociodemography risk factor for rearrangement in idiopathic mental
mental retardation. Am J Epidemiol. 2005; retardation. Indian J Pediatr. 2005;72:679
85(3):20010. 84.
8. Stromme P, Hagberg G. Etiology in severe 19. Shahib N. Pembinaan kreativitas menuju era
and mild mental retardation: a population global. Bandung: Penerbit Karya Pustaka;
based study of Norwegian children. Indian J 2000.
Hum Genet. 2000;42;7686. 20. Shahib N. Pendidikan berbasis kompetensi
9. Zlotogora J, Shohat M. Genetic screening for menuju invensi. Bandung: Gema Media
Pusakatama; 2005.