Anda di halaman 1dari 17

Visum Et Repertum

1. Pengertian

Visum et Repertum (VeR) adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas

permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaanmedis terhadap seorang manusia

baik hidup maupun mati ataupun bagian dari badan manusia, berupa temuan dan interprestasi,

dibawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan.

Visum et Repertum (VeR) merupakan salah satu bantuan yang sering diminta oleh

pihak penyidik (polisi) kepada dokter menyangkut perlukaan pada tubuh manusia. VeR

merupakan alat bukti dalam proses peradilan yang tidak hanya memenuhi standar penulisan

rekam medis,tetapi juga harus memenuhi hal-hal yang disyaratkan dalam sistem peradilan.

Dalam praktik sehari-hari seorang dokter tidak hanya melakukan pemeriksaan medis

untuk kepentingan diagnostic dan pengobatan penyakit saja, tetapi juga untuk dibuatkan suatu

surat keterangan medis. Demikian pula halnya dengan seorang pasien yang datang ke

instalasi gawat darurat,tujuan utama yang bersangkutan umumnya adalah untuk mendapatkan

pertolongan medis agar penyakitnya sembuh. Namun dalam hal pasien tersebut mengalami

cedera, pihak yang berwajib dapat meminta surat keterangan medis atau VeR dari dokter yang

memeriksa. Jadi pada satu saat yang sama dokter dapat bertindak sebagai seorang klinisi yang

bertugas mengobati penyakit sekaligus sebagai seorang petugas forensik yang bertugas

membuat VeR. Sedangkan pasien bertindak sebagai seorang yang diobati sekaligus korban

yang diperiksa dan hasilnya dijadikan alat bukti.

Sebuah VeR yang baik harus mampu membuat terang perkara tindak pidana yang

terjadi dengan melibatkan bukti-bukti forensik yang cukup. Visum et Repertum adalah

keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang

pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baikhidup maupun mati ataupun bagian dari

1
tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk kepentingan

peradilan.

Rumusan yang jelas tentang pengertian VeR telah dikemukakan pada seminar forensik

di Medan pada tahun1981 yaitu laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter

berdasarkan sumpah atau janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, yang

memuat pemberitaan tentang segala hal atau fakta yang dilihat dan ditemukan pada benda

bukti berupa tubuh manusia yang diperiksa dengan pengetahuan dan keterampilan yang

sebaik-baiknya dan pendapat mengenai apa yang ditemukan sepanjang pemeriksaan tersebut.

Menurut Budiyanto et al, dasar hukum VeR adalah sebagai berikut:

Pasal 133 KUHAP menyebutkan:

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,

keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia

berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau

dokter dan atau ahli lainnya.

(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara

tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau

pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu

sebagaimana bunyi pasal7(1) butir h dan pasal 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP). Penyidik yang dimaksud adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1) butir a,

yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik tersebut adalah penyidik tunggal bagi

pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia. Oleh

karena VeR adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan dengan kesehatan jiwa

manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta VeR, karena mereka

2
hanya mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya

masing-masing Pasal 7(2) KUHAP.

Sanksi hukum bila dokter menolak permintaan penyidik adalah sanksi pidana:

Pasal 216 KUHP:

Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan

menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat

berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberikuasa untuk mengusut atau memeriksa

tindak pidana, demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi

atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara

paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

Hal penting yang harus diingat adalah bahwa surat permintaan VeR harus mengacu

kepada perlukaan akibat tindak pidana tertentu yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu.

Surat permintaan VeR pada korban hidup bukanlah surat yang meminta pemeriksaan,

melainkan surat yang meminta keterangan ahli tentang hasil pemeriksaan medis.

2. Struktur Visum et Repertum

Unsur penting dalam VeR yang diusulkan oleh banyak ahli adalah sebagai berikut :

1. Pro Justitia

Kata tersebut harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian VeR tidak perlu bermeterai.

2. Pendahuluan

Pendahuluan memuat: identitas pemohon visum etrepertum, tanggal dan pukul diterimanya

permohonan VeR, identitas dokter yang melakukan pemeriksaan, identitas subjek yang

diperiksa : nama, jenis kelamin, umur, bangsa, alamat, pekerjaan, kapan dilakukan

pemeriksaan, dan tempat dilakukan pemeriksaan.

3
3. Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan)

Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai denganapa yang diamati, terutama

dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan

sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu

yaitu mulai dari letak anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis

tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik anatomis permanen yang

terdekat), jenis lukaatau cedera, karakteristik serta ukurannya. Rincian tersebut terutama

penting pada pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat dihadirkan

kembali. Pada pemeriksaan korban hidup, bagian pemberitaan terdiri dari:

a. Pemeriksaan anamnesis atau wawancara mengenai apayang dikeluhkan dan apa yang

diriwayatkan yang menyangkut tentang penyakit yang diderita korban sebagai hasil

dari kekerasan/tindak pidana/diduga kekerasan.

b. Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik pemeriksaan fisik

maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Uraian hasil

pemeriksaan korban hidup berbeda dengan pada korban mati, yaitu hanya uraian

tentang keadaan umum dan perlukaan serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak

pidananya (status lokalis).

c. Tindakan dan perawatan berikut indikasinya atau pada keadaan sebaliknya, alasan

tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya dilakukan. Uraian meliputi juga

semua temuan pada saat dilakukannya tindakan dan perawatan tersebut. Hal tersebut

perlu diuraikan untuk menghindari kesalah pahaman tentang tepat/tidaknya penanganan

dokter dan tepat/tidaknya kesimpulan yang diambil.

d. Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan merupakan hal

penting untuk pembuatan kesimpulan sehingga harus diuraikan dengan jelas. Pada

bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu anamnesis, tanda vital, lokasi luka pada

4
tubuh, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan pengobatan atau perawatan yang

diberikan.

4. Kesimpulan

Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dari fakta

yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat VeR, dikaitkan dengan maksud dan tujuan

dimintakannya VeR tersebut. Pada bagian ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu jenis luka

dan kekerasan dan derajat kualifikasi luka. Hasil pemeriksaan anamnesis yang tidak didukung

oleh hasil pemeriksaan lainnya, sebaiknya tidak digunakan dalam menarik kesimpulan.

Pengambilan kesimpulan hasil anamnesis hanya boleh dilakukan dengan penuh hati-hati.

Kesimpulan VeR adalah pendapat dokter pembuatnya yang bebas, tidak terikat oleh

pengaruh suatu pihak tertentu. Tetapi di dalam kebebasannya tersebut juga terdapat

pembatasan, yaitu pembatasan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, standar profesi dan

ketentuan hukum yang berlaku. Kesimpulan VeR harus dapat menjembatani antara temuan

ilmiah dengan manfaatnya dalam mendukung penegakan hukum. Kesimpulan bukanlah

hanya resume hasil pemeriksaan, melainkan lebih ke arah interpretasi hasil temuan dalam

kerangka ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.

5. Penutup

Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat dengan

mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan mengucapkan

sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan serta tanda tangan dokter

pembuat VeR.

3. Luka (Vulnus)

Vulnus atau luka adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu jaringan, sehingga

terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, Tipe vulnus:

5
1. Vulnus laceratum (laserasi/ robek)

Jenis luka ini disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul, dengan cirri tepi

luka tidak rata dan perdaraha sedikit karena mudh terbentuk cincn thrombosis akibat

pembuluh darah yang hancur dan memar.

2. Vulnus excoriasi (luka lecet)

Merupakan luka yang paling ringan dan paling mudah sembuh. Terjadi kaerna gesekan

tubuh dengan benda-benda rata, misalnya seme, aspal ata tanah.

3. Vunus punctum (luka tusuk)

Penyebabnya adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit,

merupakan luka terbuka dari luar tampak kecil tapi di dalam mungkin rusak berat, jika

yang mengenai abdomen / thorax disebut vulnus penetrosum (luka tembus)

4. Vunus contussum (luka memar)

Disini kulit tidak apa-apa, pembuluh darah subktan dapat rusak, sehingga terjadi

hematom. Bila hematom kecil maka ia akan diserap oleh jaingan sekitarnya. Bila

hematom besar, maka penyembuhan akan lama.

5. Vunus scissum/insivum ( luka sayat)

Tepi luka tajam dan licin. Bila luka sejajar dengan garis lipatan kuit, maka luka tidak

terlalu terbuka. Bila memotong pembuluh darah, maka darah sukar berhenti karena sukar

terbentuk cincin thrombosis.

6. Vulnus sclopetorum (luka tembak)

Penyebabnya adalah tembakan, granat dan sebagainya. Pada pinggiran luka tampak

kehitam-hitaman, bisa tidak teratur kadang ditemukan korpus alienum. Kemungkinan

infeksi dengan bakteri anaerob dan ganggren gas lebih besar.

6
7. Vulnus morsum (luka gigitan)

Penyebabnya adalah gigitan binatang atau manusia, kemungkinan infeksi besar, bentuk

luka tergantung bentuk gigi.

8. Vulnus perforatum (luka tembus)

Luka jenis ini merpakan luka tembus atau luka jebol. Penyebab oleh karena panah,

tombak atau proses infeksi yang meluas hingga melewati selaput serosa/epitel organ

jaringan.

9. Vulnus amputatum (luka terpotong)

Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka

membentuk lingkaran sesuai organ yang dipotong. Perdarahan hebat, risiko infeksi

tinggi,terdapat gejala panthom limb.

10. Vulnus combustion (luka bakar)

Penyebab oleh karena thermos, radiasi, elektrik ataupun kimia. Jaringan kulit rusak

dengan berbagai derajat mulai dari lepuh ( bula hingga karbonisasi/hangus), sensasi

nyeri dan atau anesthesia.

4. Luka Tusuk(Vulnus Punctum)

4.1. Definisi

Luka tusuk merupakan trauma yang diakibatkan benda tajam (trauma tajam). Luka

tusuk ini terjadi akibat tusukan benda tajam dengan arah kurang lebih tagak lurus terhadap

kulit. Lebar luka yang ditimbulkan pada kulit jarang sekali memberikan gambaran dari

kedalaman luka tusuk. Luka tusuk diakibatkan oleh suatu gerakan aktif maju yang cepat atau

suatu dorongan pada tubuh dengan sebuah alat yang ujungnya tajam.

7
4.2. Karakteristik luka tusuk

1. Kedalaman luka

Pemakaian istilah luka penetrasi ditunjukkan untuk menjelaskan dimana dalam luka

yang diakibatkan oleh benda itu melebihi lebar luka yang tampak pada permukaan kulit.

Dalamnya luka sulit ditentukan pada daerah tanpa tulang seperti di daerah abdomen oleh

karena elastisitas dinding perut tersebut.

Panjang saluran luka atau kedalaman luka dapat mengindikasikan panjang minimun

dari senjata yang digunakan. Umumnya dalam luka lebih pendek dari panjang senjata, karena

jarang ditusukan sampai kepangkal senjata.

2. Lebar luka

Kebanyakan luka tusuk akan menganga bukan karena sifat benda yang masuk tetapi

sebagai akibat elastisitas dari kulit. Pada bagian tertentu pada tubuh, dimana terdapat dasar

berupa tulang atau serat otot, luka itu mungkin nampak berbentuk seperti kurva. Lebar luka

penting diukur dengan cara merapatkan kedua tepi luka sebab itu akan mewakili lebar alat.

Lebar luka di permukaan kulit tampak lebih kecil dari lebar alat, apalagi bila luka melintang

terhadap otot.

Bila luka masuk dan keluar melalui alur yang sama maka lebar luka sama dengan

lebar alat. Tetapi sering yang terjadi lebar luka melebihi lebar alat kerena tarikan ke samping

waktu menusuk dan waktu menarik. Demikian juga bila alat/pisau yang masuk kejaringan

dengan posisi yang miring.

3. Bentuk luka

Bentuk luka merupakan gambaran yang penting dari luka tusuk karena karena hal itu

akan sangat membantu dalam membedakan berbagai jenis senjata yang mungkin telah

dikumpulkan oleh polisi dan dibawa untuk diperiksa. Pinggir luka dapat menunjukan bagian

8
yang tajam (sudut lancip) dan tumpul (sudut tumpul) dari pisau berpinggir tajam satu sisi.

Pisau dengan kedua sisi tajam akan menghasilkan luka dengan dua pinggir tajam

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya adalah

reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan lukanya

menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat penusukan juga akan

mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan :

1. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan

kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai dengan

gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan yang lebih

dalam maupun pada organ.

2. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut,

sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit

seperti ekor.

3. Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga

saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas dibandingkan

dengan lebar senjata yang digunakan.

4. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam

sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada

bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata yang

digunakan.

5. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk ireguler

dan besar.

Harus diingat bahwa posisi tubuh korban saat ditusuk berbeda dengan pada saat

autopsi. Posisi membungkuk, berputar dan mengangkat tangan dapat disebabkan oleh senjata

yang lebih pendek dibandingkan apa yang didapatkan pada saat autopsi. Manipulasi tubuh

9
untuk memperlihatkan posisi saat ditusuk sulit atau bahkan tidak mungkin mengingat berat

dan adanya kaku mayat. Poin lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya kompresi dari

beberapa anggota tubuh pada saat penusukan. Pemeriksa yang sudah berpengalaman biasanya

ragu-ragu untuk menentukan jenis senjata yang digunakan.

4.3. Pemeriksaan luka tusuk

Pada pemeriksaan luka ada dua tipe luka oleh karena instrumen yang tajam yang perlu

diperhatikan dengan baik dan memiliki ciri yang dapat dikenali dari aksi korban yaitu tanda

percobaan dan luka perlawanan. Keduanaya mempunyai bentuk, letak dan medikolegal.

tanda percobaan adalah insisi dangkal, luka tusuk dibuat sebelum luka yang fatal oleh

individu yang berencana bunuh diri. Luka percobaan tersebut seringkali terletak paralel dan

terletak dekat dengan luka dalam di daerah pergelangan tangan atau leher. Bentuk lainnya

antara lain luka tusuk dangkal didekat luka tusuk dalam dan mematikan, meskipun jarang

sekali dilaporkan.

Bentuk lain dari luka oleh karena instrumen yang tajam adalah luka perlawanan.

Luka jenis ini dapat ditemukan di jari-jari tangan dan lengan bawah (jarang ditempat lain)

dari korban sebagaimana ia berusaha melindungi dirinya dari ayunan senjata, contohnya

dengan menggenggam bilah dari instrumen tajam.

Dalam pemeriksaan, interpretasi luka harus berdasarkan penemuan dan tidak boleh

dipengaruhi oleh keterangan pasien atau keluarga. Pemeriksaan ditujukan untuk menentukan:

a. Jumlah luka

b. Lokasi luka

c. Arah luka

d. Ukuran luka (panjang, lebar dan dalam)

e. Memperkirakan luka sebagai penyebab kematian korban atau bukan.

10
f. Memperkirakan cara terjadinya luka apakah kasus pembunuhan, bunuh diri, atau

kecelakaan.

Lokasi luka dijelaskan dengan menghubungkan daerahdaerah yang berdekatan

dengan garis anatomi tubuh dan posisi jaringan tertentu, misalnya garis tengah tubuh, ketiak,

puting susu, pusat, persendian dan lain lain.

Bentuk luka sebaiknya dibuat dalam bentuk sketsa atau difoto untuk menggambarkan

kerusakan permukaan kulit, jaringan dibawahnya, dan bila perlu organ dalam (viseral).

Diukur secara tepat (millimeter atau centimeter) tidak boleh dalam ukuran kira kira saja.

4.4. Kualifikasi luka

Dalam membuat kesimpulan luka sebaiknya dokter juga menentukan derajat

keparahan luka yang dialami korban atau disebut juga derajat kualifikasi luka. Yang

diharapkan dari dokter untuk dapat membantu kalangan hukum dalam menilai berat

ringannya luka yang dialami korban pada waktu atau selama perawatan dilakukannya.

Kualifikasi luka yang dapat dibuat oleh dokter adalah menyatakan pasien mengalami

luka ringan , sedang atau berat. Yang dimaksud dengan luka ringan adalah luka yang tidak

menimbulkan halangan dalam menjalankan mata pencaharian, tidak mengganggu kegiatan

sehari hari. Sedangkan luka berat harus di disesuaikan dengan ketentuan undang undang

yaitu yang diatur dalam KUHP pasal 90. Luka sedang adalah keadaan luka antara luka ringan

dan luka berat.

KUHP Pasal 90, luka berat berarti:

a) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali,

atau yang menimbulkan bahaya maut,

b) Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan

pencaharian.

c) Kehilangan salah satu panca indera

11
d) Mendapat cacat berat.

e) Menderita sakit lumpuh

f) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih

g) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Kualifikasi di atas secara terperinci dapat di bagi dalam empat kualifikasi derajat luka,

yaitu :

1. Orang yang bersangkutan tidak menjadi sakit atau tidak mendapat halangan dalam

melakukan pekerjaan atau jabatan.

2. Orang yang bersangkutan menjadi sakit dan tidak ada halangan untuk melakukan

pekerjaan atau jabatannya

3. Orang yang bersangkutan menjadi sakit dan berhalangan untuk melakukan pekerjaan

atau jabatannya.

4. Orang yang bersangkutan mengalami :

Penyakit atau luka yang tidak ada harapan untuk sembuh.

Dapat mendatangkan bahaya maut.

Tidak dapat menjalankan pekerjaan

Tidak dapat menggunakan salah satu panca indra

Terganggu pikiran lebih dari 4 minggu

keguguran

Hal ini perlu dipahami oleh dokter karena ini merupakan jembatan untuk

menyampaikan derajat kualifikasi luka dari sudut pandang medik untuk penegak hukum.

Penerapan penyampaian pendapat dokter dalam VeR tentang luka yang menimbulkan

bahaya maut, misalnya bila seorang korban mendapat luka di perut yang mengenai hati, yang

menyebabkan perdarahan hebat sehingga dapat mengacam jiwa. Walaupun pasien akhirnya

sembuh tetapi di dalam VeR dokter dapat menggambarkan keadaan ini dalam kata kata,

12
korban mengalami luka tusuk di perut mengenai jaringan hati yang menyebabkan perdarahan

banyak yang dapat mengancam jiwa pasien. Ungkapan ini akan mengingatkan para penegak

hukum bahwa korban telah mengalami luka berat.

13
LAPORAN KASUS

IDENTITAS KORBAN

Nama : Tn. S

Jenis Kelamin : laki-laki

Umur : 22 tahun

Alamat : Salo

Tanggal Masuk : 23/04/2017

AUTOANAMNESA/ALLOANAMNESIS

Diberikan oleh : korban dan Ayah korban

Keluhan Utama : Luka di punggung kiri

Keterangan :

Seorang laki-laki berinisial S, dewasa, bekerja sebagai wiraswasta datang ke

RSUD Bangkinang pada tanggal 23 april 2017 sekitar pukul 16.30 didampingi oleh orang

tua dan satu orang petugas kepolisian. Os mengeluhkan luka pada punggung kiri sekitar

30 menit sebelum masuk rumah sakit.

Menurut keterangan ayah pasien luka dipunggung terkena anak panah oleh teman

pasien saat berburu di hutan. Anak panah tersebut dicabut oleh ayah korban dan

mengeluarkan darah yang cukup banyak.

14
Fisik Diagnostik

Pada pemeriksaan fisik diagnostik terhadap korban, didapati kesadaran penuh

(CM), raut wajah lemah, tekanan darah 120/80 mmHg, pernafasan 24x/menit,

pemeriksaan auskultasi pernafasan dada dan perut (abdomen) terdengar normal, palpasi

(perabaan) pada seluruh organ tampak normal.

Visum et Repertum

Berdasarkan surat permintaan tertulis Kepolisian Resor (Polres) Kampar tertanggal

11Mei 2017, No : ---/SK ---/--/--, yang diterima di RSUD Bangkinang Kampar pada tanggal

23 April 2017, pukul 16.30 WIB, maka dilakukan pemeriksaan medik terhadap orang

berinisial S berusia 22 tahun, jenis kelamin laki-laki, pekerjaan wiraswasta, beralamat di Salo

Kampar. Dengan keterangan dalam visum et repertum bahwa orang tersebut mengalami luka

di punggung yang terjadi pada hari Sabtu, 22 April 2017 sekitar pukul 16.30 WIB.

Pemeriksaan

1. Kepala : Tidak Ditemukan Kelainan

2. Leher : Tidak Ditemukan Kelainan

3. Dada : Tidak Ditemukan Kelainan

4. Punggung : Ditemukan luka di punggung kiri berukuran 4 cm dari

garis tengah punggung. Panjang luka 1,5 cm , lebar luka 0,2 mm dan dalam luka 3,5

cm, sudut luka lancipdan sekitar luka tampak merah.

5. Perut : Tidak Ditemukan Kelainan

6. Anggota Gerak Atas : Tidak Ditemukan Kelainan

7. Anggota Gerak Bawah : Tidak Ditemukan Kelainan

15
Ringkasan Pemeriksaan

- Raut wajah lemah.

- Dijumpai luka terbuka pada punggung kiri dengan sudut luka lancip dengan ukuran

panjang 21,5 cm , lebar 0,2 mm dan dalam 3,5 cm.

- Dijumpai warna kemerahan di sekitar luka.

Kesimpulan visum

Dari fakta-fakta yang saya temukan sendiri dari pemeriksaan luar, dijumpai satu luka

terbuka dipunggung kiri yang memiliki ukuran panjang luka 1,5 cm, dalam luka 3,5 cm

dan lebar 0,2 mm dengan sekitar luka berwarna kemerahan disebabkan tertusuk dengan

benda tajam atau runcing yang tidak menimbulkan penyakit dan halangan dalam

menjalankan pekerjaan mata pencahariannya.

Penutup

Demikianlah telah saya uraikan dengan sejujur-jujurnya dan menggunakan

pengetahuan saya yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah jabatan sesuai dengan

KUHAP.

16
DAFTAR PUSTAKA

Barama, Michael., 2011. Peranan Visumet Repertum dalam Hukum Pembuktian.

Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Dimaio,V. J. Et DimaioD., 2001. Forensic Pathology2n dEdition. CRC. Florida.

Eckert, G.,William, 2003. The Medicolegal Autopsy dalam Tedescki, Eckert.

Forensic Medicine volume II Physical Trauma, W. B. Saunders.

Idries, A. M.,1989. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. PT.

Binarupa. Yogyakarta

Idries, D.H., 2011. Penyampaian Informasi yang Berkaitan dengan Ilmu

Kedokteran Forensik dalam buku Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam

Proses Penyidikan. Sagung Seto. Yogyakarta.

Mansjoer, A., Suprohita., Wardhani, I. W., Setiowulan, W., 2000. Kapita Selekta

Kedokteran edisi ketiga. Media Aesculapiud Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai