Anda di halaman 1dari 27

MANAJEMEN KEUANGAN STRATEGIK

PENGANGGARAN MODAL
(CAPITAL BUDGETING)

Oleh :

KELOMPOK 5

1. MUHAMMAD IDRIS AZHARI 1620333310020


2. ERLLYCHA NOVIAN NUR 1620333320005

MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningkatnya nilai saham sangat dipengaruhi oleh faktor keuntungan yang diperoleh
perusahaan sehingga nantinya keuntungan tersebut dapat dibagikan kepada pemegang saham.
Keuntungan-keuntungan yang diperoleh perusahaan tidak terlepas dari bagaimana perusahaan
itu menjalankan proses bisnisnya. Dalam mengambil sebuah keputusan, terdapat beberapa
metode yang dapat digunakan oleh sebuah perusahaan. Metode-metode tersebut nantinya
sangat berpengaruh terhadap pengeluaran atau investasi yang sering disebut sebagai modal.
Penganggaran modal atau dalam istilah asing disebut sebagai capital budgeting adalah proses
yang memiliki efek jangka panjang. Efek jangka panjang tersebut berhubungan dengan risiko
untung atau rugi yang mungkin akan dihadapi, dimana pada akhirnya mencerminkan keadaan
suatu perusahaan apakah proyek bisnis yang dijalankan merupakan keputusan yang benar
atau tidak dan apakah proyek tersebut akan dilanjutkan atau dihentikan.
Sebagian besar perusahaan, menganggap capital budgetig sebagai salah satu sumber
utama keuntungan perusahaan tersebut. Karena dengan adanya capital budgeting mereka
dapat menghitung tingkat keuntungan yang akan mereka dapatkan pada jangka pendek
maupun jangka panjangnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana mengestimasi aliran kas yang dihasilkan dari investasi tersebut?
2. Bagaimana mengevaluasi aliran kas sehingga bisa diperoleh kesimpulan apakah
usulan investasi tersebut layak dilakukan atau tidak ?

1.3 Tujuan Penulisan


Untuk memberikan gambaran dan penjelasan mengenai aliran kas yang dihasilkan dari
investasi dan kriteria-kriteria penilaian investasi yang digunakan dalam mengevaluasi aliran
kas.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Menaksir Aliran Kas


2.1.1 Beberapa Pertimbangan dalam Menaksir Aliran Kas
Pada saat melakukan analisis keputusan investasi, ada beberapa langkah yang akan
dilakukan:
1. Menaksir aliran kas dari investasi tersebut.
2. Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang.
3. Mengevaluasi investasi tersebut dengan kriteria investasi seperti
payback period, NPV, dan IRR.
4. Mengambil keputusan, apakah investasi diterima atau tidak.
Langkah pertama dan keempat merupakan langkah yang paling sulit. Pertama,
implikasi aliran kas dari suatu investasi tentu saja sulit diidentifikasi dan dikuantifikasikan.
Sebagai contoh, jika kita ingin mendirikan pabrik komputer, maka kita harus mengestimasi
penjualan dan biaya yang berkaitan dengan komputer. Tentu saja hal tersebut sulit dilakukan,
apalagi kalau kita ingin memperoleh ketepatan angka yang tinggi. Hanya seorang analis yang
mempunyai spesialisasi khusus yang bisa menghitung aliran kas dengan ketepatan yang baik.
Dalam menaksir aliran kas, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan:
1. Aliran kas versus keuntungan akuntansi.
2. Incremental cash flow; sunk cost, biaya kesempatan (opportunity cost) dan
kanibalisasi pasar.
3. Fokus pada aliran kas karena keputusan investasi, bukan karena keputusan
pendanaan.

A. Aliran Kas Versus Keuntungan Akuntansi


Fokus dari manajemen keuangan dan analisis investasi adalah kas, bukannya
keuntungan akuntansi. Keuntungan akuntansi tidak selalu berarti aliran kas. Sebagai contoh,
sebagian penjualan merupakan penjualan kredit, sehingga belum ada kas yang masuk. Item
biaya tertentu, seperti depresiasi, juga tidak melibatkan kas. Dalam perhitungan depresiasi,
tidak ada aliran kas yang berpindah tangan. Contoh perhitungan ini menunjukkan perbedaan
antara aliran kas dengan keuntungan akuntansi.
Misal perusahaan mempunyai usulan investasi. Perkiraan laporan laba rugi tahunan
adalah sebagai berikut ini.

2
Tabel 1. Perbandingan Basis Cash Flow dan Laporan Laba-Rugi Akuntansi
Laporan Laba-Rugi Kas Masuk/Keluar
Penjualan Rp 150.000,00 Rp 150.000,00
Biaya tunai (kas) Rp 70.000,00 (Rp 70.000,00)
Depresiasi Rp 50.000,00 Rp 120.000,00 -
Laba sebelum pajak Rp 30.000,00
Pajak (40%) Rp 12.000,00 (Rp 12.000,00)
Laba setelah pajak Rp 18.000,00 R p 68.000,00

Penjualan diasumsikan berupa kas. Berapa aliran kas tahunan yang dihasilkan investasi
tersebut? Kolom sebelah kanan menunjukkan item-item kas di laporan laba-rugi. Dengan
hanya memasukkan item-item kas, aliran kas masuk adalah Rp 68.000,00 per tahun. Kaitan
antara laba setelah pajak, depresiasi, dan aliran kas bisa dituliskan sebagai berikut ini.
Aliran kas = Laba setelah pajak + depresiasi
= 18.000 + 50.000
= 68.000
Cara yang langsung bisa dilakukan dengan mengindentifikasi item-item mana yang
termasuk kas masuk dan mana yang termasuk kas keluar. Sebagai contoh, jika penjualan
dilakukan dengan kredit, maka sebagian penjualan akan menjadi kas pada bulan ini (atau
tahun ini), sebagian lagi akan menjadi kas pada bulan (tahun) depan. Jika kita mempunyai
informasi yang cukup, kita bisa memilah-milah mana yang kas dan mana yang bukan, atau
kapan menjadi kas. Jika tidak ada informasi yang cukup, pendekatan di atas yang sering bisa
dilakukan.

B. Incremental Cash Flow


Aliran kas yang akan kita perhitungkan adalah aliran kas yang muncul karena
keputusan menjalankan investasi yang sedang dipertimbangkan. Aliran kas yang tidak
relevan tidak masuk dalam analisis. Aliran kas yang relevan tersebut sering diberi nama
sebagai incremental cash flow. Contoh aliran kas yang tidak relevan adalah sunk cost. Sunk
cost adalah biaya yang sudah tertanam, dan sudah hilang. Keputusan menerima atau menolak
usulan investasi tidak akan dipengaruhi oleh sunk cost. Contoh sunk cost adalah biaya
fesibilyty study (studi kelayakan), biaya riset pemasaran. Biaya tersebut sudah keluar pada
waktu analisis investasi dilakukan. Hasil riset atau studi kelayakan barangkali akan menjadi
masukan (mempengaruhi) bagi analisis, tetapi uang yang sudah dikeluarkan tidak akan
mempengaruhi keputusan apakah investasi dilakukan apa tidak.

3
Biaya kesempatan (opportunity cost) adalah item lain yang perlu diperhatikan. Sebagai
contoh, jika suatu usulan investasi dilakukan, misalnya investasi dalam bentuk asset gudang.
Gudang tersebut sebenarnya bisa disewakan. Karena akan digunakan untuk proyek baru,
gudang tersebut tidak bisa disewakan. Untuk analisis investasi, gudang tersebut mempunyai
biaya kesempatan. Dengan demikian sewa yang hilang tersebut harus dimasukkan sebagai
elemen biaya.
Kanibalisasi produk juga merupakan item yang relevan. Jika produk baru diluncurkan,
sebagian pembeli potensial akan meninggalkan produk lama dan beralih ke produk baru. Efek
dari produk baru tidak setinggi semula, karena kanibalisasi (yang memangsa produk lama)
harus dikurangkan dari perhitungan semula. Dalam melakukan analisis investasi, kita harus
mempertimbangkan hal-hal yang disebutkan di atas.

C. Fokus pada Keputusan Investasi


Dalam analisis investasi, fokus kita adalah pada aliran kas yang dihasilkan melalui
keputusan investasi. Aliran kas yang dihasilkan dari keputusan pendanaan harus
dihilangkan/dikeluarkan dari analisis. Alasan lainnya adalah, keputusan pendanaan masuk ke
dalam perhitungan tingkat discount rate yang dipakai (WACC atau weighted average cost of
capital). Jika biaya bunga juga dimasukkan ke dalam perhitungan aliran kas (sebagai
pengurang aliran kas masuk), maka terjadi proses double counting, atau perhitungan ganda.
Kas masuk dikurangi biaya bunga, sementara kas masuk didiskontokan dengan WACC yang
memasukkan keputusan pendanaan. Dengan kata lain, efek keputusan pendanaan hanya akan
terlihat di tingkat diskonto (discount rate), bukan pada pertimbangan aliran kasnya. Misalkan
laporan Laba-Rugi menunjukkan angka-angka sebagai berikut :

Tabel 2. Perbandingan Basis Cash Flow dan Lapoan Laba-Rugi Akuntansi dengan
Memasukkan Bunga (Keputusan Pendanaan)

Laporan Laba-Rugi Kas Masuk/Keluar


Penjualan Rp150.000,00 Rp150.000,00
Biaya tunai (kas) Rp70.000,00 (Rp70.000,00)
Depresiasi Rp50.000,00 -
Bunga Rp20.000,00 Rp140.000,00 -
Laba sebelum pajak Rp 10.000,00
Pajak (40%) Rp 4.000,00
Penyesuaian pajak (Rp 4.000,00)
(0,4 x Rp20.000,00) (Rp 8.000,00)
Laba setelah pajak Rp 6.000,00 Rp 68.000,00

4
Beberapa aliran kas masuk yang sebenarnya (yang didasarkan hanya atas keputusan
investasi). Perhatikan bahwa laporan laba-rugi tersebut sama dalam segala hal dengan laporan
sebelumnya (laporan laba-rugi tanpa memasukkan bunga). Sebagai contoh, penjualan sama-
sama Rp150.000,00. Satu-satunya perbedaan adalah laporan di atas memasukkan bunga,
sementara yang sebelumnya tidak memasukkan bunga. Aliran kas yang diakibatkan oleh
keputusan pendanaan (bunga dalam hal ini) harus dikeluarkan. Kolom paling kanan
menunjukkan kas yang relevan. Perlakuan bunga membutuhkan perhatian tersendiri, karena
bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak. Karena itu penyesuaian menggunakan
(1 tingkat pajak) x bunga. Maka perhitungan aliran kas yang mengeluarkan efek bunga
(pendanaan) adalah :
Aliran kas = Laba bersih + depresiasi = {(1 tingkat pajak) x bunga }
= 6.000 + 50.000 + {(1 0,4} x 20.000} = 68.000
Dengan demikian aliran kas tersebut sama seperti aliran kas sebelumnya. Hal semacam itu
yang diharapkan, karena kedua laporan laba-rugi tersebut pada dasarnya sama, kecuali untuk
keputusan pendanaan. Keputusan pendanaan tidak dimasukkan ke dalam perhitungan aliran
kas dalam analisis investasi.

2.1.2 Jenis-jenis Aliran Kas berdasarkan Dimensi Waktu


Berdasarkan dimensi waktu, aliran kas bias digolongkan ke dalam tiga jenis:
a. Aliran kas awal (initial cash flow).
b. Aliran kas operasional (operational cash flow).
c. Aliran kas terminal (terminal cash flow).

A. Aliran Kas Awal (Initial Cash Flow)


Aliran kas awal terjadi pada awal kegiatan investasi. Biasanya diasumsikan terjadi pada
tahun ke-0 (sebelum investasi dilakukan). Aliran kas tersebut biasanya merupakan aliran kas
keluar (cash outflow). Biasanya kas keluar tersebut dipakai untuk investasi pada aktiva tetap
(misal, pabrik dan aktiva tetap lainnya) dan investasi pada modal kerja. Tanpa modal kerja,
kegiatan investasi tidak akan jalan. Investasi menyediakan pabriknya (aktiva tetap),
sementara modal kerja (piutang persediaan) dibutuhkan agar pabrik bisa berjalan.
Perhitungan kebutuhan modal kerja bisa dijumpai pada bab mengenai modal kerja.

B. Aliran Kas Operasional (Operational Cash Flow)


Jika aktiva tetap (missal, pabrik) sudah berdiri, investasi mulai menghasilkan aliran kas
masuk dari penjualan. Aliran kas operasional biasanya merupakan aliran kas masuk, yang

5
diperoleh setelah perusahaan beroperasi. Biaya yang dikeluarkan, misal biaya promosi dan
biaya operasional lainnya, jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan kas masuk. Investasi
modal kerja bisa juga dilakukan pada tahun-tahun ini. Pada tahun-tahun tertentu, ada
kemungkinan perusahaan melakukan perbaikan signifikasi pada aktiva tetapnya, misal
overhaul atau pergantian mesin. Dalam situasi semacam ini, ada kemungkinan kas keluar
lebih besar dibandingkan dengan kas masuk. Perusahaan akan memperoleh aliran kas negatif
pada tahun tertentu, jika perusahaan melakukan overhaul mesin seperti yang disebutkan tadi.

C. Aliran Kas Terminal (Terminal Cash Flow)


Aliran kas terminal terjadi pada akhir proyek investasi. Biasanya ada dua item yang
terjadi pada akhir proyek: (1) Penjualan nilai residu aktiva tetap dan (2) modal kerja kembali.
Pada akhir proyek, ada kemungkinan aktiva tetap masih mempunyai nilai pasar. Sisa tersebut
kemudian bisa dijual dan menghasilkan kas masuk pada akhir proyek. Investasi modal kerja
biasanya diasumsikan kembali lagi pada akhir proyek pada tingkat 100%. Investasi modal
kerja tidak didepresiasi setiap tahun. Dalam situasi yang lebih realitis, investasi modal kerja
mungkin tidak kembali 100% pada akhir proyek. Barangkali ada kerusakan atau penyusutan
lainnya, sehingga investasi modal kerja bisa kembali tidak penuh, misal pengembaliannya
sekitar 90 % dari nilai investasi modal kerja.
Misal investasi aktiva tetap pada awal tahun adalah Rp100 juta. Depresiasi dilakukan
dengan garis lurus selama lima tahun. Pada akhir tahun sisa aktiva tetap bisa dijual dengan
harga Rp 30 juta. Investasi modal kerja adalah Rp30 juta, dan terjadi pada awal tahun. Pajak
sebesar 40%. Berdasarkan informasi tersebut, aliran kas terminal adalah :
1. Perhitungan dari penjualan niali residu aktiva tetap
Penjualan sisa aset Rp 30 juta
Nilai perolehan Rp 100 juta
Depresiasi total
(Rp 16 juta x 5) Rp 80 juta
Nilai buku Rp 20 juta
Laba/Rugi Rp 10 juta
Pajak (40%) Rp 8 juta
Kas bersih dihasilkan dari penjualan sisa aktiva tetap
= Kas masuk Pajak
= Rp 30 juta Rp 8 juta = Rp 23 Juta

6
2. Kembalinya modal kerja : Rp 23 juta
3. Total aliran kas terminal = Rp 23 juta + Rp 30 juta = Rp 53 juta
Perhatikan bahwa aliran kas terminal terdiri dari kas masuk bersih hasil penjualan aktiva
tetap (net pajak) dan modal kerja yang kembali dengan tingkat pengembalian 100%.

2.1.3 Ilustrasi Perhitungan Aliran Kas suatu Usulan Investasi


Untuk memperjelas perhitungan aliran kas suatu usulan investasi, bagian berikut ini
memberikan ilustrasi perhitungan tersebut. Suatu produk akan diluncurkan dengan jangka
waktu lima tahun. Berikut ini informasi yang relevan. Biaya investasi sebesar Rp 100.000,00.
Depresiasi dilakukan dengan garis lurus selama lima tahun, per tahunnya adalah
Rp16.000,00. Pada akhir proyek, aset tersebut diperkirakan bisa dijual dengan harga
Rp30.000,00. Jika dilaksanakan, proyek tersebut akan memakai fasilitas gudang yang
sedianya bisa dijual dengan harga Rp150.000,00. Nilai buku saat ini Rp140.000,00. Pada
akhir proyek, gudang tersebut bisa dijual dengan harga Rp150.000,00. Nilai buku saat itu
diperkirakan Rp130.000,00. Investasi untuk modal kerja adalah Rp 10.000,00 dan
Rp15.000,00 pada tahun ke-0, 1, dan 2. Sebelum proyek tersebut diluncurkan, perusahaan
melakukan tes pasar dan menghabiskan biaya Rp 20.000.00. Produk baru tersebut akan
memakan pangsa pasar produk lama. Kerugian yang dialami karena kanibalisasi tersebut
diperkirakan Rp5.000.00/tahun, selama lima tahun. Penjualan diperkirakan Rp 300.000,00
per tahun. Biaya operasional diperkirakan Rp 50.000.00, per tahun. Penjualan dan biaya
operasioanal diasumsikan berupa kas. Pajak sebesar 40%. Untuk proyek tersebut, perusahaan
meminjam sebesar Rp 50.000,00 dengan tingkat bunga 20% per tahun. Biaya modal rata-rata
tertimbang (discount rate) adalah 20%.
Yang pertama perlu dilakukan adalah memperkirakan aliran kas masuk dan keluar.
Aliran kas masuk rutin diperoleh dari kegiatan operasional. Berikut ini perhitungan aliran kas
operasional.

7
Tabel 3. Perhitungan Kas Operasioanal
Laporan Laba-Rugi Akuntansi Aliran Kas
Penjualan 300.000 300.000
Biaya operasional 50.000 (50.000)
Depresiasi 16.000 -

Laba operasional 234.000


Pajak (40%) 93.000 (93.600)

Laba bersih 140.400 156.400


Aliran kas masuk = Laba bersih + depresiasi
= 140.000 + 16.000
= 156.400

Perhatikan bahwa bunga, aliran kas yang berkiatan dengan keputusan pendanaan
(financing) tidak dimasukkan ke dalam analisis, meskipun ada aliran kas yang keluar dari
perusahaan. Metode semacam itu merupakan metode yang standar jika kita menggunakan
analisis investasi dengan menggunakan metode weighted average cost of capital (seperti
yang dibicarakan dalam bab ini). Perhitungan aliran kas dari kegiatan pendanaan akan masuk
pada perhitungan biaya modal (saham dan utang), yang kemudian dipakai untuk menghitung
biaya modal rata-rata tertimbang, yang kemudian dipakai sebagai discount rate dalam analisis
NPV. Bab-bab berikutnya akan membicarakan perhitungan biaya modal dan perhitungan
yang memasukkan aliran kas dari kegiatan pendanaan (seperti metode Adjusted Present
Value).
Setelah kita menghitung aliran kas dari kegiatan operasional, langkah berikutnya
adalah mengindentifikasi item aliran kas lainnya yang relevan. Tabel berikut ini
meringkaskan perhitungan aliran kas yang relevan.

8
Tabel 4. Perhitungan Aliran Kas Usulam Investasi

Item Aliran Kas Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5


Aliran Kas Keluar
1. Investasi -100.000
2. Investasi modal
kerja -10.000 -15.000 -15.000
3. Biaya kesempatan
gudang -146.000
4. Kanibalisme
produk -5.000 -5.000 -5.000 -5.000 -5.000

Total Kas Keluar -256.000 -20.000 -20.000 -5.000 -5.000 -5.000


Aliran Kas Masuk
1. Kas masuk
Operasional 156.400 156.400 156.400 156.400 156.400
2. Penjualan nilai
residu 26.000
3. Penjualan gudang 142.000
4. Modal kerja kembali 40.000

Total Kas Masuk 156.400 156.400 156.400 156.400 364.400


Aliran Kas Bersih -256.000 136.400 136.400 151.400 151.400 359.400

Penjelasan :
1. Investasi sebesar Rp100.000,00, yang berarti ada kas keluar sebesar Rp100.000,00 pada
tahun awal (0). Despresiasi per tahun selama lima tahun adalah Rp16.000,00. Dengan
demikian nilai buku aset pada akhir tahun kelima (nilai residu) adalah Rp100.000,00
Rp80.000,00 = Rp20.000,00. Diperkirakan aset bekas tersebut bisa dijual dengan harga
Rp30.000,00, dengan demikian ada keuntungan sebesar Rp10.000,00. Setelah dikurangi
pajak (40%), maka aliran kas masuk bersih yang diperoleh dari penjualan aset tersebut
adalah Rp 26.000,00 (Rp 30.000,00 Rp 4.000,00).
2. Invesatasi modal kerja dilakukan sebesar Rp10.000,00 dan Rp15.000,00 untuk tahun 0, 1,
dan 2. Biasanya kita mengasumsikan modal kerja akan kembali (tidak habis). Dalam
contoh di atas, modal kerja akan kembali lagi seluruhnya pada akhir proyek, yaitu tahun
kelima, sebesar Rp40.000,00 (nilai total investasi modal kerja). Karena itu pada tahun
kelima, ada aliran kas masuk dari likuidasi modal kerja tersebut.
3. Biaya kesempatan (opportunity cost) dalam contoh di atas adalah pemakain gudang. Jika
investasi tersebut tidak dilakukan, maka gudang bisa di jual sebesar Rp150.000,00.
Karena ada investasi, gudang tersebut tidak di jual. Karena itu perusahaan kehilangan
kesempatan memperoleh aliran kas masuk sebesar Rp150.000,00 pada tahun ke-0. Tetapi

9
gudang tersebut bisa di jual pada akhir proyek dengan nilai Rp150.000,00, yang berarti
ada aliran kas masuk sebsar Rp150.000,00 pada akhir tahun kelima. Efek biaya
kesempatan dalam contoh tersebut adalah menggeser (menunda) aliran kas masuk. Karena
nilai buku gudang tersebut adalah Rp140.000,00 pada awal tahun, perusahaan memperoleh
laba sebesar Rp10.000,00 jika menjual pada awal tahun. Pajak yang harus dibayarkan
adalah 0,4 x Rp10.000,00 = Rp 4.000,00. Penerimaan bersih pada awal tahun dengan
demikian adalah Rp150.000,00 Rp4.000,00 = Rp146.000,00 (jika perusahaan menjual
gudang). Pada tahun kelima, laba yang diperoleh adalah sebesar Rp 20.000,00
(Rp150.000,00 Rp130.000,00). Pajak yang dibayarkan adalah 0,4 x Rp20.000,00 =
Rp8.000,00. Dengan demikian penerimaan bersih adalah sebesar Rp142.000,00
(Rp150.000,00 Rp8.000,00).
4. Kanibalisme produk diperhitungkan dalam analisis aliran kas. Jika produk baru
diluncurkan, sebagian pelanggan produk lama akan berpindah ke produk baru tersebut.
Dengan demikian akibat dari kanibalisme tersebut (sebesar Rp 5.000,00) dikurangi dari
aliran kas masuk operasional (sebagai aliran kas keluar dalam contoh diatas).
5. Aliran kas operasional diturunkan dari tabel 3 di atas.
6. Biaya riset tidak dimasukkan ke dalam perhitungan analisis aliran kas, karena merupakan
sunk cost (tidak relevan).
7. Biaya bunga tidak dimasukkan, karena kita memfokuskan pada keputusan investasi.
Setelah aliran kas diidentifikasi, langkah berikutnya adalah mengevaluasi aliran kas
tersebut, dengan beberapa kriteria penilaian investasi, untuk menentukan apakah investasi
tersebut layak dilaksanakan atau tidak.

2.2 Kriteria Penilaian Investasi


Ada beberapa kriteria yang bisa dipakai untuk mengevaluasi rencana investasi.
1. Payback Period
2. Discounted Payback Period
3. Accounting Rate of Return
4. Net Present Value
5. Internal Rate of Return
6. Profitability Index.
Kita akan mengevaluasi aliran kas yang sudah kita hitung di atas. Berikut ini
ringkasan aliran kas tersebut (dari Tabel 4, baris terakhir).

10
0 1 2 3 4 5

-256 136.4 136.4 151.4 151.4 359.4

Baris paling atas menyajikan tahun, sementara baris terbawah menyajikan aliran kas
untuk tahun yang berkaitan. Dengan demikian, ada aliran kas keluar sebesar Rp256.000,00
untuk tahun awal, dan ada aliran kas masuk sebesar Rp136.400,00 untuk tahun pertama, dan
seterusnya.

2.2.1 Payback Perlod


Payback period ingin melihat seberapa lama investasi kembali. Semakin pendek
jangka waktu kembalinya investasi maka semakin baik pula suatu investasi. Untuk usulan
investasi di atas, investasi yang dikeluarkan adalah 256. Seberapa lama Rp 256,00 tersebut
bisa kembali melalui kas masuk yang dihasilkan? Payback period dihitung sebagai berikut.
Payback period = + 136,4 + (119,6 / 136,4)
(tahun 1) (0,88 tahun)
Payback period adalah 1,88 tahun (1 + 0,88). Aliran kas masuk tahun pertama (sebesar
136,4) tidak cukup menutup investasi, sehingga masuk ke tahun kedua. Sisa kas yang dilunasi
adalah 119,6 (256 136,4), sementara aliran kas pada tahun kedua adalah 136,4. Sisa waktu
pada tahun kedua dengan demikian 119,6 / 136,4 atau 0,88 tahun. Payback period aliran kas
tersebut adalah 1,88 tahun.
Jika investasi kembali dalam 1,88 tahun, proyek layak dilakukan? Misal standar yang
ditetapkan oleh perusahaan adalah 2 tahun, angka 1,88 adalah lebih kecil dibandingkan
dengan angka 2, sehingga usulan investasi layak dilakukan. Yang menjadi masalah kenapa
ditentukan 2 tahun ? Dalam hal ini tidak ada justifikasi teoritis yang kuat kenapa angka 2
dipilih. Situasi semacam itu berbeda dengan pendekatan NPV dan IRR yang akan dibahas
selanjutnya.
Kelemahan lain dari metode Payback period adalah : (1) Tidak memperhitungkan
nilai waktu uang, dan (2) Tidak memperhitungkan aliran kas sesudah periode payback. Aliran
kas sesudah payback period tidak diperhatikan. Hal tersebut berarti aliran kas tahun ketiga
sampai kelima tidak dimasukkan ke dalam perhitungan, padahal jumlah aliran kas tersebut
cukup signifikan.

11
2.2.2 Discounted Paybak Period
Metode ini berusaha meghilangkan kelemahan payback period yang tidak
memperhitungkan nilai waktu uang. Dengan metode ini, aliran kas di present valuekan
sebelum dihitung payback periodnya. Misalkan discount rate yang dipakai adalah 20% aliran
kas usulan investasi di atas bisa kita tuliskan kembali dalam bentuk present value sebagai
berikut ini.

0 1 2 3 4 5

-256,0 113,7 94,7 87,6 73,0 144,4

Sebagai ilustrasi, untuk tahun pertama, PV aliran kas adalah 136,4 / (1,20)1 = 11,37. Payback
period dengan aliran kas di atas adalah :

Payback period = + 113,7 + 94,7 + 47,6/87,6


(tahun 1) (tahun 2) (0,54)

Discounted payback period untuk aliran kas di atas adalah 1 + 1 + 0,54 = 2,54 tahun.
Angka tersebut lebih lama dibandingkan dengan payback period tanpa diskon. Hal yang
masuk akal, karena present value aliran kas akan lebih kecil dibandingkan dengan angka
aslinya. Metode discounted payback period tidak bisa menghilangkan kelemahan yang kedua,
yaitu tidak memperhitungkan aliran kas di luar payback period.

2.2.3 Accounting Rate Of Return (AAR)


Metode AAR menggunakan keuntungan sesudah pajak, dibagi dengan rta-rata nilai
buku investasi selama usia investasi. Kembali ke contoh di atas, investasi awal adalah
100.000, dengan depresiasi per tahun adalah 16.000. Rata-rata investasi adalah :
(100.000 + 84.000 + 52.000 + 36.000 + 20.000) / 6 = 60.000
Pendapatan per tahun adalah 140.400 (lihat Tabel 3 di atas). AAR dengan demikian bisa
dihitung sebesar:
140.400 / 60.000 = 2,34 atau 234%

AAR mempunyai kelemahan yang mencolok, yang sama dengan payback period.
Pertama, AAR menggunakan input yang salah, yaitu laba akuntansi, bukannya aliran kas.
Input yang salah akan menghasilkan output yang salah juga (garbage in garbage out). Kedua,
AAR tidak memperhitungkan nilai waktu uang, 140.400 pada tahun pertama tentunya akan

12
mempunyai nilai yang berbeda dengan 140.400 yang diterima pada tahun kedua atau ketiga.
Dua kelemahan tersebut akan diperbaiki oleh NPV dan IRR. Kemudian besarnya cut-off rate
juga tidak mempunyai justifikasi teoritis yang kuat. Sebagai contoh, apakah 234% di atas
merupakan angka yang menarik? Nampaknya ya, tetapi bagaimana jika suatu proyek
mempunyai AAR sebesar 30%, apakah masih cukup menarik. Tidak ada landasan yang jelas
untuk menjawab pertanyaan tersebut.

2.2.4 Net Present Value


Net Present Value adalah value aliran kas masuk dikurangi dengan present value aliran
kas keluar. Keputusan investasi adalah sebagai berikut ini.
NPV > 0 usulan investasi diterima
NPV < 0 usulan investasi ditolak
Untuk investasi di atas, dengan cost of capital (discount rate, atau tingkat keuntungan
yang disyaratkan) sebesar 20%, NPV adalah:
136,4 136,4 151,4 151,4 359,4
NPV = [ 1+0,20)1 + (1+0,20)2 + + + ]
(1+0,20)3 (1+0,20)4 (1+0,20)5

-256
NPV = 513,5 256
= + 257,5
Karena NPV yang diperoleh adalah positif, maka usulan investasi tersebut diterima.
Perhatikan bahwa NPV memasukkan time value of money dan semua aliran kas yang ada di
proyek investasi tersebut. Dengan demikian NPV bisa menghindari semua kelemahan pada
metode payback period. Angka 20% sebagai discount rate (biaya modal) ditentukan melalui
perhitungan yang seksama (lihat bab mengenai perhitungan biaya modal, atau bab mengenai
risiko dan return). Dengan demikian perhitungan biaya modal mempunyai justifikasi teoritis
yang cukup kuat.

2.2.5 Internal Rate of Review (IRR)


IRR adalah tingkat diskonto (discount rate) yang menyamakan present value aliran kas
masuk dengan present value aliran kas keluar. Keputusan investasi adalah sebagai berikut ini.
IRR > tingkat keuntungan yang disyaratkan usulan investasi diterima
IRR < tingkat keuntungan yang disyaratkan usulan investasi ditolak
Untuk usulan investasi di atas, dengan tingkat keuntungan yang disyaratkan adalah
20%, berikut ini aliran kas di mana IRR akan kita cari.

13
136,4 136,4 151,4 151,4 359,4
256 =[ 1+IRR)1 + (1+IRR)2 + + + ]
(1+IRR)3 (1+IRR)4 (1+IRR)5

IRR kemudian bisa kita cari dengan metode coba-coba. Bisa juga langsung dengan
menggunakan kalkulator keuangan atau software spreadheet. Dengan software Excel,
IRR (= IRR (A1...A6, 0.1), diperoleh IRR sebesar 53,99% atau 54%. Karena 54%>20%,
maka usulan investasi tersebut layak dilakukan.
Berikut ini ilustrasi perhitungan IRR secara manual, yang melibatkan coba-coba.
Tabel 5. Perhitungan IRR secara Manual
Discount rate PV kas masuk PV kas keluar NPV = (2) + (3)
52 265,5 -256 8,5
53 260,2 -256 4,2
54 255,9 -256 -0,1
55 251,8 -256 -4,2
56 247,8 -256 -8,2

Pertama, kita memakai discount rate 52%. Dengan discount rate tersebut, PV kas
masuk lebih besar dibandingkan PV kas keluar. Kemudian discount rate kita naikkan menjadi
56%. Ternyata PV kas keluar lebih kecil dibandingkan dengan PV kas masuk. Proses tersebut
diulang lagi, sampai diperoleh hasil di tabel di atas. Dari tabel tersebut nampak bahwa IRR
ada di antara 53-54%. Dengan discount rate 53%, diperoleh NPV = 4,2, sementara dengan
discount rate 54%, diperoleh NPV = 0,1. Perhitungan yang lebih teliti bisa dilakukan dengan
cara interpolasi. Dengan interpolasi, IRR ditemukan sebesar 53,97%. Angka tersebut berbeda
sedikit dengan IRR yang sesungguhnya (dihitung dengan software) . Hal tersebut
dikarenakan interpolasi mengasumsikan hubungan linear antara PV aliran kas keluar dengan
discount rate, padahal hubungan tersebut tidak bersifat linear (lihat bagan di atas). Jika
interpolasi hubungan antara dua titik yang dekat (misal 53 dengan 54%), hasil interpolasi
tidak akan berbeda jauh dengan IRR yang sesungguhnya. Hasil akan berbeda jauh jika
interpolasi dilakukan untuk dua titik yang cukup jauh, misal 50% dengan 60%.

2.2.6 Kaitan antara NPV dengan IRR


IRR adalah discount rate yang membuat NPV = 0. Kaitan antara keduanya tersebut bisa
dilihat pada bagan berikut ini.

14
Bagan 2. Kaitan antara IRR dengan NPV

Perhatikan bahwa kurva IRR adalah nonlinear (tidak bergaris lurus). Perhatikan bahwa
IRR adalah discount rate yang membuat NPV = 0, atau PV aliran kas keluar sama dengan PV
aliran kas masuk. Jika IRR di atas discount rate, maka NPV akan mempunyai angka positif,
sebaliknya, jika IRR lebih kecil dari discount rate, maka NPV akan bernilai negatif. Dengan
demikian secara umum, kesimpulan dari NPV akan konsisten dengan kesimpulan dari IRR.
Bagian berikutnya akan membicarakan situasi di mana kesimpulan dari IRR tidak konsisten
dengan kesimpulan dari NPV.

2.2.7 Profitability Index


Profitability Index (PI) adalah present value aliran kas masuk dibagi dengan present
value aliran kas keluar. Keputusan investasi adalah sebagai berikut ini.
P1 > 1 usulan investasi diterima
P1 < 1 usulan investasi ditolak
Untuk usulan investasi di atas, dengan discount rate sebesar 20%, PI bisa dihitung sebagai
berikut ini.
P1 = 513,4 / 256
= 2,01
Karena P1 > 1, maka usulan investasi tersebut layak dilakukan.
PI mempunyai manfaat lain, yaitu dalam situasi keterbatasan modal (capital rationing).
Dalam situasi tersebut, PT digunakan untuk meranking usulan investasi.

Tabel 6. Ranking Usulan Investasi dengan Metode PI


Usulan
PV kas keluar PV kas masuk NPV PI
investasi
A 20 40 20 2
B 50 70 20 1,4
C 30 40 10 1,33

15
Misalnya ada tiga usulan investasi seperti di atas. Jika dana tidak terbatas, ketiganya
akan dilakukan (karena menghasilkan NPV positif). NPV total jika ketiganya dilakukan
adalah 50. Misalkan dana terbatas, yaitu sebesar 50. Dalam situasi tersebut, kita tidak bisa
melaksanakan semuanya. Untuk memilih usulan mana yang akan dilakukan, kita bisa
merangking usulan investasi dengan metode PI. Ada dua alternatif: (1) semua diinvestasikan
ke proyek B, dan (2) kombinasi antara proyek A sebesar 30, sementara alternatif 1 (investasi
pada proyek B) hanya menghasilkan NPV 20. Dengan demikian akan lebih baik jika manajer
keuangan memilih usulan invstasi A dan C, karena menghasilkan NPV yang lebih besar.
Pilihan alternatif dalam situasi di atas, bisa dibantu dengan menggunakan profitability index.

2.2.8 Perbandingan Metode NPV, IRR, dan PI


Dari kelima metode yang disebutkan di atas, hanya metode NPV, IRR, dan PI yang
mempunyai landasan teoritis yang paling kuat. Ketiganya memperhitungkan nilai waktu
uang, memfokuskan pada aliran kas, dan memperhitungkan semua aliran kas yang relevan.
Dalam situasi yang normal, ketiga metode tersebut menghasilkan kesimpulan yang sama.
Dengan demikian, jika NPV mengatakan bahwa proyek tertentu diterima, maka metode IRR
dan PI juga akan mengatakan hal yang sama. Tetapi pada situasi tertentu, ada kemungkinan
munculnya konflik antar metode-metode tersebut. Berikut ini kita akan membandingkan
ketiga metode tersebut, lebih spesifik, kita akan membandingkan NPV dengan IRR dan NPV
dengan PI. NPV dipilih sebagai brenchmark karena, seperti akan terlihat, NPV merupakan
metode yang paling kuat secara teoritis.

A. Metode NPV dengan IRR


Untuk membandingkan keduanya, kita akan membedakan usulan investasi menjadi dua
jenis: (1) mutually exclusive (saling menghilangkan), dan (2) independent (bebas). Untuk
jenis yang pertama, kita hanya bisa memilih satu dari beberapa usulan, atau menolak
semuanya. Kita tidak bisa memilih semuanya. Untuk jenis yang kedua, keputusan memilih
atau menolak satu proyek, tidak akan mempengaruhi keputusan pemilihan/penolakan proyek
lainnya. Problem IRR yang akan kita bicarakan berikut ini mencakup proyek yang
independent dan yang mutually exclusive.

1. Proyek yang Independen


Dua proyek dikatakan independen jika keputusan akan satu proyek tidak
mempengaruhi proyek lain. Sebagan contoh, jika ada dua proyek investasi, kita bisa

16
mengambil keduanya, memilih salah satu, atau menolak keduanya. Dua isu yang akan
dibicarakan yaitu kegiatan pendanaan dan IRR ganda; keduanya menunjukkan bahwa NPV
lebih baik dibandingkan dengan IRR.

(1) Kegiatan Pendanaan


Misalkan kita mempunyai aliran kas seperti berikut ini.
Tabel 7. Aliran Kas Kegiatan Investasi dan Pendanaan
Proyek A Proyek B
0 1 0 1
Aliras kas -1.000 +1.300 +1.000 -1.300
IRR 30% 30%
NPV (dengan discount rate = 10% 182 -182
Jenis kegiatan Investasi Pendanaan

Proyek A mempunyai aliran kas yang tipikal, yaitu negatif pada awal tahun dan positif
pada tahun-tahun berikutnya. Proyek B mempunyai pola aliran kas yang berkebalikan, yaitu
positif pada awal tahun, kemudian negatif pada tahun-tahun berikutnya. Adakah contoh
dalam kenyataan yang karakteristiknya mirip dengan proyek B? Kegiatan pendanaan
mempunyai ciri seperti proyek B. Misal perusahaan menerbitkan obligasi. Pada awal tahun
perusahaan menerima kas masuk. Pada tahun-tahun berikutnya, perusahaan mengeluarkan
bunga dan pokok pembayaran uang. Kegiatan investasi seperti seminar juga bisa mempunyai
karakteristik semacam itu. Peserta membayar biaya pendaftaran pada awal tahun, kemudian
tahun berikutnya, ketika kegiatan seminar dilaksanakan, perusahaan mengeluarkan kas untuk
penyelenggaraan tersebut.
Analisis IRR menunjukkan bahwa kedua proyek tersebut layak dilakukan, karena
IRR > biaya modal. Tetapi NPV menunjukkan bahwa proyek B seharusnya ditolak. Jenis
kegiatan proyek B disebut juga sebagai jenis kegiatan pendanaan. Untuk jenis kegiatan
semacam itu, peraturan yang dipakai adalah proyek diterima jika IRR lebih kecil
dibandingkan dengan biaya modal (doscount rate atau tingkat keuntungan yang disyaratkan).
Bagaimana hal semacam itu bisa terjadi? Apakah ada dalam kenyataan? Misalkan
perusahaan membutuhkan dana sebesar 100. Ada dua alternatif yang bisa diajukan:
(1) meminjam sebesar 100, atau (2) menjalankan proyek B (misal mengadakan seminar).
Proyek B menghasilkan IRR sebesar 30%. Jika perusahaan bisa meminjam dengan tingkat
bunga 25%, maka pinjaman tersebut yang seharusnya dipilih. Dengan kata lain, kita harus
menolak proyek B. Jika IRR > biaya modal (dalam hal bunga pinjaman sebesar 25%), maka

17
proyek B kita tolak. Jika kita ternyata bisa meminjam dengan bunga 35%, maka proyek B
yang seharusnya dipilih. Kita tidak jadi meminjam. Dengan kata lain, kita menerima proyek
B jika IRR < biaya modal. Ilustrasi semacam itu berkebalikan dengan proyek A.
Untuk proyek A, kita mempunyai kas sebesar 100. Kita mempunyai alternatif:
(1) menjalankan proyek A (dengan IRR=30%), atau (2) meminjamkan dana sebesar 100. Jika
bunga pinjaman adalah 25%, maka akan lebih baik jika perusahaan menjalankan proyek A,
karena tingkat keuntungan yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat
keuntungan pinjaman. Keputusan yang sebaliknya akan diambil jika IRR lebih kecil
dibandingkan dengan biaya modal (bunga pinjaman dalam hal ini). Dengan kata lain, kita
menerima proyek A jika IRR > biaya modal. Aturan semacam ini adalah aturan yang
biasanya dilakukan (untuk dipakai proyek).

(2) Problem IRR Ganda


Misalkan kita mempunyai aliras kas seperti berikut ini.
0 +1 +2

-4.800 30.000 -30.000

Jika kita menghitung IRR untuk aliran kas semacam itu, kita akan memperoleh IRR
ganda, yaitu 25% dan 400%. Kedua IRR tersebut bisa menyamakan PV aliran kas keluar
dengan PV aliran kas masuk. Jika digambarkan, hubungan antara NPV dengan discount rate
akan nampak sebagai berikut ini.

Bagan 3. IRR Ganda

Dari gambar tersebut nampak bahwa discount rate yang membuat NPV = 0 (IRR) ada
dua. Hal semacam itu terjadi karena grafik NPV mempunyai bentuk nonlinear seperti di
atas. Jika biaya modal atau tingkat keuntungan yang disyaratkan adalah 40%, apakah proyek
tersebut diterima? IRR memberikan jawaban yang tidak jelas, karena IRR yang satu (25%)

18
mengatakan bahwa kita seharusnya menolak proyek, sementara IRR yang lainnya (400%)
mengatakan bahwa kita seharusnya menerima proyek.
Kenapa hal semacam itu terjadi? Pada pola kas yang tipikal, tanda negatif ada pada
awal tahun, kemudian diikuti dengan tanda positif pada tahun-tahun berikutnya. Tetapi tidak
demikian halnya dengan proyek di atas. Proyek di atas mempunyai tanda yang berubah.
Dalam contoh di atas, kita mempunyai angka negatif pada awal tahun (kas keluar), kemudian
positif, kemudian diikuti dengan negatif lagi. Perubahan tanda tersebut menimbulkan potensi
IRR ganda. Pola perubahan semacam itu pada kenyataannya bisa terjadi. Misalkan proyek
harus membersihkan sisa pabrik, atau harus melakukan perbaikan yang signifikan pada
tahun-tahun berikutnya, maka tanda negatif (yang berarti aliran kas keluar) sesudah tanda
positif (aliran kas masuk) akan diperoleh. Dalam beberapa situasi, pergantian tanda bisa
terjadi lebih dari dua kali. Dalam situasi tersebut, potensi untuk memperoleh IRR lebih dari
dua bisa terjadi.
Perhatikan, jika kita menggunakan NPV, maka kita bisa memperoleh keputusan yang
lebih pasti. Misalkan discount rate yang relevan adalah 40%, analisis NPV menghasilkan
angka positif sebesar 1.323. Dengan demikian proyek tersebut bisa kita terima.

2. Proyek yang Mutually Exclusive


Dua proyek dikatakan mutually exclusive, jika keduanya saling menghilangkan.
Sebagai contoh, jika kita mempunyai dua usulan proyek investasi, kita harus memilih satu
atau menolak keduanya. Ada dua isu yang dibicarakan, yaitu masalah skala dan masalah
waktu. Sama seperti sebelumnya, kedua isu tersebut digunakan untuk menunjukkan bahwa
NPV lebih baik dibandingkan dengan IRR.
(1) Masalah Skala
Misalkan ada dua proyek yang sedang dianalisis. Kedua proyek mempunyai jangka
waktu satu tahun.
Tabel 8. Skala Investasi dan IRR
PV kas PV kas masuk
Kas masuk
Usulan keluar (discount NPV IRR
(tahun 1)
(tahun 0) rate = 20%)
A -10 18 15 5 80%
B -40 66 55 15 65%
Tambahan -30 48 40 10 60%
(B-A)

19
Makna yang dipilih? Menurut IRR, proyek A yang seharusnya dipilih (80% versus
65%), sedangkan menurut NPV, proyek B yang harus dipilih (15 versus 5). Jika perusahaan
mempunyai dana yang cukup, tentunya proyek B (yang menghasilkan NPV yang lebih besar)
yang dipilih. Dengan proyek B, PV kas masuk sebesar 55, cukup untuk mengembalikan
modal yang dikeluarkan (-40) dan kemudian memperoleh tambahan kas masuk sebesar +15.
Nilai perusahaan bertambah dengan +15. Jika memilih proyek B, nilai perusahaan hanya
bertambah dengan +5 pada akhir tahun. Jika perusahaan ingin memaksimumkan nilai
perusahaan, maka proyek B yang dipilih karena menghasilkan nilai tambah yang lebih besar.
Dengan kata lain, NPV lebih konsisten dengan tujuan manajemen keuangan yang ingin
memaksimumkan kemakmuran pemegang saham.
Dalam kaitannya dengan peningkatan kemakmuran pemegang saham, IRR lebih sulit
diinterpretasikan dalam situasi di atas. Sebagai contoh, IRR sebesar 80%, apakah berarti
kemakmuran pemegang saham meningkat dengan 80%? Belum tentu. NPV mempunyai
pengertian yang lebih langsung dalam kaitannya dengan meningkatkan kemakmuran
pemegang saham.
Bagaimana memperbaiki IRR dalam situasi di atas? Misal kita ingin melakukan
investasi pada proyek B, sementara teman kita ingin investasi pada proyek A. Bagaimana kita
melakukan justifikasi (pembenaran) tambahan modal, karena B memerlukan modal yang
lebih besar dibandingkan A? Kita bisa menghitung tambahan kas yang berkaitan dengan
proyek B relatif dibandingkan dengan proyek A (incremental cash flow). Baris ketiga
meringkaskan informasi kas tambahan. Jika kita menjalankan proyek B (yang berarti
meninggalkan proyek A), maka kita mengeluarkan investasi tambahan sebesar 30 pada tahun
awal. Kemudian kita memperoleh tambahan kas masuk sebesar 48 pada tahun pertama.
Untuk memperoleh justifikasi, kita ingin membuktikan bahwa tambahan kas tersebut
mempunyai NPV yang positif atau IRR yang melebihi biaya modal. Dengan aliras kas
semacam ini, NPV untuk kas tambahan adalah positif (10), sedangkan IRR untuk kas
tambahan (60%) lebih besar dibandingkan dengan biaya modal (20%).

0 1

-30 48

NPV = -30 + 48/(1,2) 1 = +10, dan untuk IRR :


30 = 48 / (1 + IRR) 1
IRR = 60%
20
Dengan demikian tambahan kas tersebut bisa dibenarkan, karena menghasilkan nilai
tambah yang positif. Perhatikan bahwa kas tambahan dihitung dengan mengurangi aliras kas
yang besar (proyek B dengan aliran PV kas keluar = -40) dengan yang lebih kecil (proyek A
dengan kas awal = -10. Dengan jalan semacam itu, kita bisa menggunakan IRR yang
biasanya (proyek dipilih jika IRR > biaya modal). Jika kita menghitung sebaliknya, maka kita
menggunakan aturan IRR untuk pendanaan.

(2) Masalah Waktu (Timing Problem)


Misal kita mempunyai dua alternatif sebagai berikut ini.
Tabel 9. Timing Aliran Kas dan IRR
Net Present Value, IRR
Pro-
Ou 1 2 3 Discount Rale (%)
yek
1 5% 10% 15%
A -15.000 15.000 1.500 1.500 3.000 1.942 1.003 164 16,04
B -15.000 1.500 1.500 18.000 6.000 3.338 1.127 -726 12,94
B-A 0 -13.500 - 16.500 3.000 1.396 124 -890 10,55

IRR untuk proyek A dan B adalah 16% dan 13%, berturut-turut. Bagaimana dengan
NVP? NVP dengan biaya modal (tingkat keuntungan yang disyaratkan) 0%, 5% 10%, dan
15% adalah 3.000, 1.942, 1.003, dan 164; sementara untuk proyek B adalah 6.000, 3.338,
1.127, dan -726. Berdasarkan NPV, jika biaya modal = 15%, proyek A dipilih, sementara jika
biaya modal adalah 10% atau lebih kecil, proyek B dipilih berdasarkan IRR, proyek A akan
selalu dipilih. Ada konflik antara NPV dengan IRR jika biaya modal 10% atau lebih kecil.
Kenapa hal tersebut terjadi? Jika kita melihat pola aliran kas, maka nampak bahwa
proyek A menghasilkan aliran kas masuk yang lebih besar pada tahun-tahun awal, sementara
B menghasilkan aliran kas masuk yang lebih besar pada tahun-tahun akhir. Dengan biaya
modal yang lebih besar, proyek A menjadi lebih menarik karena PV aliran kas masuk
menjadi lebih besar.
Untuk menganalisis perbedaan antara kedua proyek tersebut, kita bisa menggunakan
aliran kas tambahan (incremental cash flow). Karena aliran kas tambahan tersebut dihasilkan
dengan kas tambahan pada discount rate 0%, 5% dan 10%, adalah positif. Karena itu, usulan
investasi A dipilih untuk biaya modal 10% atau lebih kecil. Sedangkan untuk biaya modal
15%, NPV yang diperoleh bertanda negatif. Karena itu proyek A yang seharusnya dipilih.
Analisis aliran kas tambahan konsisten dengan analisis NPV.
Kita juga bisa menggunakan IRR kas tambahan, IRR untuk aliran kas tambahan adalah
10,55%. Pada tingkat discount rate 10,55%, NPV proyek A akan sama dengan NPV proyek

21
B. Jika biaya modal lebih kecil dari 10,55%, maka proyek A akan dipilih, sedangkan jika
biaya modal lebih besar dari 10,55, maka proyek B yang seharusnya dipilih.
Perhatikan bahwa jika kedua proyek mempunyai kas awal keluar yang sama, maka
perhitungan aliras kas tambahan bisa dilakukan dengan mengurangkan proyek sedemikian
rupa sehingga aliran kas pertama yang bukan nol adalah negatif. Dalam contoh di atas, aliran
kas yang negatif diperoleh pertama kali, yaitu pada tahun ke 1. Dengan cara semacam itu kita
menggunakan aturan IRR yang biasa (aturan untuk kegiatan investasi.
3. Keputusan untuk Proyek yang Mutually Exclusive
Jika terjadi konflik antara IRR dengan NPV, beberapa hal yang bisa dilakukan:
1. Menggunakan NPV, Penggunaan NPV lebih kuat dibandingkan dengan metode
lainnya.
2. Menghitung NPV untuk aliran kas tambahan.
3. Menghitung IRR untuk aliran kas tambahan.
Metode 2 dan 3 akan menghasilkan kesimpulan yang sama dengan metode 1 (NPV)

B. Metode NPV dengan PI


Jika proyek yang kita analisis bersifat independen, maka keputusan NPV dengan PI
akan konsisten satu sama lain. Dalam hal ini, proyek dengan NPV yang positif juga
mempunyai P1 yang lebih dari satu. Masalah yang timbul untuk PI adalah untuk usulan
investasi yang mutually exclusive. Masalah semacam ini sudah kita bicarakan pada waktu kita
membandingkan NPV dengan IRR. Misalkan kita mempunyai dua usulan proyek dengan
aliran kas sebagai berikut ini (contoh ini diambilkan dari contoh sebelumnya, yaitu Tabel 8).

Tabel 10. Skala Investasi dan Profitabilitas Index


PV kas Kas PV kas untuk NPV PI
Usulan keluar masuk (discount rate =
(tahun 0) (tahun) 20%
A -10 18 15 5 1,5
B -40 66 55 15 1,375
Tambahan -30 48 40 10 1,33
(B-A)

Tabel di atas menunjukkan bahwa kriteria PI memilih proyek A, sedangkan NPV


memilih proyek B. PI menghadapi masalah skala investasi. NPV yang seharusnya dipilih
dalam situasi semacam ini. Rekonsiliasi antara PI dengan NPV bisa dilihat dengan melihat
NPV dan PI untuk aliran kas tambahan (incremental cash flow). Jika kita memilih investasi
B, yang berarti kita mengeluarkan tambahan kas, NPV tambahan kas tersebut adalah positif

22
(+10), dan PI tambahan kas tersebut lebih dari satu (1, 33). Dengan demikian tambahan aliran
kas tersebut bisa dibenarkan (dijustifikasi).

2.2.9 MIRR (Modified Internal Rate of Return)


Meskipun NPV lebih baik dibandingkan dengan IRR, tetapi IRR lebih banyak dan lebih
mudah digunakan (lihat bagian berikutnya). Metode MIRR dibuat untuk menghilangkan
kelemahan IRR, sementara angka MIRR yang dihasilkan akan mirip dengan IRR (dalam
bentuk persentase). Metode MIRR bisa digambarkan berikut ini.

Bagan 4. MIRR
0 1 2 3 4 5
-256 136.4 136.4 151.4 151.4 359.4

151,4 (1,2)1 = 283

151,4 (1,2)2 = 236

136,4 (1,2)3 = 218

136,4 (1,2)4 = 182


1.278
PV
0

Dalam bagan di atas, aliran kas masuk di-future-value-kan dengan tingkat penggandaan
adalah biaya modal (20% dalam hal ini). Aliran kas tahun ke 4 hanya sempat digandakan
sekali, sementara aliran kas tahun 1 bisa digandakan sampai empat kali. Kemudian future
aliran kas kita jumlahkan menjadi:
359,4 + 283 + 236 + 218 + 182 = 1.278

Kemudian aliran kas masuk tersebut di-present-value-kan dengan discount rate yang
menyamakan aliran kas masuk tersebut dengan aliran kas keluar (pada awal tahun). Discount
tersebut dinamakan sebagai MIRR. Berikut ini perhitungan MIRR
1.278
= 256
(1+MIRR)5

MIRR = 38%. Karena MIRR tersebut lebih besar dibandingkan biaya modal (20%),
maka usulan investasi tersebut layak dilakukan.
MIRR menghasilkan angka dalam persentase, seperti IRR. Pada kondisi dan proyek
dengan ukuran yang sama, MIRR akan konsisten dengan NPV. Tetapi untuk proyek dengan

23
ukuran yang berbeda, MIRR bisa menghasilkan kesimpulan yang tidak konsisten dengan
NPV. Meskipun MIRR lebih baik dibandingkan dengan IRR, tetapi belum bisa
menghilangkan kelemahan IRR sepenuhnya. Penggunaan NPV akan lebih baik dalam situasi
konflik yang mungkin terjadi. Di samping itu, penggunaan MIRR juga memerlukan
perhitungan biaya modal rata-rata tertimbang. Ada kecenderungan manajer tidak suka
menghitung biaya modal rata-rata tertimbang, karena prosesnya yang dianggap cukup sulit
dan merepotkan.

2.2.10 Kriteria Investasi dalam Praktek


Pembicaraan di muka menyimpulkan bahwa NPV, IRR, dan PI merupakan metode
terbaik. Ketiganya memperhatikan aliran kas (bukannya keuntungan akuntansi),
memperhatikan nilai waktu uang, dan semua aliran kas diperhitungkan. Pada kondisi normal,
ketiga metode tersebut akan menghasilkan kesimpulan yang konsisten satu sama lain. Dalam
beberapa situasi, bisa terjadi konflik (ketidakkonsistenan) antara ketiga metode tersebut. Jika
terjadi konflik, NPV yang seharusnya dipakai sebagai kriteria investasi. Alternatif lain adalah
dengan menggunakan IRR atau PI untuk aliran kas tambahan (incerenmental cash flow), atau
MIRR (Modified Internal Rate of Return), jika kita ingin memakai IRR. Alternatif kriteria
investasi tersebut menghasilkan kesimpulan yang sama dengan kesimpulan dari NPV.
Bagaimana penggunaan kriteria investasi dalam prakteknya? Tabel berikut ini
menyajikan hasil survei penggunaan kriteria investasi di Amerika Serikat pada tahun 1984.
Sampel yang digunakan adalah perusahaan multinasional Amerika Serikat.

Tabel 11. Perbandingan Kriteria Investasi berdasarkan Survei, 1984


Metode Teknik Utama Teknik Kedua
Average Accounting Return (AAR) 10,7% 14,6
Payback Period 5,0 37,6
Internal Rate of Return 53,3 14,6
Net Present Value 16,5 3,0
Lainnya 2,5 3,2

Sumber: Stanley and Block, A Survey of Multinational Capital Budgeting, The Financial
Review, March 1984, pp. 36-51.

Tabel tersebut menunjukkan sebagian perusahaan masih menggunakan kriteria


berdasarkan akuntansi (AAR). Payback period, sebagai teknik utama, digunakan paling
sedikit. Internal Rate of Return ternyata digunakan lebih banyak dibandingkan dengan NPV,
meskipun diskusi kita sebelumnya menunjukkan bahwa NPV lebih kuat secara teoritis

24
dibandingkan dengan IRR. Pertanyaannya adalah penggunaan IRR lebih mudah dan lebih
intuitif. Misalkan suatu proyek mempunyai IRR sebesar 30%, manajer keuangan langsung
bisa membayangkan apakah proyek tersebut baik atau tidak, misal dengan jalan
membandingkan IRR tersebut dengan bunga pinjaman atau investasi lain. Karena 30% lebih
tinggi dibandingkan dengan bunga pinjaman sebesar 20%, maka proyek tersebut nampaknya
cukup menarik, kira-kira begitulah proses penggunaan IRR. Sedangkan NPV menggunakan
proses yang lebih rumit. Pertama, kita harus menghitung biaya modal rata-rata tertimbang.
Suatu proses yang tidak mudah. Kemudian baru menghitung NPV proyek investasi. Proses
semacam ini lebih panjang dan lebih sulit dibandingkan dengan proses yang dilakukan oleh
IRR.
Tabel berikut ini menunjukkan hasil survei yang lebih baru. Tabel tersebut
menunjukkan bahwa NPV sudah semakin banyak digunakan. NPV dengan IRR mempunyai
persentase hampir sama. Pertanyaan survei kelihatannya juga agak berbeda. Pertanyaan
dalam tabel di bawah adalah persentase manajer yang menggunakan (selalu atau hampir
selalu) NPV utama IRR. Pertanyaan tersebut tidak membedakan apakah sebagai teknik utama
atau kedua. Tetapi bagaimanapun tabel di bawah menunjukkan bahwa penggunaan NPV
nampak semakin meluas.

Tabel 12. Perbandingan Kriteria Investasi berdasarkan Survei, 2000


% selalu atau hampir selalu
Internal Rate of Return 75,6%
Net Present Value 74,9
Payback Period 56,7
Discounted Payback Period 29,5
Accounting Rate of Return 30,3
Profitability Index 11,9
Sumber: Graham and Harvey, The Theory and Practice of Corporate Finance: Evidence from
the field, Journal of Financial Economics, 2000.

Di samping hasil di atas, ada beberapa temuan lain yang cukup menarik. Sebagai
contoh, perusahaan yang membayar dividen yang tinggi, dengan tingkat utang yang tinggi,
menggunakan NPV dan IRR yang lebih sering dibandingkan dengan perusahaan kecil dengan
tingkat utang rendah dan tidak membayar dividen. Kriteria payback period lebih banyak
digunakan oleh perusahaan yang manajer keuangannya tidak mempunyai tingkat pendidikan
MBA (Master atau Magister Manajemen, MM).

25
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Keputusan penganggaran modal (capital budgeting) merupakan hal yang sangat


penting bagi perusahaan. Beberapa metode diciptakan untuk dijadikan patokan bagi sebuah
perusahaan untuk mengambil atau menolak suatu proyek. Pemilihan metode tersebut
tergantung bagaimana tipe sebuah perusahaan apakah lebih memilih pengembalian investasi
yang lebih cepat atau dengan melihat nilai tambah yang dihasikan nantinya dalam sebuah
proyek. Selain itu, penganggaran modal sangat penting dalam menentukan alur kas, investasi
dan penanaman saham. Dimana bila perhitungan atau keputusan untuk pengambilan
penganggaran modal tepat, maka keuntungan bagi perusahaan akan meningkat sesuai dengan
perhitungan, maka dari itu penting bagi manajemen perusahaan untuk sangat berhati-hati
dalam mengambil keputusan dengan keadaan keuangan suatu perusahaan.

26

Anda mungkin juga menyukai