Anda di halaman 1dari 7

Ricky Muhammad Akbar

NIM: 072.15.099

TEKTONIKA

Teori Fixism
Di penghujung abad ke-18 dan permulaan abad ke-19, seorang ilmuwan ilmu
alam berkebangsaan Prancis yang bernama Cuvier melontarkan sebuah teori tentang
penciptaan makhluk hidup. Ia berkeyakinan bahwa makhluk hidup muncul selama
masa yang beraneka ragam dalam tataran geologi. Lantaran revolusi-revolusi besar dan
tiba-tiba yang pernah terjadi di permukaan bumi, seluruh makhluk hidup itu musnah.
Setelah itu, Tuhan menciptakan kelompok binatang baru dalam bentuk yang lebih
sempurna. Periode-periode makhluk selanjutnya juga muncul dengan cara yang serupa.
Teori ini dalam ilmu Geologi dikenal dengan nama Catastrophisme; yaitu revolusi
besar di permukaan bumi. Ia mengingkari seluruh jenis hubungan kefamilian antara
makhluk hidup pada masa kini dan makhluk-makhluk yang pernah hidup sebelumnya.
Ia meyakini teori Fixisme.
Ketika menjelaskan realita ini, Dampyer menulis, Teori pertama yang
sangat mengena dan begitu logis adalah teori Lamarck (1744 1829 M.). Ia
menekankan bahwa faktor evolusi (makhluk hidup) adalah perubahan-perubahan
menumpuk (accumulated transformations) yang disebabkan oleh faktor lingkungan
hidup dan dimiliki oleh setiap makhluk hidup dengan cara warisan. Menurut Buffon,
pengaruh perubahan lingkungan hidup terhadap komposisi seseorang sangat minimal.
Tetapi Lamarck berkeyakinan bahwa jika perubahan-perubahan yang diperlukan dalam
tindakan bersifat permanen, maka seluruh perubahan itu akan mengubah seluruh
anggota tubuh yang telah kuno, atau jika tubuh membutuhkan sebuah anggota baru,
maka perubahan itu akan menciptakannya.
Pada intinya, teori ini menjelaskan bahwa gaya yang bekerja pada bumi adalah gaya
lateral.

Teori Mobilism
Merupakan sebuah teori yang menyatakan benua dan samudra selalu bergerak
atau berpindah tempat posisinya terutama lateral sejak bumi lahir. Teori ini didukung
oleh teori apungan benua, pemekaran dasar samudera, dan tektonik lempeng. Alfred
Wegener menyatakan bahwa pegunungan-pegunungan tersebut terjadi karena
pergerakan benua yang hanyut (continental drift) dimana merupakan bentuk gaya
lateral. Wegener menantang teori pembentukan pegunungan yang terjadi akibat
pendinginan dan kontraksi bumi. Kemudian beliau berteori bahwa pada saat
Mesozoikum bumi memiliki superbenua besar yang disebutnya Pangaea, yang
kemudian terbagi menjadi continen-continen yang saling bergerak menjauh membuka.
Gerak antar continen nantinya akan saling bertubrukan satu sama lain sehingga
membentuk jalur-jalur pegunungan.

Gerak-gerak Vertikal dan Horizontal


Tektonisme dibedakan menjadi dua yaitu gerak epirogenetik dan orogenetik
yang dibagi berdasarkan luas daerah dan kecepatan geraknya.
A. Gerak Epirogenetik
Merupakan gerakan dari dalam bumi yang memiliki arah horizontal dan
vertikal sehingga membentuk turun naiknya lapisan kulit bumi yang sangat
lambat dan terjadi di suatu daerah yang luas. Gerak ini yang membentuk
kontinen atau benua. Gerak epirogenetik dibedakan menjadi dua yaitu:
Epirogenetik Positif
Epirogenetik positif yaitu gerakan menurunnya suatu daratan, sehingga
terlihat permukaan air laut naik.
Epirogenetik Negatif
Epirogenesa negatif, yaitu gerakan naiknya suatu daratan, sehingga permukaan
air laut turun.

B. Gerak Orogenetik
Merupakan gerakan lempeng yang lebih cepat pada wilayah yang lebih
sempit. Proses ini yang membentuk pegunungan. Ada dua macam bentuk
permukaan bumi akibat tenaga orogenetik, yaitu:
Lipatan (Fold)
Merupakan suatu bentuk rupa bumi yang mengalami pengerutan karena
tekanan horizontal pada kulit bumi yang sifatnya elastis. Lipatan yang terlipat
ke atas dapat disebut antiklinal, sedangkan lipatan yang terlipat kebawah dapat
disebut sinklinal.

Patahan atau Sesar (Fault)


Merupakan suatu bentuk rupa bumi yang patah atau retak karena tekanan
horizontal pada kulit bumi yang melebihi batas elastis, sedangkan untuk
tekanan vertikal sendiri karena akibat pembebanan batuan diatasnya.
Pergeseran bidang batuan tersebut terjadi secara vertikal atau horizontal.
Teori Geosinklin
Teori geosinklin menyatakan bahwa suatu daerah sempit pada kerak bumi
mengalami depresi selama beberapa waktu sehingga terendapkan secara ekstrim
sedimen yang tebal. Proses pengendapan ini menyebabkan subsidence (penurunan)
pada dasar cekungan. Endapan sedimen yang tebal dianggap berasal dari sedimen
akibat proses orogenesa yang membentuk pengunungan lipatan dan selama proses ini
endapan sedimen yang telah terbentuk akan mengalami metamorfosa.

Batuan yang terdeformasi didalamnya dijelaskan sebagai akibat menyempitnya


cekungan karena terus menurunnya cekungan, sehingga batuan terlipat dan
tersesarkan. Pergerakan yang terjadi adalah pergerakan vertikal akibat gaya isostasi.
Teori ini mempunyai kelemahan tidak mampu menjelaskan asal-usul aktivitas vulkanik
dengan baik dan logis. Keteraturan aktivitas vulkanik sangatlah tidak bisa dijelaskan
dengan teori geosinklin.
Pada intinya, golongan ilmuwan menganggap bahwa gaya yang bekerja pada bumi
merupakan gaya vertical. Artinya, semua deformasi yang terjadi diakibatkan oleh gaya
utama yang berarah tegak lurus dengan bidang yang terdeformasi.

Teori Apungan Benua - Continental Drift


Teori Apungan Benua (Continental Drift) pertama kali diperkenalkan oleh
Alfred Wegener, seorang ahli meteorologi asal Jerman dalam bukunya yang berjudul
The Origin of Continents and Oceans pada tahun 1915. Alfred Wegener
beranggapan bahwa benua-benua yang ada saat ini dahulunya bersatu (benua tunggal)
yang dikenal sebagai super-kontinen yang bernama Pangaea. Nama Pangaea sendiri
berasal dari bahasa Yunani yang berarti "semua daratan. Selanjutnya, teori ini terus
berkembang hingga ditemukannya bukti-bukti tentang keberadaan super-kontinen
Pangaea pada 200 juta tahun yang lalu. Bukti-bukti tersebut diantaranya:

Kecocokan Benua
Apabila potongan-potongan benua yang ada saat ini digabungkan
menjadi satu, akan terdapat kecocokan bentuk-bentuk benua yang dapat
membentuk suatu daratan besar, yaitu super-kontinen Pangaea. Salah satu
kecocokan tersebut dapat ditemukan pada kemiripan garis pantai yang ada di
benua Amerika Selatan bagian Timur dengan garis pantai benua Afrika bagian
Barat. Kedua garis pantai ini apabila dihimpitkan satu dengan lainnya akan
saling berhimpit.

Persebaran Fosil
Persebaran binatang dan tumbuhan di muka bumi ini sangat tersebar
luas. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya fosil-fosil binatang dan
tumbuhan, seperti :
- Fosil Cynognathus, reptil yang hidup sekitar 240 juta tahun yang lalu,
dimana fosilnya ditemukan di benua Amerika Selatan dan benua Afrika.
- Fosil Mesosaurus, reptil yang hidup di danau air tawar dan sungai yang
hidup sekitar 260 juta tahun yang lalu, dimana fosilnya ditemukan di benua
Amerika Selatan dan benua Afrika.
- Fosil Lystrosaurus, reptil yang hidup di daratan sekitar 240 juta tahun yang
lalu, dimana fosilnya ditemukan di benua benua Afrika, India, dan Antartika.
- Fosil Clossopteris, tanaman yang hidup 260 juta tahun yang lalu, dimana
fosilnya ditemukan di benua benua Afrika, Amerika Selatan, India,
Australia, dan Antartika.
Ditemukannya berbagai fosil binatang dan tumbuhan dengan kemiripan
tertentu di berbagai lokasi di muka bumi ini, menandakan dahulu mereka hidup
di satu daratan, yaitu super-kontinen Pangaea.

Kesamaan Jenis Batuan


Jika benua dalam satu waktu bergabung, maka batuan dan pegunungan
pada waktu yang sama di lokasi yang berdampingan dan di benua yang
berhadapan haruslah cocok. Jalur pegunungan Appalachian yang berada di
Timur benua Amerika Utara dengan sebaran berarah Timur Laut secara tiba-
tiba menghilang di pantai Newfoundland. Pegunungan yang memiliki umur
sama dengan pegunungan Appalachian juga ditemukan di Timur Greenland,
Irlandia, Inggris, dan Norwegia. Kedua pegunungan tersebut apabila diletakkan
pada lokasi sebelum terjadinya pemisahan / pengapungan, kedua pegunungan
ini akan membentuk suatu jalur pegunungan yang menerus. Sehingga,
menandakan bahwa dahulu kedua daratan yang terpisah ini adalah satu.
Teori Pemekaran Lantai Samudera
Hipotesa pemekaran lantai samudera (Sea Floor Spreading) dikemukakan
pertama kalinya oleh Harry Hess (1960) dalam tulisannya yang berjudul Essay in
geopoetry describing evidence for sea-floor spreading. Dalam tulisannya diuraikan
mengenai bukti-bukti adanya pemekaran lantai samudera yang terjadi di pematang
tengah samudera (mid oceanic ridges), Guyots, serta umur kerak samudera yang lebih
muda dari 180 juta tahun.

Hipotesa pemekaran lantai samudera pada dasarnya adalah suatu hipotesa yang
menganggap bahwa bagian kulit bumi yang ada di dasar samudwra Atlantik tepatnya
di Pematang Tengah Samudera mengalami pemekaran yang diakibatkan oleh gaya
tarikan (tensional force) yang digerakkan oleh arus konveksi yang berada di bagian
mantel bumi (astenosfir). Karena terjadinya rifting (pemekaran) di sepanjang sumbu
Pematang Tengah Samudrra, maka magma yang berasal dari astenosfir kemudian naik
dan membeku. Pergerakan lantai samudera (litosfir) ke arah kiri dan kanan di sepanjang
sumbu pemekaran dari Pematang Tengah Samudera lebih disebabkan oleh arus
konveksi yang berasal dari lapisan mantel bumi (astenosfir). Arus konveksi ini
berfungsi sebagai penggerak dan litosfir sebagai ban berjalan (conveyor belt).
Hipotesa pemekaran lantai samudera didukung juga oleh bukti-bukti dari data-
data hasil pengukuran kemagnetan purba (paleomagnetism) dan penentuan umur
batuan (rock-dating). Kemagnetan purba adalah studi tentang polaritas arah magnet
bumi yang terekam oleh mineral yang ada dalam batuan saat batuan tersebut membeku.
Sebagaimana diketahui bahwa mineral-mineral yang menyusun batuan, seperti mineral
magnetit akan merekam arah magnet-bumi saat mineral tersebut terbentuk, yaitu pada
temperatur lebih kurang 580 derajat Celcius (temperatur Currie).
Teori tektonik lempeng
Pada tahun 1960-an terkumpul berbagai macam data yang memperlihatkan
bahwa benua itu berpindah. Sejak itu berkembanglah teori tektonik lempeng.
Tektonik lempeng menjelaskan hubungan antara deformasi lapisan luar bumi
skala besar dengan pergerakan lempeng/plates diatas selubung yang plastis Lithosfer
dan dan astenosfer. Teori ini berprinsip bahwa gaya utama yang bekerja pada bumi
adalah gaya lateral sedangkan gaya vertical juga ikut bekerja namun bukan gaya
utamanya.
Kerak dan selubung bumi bagian atas bersifat padat dan disebut lithosfer.
Ketebalan lithosfer tidak sama di seluruh bagian permukaan bumi. Lapisan dibawah
lithosfer adalah astenosfer yang lapisannya bersifat lentur, tidak kaku atau plastis.
Plastisitas bagian atas lapisan ini disebabkan sifatnya yang hampir lebur. Litosfer
bergerak dan mengapung di atas astenosfer.
Litosfer terdiri dari lempeng samudera dan lempeng benua. Akibat dari
pergerakan lempeng-lempeng inilah mengakibatkan terjadinya peristiwa tumbukan
(konvergen), pemisahan (divergen) dan gesekan (strike-slip/ transform) antar lempeng.

Anda mungkin juga menyukai