Kerja adalah ibadah , jika kerja diposisikan sebagai ibadah , maka selain keuntungan dunia yang dicari juga kebahagiaan akhirat . adanya visi akhirat menyebabkan seseorang bisa mengarahkan tujuannya dengan lebih baik. Orang yang menjadikan kerja nya adalah ibadah akan mengawalinya dengan niat yang baik, mengusahakan hasil yang baik, dan dia meyakini bahwa hasil yang baik hanya diperoleh dari dengan cara yang baik. Cara yang baik adalah cara-cara yang di benarkan oleh agama dan sesuai dengan hati nurani serta etika bisnis yang berlaku selama ini . Seseorang yang menetapkan bahwa kerja adalah ibadah , orang tersebut akan menghasilkan kualitas kerja yang profesional dan tidak asal-asalan. Orang yang memosisikan bahwa kerja sebagai ibadah tidak akan mungkin melakukan kecurangan dan korupsi, dia yakin bahwa Allah SWT Maha Melihat . Dalam catatan lain mengatakan bahwa kita memosisikan bahwa bekerja sebagai ibadah adalah orang yang memiliki kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual sendiri adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiata, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah , menuju manusia yang seutuhnya (hanif) , dan memiliki pola piker tauhidiah (integralistik) , serta berprinsip Hanya Karena Allah Keyakinan bahwa bekerja adalah ibadah membuat kita tidak terlalu pusing akan gaji dan lain-lain. Dan juga membuat seseorang berfikir dan bervisi lebih dari sekadar bekerja, tapi meyakini bahwa itu adalah bagian dari proses yang besar dan bermanfaat.
1. TUJUAN DAN SASARAN PERUSAHAAN
Tujuan perusahaan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan oleh perusahaan dalam jangka panjang. Pengertian Sasaran adalah hasil- hasil yang ingin dicapai dalam jangka pendek. Jadi, tujuan dan sasaran dalam perusahaan saling berkaitan dan saling berkesinambungan, perusahan pun harus berusaha keras dalam mencapainya. Tujuannya antara lain Memberikan pondasi yang untuk membangun integritas moral yang kokoh. Pengembangan etos kerja yang berorientasi pada kemajuan dan keunggulan kinerja. 2. MODEL SPIRITUAL PERUSAHAAN Spirit ibadah kepada Allah menjadi landasan bisnis yang sangat kokoh. Karena, setiap aktivitas mendapatkan keuntungan yang selalu berkait erat kepada Sang Pencipta (Creator). Itulah sebabnya tatanan kerja yang terbangun menjadi lebih sakral dibanding sekadar mendapatkan keuntungan finansial semata. Kekuatan inilah yang menjadi turbin penggerak semangat berjuang para penganutnya (man). Karena, setiap langkah perjuangan menjadikan catatan sejarah kehidupan yang abadi. Yang pasti, landasan peribadahan dalam perjuangan di lahan bisnis harus menuju pada terciptanya dan terbaginya kemakmuran secara adil (creation) kepada semua pihak yang terlibat. Yaitu, crew (karyawan), customer (pelanggan), capital provider (pemilik modal), dan community (masyarakat).
3. SPIRITUAL DAN KEUNGGULAN ORGANISASI
Kini, semakin banyak perusahaan yang menyandarkan aktivitasnya pada aspek spiritualitas (menjadi spiritual company). Berkebalikan dengan perusahaan yang mengabaikan faktor spiritual dalam operasionalnya, perusahaan-perusahaan yang melandaskan aktivitasnya pada nilai-nilai spiritual terbukti mampu bertahan dan berkembang secara baik. Secara umum, diidentifikasikan ada enam manfaat yang didapat perusahaan dengan menyandarkan bisnisnya pada aspek spiritualitas.
Pertama, perusahaan akan jauh dari berbagai kecurangan (fraud) yang
mungkin terjadi akibat 'menghalalkan segala cara'. Karena, dari sinilah kebangkrutan perusahaan dimulai. Kedua, meningkatnya produktivitas dan kinerja perusahaan. Ketiga, terbangunnya suasana kerja yang harmonis atau hadirnya sinergi di antara karyawan dan pimpinan perusahaan. Keempat, meningkatnya citra (image) positif perusahaan. Kelima, perusahaan menjadi tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan (sustainable company). Keenam, menurunkan perpindahan (turnover) karyawan.
Secara sadar, perusahaan diposisikan sebagai sebuah organisme yang
berdiri di atas akar rumput dan menyandang misi spiritualitas. Kehadirannya bukan hanya sekadar untuk mendapatkan keuntungan bagi pribadi-pribadi semata. Lebih dari itu, keberadaannya bertujuan untuk mengangkat marwah manusia secara keseluruhan. Pendekatannya bukan hanya pragmatis semata. Jauh dari itu, paradigma yang dibentuk adalah membangun peradaban.