Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR I

PERCOBAAN I

PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN

NAMA : NUR ANNISA

NIM : 1711014120009

KELOMPOK : VIII (DELAPAN)

ASISTEN : AMAR HASAN

PROGRAM STUDI S-1 FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2017
PERCOBAAN I

PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan praktikum ini adalah supaya praktikan diharapkan bisa


membuat larutan dengan konsentrasi tertentu, mengencerkan larutan, dan
menentukan konsentrasi larutan yang dibuat.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Larutan adalah suatu campuran homogen yang terdiri atas dua


komponen, yaitu zat terlarut dan zat pelarut. Istilah pelarut dan zat terlarut yaitu
pada umumnya adalah zat yang berada pada larutan dalam jumlah yang besar.
Sedangkan zat lainnya disebut sebagai zat terlarut yang pada umumnya zat
berada pada larutan dalam jumlah yang sedikit (Brady, 1999).
Larutan dianggap sebagai cairan yang mengandung zat terlarut.
Komponen utama bisa disebut pelarut, dan komponen minornya dinamakan zat
terlarut. Konsentrasi dari suatu larutan menunjukkan berapa banyak jumlah
suatu zat terlarut dalam larutan tersebut. Nilai konsentrasi suatu larutan dapat
dinyatakan dalam beberapa satuan, antara lain molaritas, normalitas, persen
berat, persen volume, fraksi mol, dan bagian persejuta (part per million, ppm)
(Brady, 1999).

Larutan yang menggunakan air sebagai pelarut dinamakan larutan dalam


air atau aqueous. Larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah banyak
dinamakan larutan pekat. Jika jumlah zat terlalu sedikit, larutan dinamakan
larutan encer. Larutan adalah campuaran yang homogen dari dua atau lebih zat.
Zat yang jumlahnya lebih sedikit disebut zat terlarut (solute), sedangkan yang
jumlahnya lebih banyak disebut pelarut (Chang,2003).
Komposisi dan sifat fase suatu larutan berbeda dengan air murni. Larutan
merupakan campuran yang terdiri dari dua bahan. Larutan terbagi menjadi
larutan homogen dan larutan heterogen. Larutan homogen mempunyai sifat-
sifat yang sama diseluruh cairan, sedangkan larutan heterogen merupakan
campuran dua fase dan memiliki sifat-sifat yang tidak seragam (Achmadi, 2004).
Larutan adalah campuran molekul (atom atau ion dalam bneberapa hal),
biasanya molekul-molekul pelarut agak berjauhan dalam larutan dibanding
dalam pelarut murni. Sehingga pembentukan larutan dapat dibuat sebagai suatu
proses hipotesis berikut: pertama, jarak antara molekul-molekul meningkat
menjadi jarak rata-rata yang ditampilkan dalam larutan. Tahap ini memerlukan
penyerapan energi untuk melampaui gaya-gaya intermolekul kohesi. Tahap ini
disertai dengan peningkatan entalpi, reaksinya adalah endoterm. Dalam tahap
endoterm kedua, pemisahan yang sama terhadap molekul-molekul terlarut
terjadi. Tahap ketiga dan terakhir adalah membiarkan molekul-molekul pelarut
dan terlarut untuk bercampur. Gaya tarik intermolekul diantara molekul tak
sejenis menyebabkan pelepasan energi, entalpi menurun dalam tahap ini
(Achmadi,2004).
Larutan terbentuk melalui pencampuran dua atau lebih zat murni yang
molekulnya berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur. Perubahan gaya
antarmolekul yang dialami oleh molekul dalam bergerak dari zat terlarut murni
atau pelarut ke keadaan tercampur mempengaruhi baik kemudahan
pembentukan maupun kestabilan larutan. Larutan dapat berada dalam
kestimbangan fasa dengan gas, padatan, atau cairan lain (Oxtoby,2001).
Untuk menentukan sifat pelarut suatu senyawa dapat diketahui dari
perubahan temperatur air sebelum dan sesudah. Bila temperaturnya naik, pelarut
tersebut bersifat eksoterm. Sedangkan jika temperaturnya turun, maka
pelarutnya bersifat endoterm (Schaum,1998).
Unsur terpenting yang menentukan keadaan bahan dalam larutan adalah
pelarut. Komponen yang jumlahnya lebih sedikit dinamakan zat terlarut. Larutan
yang menggunakan air sebagai pelarut dinamakan larutan dalam air atau
aqueous. Larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah banyak
dinamakan larutan pekat. Jika jumlah zat terlarut sedikit, larutan tersebut
dinamakan larutan encer. Istilah larutan biasanya mengandung arti pelarut cair
dengan cairan, padatan, atau gas sebagai zat terlarut. Larutan dapat pula
berbentuk padat dan gas. Karena molekul-molekul gas terpisah jauh, molekul-
molekul dalam campuran gas berbaur secara acak, semua campuran gas adalah
larutan (Achmadi,2004).
Dalam larutan padat, pelarutnya adalah zat padat. Kemampuan
membentuk larutan padat sering terdapat pada logam dan larutan padat ini
dinamakan alloy. Dalam larutan padat tertentu, atom terlarut menggantikan
beberapa atom pelarut dalam kisi kristal. Larutan ini dinamakan larutan
substitusional, yang ukuran atom pelarut dan terlarutnya kira-kira sama. Dalam
larutan padat lain atom terlarut dapat mengisi kisi atau lubang dalam kisi-kisi
pelarut. Pembentukan larutan padat interstisial terjadi apabila atom terlarut
cukup kecil untuk memasuki lubang-lubang diantara atom-atom pelarut
(Achmadi,2004).
Kelarutan yang besar terjadi bila molekul-molekul solute mempunyai
keasaaman dalam struktur dan sifat sifat kelistrikan dengan molekul-molekul
solven. Bila ada keasaman, maka gaya-gaya tarik yang terjadi antara solute-
solven adalah kuat, begitu juga sebaliknya. Secara umum, padatan ionik
mempunyai kelarutan yang lebih tinggidalam solven polar dari pada dalam
solven nonpolar (Sastrohamidjojo,2001).

III. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah gelas piala, gelas ukur,
pipet tetes, pipet ukur, pipet gondok, labu takar, buret.

B. Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah: asam klorida
pekat, larutan natrium hidroksida 0,1M, pelet natrium hidroksida, larutan asam
klorida 0,1 M, indikator metil merah, indikator phenophtalein, indikator metil
orange, akuades.

IV. PROSEDUR KERJA

I. Pembuatan dan Pengenceran Larutan HCl


1. Gelas ukur kosong ditimbang dan dicatat beratnya.
2. Larutan asam klorida pekat diambil sebanyak 2,075 mL dengan
menggunakan gelas ukur yang telah ditimbang dan pipet tetes. Dilakukan
dalam lemari asam.
3. Ditimbang labu takar 50 mL yang kosong, dicatat beratnya. Labu takar
tersebut diisi dengan sekitar 20-25 mL akuades.
4. Perlahan-lahan asam klorida pekat yang telah diambil dimasukkan ke dalam
labu takar. Dilakukan dalam lemari asam.
5. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas. Labu takar
ditutup dan dilakukan pengocokan hingga larutan homogen. Labu takar yang
telah berisi larutan ditimbang beratnya, dan disebut Larutan A (Larutan HCl).
6. Dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur, dipindahkan 10 mL
larutan asam klorida yang telah dibuat (Larutan A) ke dalam labu takar 50
mL yang baru.
7. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas. Larutan HCl
yang telah diencerkan ini disebut sebagai larutan B.
II. Penentuan Konsentrasi Larutan Asam Klorida melalui Titrasi
a. Titrasi dengan Indikator Metil Merah
1. Sebelum digunakan, buret dibilas dengan akuades kemudian dibilas kembali
dengan larutan NaOH yang akan digunakan.
2. Buret diisi dengan larutan natrium hidroksida.
3. Larutan natrium hidroksida dalam buret dicatat volume awalnya dengan
membaca skala pada meniskus bawah larutan.
4. Dipindahkan 10 mL larutan asam klorida encer (Larutan B) ke dalam
erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
5. Indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut.
6. Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan natrium hidroksida di
dalam buret, dan jika terjadi perubahan warna yang konstan titrasi dihentikan.
7. NaOH yang diperlukan untuk titrasi dihitung volume dari selisih volume awal
dan volume akhir NaOH dalam buret.
8. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.

b. Titrasi dengan Indikator Fhenofhtalein


1. Dilakukan kembali prosedur titrasi terhadap 10 mL larutan asam klorida
encer (Larutan B) dengan larutan NaOH 0,1 M, digunakan indikator
phenophtalein.
2. Dibandingkan hasil yang diperoleh antara perlakuan dengan menggunakan
indikator metil merah dan menggunakan phenophtalein sebagai indikator.

III. Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida


1. Ditimbang secara teliti 0,4
2. gram butiran natrium hidroksida menggunakan kaca arlogi dan neraca
analitik.
2. Dipindahkan segera butiran natrium hidroksida dari gelas arlogi ke dalam
gelas beker yang telah berisi 20-25 mL akuades hangat, begitu penmbangan
selesai dilakukan.
3. Diaduk dengan pengaduk kaca hingga seluruh natrium hidroksida larut
sempurna.
4. Dipindahkan larutan dari gelas beker ke dalam labu takar 50 mL.
5. Ditambahkan akuades hingga tanda batas pada labu takar,labu takar ditutup,
kemudian dikocok hingga homogen. Larutan yang diperoleh pada tahap ini
disebut sebagai larutan C.
6. Dengan menggunakan pipet gondok yang sesuai, dipindahkan 12,5 mL
larutan C ke dalam labu takar 50 mL yang baru.
7. Ditambahkan akuades hingga tanda batas, dikocok hingga homogen. Larutan
yang diperoleh disebut sebagai Larutan D.

IV. Penentuan Konsentrasi Larutan Natrium Hidroksida melalui Titrasi


a. Titrasi NaOH dengan Larutan HCl sebagai Titran
1. Dibilas buret dengan akuades sebelum digunakan, kemudian dibilas kembali
dengan larutan HCl 0,1 M yang digunakan.
2. Diisi buret dengan larutan HCL 0,1 M.
3. Dicatat volume awal larutan HCl 0,1 M dalam buret dengan membaca skala
pada meniskus bawah larutan.
4. Dipindahkan 10 mL larutan NaOH encer (Larutan D) ke dalam erlenmeyer
dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
5. Ditambahkan 2-3 tetes indikator metil merah ke dalam larutan tersebut.
6. Dititrasi larutan dalam erlenmeyer dengan larutan HCl 0,1 M di dalam buret
hingga terjadi perubahan warna.
7. Dihentikan titrasi, begitu terjadi perubahan warna yang konstan.
8. Dibaca volume akhir asam klorida yang tersisa dalam buret. Dihitung volume
asam klorida yang diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal dan
volume akhir asam klorida dalam buret.
9. Dilakukan titrasi sebanyak 2 kali.
b. Titrasi Larutan HCl 0,1 M dengan larutan NaOH sebagai Titran
1. Dibilas buret dengan akuades, kemudian dibilas kembali dengan larutan
NaOH yang telah di buat (Larutan D).
2. Diisi buret dengan larutan NaOH encer (Larutan D).
3. Dipindahkan 10 mL larutan HCl 0,1 M ke dalam erlenmeyer dengan
menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
4. Ditambahkan 2-3 tetes indikator metil merah ke dalam larutan tersebut.
5. Dititrasi larutan dalam erlenmeyer dengan larutan NaOH encer di dalam
buret hingga terjadi perubahan warna.
6. Dihentikan titrasi begitu terjadi perubahan warna yang konstan.
7. Dihitung volume NaOH yang diperlukan untuk menitrasi larutan HCl
tersebut.
8. Dilakukan titrasi sebanyak 2 kali.
9. Dibandingkan hasil yang diperoleh antara perlakuan dengan larutan HCl 0,1
M sebagai titran dan larutan NaOH encer sebagai titrasi.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil dan Perhitungan
A. Hasil
1. Pembuatan dan pengenceran larutan asam klorida
1. Penentuan Konsentrasi Asam Klorida
No. Percobaan Pengamatan
Membuat larutan A
1 Dicatat volume HCL pekat 2,075 mL
2 Dicatat massa jenis HCL 1190 gram/ mL
3 Dicatat konsentrasi HCL pekat 37 %
4 Dicatat volume larutan A 50 mL
5 Membuat larutan B
6 Dicatat volume larutan sebelum di 10 mL
encerkan
7 Dicatat volume larutan setelah 50 mL
diencerkan
a. Titrasi dengan menggunakan Metil Merah
No. Percobaan Pengamatan
1 Dicatat volume HCL 10 mL
2 Dicatat volume NaOH
Titrasi 1 8,4 mL
Titrasi 2 9,6 mL
Rata-rata= 9 mL
3 Perubahan warna larutan awal Bening
4 Ditambahkan indikator metil merah Merah Muda
5 Warna setelah dititrasi Kuning

b. Titrasi dengan menggunakan indikator fenoftalein


No Percobaan Pengamatan
1 Dicatat volume HCL 10 mL
2 Dicatat volume NaOH
Titrasi 1 8 mL
Titrasi 2 7.5 mL
Rata-rata= 7.75 mL
3 Perubahan warna larutan awal Bening
4 Ditambahkan indikator fenoftalein Ungu
5 Warna setelah dititrasi Pink

2. Pembuatan larutan NaOH


No Percobaan Pengamatan
1 Dicatat massa NaOH 0,4 gram
2 Dicatat Mr NaOH 40 gram / mol
3 Dicatat volume larutan 10 ml ( larutan C)
4 Dibuat larutan D
5 Dicatat volume larutan sebelum 10 mL
diencerkan
6 Dicatat volume larutan setelah 50 Ml
diencerkan

3. Penentuan konsentrasi larutan NaOH


a. Titrasi NaOH dengan larutan HCL sebagai titran
No Percobaan Pengamatan
1 Dicatat volume NaOH
2 Dicatat volume HCL
Titrasi 1
Titrasi 2
Rata-rata
3 Perubahan warna larutan awal
4 Ditambahkan indikator metil merah
5 Warna setelah titrasi

b. Titrasi HCL dengan larutan NaOH sebagai titran


No Percobaan Pengamatan
1 Dicatat volume HCL
2 Dicatat volume NaOH
Titrasi 1
Titrasi 2
Rata-rata
3 Perubahan warna larutan awal
4 Ditambahkan indikator metil merah
5 Warna setelah titrasi

2. Perhitungan
a. Penentuan Konsentrasi Larutan HCL Pekat
Diketahui : massa jenis HCl = 1,19 kg/L = 1190 gram/mL
persen berat HCl = 37% (b/b)
massa 1 L larutan pekat HCl = 1190 gram/L x 1 L = 1190 gram
massa HCl dalam 1 L larutan pekat = 37% x 1190 gram/mL
= 440,3 gram
Mr HCl pekat = 36,5 gram/mol
Ditanya : Molaritas HCl pekat (MHCl) = ......?

Jawab :
MHCl = 12,06 mol/L
b. Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Encer (Larutan A dan Larutan B)
1. Melalui Perhitungan Pengenceran
a) Konsentrasi Larutan A
I. Penentuan Konsentrasi Larutan HCL pekat
massa jenis HCl = 1,19 kg/L = 1190 gram/mL
persen berat HCl = 37% (b/b)
massa 1 L larutan pekat HCl = 1190 gram/L x 1 L = 1190 gram
massa HCl dalam 1 L larutan pekat = 37% x 1190 gram/mL
= 440,3 gram
Mr HCl pekat = 36,5 gram/mol
Ditanya : Molaritas HCl pekat (MHCl) = ......?

Jawab :
Konsentrasi HCL pekat = 440,3 g / 36,5 gram/mol = 12,06 mol/L
II. Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Encer (Larutan A dan Larutan B)
1. Melalui Perhitungan Pengenceran
a) Konsentrasi Larutan A
Diketahui : Molaritas HCl pekat (MHCl) = 12,06 mol/L
Volume HCl pekat (VHCl) = 2,075 mL
Volume larutan A (VA) = 50 mL
Ditanya : Molaritas larutan A (MA) =....?
Jawab :
MA . VA = MHCl . VHCl
MA . 50 mL = 12,06 mol/L . 2,075 mL
MA = 0,5M

b) Konsentrasi Larutan B
Diketahui : Molaritas larutan A (MA) = 0,5 M
Volume larutan A yang diencerkan (VA) =10 mL
Volume larutan B (MB) = 50 mL
Ditanya : Molaritas larutan B (MB) =.....?
Jawab :
MA . VA = MB . VB
MB = MA . VA / VB
MB = 0,5 . (10/50)
MB = 0,1 mol/L
2 Melalui Titrasi
a) Titrasi dengan Metil Merah
Diketahui : MNaOH = 0,1 M
VHCl = 10 mL
VNaOH = 9 mL
Ditanya : MHCl = ....?
Jawab :
MHCl . VHCl = MNaOH . VNaOH
MHCl = 0,09 N
b) Titrasi dengan Phenophtalein
Diketahui : MNaOH = 0,1 M
VNaOH = 7,75 mL
VHCl = 10 mL
Ditanya : MHCl = ....?
Jawab :
MHCl . VHCl = MNaOH . VNaOH
MHCl. 10 = 0,1 . 7.75
MHCl.10 = 0.775
MHCl = 0,0775 N

2. Penentuan Konsentrasi Larutan NaOH


1. Melalui Perhitungan Pengenceran
a) Konsentrasi Larutan C
Diketahui : Massa NaOH = 0,4 gram
Volume NaOH = 10 mL
Mr NaOH = 40 gram/mol
Ditanya : MNaOH =....?
Jawab :
MNaOH = mol per Vlarutan = 0,4/40 : 10 = 0,001 mol/ ml= 0,1 mol/l

b) Konsentrasi Larutan D
Diketahui MC = 0,1 M
VC = 10 mL
VD = 50 mL
Ditanya MD =...?
Jawab :
MC . VC = MD . VD
0,1. 10 = MD. 50
1 = 50 MD
0,02 M= MD

2. Melalui Titrasi
a) Titrasi NaOH oleh HCl
Diketahui : MHCl = 0,1 M
VNaOH = 10 mL
VHCl = 13,1 mL
Ditanya : MNaOH = ....?
Jawab :
MHCl . VHCl = MNaOH . VNaOH
0,1. 13,1 = MNaOH . 10
1,31 = MNaOH.10
0,131 M = MNaOH
b) Titrasi HCl oleh NaOH
Diketahui : MHCl = 0,1 M
VHCl = 10 mL
VNaOH = 10,8 mL
Ditanya : MNaOH =.....?
Jawab :
MHCl . VHCl = MNaOH . VNaOH
0,1 . 10 = MNaOH . 10.8
1 = MNaOH. 10,8
0,092 M = MNaOH

B. Pembahasan

Percobaan pembuatan dan pengenceran larutan asam klorida


percobaan ini untuk mengetahui bagaimana cara pembuatan dan penentuan
konsentrasi larutan. Dalam praktikum ini kita menggunakan beberapa bahan yaitu
larutan asam klorida pekat, larutan natrium hidroksida 0,1M, pellet natrium
hidroksida, larutan asam klorida yang sudah diketahui konsentrasinya yaitu
sebesar 0,1M, kemudian indikator metil merah, indikator phenophtlaein , dan
akudes.

Percobaan yang pertama adalah pembuatan dan pengenceran larutan HCl


yang bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi larutan lebih rendah dari
konsentrasi semula. HCl pekat diambil sebanyak 2,075 mL diambil dengan gelas
ukur kemudian dimasukkan dalam labu takar beri akuades 20-25ml masih
dilakukan didalam lemari asam. Kemudian diencerkan dengan menambahkan air
murni (akuades) sampai batas tutup labu takar kocok hingga homogen. Dari
pengenceran ini akan kita dapatkan HCl encer yang tentunya dengan konsentrasi
yang lebih rendah. Dengan demikian data yang kami peroleh dari hasil percobaan
sesuai dengan tujuan pengenceran. Molaritas HCl pekat adalah 12,0630 mol/L,
molaritas larutan A adalah 1,0 M mol/L, dan molaritas larutan B adalah 0,1 M
Dapat kita lihat, Molaritas HCl pekat lebih tinggi daripada molaritas larutan A dan
larutan B. Begitu pula molaritas larutan A lebih tinggi daripada molaritas larutan
B. Hal ini menunjukan bahwa pembuatan larutan dan dimaksudkan untuk
mengencerkan larutan tersebut saya rasa sudah terlihat jelas.

Hal ini dapat terlihat pada hasil perhitungan molaritas dalam hal ini satuan
konsentrasi yang dipakai adalah moralitas. Terlihat bahwa terjadi perbedaan yang
jelas dari data yang ada dengan data perhitungan setelah kami melakukan
percobaan. Konsentrasi larutan HCl pekat lebih tinggi dibandingkan dengan
konsentrasi dari larutan HCl yang sudah m,engalami pengenceran. Kami telah
melakukan pengenceran untuk melakukan pengenceran larutan. setelah ini kami
akan melakukan titrasi dari larutan yang sudah kita encerkan lagi dengan penitran
yang sesuai.

Penentuan konsentrasi larutan asam klorida melalui titrasi suatu larutan


konsentrasinya sudah diketahui maka larutan tersebut adalah larutan standar.
Larutan standar terbagi menjadi dua yaitu larutan standar primer dan larutan
standar sekunder. Larutan standar primer konsentrasinya relatif tetap
dibandingkan dengan konsentrasi awal pada saat pertama kali larutan tersebut
dibuat. Larutan standar sekunder konsentrasinya sering mengalami perubahan
dibanding konsentrasi awal pada saat pertama kali larutan tersebut dibuat.
Standarisasi adalah penentuan konsentrasi eksak dari larutan standar sekunder
dengan bantuan larutan standar primer.
Pada praktikum ini dilakukan titrasi HCl encer dengan menggunakan titran
NaOH dan indikator metil merah serta indikator phenophtalein. Fungsi dari
pemberian indikator adalah untuk mengetahui titik ekivalen dari suatu proses
titrasi apakah sudah tercapai. Pada titrasi HCl dengan menggunakan indikator
metil merah terlihat bahwa adanya perubahan warna ketika HCl ditetesi metil
merah. Sebelum larutan ini dititrasi larutan ini berwarna merah muda , lalu setelah
dilakukan titrasi dengan menggunakan NaOH terjadi perubahan warna yaitu
menjadi warna kuning muda.

Titrasi HCl dengan menggunakan indikator phenophtalein terlihat bahwa


belum adanya perubahan warna ketika HCl ditetesi phenophtalein karena
indikator phenophtalein dalam larutan asam tidak berwarna. Sebelum larutan ini
dititrasi larutan ini tidak berwarna, lalu setelah dilakukan titrasi dengan
menggunakan NaOH terjadi perubahan warna yaitu menjadi warna merah muda.
Perubahan warna ini pengaruh dari phenophtalein sebagai penujuk bahwa suasana
larutan yang awalnya asam berubah menjadi basa setelah adanya penambahan
NaOH.

Data pada titrasi pertama volume NaOH secara garis besar, telah dilakukan
dengan benar. Baik menggunakan indikator metil merah maupun indikator
phenophtalein. Prosedur diatas menggunakan reaksi kuantitatif yang mengacu
pada reaksi asam basa.

Pembuatan larutan natrium hidroksida untuk membuat konsentrasi larutan


lebih rendah dari konsentrasi semula maka dilakukan pengenceran larutan
tersebut. Pelet natrium hidroksida di timbang sebanyak 0,41 gram menggunakan
kaca arloji pada neraca analitik, kemudian pindahkan ke gelas beker yang telah
berisi akuades 20-25 ml aduk dengan menggunakan batang pengaduk add
homogen. Kemudian pindahkan dalam labu takar 50ml tambahkan akuades
sampai tanda batas lalu kocok dan jadilah larutan C.

Pelet natrium hidroksida dilarutkan dan diencerkan dengan menambahkan


air murni (akuades) sampai batas yang ditentukan tujuannya untuk menurunkan
konsentrasi NaOH. Dari pengenceran ini akan kita dapatkan NaOH yang tentunya
dengan konsentrasi yang lebih rendah. Dengan demikian data yang kami peroleh
dari hasil percobaan ini sesuai pula dengan tujuan pengenceran. Molaritas NaOH
(larutan C) adalah 0,2 mol/L. Kemudian setelah didapat larutan C diambil lagi
sebanyak 12,5mL pindahkan kedalam labu takar 50 ml diberi akuades hingga
tanda baca. Tutup labu takar kocok larutan C dan akuades tadi sampai homogeny,
dan setelah melakukan pengenceran didapatkan molaritas NaOH (larutan D)
adalah 0,05 mol/L. Dapat kita lihat dari data tersebut, molaritas larutan C lebih
tinggi daripada molaritas larutan D.

Dalam pembuatan larutan dengan melarutkan zat dalam bentuk padatan


harus memilik ketelitian dan kesabaran sendiri. Hal ini tergantung pada asisten
masing-masing. Pada penentuan titik ekivalen sudah dibantu oleh indicator karena
indikator penentu titik ekivalen. Tetapi dalam menentukan titik ekivalen masing-
masing orang tidak sama dalam presepsi warna akhir. Maka dari itu diperlukan
kerjasama yang kompak dari praktikan dan asisten.

Penentuan konsentrasi larutan natrium hidroksida melalui titrasi pada


praktikum ini dilakukan titrasi NaOH dengan menggunakan HCl sebagai titran
dan titrasi HCl dengan menggunakan NaOH sebagai titran. Pada titrasi NaOH
dengan menggunakan larutan HCl sebagai titran, NaOH dititrasi dengan larutan
HCl 0,1 M sebagai titran. Diambil sejumlah 10ml larutan D kedalam Erlenmeyer
dan beri beberpa tetes indikator metal merah. Titrasi dengan hati-hati dilihat
dengan seksama jika terjadi perubahan warna konstan hentikan praktikum.
Ditambahkanya indikator yang berfungsi sebagai penunjuk titik akhir dalam
titrasi. Indikator yang digunakan pada percobaan ini yaitu metil merah Pada titrasi
ini terjadi perubahan warna yaitu dari kuning menjadi merah muda. Lakukan
pratikum sebanyak duplo hasil volume titran yang terpakai dihitung rata-ratanya.

Jika suatu larutan konsentrasinya sudah diketahui maka larutan tersebut


adalah larutan standar. Larutan standar terbagi menjadi dua yaitu larutan standar
primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer konsentrasinya relatif
tetap dibandingkan dengan konsentrasi awal pada saat pertama kali larutan
tersebut dibuat. Larutan standar sekunder konsentrasinya sering mengalami
perubahan dibanding konsentrasi awal pada saat pertama kali larutan tersebut
dibuat.

Percobaan selanjutnya adalah titasi larutan HCl yang sudah diketahui


konsebtrasinya 0,1 M dengan larutan D alias larutan natrium hidroksida yang
sudah di encerkan tadi. Masukkan larutan D kedalam buret yang bersih dan sudah
dibilas dengan larutan D. Ambil 10ml HCl 0,1M kedalam Erlenmeyer kemudian
tambahkan indikator metal merah. Lakukan titrasi dengan hati-hati dan dilihat
perubahan warna yang terjadi. Hentikan titrasi jika warna berubah konstan dan
lakukan titrasi ini sebanyak 2 kali dan nanti di hitung rata-ratanya.Pada titrasi
larutan HCl dengan menggunakan NaOH sebagai titran, larutan HCl dititrasi
dengan larutan NaOH sebagai titran. Ditambahkan indikator yang berfungsi
sebagai penunjuk titik akhir dalam titrasi atau tercapainya titik ekivalen dalam
percobaan yang dilakukan dengan cara penitrasian. Pada titrasi ini terjadi
perubahan warna yaitu dari merah muda menjadi kuning.

VI. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah :

1. Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat yang
jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau solut, sedangkan
zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut
atau solven.

2. Untuk membuat suatu larutan dengan konsentrasi tertentu dapat dilakukan dengan
cara melakukan pengenceran zat terlarut yang berada dalam bentuk padatan dan
mengencerkan suatu larutan pekat. Salah satu cara menurunkan konsentrasi suatu
larutan adalah dengan cara pengenceran.
3. Dalam proses titrasi diperlukan adanya indikator sebagai penunjuk akhir suatu
proses titras atau sebagai penunujuk tercapainya titik ekuivalen. Dalam percobaan ini
digunakan dua indikator yaitu phenophtalein dan metil merah

4. Dari data perhitungan konsentrasi dari Larutan A adalah 0,5 M dan untuk larutan B
sebanyak 0,1 M, kemudian konsentrasi larutan C 0,2 M , dan konsentrasi dari larutan
D sebesar 0,05 M.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Suminar. 2004. Kimia Dasar. Erlangga; Jakarta.

Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur.Binarupa Aksara; Jakarta.

Keenan, Charles W, dkk. 1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Erlangga; Jakarta.

Oxtoby. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Jilid I. Erlangga; Jakarta.

Petruccci, H. Ralph.1987. Kimia Dasar Jilid 2. Erlangga; Jakarta.

Sastrojamidjojo, Harjono. 2005. Kimia Dasar. Gajah Mada Press; Jakarta.

Schaum. 1998. Kimia Dasar Seri Schaum. ITB; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai