Anda di halaman 1dari 2

Menteri Keuangan dikabarkan akan menerbitkan sebuah peraturan baru tentang Pajak e -

Commerce. Tentunya, hal ini turut mengundang perhatian Center for Indonesia Taxation
Analysis (CITA).

Diungkapkan langsung oleh Yustinus Prastowo, selaku Direktur Eksekutif CITA, dirinya
menjabarkan 10 poin cacatan penting, yang ditujukan kepada pemerintah agar dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan.

Pertama, Yustinus menjabarkan akan prinsip perpajakan yang jelas dan bersandar akan
asas kepastian (certainty) dan keadilan (equity). Sehingga, dalam hal ini siapapun yang
mampu harus membayar pajak, dan pemungutan pajak harus didasarkan pada undang -
undang atau aturan.

Poin kedua berupa penjelasan mengenai e-commerce, yang merupakan sebuah fenomena
cukup baru dan semakin penting dalam dunia bisnis dan perekonomian Indonesia.

e-commerce merupakan fenomena cukup baru dan semakin penting dalam dunia bisnis dan
perekonomian Indonesia. Maka pengaturan e-commerce menjadi sangat penting dan relevan
agar memberi kepastian bagi investor, pelaku, dan masyarakat sebagai konsumen, ucap
Yustinus dalam rilis resminya.

Poin ketiga mengacu kepada negara yang memiliki hak, yang mana salah satunya pajak
yang terutang dari aktivitas bisnis e-commerce. Dari sektor ini, perlu diatur agar tercipta
keadilan (membayar pajak sebagaimana perdagangan konvensional) dan pasti (didasarkan
pada aturan yang jelas dan fair).

Keempat adalah upaya pemerintah menerbitkan aturan yang secara khusus mengatur e -
commerce layak diapresiasi. Lebih dari itu, aturan ini diharapkan mampu menangkap
dinamika bisnis yang sangat cepat, padat modal, dan sensitif terhadap regulasi yang tidak
responsif. Maka rumusan aturan yang komprehensif, jelas, mengedepankan kepastian,
kompatibel dengan pengaturan di negara lain, serta memberi insentif yang tepat akan sangat
dibutuhkan, tambahnya.

Di poin kelima, Yustinus menjabarkan e-commerce merupakan sektor yang baru tumbuh.
kebijakan. Hal ini bertujuan untuk tidak men-discourage para pelaku.

Oleh karenanya, perlu identifikasi dan klasifikasi yang jelas terkait model bisnis dan skala
bisnis yang ada. Pelaku start up seyogianya mendapat perlakuan berbeda (insentif), agar
dapat tumbuh kembang dengan baik, difasilitasi, dan terus dijaga agar kelak dapat
berkontribusi maksimal bagi negara.

Yustinus juga turut meminta kepada pemerintah untuk dapat fokus pada registrasi
(pendataan dan pendaftaran para pelaku agar menjadi wajib pajak
melalui representative office yang ada untuk pelaku luar negeri dan/atau menjadi pengusaha
kena pajak), di poin keenam ini.
Domain kewenangan ada di Kominfo, namun seyogianya tidak masuk ke ranah pajak. Saat
registrasi mereka sekaligus ditetapkan sebagai wajib pajak dan/atau pengusaha kena pajak
sesuai kondisi, tuturnya menjelaskan.

Memaksakan menjadi BUT tanpa mengubah UU PPh seyogianya tidak dilakukan demi
kredibilitas Pemerintah. Hal ini untuk menciptakan keadilan antara pelaku domestik dan
yang berdomisili di luar negeri harus diciptakan equal playing field dengan kebijakan yang
menjamin perlakuan setara. Maka koordinasi Kominfo dan DJP menjadi sangat penting,
tambahnya.

Catatan ketujuh Yustinus untuk pemerintah adalah jenis pajak yang akan dipungut, dalam
hal ini adalah PPN atas transaksi penjualan barang dan jasa kena pajak. Hal ini untuk
memudahkan administrasi, sehingga dapat diusulkan pengenaan PPN dengan nilai lain/tarif
efektif sehingga lebih sederhana dan mudah.

Kedelapan, pemerintah diharapkan mampu memperhatikan para pelaku bisnis rintisan


(start up) agar dapat diberi insentif untuk tumbuh dan tidak ter-discourage dibandingkan
pelaku bisnis konvensional.

Migrasi model bisnis ke medium lain juga perlu diantisipasi, misalnya media sosial,
sehingga perlu diatur agar tidak menimbulkan dampak buruk, ungkapnya.

Di poin kesembilan, Yustinus mengharapkan pemerintah untuk terus dapat mencari skema
paling efektif, termasuk administrasi yang mudah dan murah, agar bisnis e commerce dapat
berkembang lebih baik.

Maka komparasi dengan negara lain menjadi penting, termasuk mendengarkan suara para
pelaku usaha, jelasnya.

Poin terakhir, dirinya mengharapkan aturan baru perihal pajak e-commerce tidak ambisius
untuk mengejar potensi pajak dalam jangka pendek saja.

Aturan baru seyogianya tidak ambisius untuk mengejar potensi pajak dalam jangka p endek,
namun menciptakan kepastian dan ruang pertumbuhan bisnis yang baik agar kelak kita
dapat memetik hasil yang semakin besar, tutupnya.

Penulis: Yustinus Prastowo

Penyunting: CBAS

Anda mungkin juga menyukai