Misal :
1. Kita berpraduka tidak bersalah kepada seseorang, tetapi kemudian ternyata orang tersebut
tertangkap sedang melakukan kejahatan, maka orang tersebut adalah bersalah dan harus
dihukum.
2. Si A berhutang kepada si B, tetapi kemudian ada bukti bahwa si A telah membayar utangnya
kepada si B, misalnya ada kuitansi yang ditandatangani si B yang menyatakan bahwa hutang A
sudah lunas. Maka, si A yang tadinya berhutang, sekarang sudah bebas dari hutangnya.
7. ( Apa yang ditetapkan atas dasar keyakinan tidak bisa hilang kecuali
dengan keyakinan lagi)
Thawaf ditetapkan dengan dasar dalil yang meyakinkan yaitu harus tujuh putaran. Kemudian
dalam keadaan thowaf, seseorang ragu apakah yang dilakukannya putaran keenam atau kelima.
Maka yang meyakinkan adalah jumlah yang kelima. Jadi dalam hal yang berhubungan dengan
bilangan, apabila seseorang itu ragu, maka bilangan yang terkecil itulah yang meyakinkan.
8. ( Hukum asal dari suatu kalimat adalah arti yang sebenarnya)
Kaidah teresebut lebih dekat dimasukkan ke dalam kelompok kaidah ushul daripada kaidah fiqh.
Alasannya, kaidah tersebut berkenaan dengan kebahasaan. Sedangkan kaidah-kaidah bahasa
berhubungan erat dengan arti yang terkandung dalam Al-Quran dan Al-Hadits.
Misal :
1. Apabila seseorang berkata:Saya mau mewakafkan harta saya kepada anak Kyai Ahmad. Maka
anak dalam kalimat tersebut adalah anak yang sesungguhnya, bukan anak pungut dan bukan
pula cucu. Demikian pula kata-kata hibah, jual beli, sewa-menyewa, gadai dan lain-lainnya di
dalam akad harus diartikan dahulu dengan arti kata yang sebenarnya, bukan arti kiasannya.
9. ( Hukum asal bersenggama adalah haram)
Persoalan lain yang menurut fikih (Islam) memiliki hukum asal haram adalah melakukan
persetubuhan (senggama). Dalam kaidah ini disebutkan bahwa ketentuan dasar melakukan
persetubuhan dengan perempuan adalah haram, kecuali dengan ada sebab yang diyakininya bisa
menghalalkannya, yakni pernikahan.
Misal :
1. Arfan ragu mengenai sah tidaknya akad nikahnya dengan Ani. Karena Arfan meragukan salah
satu dari syarat nikah, maka ia tidak boleh berhubungan badan dengan Ani. Sebab, hukum asal
melakukan hubungan badan adalah haram.
Qadhi Abd al-Wahhab al-Maliki menyebutkan dua kaidah lagi yang berhubuingan dengan Al
Yaqin la Yuzal bi al-Syak, yakni sebagai berikut :
10.
( Tidak dianggap [diakui], persangkaan yang jelas salahnya)
Apabila seorang debitor telah membayar hutangnya kepada kreditor, kemudian wakil debitor
atau penanggungjawabnya membayar lagi uang debitor atas sangkaan bahwa hutang belum
dibayar oleh debitor, maka wakil debitor atau penanggungjawabnya berhak meminta
dikembalikan uang yang dibayarkannya, karena pembayarannya dilakukan atas dasar prasangka
yang jelas salahnya.
11. ( Tidak diakui adanya wahan[kira-kira])
Bedanya zhann dan wahann adalah di dalam zhann yang salah itu persangkaannya. Sedangkan
dalam wahann, yangsalah itu zatnya. Apabila seseorang meningal dengan meninggalkan
sejumlah ahli waris, maka harta warisan dibagikan diantara mereka, tidak diakui ahli waris yang
dikira-kira.