Topoyo, 2017
i
Daftar Isi
i
Daftar Isi
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Pekerjaan ............................................................................................ 1
1.2. Maksud dan Tujuan Pekerjaan .................................................................................... 2
1.3. Sasaran Pekerjaan ....................................................................................................... 2
1.4. Ruang Lingkup Pekerjaan ............................................................................................ 3
1.1. Keluaran ...................................................................................................................... 4
1.2. Lokasi Pekerjaan.......................................................................................................... 4
1.3. Dasar Hukum dan Referensi........................................................................................ 5
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI ........................................................... 6
2.1. Profil Daerah Aliran Sungai ......................................................................................... 6
2.1.1. Pendahuluan ......................................................................................................... 6
2.1.2. Administrasi Wilayah Pekerjaan ........................................................................... 8
2.2. Kondisi Geografis ........................................................................................................ 8
2.3. Kondisi Klimatologi...................................................................................................... 9
2.4. Kondisi Sosial Ekonomi.............................................................................................. 10
2.4.1. Pendidikan .......................................................................................................... 10
2.4.2. Kesehatan ........................................................................................................... 10
2.4.3. Agama ................................................................................................................. 10
2.4.4. Kriminalitas ......................................................................................................... 10
2.4.5. Industri ................................................................................................................ 10
2.4.6. Perdagangan ....................................................................................................... 11
2.5. Kondisi Kependudukan ............................................................................................. 11
2.6. Kondisi Pertanian ...................................................................................................... 17
2.6.1. Tanaman Pangan ................................................................................................ 17
2.6.2. Hortikultura......................................................................................................... 20
2.6.3. Perkebunan ......................................................................................................... 23
2.6.4. Peternakan .......................................................................................................... 24
2.7. Permasalahan Banjir ................................................................................................. 26
2.8. Resume Survey Pendahuluan.................................................................................... 27
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR............................................................................ 29
ii
Daftar Isi
ii
iii
Daftar Isi
v
iv
Daftar Isi
v
Daftar Isi
i
vi
Daftar Isi
ii
vii
Daftar Isi
iii
viii
Daftar Isi
x
ix
Daftar Isi
x
Daftar Isi
i
xi
Daftar Isi
ii
xii
Daftar Isi
iii
xiii
Daftar Isi
iv
xiv
Daftar Isi
v
xv
Daftar Isi
vi
xvi
Daftar Isi
vii
xvii
Daftar Isi
viii
xviii
Daftar Isi
ix
xix
Daftar Isi
x
xx
Daftar Isi
xi
xxi
Daftar Isi
xii
xxii
Daftar Isi
xiii
161
xxiii
BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
menahan luapan air. Hal ini diperparah lagi dengan ketinggian air di sungai
utama dan terjadi pasang air laut.
Tingginya fluktuasi sumber daya air antara musim hujan dan musim
kemarau menandakan telah menurunnya kondisi daerah resapan air di
wilayah ini baik segi luasannya maupun fungsinya. Hal ini disebabkan
meningkatnya alih fungsi lahan di daerah resapan.
Genangan Banjir terjadi di Desa Malino, Kecamatan Tommo,
Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat.
2
BAB I PENDAHULUAN
2. Pengukuran Topografi
Pengukuran dan pemetaan situasi skala 1 : 5.000.
Pengukuran dan penggambaran potongan
melintang.dan memanjang sungai.
3. Perencanaan Detail Desain terdiri dari :
Review design terhadap struktur bangunan pengendali
banjir yang telah ada serta perencanaan detail desain
di daerah genangan di sekitar saluran pengumpul.
Perencanaan detail desain bangunan lainnya, misalnya
konstruksi untuk menanggulangi longsoran tebing,
gerusan sungai, dan lain-lain.
Melakukan perhitungan stabilitas struktur bangunan
yang direncanakan.
Penyiapan gambar desain untuk dokumen lelang.
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Keluaran
Keluaran dari laporan yang diserahkan adalah sebagai berikut :
4
BAB I PENDAHULUAN
5
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
6
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
7
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
8
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
9
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
0
2.4.2. Kesehatan
Pembangunan bidang kesehatan meliputi seluruh siklus atau tahapan
kehidupan manusia. Bila pembangunan kesehatan berhasil dengan baik
maka terjadi peningkatan kesejahteraan. Ketersediaan sarana kesehatan
akan sangat menunjang peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Pada
tahun 2016 terdapat 3 puskesmas, 10 puskesmas pembantu, 8 poskesdes,
dan 34 posyandu di Kecamatan Tommo.
2.4.3. Agama
Perkembangan pembangunan di bidang keagamaan dapat dilihat dari
banyaknya sarana peribadatan masing masing agama. Terdapat 46 masjid,
18 mushola, 60 gereja protestan, 10 gereja katholik, dan 12 pura di
Kecamatan Tommo pada tahun 2016.
2.4.4. Kriminalitas
Pada tahun 2016, jumlah tindak pidana di Kecamatan Tommo
mencapai 5 perkara yang terdiri atas 3 perkara pencurian, 1 perkara
penyalahgunaan obat terlarang, dan 1 perkara lainnya.
2.4.5. Industri
Sektor industri di Kecamatan Tommo pada tahun 2016 terdiri atas
industri menengah, dan industri mikro. Industri menengah sebanyak 1 usaha,
dan industri mikro sebanyak 118 usaha.
10
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
1
2.4.6. Perdagangan
Terdapat 9 pasar di Kecamatan Tommo. Ke-sembilan pasar tersebut
berada di Desa Tamemongga, Desa Tommo, Desa Campaloga, Desa Rante
Mario, Desa Tammejarra, Desa Kakullasan, Desa Leling, Desa Leling Barat
dan Desa Leling Utara.
11
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
2
12
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
3
13
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
4
14
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
5
15
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
6
16
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
7
17
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
8
18
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
9
19
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
0
2.6.2. Hortikultura
Sub sektor hortikultura meliputi tanaman sayuran, buah-buahan,
biofarmaka, dan tanaman hias. Sayuran yang paling banyak diproduksi di
Kecamatan Tommo pada tahun 2016 adalah petsai/sawi dengan produksi
20
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
1
21
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
2
22
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
3
2.6.3. Perkebunan
Tanaman pekebunan yang diusahakan rumah tangga di Kecamatan
Tommo antara lain kelapa, kakao, kepala sawit, kemiri, dan kopi. Pada tahun
2016, produksi kakao di Kecamatan Tommo mencapai 1.827,16 ton.
23
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
4
2.6.4. Peternakan
Pada tahun 2016 jumlah populasi sapi potong sebanyak adalah
1.127 ekor. Sedangkan, populasi ternak kecil pada tahun 2016 terdiri dari
kambing (983 ekor), dan babi (2.558 ekor).
Populasi unggas yang terdiri dari ayam kampong dan itik/itik manila
pada tahun 2016 secara berturut-turut adalah 28.850 ekor, dan 4.404 ekor
(Tabel 5.4.2.).
24
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
5
25
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
6
26
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
7
28
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
9
29
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
0
belakang (back arc) cenderung lebih jarang dijumpai patahan aktif dan
biasanya banyak dijumpai endapan alluvial dan rawa, seperti wilayah pesisir
timur Sumatera, pesisir Utara Jawa, dan pesisir selatan Papua (Gambar 2).
30
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
1
31
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
2
32
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
3
33
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
4
34
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
5
36
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
7
37
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
8
Jika dilihat dari data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS), pertumbuhan ekonomi di Indonesia sejak tahun 2011 telah
mengalami peningkatan. Salah satu indikator yang dapat menunjukkan hal
tersebut adalah dari peningkatan nilai Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB). Data Produk Domestik Bruto (PDRB) dapat digunakan untuk
mengetahui tingkat dan pertumbuhan pendapatan masyarakat secara
berkala dan sesuai dengan batas-batas wilayah administrasi pemerintahan.
Data produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut
38
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
9
39
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
0
40
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
1
41
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
2
3.2.2. Metodologi
Bahaya
Bahaya banjir dibuat berdasarkan data daerah rawan banjir dengan
memperhitungkan kedalaman genangan sesuai Perka No. 2 BNPB Tahun
2012. Daerah rawan banjir dibuat dengan menggunakan data raster DEM
berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Manfreda et al (2009) melalui
indeks topografi modifikasi dengan persamaan:
42
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
3
Kerentanan
1. Kerentanan Sosial
43
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
4
Dimana:
Xd adalah jumlah populasi di dalam unit administrasi;
Pi adalah jumlah populasi di dalam pemukiman ke-i;
Pij adalah jumlah populasi di polygon ke-j di dalampemukiman
ke-i;
Sij adalah polygon ke-j di dalam pemukiman ke-I didalam unit
administrasi;
n adalah jumlah polygon di dalam pemukiman didalam
unit administrasi
Masing-masing parameter dianalisis dengan menggunakan metode
skoring sesuai Perka BNPB No. 2 Tahun 2012 untuk memperoleh nilai skor
kerentanan sosial.
Tabel 9. Parameter Penyusun dan Skoring Kerentanan Sosial
44
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
5
2. Kerentanan Fisik
Kerentanan fisik terdiri dari parameter rumah, fasilitas umum dan
fasilitas kritis. Jumlah nilai rupiah rumah, fasilitas umum, dan fasilitas kritis
dihitung berdasarkan kelas bahaya di area yang terdampak. Distribusi
spasial nilai rupiah untuk parameter rumah dan fasilitas umum dianalisis
berdasarkan sebaran wilayah pemukiman seperti yang dilakukan untuk
analisis kerentanan sosial. Masing-masing parameter dianalisis dengan
menggunakan metode skoring sesuai Perka BNPB No. 2 Tahun 2012 untuk
memperoleh nilai skor kerentanan fisik.
45
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
6
3. Kerentanan Ekonomi
Kerentanan ekonomi terdiri dari parameter konstribusi PDRB dan
lahan produktif. Nilai rupiah lahan produktif dihitung berdasarkan nilai
konstribusi PDRB pada sektor yang berhubungan dengan lahan produktif
(seperti sektor pertanian) yang dapat diklasifikasikan berdasarkan data
penggunaan lahan. Nilai rupiah untuk parameter ekonomi dihitung
berdasarkan persamaan berikut:
46
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
7
Dimana:
47
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
8
4. Kerentanan Lingkungan
48
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
9
49
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
0
Resiko
Penentuan indeks risiko bencana dilakukan dengan menggabungkan
nilai indeks bahaya, kerentanan, dan kapasitas (gambar 21). Proses ini
dilakukan dengan menggunakan kalkulasi secara spasial sehingga dapat
menghasilkan peta risiko dan nilai grid yang dapat dipergunakan dalam
menyusun penjelasan peta risiko.
50
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
1
53
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
4
Banjir bandang dapat terjadi dalam waktu yang sangat cepat dan
kadang sulit untuk diprediksi. Secara umum, banjir bandang berpotensi
terjadi di kawasan aliran sungai yang terbentuk dari lembah perbukitan
dengan kemiringan yang curam dan memiliki sumber air yang melimpah.
Daerah aliran sungai ini juga akan semakin rawan bila terdapat banyak
material pendukung longsoran dan penyumbatan sungai.
54
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
5
55
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
6
daerah hilir untuk memastikan kondisi kawasan aliran sungai hulu yang
rawan. Kesadaran komunitas masyarakat diperlukan dalam merawat daerah
aliran sungai agar tetap lestari. Upaya ini dapat dilaksanakan dengan
membentuk kelompok masyarakat yang bertugas untuk melaksanakan
pemantauan secara rutin kondisi sungai serta bergotong-royong dalam
menormalisasi kawasan aliran sungai yang rawan terhadap longsor. Selain
itu jejaring komunikasi antara masyarakat hulu dan hilir juga perlu diperkuat
sebagai upaya pencegahan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana
banjir bandang.meninggal dunia. Lebih lanjut, untuk meminimalisir ancaman
bencana banjir bandang akibat kegagalan teknologi seperti kerusakan
tanggul atau bendungan diperlukan upaya berkesinambungan dari
pemerintah dan masyarakat untuk terus memantau kondisi bendungan
maupun lingkungan sekitar bendungan. Pemantauan dan perawatan perlu
dilaksanakan secara rutin. Dalam hal ini pemerintah daerah juga perlu
mengalokasikan anggaran yang cukup karena hal ini merupakan salah satu
upaya dalam pengurangan risiko bencana. Selain itu pemantauan daerah
sekitar lingkungan bendungan juga perlu terus dijaga. Daerah resapan air di
sekitar bendungan perlu dipertahankan agar dapat dipastikan debit air yang
masuk kedalam danau penampungan air bendungan tidak melebihi
kapasitas tampung bendungan tersebut.
Rp. 44 Triliun. Secara rinci, hasil kajian risiko bencana banjir bandang dapat
terlihat dalam tabel berikut.
57
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
8
58
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
9
Selain itu kapasitas daerah juga harus melihat kepada tatanan pada
skala internasional. Komprehensivitas dasar acuan untuk kapasitas daerah
diharapkan dapat memberikan arah kebijakan pembangunan kapasitas
daerah untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pada skala
internasional, Kerangka Aksi Hyogo (selanjutnya disebut KAH) dapat
dijadikan sebagai salah satu acuan dasar pembangunan kapasitas. KAH
merupakan kesepakatan lebih dari 160 negara untuk mengarusutamakan
pengurangan risiko bencana dalam pembangunan. Indonesia sebagai salah
satu negara yang menyepakati KAH, meratifikasi KAH ini dalam Sistem
Penanggulangan Bencana Nasional. Beberapa wujud ratifikasi KAH ini
adalah Undang- undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, Rencana Nasional Penanggulangan Bencana, Rencana Aksi
Nasional Pengurangan Risiko Bencana dan lainnya. Setiap tahunnya,
Indonesia melaporkan pencapaian KAH ke salah satu sekretariat PBB yang
bernama UN-ISDR (United Nations International Strategic for Disaster
Reduction).
59
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
0
Mekanisme Penilaian
61
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
2
Struktur Kuesioner
Kuesioner terdiri dari 88 pertanyaan yang dibagi menjadi 22 bagian
berdasarkan indikator pencapaian KAH. Setiap indikator KAH membutuhkan
4 pertanyaan untuk menentukan tingkat pencapaiannya. Struktur pertanyaan
setiap indikator tersebut adalah :
Pertanyaan pertama; mengidentifikasi apakah telah digalang inisiatif-
inisiatif untuk menghasilkan capaian minimal pada indikator tersebut.
Pertanyaan kedua; mengidentifikasi apakan telah dihasilkan capaian
minimal yang dituju oleh indikator tersebut.
Pertanyaan ketiga; mengidentifikasi apakah capaian tersebut telah
memiliki kualitas dan/atau manfaat minimal seperti yang diharapkan
oleh indikator tersebut.
Pertanyaan keempat; mengidentifikasi apakah telah terjadi perubahan
sistemik secara prinsipil berdasarkan output minimal pada indikator
tersebut.
Penilaian kuesioner dilaksanakan dengan mengikuti struktur
kuesioner.
Kuesioner ini disusun untuk mendapatkan sebuah tingkat kapasitas
daerah. Tingkat Kapasitas Daerah dalam meredam risiko bencana ini
diperoleh dengan menggabungkan Indek Prioritas Kapasitas Daerah.
Setiap Indek Prioritas Kapasitas Daerah diperoleh dari Indeks
Indikator Kapasitas Daerah.
62
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
3
63
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
4
66
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
7
67
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
8
68
BAB III KAJIAN BENCANA BANJIR
9
69
BAB IV PENGUMPULAN DATA DAN REVIEW
0
70
BAB IV PENGUMPULAN DATA DAN REVIEW
1
71
BAB IV PENGUMPULAN DATA DAN REVIEW
2
72
BAB IV PENGUMPULAN DATA DAN REVIEW
3
73
BAB V HIDROLOGI
4
BAB V HIDROLOGI
74
BAB V HIDROLOGI
5
75
BAB V HIDROLOGI
6
Daerah Aliran Sungai yang biasa disebut DAS adalah suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas
di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. (PP No 37
tentang Pengelolaan DAS, Pasal 1)
Macam macam DAS berdasarkan fungsi Hulu, Tengah dan Hilir yaitu:
77
BAB V HIDROLOGI
8
Sebagai tempat penampungan air hujan dan banyak manfaat lain dari
DAS bagi kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan, DAS harus selalu
dijaga kelestariannya. Cara menjaga kelestarian DAS antara lain tidak
menggunduli hutan/tanaman-tanaman di areal DAS. Cara lainnya yaitu tidak
mendirikan bangunan di areal DAS sebagai tempat pemukiman atau
keperluan lainnya. DAS ini termasuk kedalam potensi gografis indonesia
yang harus di manfaatkan agar mendapatkan keuntungan dari alam.
78
BAB V HIDROLOGI
9
79
BAB V HIDROLOGI
0
1 Nx N N Nx
PX PA PB x PC x Pm
n NA NB NC Nn
dimana :
80
BAB V HIDROLOGI
1
b. Reciprocal Methode
Cara ini memanfaatkan jarak antar stasiun sebagai faktor koreksi, d n
dianggap merupakan cara yang lebih baik. Dianjurkan jumlah stasiun acuan
paling sedikit 3 stasiun.
PA PB PC
2
2
(d xA ) (d xB ) (d xC ) 2
PX
1 1 1
2
2
(d XA ) (d xB ) (d xC ) 2
dimana :
dXA = Jarak antara stasiun X dan stasiun acuan A
81
BAB V HIDROLOGI
2
Keterangan :
KP = koefisien korelasi peringkat spearmen
n = jumlah data
dt = Rt Tt
Tt = peringkat dari waktu
Rt = peringkat dari variabel hidrologi dalam deret berkala
T = nilai distribusi t, pada derajat kebebasan (n 2) untuk
derajat kepercayaan tertentu
U 2 N1 N 2 U1
N1 N 2
U
Z 2
1
1 2
12 N 1 N 2 ( N 1 N 2 1
Keterangan :
N1 = jumlah kelompok data 1
N2 = jumlah kelompok data 2
Rm = jumlah peringkat
83
BAB V HIDROLOGI
4
F
n2 S 2 n1 1
2
Keterangan :
n1 = jumlah kelompok data 1
n2 = jumlah kelompok data 2
S1 = standart deviasi 1
S2 = standart deviasi 2
X1 X 2 n1 S1 2 n2 S 2 2 2
t dimana
1 n n 2
1 1 2 1 2
n1 n2
Keterangan :
X1 = rata-rata kelompok data 1
X2 = rata-rata kelompok data 2
n1 = jumlah kelompok data 1
n2 = jumlah kelompok data 2
S1 = standart deviasi 1
S2 = standart deviasi 2
c. Uji Persistensi
Anggapan bahwa data berasal dari sampel acak harus diuji, yang
umumnya merupakan persyaratan dalam analisis distribusi peluang.
Persistensi (persistence) adalah ketidaktergantungan dari setiap nilai dalam
deret berkala. Untuk melaksanakan pengujian persistensi harus dihitung
besarnya koefisien kerelasi serial. Salah satu metode untuk menentukan
koefisien korelasi serial adalah dengan metode spearman, yang dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
m
6 (di) 2 1
n 2 2
KS 1 i 1
dan t KS
m m 1 KS
3 2
Keterangan :
KS = koefisien korelasi spearman
m = N1
N = jumlah data
di = perbedaan nilai antara peringkat kesatu dengan peringkat
berikutnya.
t = nilai distribusi t, pada derajat kebebasan (m 2) untuk derajat
kepercayaan tertentu.
85
BAB V HIDROLOGI
6
86
BAB V HIDROLOGI
7
X
i 1
i X 2
=
n 1
n = Jumlah data
CS = koefisien kepencengan
CK = koefisien kurtosis
Y Yn
= X S T
Sn
Jika :
87
BAB V HIDROLOGI
8
1 S
=
a Sn
S
b= X .Yn
Sn
Koefisien Skewness :
n n
(n - 1) (n - 2) i = l
(Xi - X ) 3
Cs =
Sn 3
Dimana :
Cs = koefisien skewness
X = nilai rata-rata
Xi = nilai varian ke i
n = jumlah data
Koefisien Kurtosis :
n
n2 (Xi - X ) 4
i= l
Ck =
n - 1 n - 2 n - 3 Sn4
dimana :
Ck = koefisien kurtosis
X = nilai rata-rata
Xi = nilai varian ke - i
n = jumlah data
n Yn n Yn n yn n Yn
88
BAB V HIDROLOGI
9
89
BAB V HIDROLOGI
0
n Sn n Sn n Sn n Sn
10 0,9496 33 1,1226 56 1,1696 79 1,1930
11 0,9676 34 1,1255 57 1,1708 80 1,1938
12 0,9833 35 1,1286 58 1,1721 81 1,1945
13 0,9971 36 1,1313 59 1,1734 82 1,1953
14 1,0095 37 1,1339 60 1,1747 83 1,1959
15 1,0206 38 1,1363 61 1,1759 84 1,1967
16 1,0316 39 1,1388 62 1,1770 85 1,1973
17 1,0411 40 1,1413 63 1,1782 86 1,1987
18 1,0493 41 1,1436 64 1,1793 87 1,1987
19 1,0565 42 1,1458 65 1,1803 88 1,1994
20 1,0628 43 1,1480 66 1,1814 89 1,2001
21 1,0696 44 1,1499 67 1,1824 90 1,2007
22 1,0754 45 1,1519 68 1,1834 91 1,2013
23 1,0811 46 1,1538 69 1,1844 92 1,2020
24 1,0864 47 1,1557 70 1,1854 93 1,2026
25 1,0915 48 1,1574 71 1,1854 94 1,2032
26 1,0861 49 1,1590 72 1,1873 95 1,2038
27 1,1004 50 1,1607 73 1,1881 96 1,2044
28 1,1047 51 1,1623 74 1,1890 97 1,2049
29 1,1086 52 1,1638 75 1,1898 98 1,2055
30 1,1124 53 1,1658 76 1,1906 99 1,2060
31 1,1159 54 1,1667 77 1,1915 100 1,2065
32 1,1193 55 1,1681 78 1,1923
Sumber : Hidrologi Teknik, C.D. Soemarto, Edisi Ke-2, 1987:237
90
BAB V HIDROLOGI
1
Log X
t 1
t Log X 2
=
n 1
K = faktor frekuensi, sebagai fungsi dari koefisien variasi (cv) dengan
periode ulang t. Nilai k dapat diperoleh dari tabel yang merupakan
fungsi peluang kumulatif dan periode ulang, lihat Tabel. 2.3
CS = koefisien kepencengan = 3 CV + CV3
CK = koefisien kurtosis
= CV8 + 6CV6 + 15CV4 + 16CV2 + 3
CV = koefisien variasi
=
= deviasi standar populasi ln X atau log X
= rata-rata hitung populasi ln X atau lo
Tabel 3. 3 Tabel Nilai Faktor Frekuensi (k) Sebagai Fungsi Dari Nilai
CV
91
BAB V HIDROLOGI
2
Log Xt = Log X G S
Keterangan :
Xt = Besarnya curah hujan dengan periode t (mm)
Log X = Rata-rata nilai logaritma data X hasil pengamatan (mm)
Log X
t 1
t Log X 2
=
n 1
CS = koefisien kepencengan
n. logX logX 3
n 1 . n 2 . SlogX 3
=
CK = koefisien kurtosis
n 2 logX logX 4
n 1 n 2 n 3 S log X
= 4
92
BAB V HIDROLOGI
3
Peluang (%)
Cs
99 95 90 80 60 50 40 20 10 5 4 2 1 0.5 0.1
3.00 -0.667 -0.665 -0.660 -0.636 -0.476 -0.396 -0.124 0.420 1.180 2.095 2.278 3.152 4.051 4.970 7.250
2.50 -0.799 -0.790 -0.771 -0.711 -0.477 -0.360 -0.067 0.518 1.250 2.093 2.262 3.048 3.845 4.652 6.600
2.20 -0.905 -0.882 -0.844 -0.752 -0.471 -0.330 -0.029 0.574 1.284 2.081 2.240 2.970 3.705 4.444 6.200
2.00 -0.990 -0.949 -0.895 -0.777 -0.464 -0.307 -0.002 0.609 1.302 2.066 2.219 2.912 3.605 4.298 5.910
1.80 -1.087 -1.020 -0.945 -0.799 -0.454 -0.282 0.026 0.643 1.318 2.047 2.193 2.848 3.499 4.147 5.660
1.60 -1.197 -1.093 -0.994 -0.817 -0.442 -0.254 0.056 0.675 1.329 2.024 2.163 2.780 3.388 3.990 5.390
1.40 -1.318 -1.168 -1.041 -0.832 -0.427 -0.225 0.085 0.705 1.337 1.996 2.128 2.706 3.271 3.828 5.110
1.20 -1.449 -1.243 -1.086 -0.844 -0.411 -0.195 0.114 0.732 1.340 1.963 2.087 2.626 3.149 3.661 4.820
1.00 -1.588 -1.317 -1.128 -0.852 -0.393 -0.164 0.143 0.758 1.340 1.926 2.043 2.542 3.022 3.489 4.540
0.90 -1.660 -1.353 -1.147 -0.854 -0.383 -0.148 0.158 0.769 1.339 1.905 2.018 2.498 2.957 3.401 4.395
0.80 -1.733 -1.388 -1.116 -0.856 -0.373 -0.132 0.172 0.780 1.336 1.888 1.998 2.453 2.891 3.312 4.250
0.70 -1.806 -1.423 -1.183 -0.857 -0.363 -0.116 0.186 0.790 1.333 1.861 1.967 2.407 2.824 3.223 4.105
0.60 -1.880 -1.458 -1.200 -0.857 -0.352 -0.099 0.201 0.800 1.328 1.837 1.939 2.359 2.755 3.132 3.960
0.50 -1.955 -1.491 -1.216 -0.856 -0.341 -0.083 0.214 0.808 1.323 1.812 1.910 2.311 2.686 3.041 3.815
0.40 -2.029 -1.524 -1.231 -0.855 -0.329 -0.066 0.228 0.816 1.317 1.786 1.880 2.261 2.615 2.949 3.670
0.30 -2.104 -1.555 -1.245 -0.853 -0.318 -0.050 0.241 0.824 1.309 1.759 1.849 2.211 2.544 2.856 3.525
0.20 -2.178 -1.586 -1.258 -0.850 -0.305 -0.033 0.255 0.830 1.301 1.732 1.818 2.159 2.472 2.763 3.380
0.10 -2.252 -1.616 -1.270 -0.846 -0.293 -0.017 0.267 0.836 1.292 1.703 1.785 2.107 2.400 2.670 3.235
0.00 -2.326 -1.645 -1.282 -0.842 -0.281 0.000 0.281 0.842 1.282 1.673 1.751 2.054 2.326 2.576 3.090
-0.10 -2.400 -1.673 -1.292 -0.836 -0.267 0.017 0.290 0.836 1.270 1.642 1.716 2.000 2.252 2.482 2.950
-0.20 -2.472 -1.700 -1.301 -0.830 -0.255 0.033 0.305 0.850 1.258 1.610 1.680 1.945 2.178 2.388 2.810
-0.30 -2.544 -1.726 -1.309 -0.824 -0.241 0.050 0.318 0.853 1.245 1.577 1.643 1.890 2.104 2.294 2.675
-0.40 -2.615 -1.750 -1.317 -0.816 -0.228 0.066 0.329 0.855 1.231 1.544 1.606 1.834 2.029 2.201 2.540
-0.50 -2.686 -1.774 -1.323 -0.808 -0.214 0.083 0.341 0.856 1.216 1.509 1.567 1.777 1.955 2.108 2.400
-0.60 -2.755 -1.797 -1.328 -0.800 -0.201 0.099 0.352 0.857 1.200 1.473 1.528 1.720 1.880 2.016 2.275
-0.70 -2.824 -1.819 -1.333 -0.790 -0.186 0.116 0.363 0.857 1.183 1.437 1.488 1.663 1.806 1.926 2.150
-0.80 -2.891 -1.839 -1.336 -0.780 -0.172 0.132 0.373 0.856 1.166 1.401 1.448 1.606 1.733 1.837 2.035
-0.90 -2.957 -1.858 -1.339 -0.769 -0.158 0.148 0.383 0.854 1.147 1.364 1.407 1.549 1.660 1.749 1.910
-1.00 -3.022 -1.877 -1.340 -0.758 -0.143 0.164 0.393 0.852 1.128 1.326 1.366 1.492 1.588 1.664 1.800
-1.20 -3.149 -1.910 -1.340 -0.732 -0.114 0.195 0.411 0.844 1.086 1.249 1.282 1.379 1.449 1.501 1.625
-1.40 -3.271 -1.938 -1.337 -0.705 -0.085 0.225 0.427 0.832 1.041 1.172 1.198 1.270 1.318 1.351 1.465
-1.60 -3.388 -1.962 -1.329 -0.675 -0.056 0.254 0.442 0.817 0.994 1.096 1.116 1.166 1.197 1.216 1.280
-1.80 -3.499 -1.981 -1.318 -0.643 -0.026 0.282 0.454 0.799 0.945 1.020 1.035 1.069 1.087 1.097 1.130
-2.00 -3.605 -1.996 -1.302 -0.600 0.005 0.307 0.464 0.777 0.895 0.948 0.959 0.980 0.990 0.995 1.000
93
BAB V HIDROLOGI
4
-2.20 -3.705 -2.006 -1.284 -0.574 0.029 0.330 0.471 0.752 0.844 0.881 0.888 0.900 0.905 0.907 0.910
-2.50 -3.845 -2.012 -1.250 -0.518 0.067 0.360 0.477 0.711 0.771 0.789 0.793 0.798 0.799 0.800 0.802
-3.00 -4.051 -2.003 -1.180 -0.420 0.124 0.396 0.476 0.636 0.660 0.665 0.666 0.666 0.667 0.667 0.668
T (tahun) Peluang Y
1,001 0,001 -1,930
1,005 0,005 -1,670
1,010 0,010 -1,530
1,050 0,050 -1,097
1,110 0,100 -0,834
1,250 0,200 -0,476
1,330 0,250 -0,326
1,430 0,300 -0,185
1,670 0,400 0,087
2,000 0,500 0,366
94
BAB V HIDROLOGI
5
T (tahun) Peluang Y
2,500 0,600 0,671
3,330 0,700 1,030
4,000 0,750 1,240
5,000 0,800 1,510
10,000 0,900 2,250
20,000 0,950 2,970
50,000 0,980 3,900
100,000 0,990 4,600
200,000 0,995 5,290
500,000 0,998 6,210
1000,000 0,999 6,900
Sumber: Bonnier,1980
( X X )2
S1
n 1
Koefisien Keragaman
S
Cv
X
Koefisien Kepencengan
n
n Xi X
3
Cs i 1
n 1 (n 2) S 3
Koefisien Kurtosis
n
n2 X i X
4
Ck i 1
n 1 (n 2) (n 3) S 4
95
BAB V HIDROLOGI
6
keterangan :
2 hitung = Parameter chi-kuadrat terhitung
OF = Frekuensi pengamatan (Observed Frequency)
EF = Frekuensi teoritis (Expected Frequency)
96
BAB V HIDROLOGI
7
n
Sn (x) = 100%
N1
Keterangan :
Sn (x) = Probabilitas (%)
n = Nomor urut data dari seri yang telah diurutkan
N = Jumlah total data
Hitung harga 2 cr dengan menentukan taraf signifikan 5% dan
dengan derajat kebebasan yang dihitung dengan menggunakan persamaan
:
Dk = K (P + 1)
keterangan :
Dk = Derajat kebebasan
P = Parameter yang terikat dalam agihan frekuensi
K = Jumlah kelas distribusi
= 1 + (3.322 . log n)
Dimana :
97
BAB V HIDROLOGI
8
= derajat kebebasan
n = jumlah data
7. Dengan nilai dan nilai tingkat kepercayaan/significant level maka didapatkan nilai
2 cr yang akan dibandingkan dengan nilai 2 hitung. Data akan diterima jika dari uji nilai
2 hitung < 2 cr.
Tabel 3. 6 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi-Kuadrat (Uji Satu Sisi)
Derajat Kepercayaan
k
0,995 0,99 0.975 0.950 0.050 0.025 0.01 0.005
1 0,0000393 0,000157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879
2 0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,597
3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838
4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860
5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,750
6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548
7 0,989 1,239 1,690 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278
8 1,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20,090 21,955
9 1,735 2,088 2,700 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589
10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188
11 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,725 26,757
12 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,217 28,300
13 3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29,819
14 4,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319
15 4,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,488 30,578 32,801
16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267
17 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718
18 6,265 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37,156
19 6,844 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,582
20 7,434 8,260 9,591 10,851 31,410 34,170 37,566 39,997
21 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,401
22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796
23 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,638 44,181
24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45,558
25 10,520 11,524 13,120 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928
26 11,160 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,290
98
BAB V HIDROLOGI
9
keterangan,
maks = Selisih terbesar antara peluang empiris dengan teoritis
Pe = Peluang empiris, dengan menggunakan persamaan dari
Weibull:
m
P =
N1
m = nomor urut kejadian, atau peringkat kejadian
N = jumlah data pengamatan
PT = peluang teoritis dari hasil penggambaran data pada kertas
distribusi (persamaan distribusinya) secara grafis, atau
menggunakan fasilitas perhitungan peluang menurut wilayah
luas dibawah kurva normal. Nilai kritis dari uji ini ditentukan
terhadap nilai 0 pada Tabel 3.7.
99
BAB V HIDROLOGI
00
4. Hitung nilai selisih maksimum antara distribusi teoritis dan distribusi empiris dengan
persamaan :
maks = Px x - Sn x
dengan :
maks = Selisih antara probabilitas empiris dan teoritis
Sx (x) = Peluang empiris
Px (x) = Peluang teoritis
5. Membandingkan nilai cr dan maks dengan ketentuan apabila :
cr > maks : maka distribusi tidak diterima
cr > maks : maka distribusi diterima
N
0.20 0.10 0.05 0.01
5 0,45 0,51 0,56 0,67
10 0,32 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,30 0,34 0,40
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
30 0,19 0,22 0,24 0,29
35 0,18 0,20 0,23 0,27
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,20 0,24
50 0,15 0,17 0,19 0,23
1,07 1,22 1,36 1,63
N > 50
N0,5 N0,5 N0,5 N0,5
Sumber: Bonnier, 1980
100
BAB V HIDROLOGI
01
L0.6 n0.6
t c 0.93
i0.4 S 0.3
L 1
t c 21.3
5280 A 0.4 S 0.2
t c 1.8
1.1 0.5 C L0.5
S 0.33
L
tc
0.6
H
72
L
Dimana :
S = Slope
L = Panjang Over Flow
I = Intensitas Hujan
N = Manning Overland Roughness
A = Luas DAS
C = Rational Koefisien
dengan :
Rn = hujan netto (efektif)
C = koefisien limpasan
R = curah hujan
Koefi
N
sien
o Kondisi Daerah Pengaliran Sungai
Pengaliran
.
(C)
1
Pegunungan 0,75 - 0,90
.
2 0,70
Pegunungan Tersier
. - 0,80
3 Tanah Berelief Berat dan Berhutan 0,50
. Kayu - 0,75
4 0,45
Dataran Pertanian
. - 0,60
5 0,70
Daratan Sawah Irigasi
. - 0,80
6 0,75
Sungai di Pegunungan
. - 0,85
103
BAB V HIDROLOGI
04
7 0,45
Sungai di Dataran Rendah
. - 0,75
8 Sungai Besar Yang Sebagian Alirannya 0,50
. Berada di Dataran Rendah - 0,75
Sumber : Suyono Sosrodarsono, (1980)
Dimana :
f = koefisien pengaliran
Rt = jumlah curah hujan (mm)
dimana :
rT = Curah Hujan pada jam ke T ( mm )
Rt = Rerata curah hujan dari awal sampai jam ke T ( mm )
T = Waktu mulai hujan hingga jam ke T ( jam )
R24 = Curah hujan efektif dalam 24 jam ( mm )
t = Waktu konsentrasi hujan ( jam )
104
BAB V HIDROLOGI
05
1 0.012 A 0.7
=
1 0.075 A 0.7
t 3.7 10 0.4.t
A 0.75
1 = 1+
t 2 15 12
R T = R + s u
r=
t R untuk t = 2 s/d 19 jam
t 1
r
q = t dalam jam
3.6 t
Q = q A
dimana :
= koefisien limpasan
= koefisien reduksi
q = hujan maksimum (m3/km2/det)
A = luas daerah pengaliran (km2)
Q = debit maksimum (m3/det)
L = panjang sungai (km)
I = gradien sungai
105
BAB V HIDROLOGI
06
t = durasi (jam)
T= periode ulang
R = rerata hujan maksimum (mm)
RT = hujan maksimum (mm)
s = standar deviasi
u = standar variable u/return periode (T)
r = hujan selamat (mm)
n = periode pengamatan
L
t
V
2/ 3
R 24
r
24 T
dimana:
Q = debit banjir (m3/dtk),
= koefisien pengaliran,
f = luas daerah pengaliran (km2),
r = intensitas hujan (mm/jam),
V = kecepatan aliran (km/jam), dan
R = curah hujan maksimum (mm).
106
BAB V HIDROLOGI
07
C A R
0
Qp =
3,6 0,3Tp T
0,3
Keterangan :
Qp = debit puncak banjir (m3/det)
R0 = hujan satuan (mm)
Tp = tenggang waktu (time lag) dari permulaan hujan sampai puncak
banjir (jam)
Tp = tg + 0,8 tr
Tg = waktu konsentrasi (jam), tenggang waktu dari titik berat hujan
sampai titik berat hidrograf (time lag)
dalam hal ini, jika :
L < 15 km tg = 0,21 .
L0,7
L > 15 km tg = 0,4 +
0,058 . L
tr = tenggang waktu hidrograf (time base of hidrograf)
= 0,5 sampai 1 tg
T0,3 = .tg
0,25
0,47 A L
=
tg
untuk :
1. Daerah pengaliran biasa , dimana = 2
2. Bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang cepat,
dimana = 1,5
3. Bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat,
dimana =3
Bagian lengkung naik (rising limb) hidrograf satuan memiliki
rumus :
2.4
t
Qa = Q p
Tp
Keterangan,
Qa = llimpasan sebelum mencapai debit puncak (m3/det)
107
BAB V HIDROLOGI
08
t = waktu (jam)
Bagian lengkung turun (decreasing limb) hidrograf satuan
t Tp
T0,3
Qd1 = Qp 0,3
t Tp 0,5T0,3
1,5T0,3
Qd2 = Qp 0,3
t Tp 1,5T 0,3
2T0,3
Qd3 = Qp 0,3
l
engkun engkung
,
,
108
BAB V HIDROLOGI
09
dengan :
Qk = Ordinat hidrograf banjir pada jam ke k
Un = Ordinat hidrograf satuan
Ri = Hujan netto pada jam ke-i
Bf = Aliran dasar (Base flow)
109
BAB VI SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI 1
0
Pemasangan BM ;
Pengukuran antara Sungai Pekik sampai dengan Sungai Kumpulkuista;
Pengukuran dan pemetaan situasi skala 1 : 5.000;
Pengamatan pasang surut di lokasi studi;
Pengolahan data dan penggambaran peta situasi dan potongan
melintang dan memanjang sungai.
111
BAB VI SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI 1
2
Total Station
GPS Merk Garmin 76csx
Theodolit T0
Tripod
Prisma
Roll Meter 50 m
Radio HT
112
BAB VI SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI 1
3
113
BAB VI SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI 1
4
START
PERSIAPAN
Personil Pelaksana
Peralatan Survey Topografi
Pemasangan :
Bench Mark, Control Point, dan Patok
Ukur
PENGUKURAN
Pengamatan
Kerangka Horizontal Kerangka Vertikal
Matahari
Pengukuran Profil
Memanjang/
Melintang dan Detail
ANALISA
Ya Ya Ya
Gambar Geometris
LAPORAN PENGUKURAN Badan Sungai
DESKRIPSI BM/CP Profil Memanjang
dan Melintang
Situasi Rencana
Bangunan
114
BAB VI SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI 1
5
115
BAB VI SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI 1
6
Semua harus dalam kondisi siap pakai dengan baik dan lancar.
Sedangkan base camp yang disimpan harus dapat menunjang kelancaran
survei lapangan, yang mencakup pendataan, pencatatan dan pengukuran serta
pengumpulan data dan pengamatan.
116
BAB VI SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI 1
7
penyiapan kantor dan base camp selesai dikerjakan. Kegiatan ini dapat berjalan
pararel dengan pekerjaan penyiapan administrasi dan perijinan.
d. Peninjauan Pendahuluan
Kegiatan peninjauan pendahuluan ini merupakan langkah strategis yang
harus dilakukan di tahap awal masa pelaksanaan pekerjaan. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk lebih mengenal daerah studi secara visual. Dengan
berbekal informasi yang diperoleh dari analisa awal data sekunder yang telah
dilakukan, tinjauan akan menjadi lebih terarah dan pengamatan menjadi lebih
seksama. Pengenalan lebih mendalam tentang kondisi lokasi pekerjaan,
bermanfaat untuk menentukan langkah-langkah menuju penyelesaian
pekerjaan secara umum, dan khususnya untuk mengatur strategi pengumpulan
data primer dan data sekunder lanjutan, melalui survei lapangan. Pengamatan
dan informasi yang diharapkan dalam kegiatan tinjauan lapangan meliputi:
Kondisi fisik sungai;
Kondisi ekonomi dan sosial budaya setempat;
Struktur organisasi pengelola;
Perijinan untuk survey lapangan;
Upaya pengendalian banjir yang telah dilakukan.
Dengan mengenal lokasi pekerjaan melalui kegiatan peninjauan
lapangan, justifikasi dan parameterisasi awal model hitungan akan dapat
dilakukan. Langkah pengumpulan data primer maupun sekunder dan jenis data
yang akan diambil dapat ditentukan secara defenitif. Pemahaman yang
mendalam terhadap kondisi daerah studi (fisik maupun non fisik) adalah syarat
mutlak bagi berhasilnya suatu studi yang baik. Hal ini dapat dipenuhi apabila
kegiatan tinjauan lapangan ini dilanjutkan dengan pengumpulan data dan survei
lapangan yang terencana dengan baik.
Pengukuran Poligon
Pada pengukuran poligon diberlakukan 2 (dua) sistem yang dapat
dipergunakan :
a. Poligon terbuka Sempurna
117
BAB VI SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI 1
8
b. Poligon Tertutup
Sistem pengukuran poligon tertutup tersebut dimana awal dan akhir
pengukuran kembali pada satu titik, dimana titik tersebut sudah ada koordinatnya
maupun ketinggiannya, sebagai tindak lanjut dari perhitungan titik-titik yang lain.
118
BAB VI SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI 1
9
Perhitungan
a. Perhitungan Sementara
Perhitungan sementara ialah perhitungan yang dilakukan di lapangan
yang berguna untuk pengontrolan hasil ukuran seperti hitungan waterpass,
hitungan sudut, hitungan azimuth, hitungan beda tinggi, pengamatan
matahari dan lain-lain.
b. Perhitungan Definitif
1. Perhitungan Koordinat
Sistem koordinat yang dipakai bergantung pada sistem koordinat di
titik pengikat.
Bila yang digunakan adalah sistem koordinat lokal, maka arah utara
dititik nol koordinat dihitung dari hasil penentuan arah utara dengan
pengamatan matahari di titik tersebut.
2. Perhitungan Ketinggian
Perhitungan ketinggian berdasarkan pada titik referensi yang ada di
lapangan.
Perhitungan dilakukan per seksi.
Dalam hal digunakan titik referensi lokal, diberi angka ketinggian
sedemikian sehingga tidak ada angka ketinggian yang bernilai
negatif.
c. Perhitungan Situasi
Perhitungan beda tinggi dilakukan dengan rumus:
120
BAB VI SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI 2
1
Penggambaran
Pekerjaan penggambaran dilakukan setelah pekerjaan hitungan selesai dilakukan,
penggambaran dilaksanakan dalam dua tahap yaitu penggambaran draft dan penggambaran final.
121
BAB VI SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI 2
2
k. Format gambar dan etiket peta sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
oleh Direksi Pekerjaan.
l. Titik poligon utama dan poligon cabang digambar dengan sistem koordinat.
m. Skala penggambaran untuk penampang melintang adalah 1 : 100 untuk skala
horisontal dan 1 : 100 untuk skala vertikal.
n. Skala penggambaran penampang memanjang adalah 1: 1.000 horisontal dan
skala vertikal 1 : 100.
o. Skala penggambaran untuk situasi memanjang sungai adalah 1:1.000 dengan
interval 0,5 meter untuk daerah datar interval 1 m untuk daerah lereng.
p. Penggambaran akhir menggunakan plotter.
122
BAB VI SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI 2
3
Pengukuran Poligon
Pengukuran poligon terdiri dari pengukuran sudut dan jarak yang akan
digunakan untuk menentukan titik-titik koordinat berdasarkan satu bidang
referensi, dalam hal ini bidang referensi yang digunakan adalah koordinat UTM
(Universal Transfer Mercator).
Bentuk pengukuran poligon untuk pekerjaan ini adalah pengukuran
poligon terbuka dengan kontrol azimuth.
123
BAB VI SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI 2
4
Pengukuran Situasi
Pengukuran situasi dimaksudkan untuk pengumpulan informasi
kualitatif dan kuantitatif permukaan tanah dan obyek topografi lainnya yang
relevan untuk pekerjaan SID Air Baku dan Jaringannya Tersebar di Kabupaten
Gorontalo Utara yang meliputi unsur alam maupun buatan manusia.
2 = 1 1 180o
124
BAB VI SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI 2
5
X2 = X1 + D12 Sin 12
Y2 = Y1 + D12 Cos 12
Dimana :
= Azimuth
= Sudut horisontal
D = Jarak datar
X, Y = Ordinat, Absis
Hb = Ha + Hab
Dimana :
D = Jarak datar
Dm = Jarak miring
Hab = Beda tinggi titik A dan B
= Besar sudut vertikal
Ti = Tinggi alat
Bt = Bacaan benang tengah
Ha = Tinggi titik yang telah diketahui koordinat dan elevasinya
Hb = Tinggi titik lainnya
Pengukuran crossection dimaksudkan untuk mendapatkan bentuk
Potongan melintang sungai sehingga memudahkan dalam pere ncanaan untuk
menentukan bentuk konstruksi yang digunakan. Pengambilan titik-titik detail
cross dilakukan dengan cara tachimetri dan mengikatkan patok-patok yang
telah diketahui koordinat dan elevasinya (diperoleh dari hasil pengukuran dan
perhitungan). Dari hasil pengukuran dan perhitungan diperoleh jarak datar,
beda tinggi dan tinggi titik lainnya dengan menggunakan rumus seperti pada
perhitungan situasi.
126
BAB VI SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI 2
7
6.4.3. Penggambaran
Penggambaran dilakukan dengan komputerisasi, yakni program
Autodesk. Untuk gambar Situasi digunakan software Land Development,
sedangkan gambar cross section dan long section menggunakan software
Procad. Hal ini dibutuhkan untuk mendapatkan keakuratan gambar serta
kecepatan penggambaran. Dimana data ukur tiap titik dihitung kordinat (X, Y,
Z) nya kemudian dijalankan dengan software tersebut di atas sehingga
mendapatkan gambar surface / Permukaan Tanah Asli.
127
BAB VI SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI 2
8
128
BAB VI ANALISIS EKONOMI 2
9
7.1. Umum
Analisis ekonomi terhadap rencana penanggulangan banjir, dilakukan
berdasarkan perbandingan besarnya biaya ekonomi proyek yang harus
disediakan dan manfaat yang akan diperoleh dengan adanya proyek ini.
129
BAB VI ANALISIS EKONOMI 3
0
1. Umur proyek Pada analisis ini diasumsikan umur proyek yaitu masa
dimana fungsi proyek masih dapat berjalan dengan baik adalah 25 tahun
terhitung dari tahun pertama dimulainya pelaksanaan pekerjaan yang
diusulkan. Sementara untuk waktu pelaksanaan pembangunan
sehingga proyek dapat berfungsi secara keseluruhan dalam
penanganan banjir di Kabupaten Mamuju yaitu di kawasan Sungai
Tommo diperlukan waktu lima tahun.
2. Biaya OP Terhadap biaya Operasional dan Pemeliharaan meskipun
perencanaan kualitas bangunan telah didesain sedemikian rupa untuk
memiliki umur proyek (life time) 25 tahun tanpa harus dilakukan aktivitas-
aktivitas operasi maupun rehabilitasi yang signifikan selama umur
bangunan tersebut, namun untuk kegiatan pemeliharaan kualitas
kawasan serta kualitas bangunan direncanakan biaya operasi dan
pemeliharaan sebesar 2% dari biaya pembangunan dengan kenaikan
sebesar 30 persen setiap lima tahun.
3. Kawasan penerima manfaat Daerah yang menerima manfaat dari
rencana penanganan banjir di Kabupaten Mamuju ini meliputi kawasan
yang secara langsung fungsinya ditingkatkan atau diselamatkan dari
kejadian banjir yaitu kawasan permukiman dan ekonomi (meliputi fungsi-
fungsi perdagangan, administrasi pemerintahan, transportasi, dan
pelayanan masyarakat lainnya) di Kabupaten Mamuju.
4. Tingkat penyelesaian masalah banjir pada daerah perencananaan yang
dapat di atasi diasumsikan hanya mencapai 100 % dari luas dan
intensitas dampak banjir yang terjadi pada tingkat debit banjir rencana.
131
BAB VI ANALISIS EKONOMI 3
2
1. Manfaat Langsung
132
BAB VI ANALISIS EKONOMI 3
3
133
BAB VI ANALISIS EKONOMI 3
4
e. Kegagalan panen Pada umumnya lahan yang terkena banjir yaitu lahan
pertanian, diperkirakan hingga lebih dari 80% merupakan lahan terbuka
atau lahan pertanian. Terjadinya banjir tahunan menyebabkan gagal
panen pada saat lahan pertanian masyarakat terkena genangan.
Berdasarkan data yang didapat dari UPTD terkait, luas genangan yang
terjadi pada lahan pertanian seluas 3.324 Ha. Dengan asumsi 1 Ha
dapat menghasilkan padi seberat 6 Ton dan harga 1 kg padi yaitu Rp.
3.300/kg padi. Sehingga besar kerugian sebesar 21,9 miliar.
Sebagai sebuah proyek dengan kepentingan sosial yang lebih tinggi dari
kepentingan bisnis, maka analisa kelayakan proyek dilakukan dengan
pendekatan secara ekonomis. Pendekatan secara ekonomis dilaksanakan
untuk mengetahui layak tidaknya suatu proyek dijalankan dengan
mempergunakan pendekatan nilai-nilai atau potensi ekonomis terhadap
134
BAB VI ANALISIS EKONOMI 3
5
135
BAB VI ANALISIS EKONOMI 3
6
Dimana :
Bt = Benefit pada tiap tahun
Ct = Cost pada tiap tahun
1/(1+i)t = Rumus Pv (Present Value)
t = 1,2,3..
n = jumlah tahun
i = tingkat bunga
Jika diperoleh:NPV > 0 berarti proyek layak untuk dilaksanakan NPV < 0
berarti proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
Dimana :
Bt = Benefit pada tiap tahun
Ct = Cost pada tiap tahun 1/(1+i)
t = Rumus Pv (Present Value)
t = 1,2,3..
n = jumlah tahun
i = tingkat bunga
Apabila : IRR > suku bunga yang ditetapkan, maka proyek layak untuk
dilaksanakan IRR < suku bunga yang ditetapkan, maka proyek tidak layak untuk
dilaksanakan.
tn
t1
tn
t 1 t t (1 i) Ct ; (1 i) Bt
BCR
Dimana :
t = 1,2,3 .....
n = jumlah tahun
i = tingkat bunga
Apabila : BCR 1 maka proyek layak untuk dilaksanakan BCR < 1 maka
proyek tidak layak untuk dilaksanaka
138
BAB V KRITERIA PERENCANAAN
8.1. Umum
Upaya penanganan banjir dan genangan sungai-sungai ini hendaknya
dilaksanakan secara terpadu di wilayah bagian hulu dengan melaksanakan
pekerjaan pengaturan fungsi lahan sehingga debit banjir yang akan masuk ke
badan sungai sudah direduksi di lahan.
aliran air. Sungai Tommo telah bertanggul, namun perlu dilakukan pengecekan
terhadap keberadaan bentuk tanggul yang telah dibangun 30 tahunan yang lalu
dan mengembalikan kepada fungsi semula sebagai penahan banjir dari
limpasan sungai.
Bentuk standar tanggul sesuai dengan standard dari SMEC pada saat
LCFC (Lower Cimanuk Flood Control Project) dengan tinggi jagaan (waking)
1,00 meter, dengan mempertimbangkan : Teknik Mekanika Tanah. Rencana
HWL, durasi hujan, kondisi topografi, mekanika tanah pondasi, bahan
timbunan, perkuatan permukaan dan sebagainya.
Jagaan adalah tinggi tambahan dari rencana HWL dimana air tidak inkan
melimpah. Tabel berikut ini memperlihatkan standar hubungan antara
besarnya debit banjir rencana dengan tinggi jagaan yang disarank dari SMEC).
Berm harus disediakan tiap 3 5 m dari puncak pada sisi bagian air bila
tinggi tanggul 6 m atau lebih, dan berm tiap 2 m sampai 3 m dari puncak
pada sisi bagian luar bila tinggi tanggul 4 m atau lebih.
Lebar berm 3 m atau lebih. Miring talud tanggul harus merupakan
kemiringan landai bandingan 1 : 2 atau lebih, namun hal itu tidak perlu
bila talud permukaan dilapisi dengan beton atau bahan serupa.
BAB V KRITERIA PERENCANAAN
42
Tanggul imbangan
Metode preloading
Penimbunan dengan lambat
Penggantian tanah
Metode sand pile
Kebocoran Tanggul
1. Perubahan Morfologi
Sebagai hasilnya dapat dijumpai pada beberapa sungai sbb :
a. Sungai bermeander
b. Sungai Lurus
c. Sungai yang bercabang cabang
2. Apalbila daerah kiri kanan sungai sepanjang meander belt telah
merupakan daerah pemukiman yang padat dan bahkan merupakan
daerrah perkotaan, maka tanggul dapat diletakkan berdekatan denga
alur sungai yang bermeander tersebut. Pekerjaan ini harus diikuti
dengan usaha pengamanan tanggul tersebut dari bahaya erosi tebing.
Bentuk alur sungai kita atur dan sedapat mungkin tersebut dapat
dipertahankan. Biaya untuk mengamankan tanggul itu harus lebih kecil
dengan biaya pemindahan penduduk ke tempat lain. Penkerjaan
pengaturan sungai ini diantara lain dengan membiuat bangunan-
bangunan : pengarah arus, perlindungan tebing, sudetan dan
sebagainya.
3. Pemilihann lokasi tanggul ditentukan pula oleh keadaan / sifat dasar
tanggul. Tanah dasar untuk pondasi tanggul antara lain harus memenuhi
syarat- syarat : cukup kuat menahan beban tanggul, tidak lolos air, tidak
akan timbul settelment yang membahayakan dan sebgainya. Sifat- sifat
tanah dasar tersebut dapat berpengaruh terhadap penentuan dimensi
tanggul.
dengan :
Fs = Faktor Keamanan
N = Beban komponen vertikal pias di atas bidang luncur (t/m 2)
T = Beban komponen tangensial pias di atas bidang luncur (t/m2)
U = Tekanan air pori (t/m2) Ne = Komponen vertikal beban gempa
(t/m2)
Te = Komponen tangensial beban gempa (t/m2)
Cn = Kohesi bahan timbunan (t/m2)
BAB V KRITERIA PERENCANAAN
46
PEMBERSIHAN
Selama pelaksanaan pekerjaan, pembersihan lokasi pekerjaan
untuk saluran dari semua tumbuhan harus dikerjakan oleh Penyedia
Jasa setelah mendapat persetujuan dari Direksi Pekerjaan. Penyedia
Jasa harus membongkar akar-akar, mengisi lubang lubangnya dengan
tanah dipadatkan kemudian membuang dari tempat pekerjaan semula
bahan-bahan hasil pembersihan lapangan. Untuk semua pohon dan
semak-semak yang tidak harus dibersihkan/ tidak harus ditebang dan
tetap berada ditempatnya, maka Penyedia Jasa harus melindunginya
dari kerusakan.
Cara Pelaksanaan
1. Penyedia jasa harus menyiapkan peralatan ukur, termasuk
pekerja, patok-patok, serta peralatan lainnya yang diperlukan
untuk pengukuran. Penyedia jasa harus menggunakan alat ukur
yang mempunyai tingkat ketelitian yang tinggi untuk pengukuran.
2. Pekerjaan ini dimulai dengan memasang patok yang terbuat dari
balok kayu 4/6 dengan jarak yang telah ditentukan.
3. Patok patok yang telah dipasang tidak bolah goyang dan
berpindah tempat karena telah memiliki elevasi yang didasarkan
pada BM sekitar setelah dilakukan Pengukuran.
4. Setelah data pengukuran diperoleh dan diolah maka akan
dihasilkan gambar kerja (working drawing) sebagai panduan
pekerejaan di lapangan yang harus disetujui terlebih dahulu oleh
direksi.
5. Setelah pekerjaan lapngan selesai maka diadakan pengecekan
dan pengukuran ulang di lokasi pekerjaan (MC 100%) untuk
membuat gambar purna laksana (asbuilt drawing) sebagai tanda
pekerjaan selesai. Asbuilt drawing dinyatakan selesai bila direksi
telah menyetujui.
BAB V KRITERIA PERENCANAAN
50
DOKUMENTASI
Untuk mendukung kelengkapan data administrasi teknik dan
sebagai bukti yang meyakinkan di kemudian hari, maka penyedia jasa
harus menyediakan foto dokumentasi pelaksanaan pekerjaan dengan
menggunakan camera digital.
Cara Pelaksanaan
1. Foto dokumentasi dilakukan pada saat pelaksanaan pekerjaan
masih pada posisi 0%, mencapai bobot 50% dan 100% untuk
satu titik atau lokasi pengambilan foto yang sama.
1. Nama Kegiatan
2. Tahap/Progress Pekerjaan 0%, 50% atau 100%
BAB V KRITERIA PERENCANAAN
51
LAPORAN
Untuk mendukung kelengkapan data administrasi teknik, maka
penyedia jasa harus menyediakan laporan harian, mingguan dan bulanan.
Cara Pelaksanaan
GAMBAR- GAMBAR
1. Gambar-gambar perencanaan akan disediakan oleh pemberi
pekerjaan, Kontraktor yang menjadi pemenang akan menerima
satu set cetakan gambar- gambar tersebut. Untuk tambahan-
tambahan gambar, kontraktor harus mencetak sendiri dan atas
biaya sendiri.
2. Satu set gambar-gambar yang telah diserahkan kepada
Kontraktor harus ditempatkan pada lokasi pekerjaan dan setiap
BAB V KRITERIA PERENCANAAN
52
Cara Pelaksanaan
Cara Pelaksanaan
Perapihan (Finishing)
Yang dimaksud perapihan adalah pembentukan pertama dan
kedua pada pekerjaan galian dan timbunan pada bagian dalam, puncak
dan luar tanggul sehingga dimensi sesuai dengan gambar kerja. Dalam
pekerjaan perapihan juga dilakukan pemadatan menggunakan Vibrator
roller.
Cara Pelaksanaan
Identifikasi penyebab banjir Sungai Tommo yaitu akibat tingginya muka air di
Sungai Barakkang/Lumu dimana Sungai Tommo merupakan anak Sungai dari
Lumu. Tingginya muka air juga disebabkan kombinasi debit banjir tinggi pada
sungai induk bersamaan dengan pasang naik, maka aliran anak sungai
tersebut tertahan dan menimbulkan genangan.
Banjir juga disebabkan karena dangkalnya penampang sungai tommo
sehingga tidak mampu menampung besarnya debit air.
Penanggulangan banjir dengan pertimbangan kondisi aktual dilapangan telah
ada tanggul namun tetap tidak mampu menahan debit air yang berlebih ketika
musim hujan. Untuk mengatasi nya, maka diusulkan pembuatan tanggul baru
dengan dimensi yang leboh besar dan konstruksi yang lebih kuat dari tanggul
yang sebelumnya sesuai dengan debit air sungai Tommo pada saat terjadi
banjir.
Tanggul yang direncanakan dibuat dengan mengambil tanah galian setempat
ditambah dengan tanah timbunan dari luar dengan ukuran lebar atas 8 m lebar
bawah 12 m dan tinggi tanggul 3,5 m dengan total panjang 1150 m.
Biaya konstruksi sebesar Rp. 19,97 Milyar terdiri dari pembuatan saluran
sebesar Rp. 1,7 Mliyar, Pemasangan Kayu Dolken sebesar Rp. 437 Juta dan
Pembuatan Badan Tanggul sebesar Rp. 15,8 Milyar.
LAMPIRAN
60
LAMPIRAN
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81